ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Elizabeth Karina Leonita, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.15 Ibid.

P U T U S A N NOMOR: 109/PDT/ 2012/PTR.

LELANG OBJEK JAMINAN PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) OLEH PANITIA URUSAN PIUTANG NEGARA (PUPN)

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

Imma Indra Dewi Windajani

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya yaitu membeli dari lelang. Perihal lelang diatur dalam Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan

P U T U S A N Nomor 461/Pdt/2013/PT.Bdg.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

Hal. 1 dari 9 hal. Put. No.62 K/TUN/06

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

PENJUALAN DIBAWAH TANGAN TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI PENYELESAIAN KREDIT NARATAMA BERSADA CABANG CIKUPA, KABUPATEN

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tinjauan hukum..., Aryo Dharmajaya, FH UI., 2009.

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

2014, No c. bahwa guna memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan Pencegahan dalam rangka pengurusan Piutang Negara dan tidak dilaksanakannya

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pertimbangan yuridis..., Riza Gaffar, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

P U T U S A N. Nomor : 108/Pdt/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

B A B I P E N D A H U L U A N

PEMBATALAN PERJANJIAN CESSIE OLEH BADAN PENYEHATAN PERBANKAN NASIONAL (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

P U T U S A N No. 177 K/TUN/2002

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

KEDUDUKAN HUKUM SURAT KETERANGAN PENDAFTARAN TANAH DALAM LELANG EKSEKUSI OBJEK HAK TANGGUNGAN. (Jurnal Ilmiah) Oleh Agung Kurniawan

2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lela

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi sebagai dampak krisis ekonomi global. tahun 2008 mencapai (dua belas ribu) per dollar Amerika 1).

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

TINJAUAN HUKUM MENGENAI JUAL BELI RUMAH DENGAN OPER KREDIT (Studi Kasus Putusan Nomor : 71/Pdt.G/2012/PN.Skh) Oleh : NOVICHA RAHMAWATI NIM.

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

E K S E K U S I (P E R D A T A)

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB 4 PEMBAHASAN. Universitas Indonesia. Penundaan eksekusi..., Edward Kennetze, FHUI, 2009

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PENTINGNYA SURAT KETERANGAN PENDAFTARAN TANAH (SKPT) DALAM PROSES LELANG OBJEK HAK TANGGUNGAN. Megawati Nur Putri

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan pada Kantor Pelayanan

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

RUANG LINGKUP EKSEKUSI PERDATA TEORI DAN PRAKTEK DI PENGADILAN AGAMA

MENTERI TIDAK BERWENANG UNTUK MEMBERHENTIKAN PEJABAT FUNGSIONAL WIDYAISWARA UTAMA GOLONGAN IV/e DARI DAN DALAM JABATANNYA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 174/PMK.06/2010 TENTANG PEJABAT LELANG KELAS I

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Hak milik, atas suatu barang dapat diperoleh melalui berbagai macam cara, salah satu di antaranya membeli di pelelangan. Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan nilai suatu barang atau mencairkan suatu barang menjadi sejumlah uang dengan nilai objektif, untuk memenuhi kebutuhan penjulan lelang sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, untuk memenuhi atau melaksanakan putusan pengadilan, dan untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha pada umumnya, produsen atau pemilik barang dimungkinkan melakukan penjualan lelang. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti peningkatan harga secara bertahap. Lelang adalah penjualan dihadapan banyak orang (dengan tawaran yang mengatas) yang dipimpin oleh pejabat lelang. Lelang dikenal sebagai suatu perjanjian yang termasuk jual beli baik dalam Civil Law maupun Common Law. Lembaga lelang yang diatur melalui system hukum dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam system perundang-undangan di Indonesia, lelang digolongkan sebagai suatu cara penjualan khusus yang prosesdunya bebeda dengan jual beli pada umumnya. Oleh karena itu, lelang diatur tersendiri dari Vendu Reglement yang sifatnya hukum khusus (lex spesialis). Kekhususan ini antara lain tampak pada sifatnya yang transparan, dengan cara pembentukan yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan lelang itu dipimpin oleh seorang Pejabat Umum, yaitu Pejabat lelang yang independen dan profesional. 1 Lelang pertamakali dijumpai dalam Pasal 1 Stb. 1908 peraturan lelang (vendu reglement) merumuskan bahwa lelang adalah penjualan dimuka umum ialah pelelangan dan

penjulan barang, yang diadakan dimuka umum dengan penawaran harga yang semakin meningkat, dengan persetujuan harga yang semakin menurun. Menurut ketentuan Pasal 1 Peraturan Lelang (L.N. 1908 No. 189), menyatakan bahwa: Untuk melaksanakan peraturan ini dan peraturan pelaksanaan yang ditetapkan lebih jauh berdasarkan peraturan ini yang dimaksud dengan penjualan di muka umum ialah pelelangan dan penjualan barang, yang diadakan di muka umum dengan penawaran harga yang makin meningkat, dengan persetujuan harga yang makin menurun atau dengan pendaftaran harga, atau di mana orangorang yang diundang atau sebelumnya sudah diberitahu tentang pelelangan atau penjualan, atau kesempatan yang diberikan kepada orang-orang yang berlelang atau yang membeli untuk menawar harga, menyetujui harga atau mendaftarkan. Melalui penjualan di muka umum dengan penawaran harga yang makin meningkat, menunjukkan bahwa dengan penjualan tersebut akan diperoleh harga yang wajar. Namun kenyataannya masih banyak orang atau lembaga atau badan hukum yang meragukan penjualan di muka umum ini dengan berbagai alasan, di antaranya bahwa dengan penjualan di muka umum tidak akan diperoleh harga maksimum, kepemilikannya diragukan, masih memungkinkan dibatalkan lelang tersebut sebagaimana yang selama ini terjadi. Menurut Yahya Harahap lelang diartikan sebagai penjualan barang yang disita dilakukan dengan perantaraan kantor lelang, atau menurut keadaan, menurut pertimbangan ketua, oleh orang yang melakukan penyitaan itu atau orang lain yang cakap dan dapat dipercaya yang ditunjuk barang yang tetap dipakai bagi penjualan itu. 1 Pelelangan menurut pasal ini ialah penjualan barang harta kekayaan tergugat atau debitur yang telah lebih dulu disita. Penyitaan itu boleh berbentuk sita jaminan atau sita eksekusi. Sebab sita jaminan pada saatnya dengan sendirinya langsung menjadi eksekutorial beslag. Oleh karena itu secara h. 105 1 Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia, Jakarta, 1993,

luas barang sitaan yang dapat dijual lelang ialah barang yang telah disita pada umumnya, baik berupa sita jaminan atau sita eksekusi. Didasarkan pasal 1 Peraturan Lelang (Lembaran Negara 1908 No. 189), dan pendapat Yahya Harahap sebagaimana di atas akan ditemukan pengertian yang sebenarnya dari penjualan lelang yang dapat dirinci sebagai berikut: a. Penjualan di muka umum harta kekayaan tergugat yang telah disita eksekusi. Atau dengan kata lain, menjual di muka umum barang sitaan milik tergugat (debitur); b. Penjualan dimuka umum (pelelangan) hanya boleh dilakukan didepan juru lelang. Dengan kata lain, penjualan lelang dilakukan dengan perantaraan atau bantuan kantor lelang (juru lelang), dan c. Cara penjualannya dengan jalan harga penawaran semakin meningkat, atau makin menurun melalui penawaran secara tertulis (penawaran dengan pendaftaran). Mengenai barang yang dijadikan obyek lelang yang diperoleh dari eksekusi dilakukan dengan perantaraan atau bantuan kantor lelang. Jika pasal ini dihubungkan dengan pasal 1 a Peraturan Lelang, semakin jelas diketahui siapa pejabat yang berwenang melakukan penjualan lelang. Jadi untuk mengetahui secara pasti pejabat yang berwenang menurut hukum melakukan penjualan lelang: a. Penjualan umum (penjualan lelang) hanya boleh dilakukan juru lelang ; b. Penjualan lelang yang dilakukan seorang yang bukan juru lelang: a) Dihukum dengan hukuman denda paling banyak Rp 10.000; dan b) Tindakan itu dianggap tindak pidana pelanggaran. Asas yang terdapat dalam lelang adalah asas keterbukaan yaitu menghendaki seluruh masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesepatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang. Asas keadilan mengandung pengertian dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan. Asas kepastian hukum menghendaki agar lelang yang dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang

berkepentingan dalam pelaksanaan lelang. Asas efisiensi akan menjamin pelaksanan lelang dilakukan dengan cepat dgn biaya yang relative murah karena dilakukan pada tempat dan waktu yang telah ditentukan. Lelang sebagai sarana penjualan barang yang khusus sejak semula dimaksudkan sebagai pelayanan umum. Artinya, siapapun dapat memanfaatkan pelayanan jasas unit lelang negara untuk menjual barang secara lelang yang tercermin dalam fungsi privat dan fungsi public. Salah satu objek lelang adalah penjualan barang jaminan atau lelang eksekusi barang jaminan baik dari lelang ekesekusi grose akta yang terdapat dalam akta jaminan hak tanggungan dan jaminan fidusia maupun eksekusi putusan pengadilan. Peringatan. Eksekusi grose akta timbul dari perjanjian kredit yang diikat dengan jaminan dimana debitor dinyatakan dalam keadaan lalai (wanprestasi). Didasarkan ketentuan pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 304/KMK.01/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (KepMenKeu No. 304/KMK.01/2002) bahwa setiap pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan Setempat. Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di Kantor Pertanahan Setempat: a) Kepala Kantor Lelang mensyaratkan kepada Penjual meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan; dan b) Berdasarkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam haruf a, Kantor Lelang meminta Surat Keterangan Tanah ke Kantor Pertanahan setempat. Jadi lelang hak atas tanah harus dilengkapi surat keterangan tanah dari Kantor Pertanahan setempat dan jika bidang tanah belum terdaftar dilengkapi pula Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa. Diatur pula dalam pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang jo Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/ 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Lelang (PerMenkeu No. 93/PMK.06/2010 jo PerMenkeu No. 106/PMK.06/2013), bahwa Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan setempat. Permintaan penerbitan SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat. Dibahasnya mengenai lelang hak atas tanah beserta bangunan tanpa dilengkapi SKPT terjadi pada kasus sebagai berikut: 2 Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Surabaya menerbitkan Surat Keputusan No. S-1089/WKN.10/KP/01 /2007 yang berisi tentang Penetapan hari dan tanggal lelang tanggal 23 Agustus 2007 sebagaimana tercantum di harian Surya tanggal 14 September 2007. Pada pengumuman tersebut lelang direncanakan diselenggarakan pada hari : Jumat, tanggal 28 September 2007 terhadap tanah dan bangunan milik CV. Industri Tepung Tapioka Banjaragung (CV ITB) Nomor Urut : 3 yang dikeluarkan oleh KPKNL Surabaya dan pemberitahuan dari PT. Bank Danamon dengan Surat No : B.293/ec - Sby/0807, tanggal 13 Agustus 2007 baru diketahui oleh CV. ITB pada tanggal 14 September 2007. CV ITB sangat keberatan dengan penerbitan Surat Keputusan No. S-1089/WKN.10/ KP/01/2007 oleh KPKNL yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini juga melanggar ketentuan yang mengatur tentang prosedur lelang itu sendiri dan tidak memenuhi syarat - syarat yang berlaku dikarenakan tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang diterbitkan Kantor Pertanahan setempat, dan sampai saat ini CV ITB tidak pernah menerima Surat Penetapan Penyerahan Nilai Hutang dan tidak pernah menerima Surat Penetapan Penyerahan Nilai Hutang dan tidak pernah membuat /menandatangani Surat Pernyataan Bersama maupun surat - surat lain sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri 2 www.direktoriputusanmahkamahagung.com..putusan No. 28/K/TUN/2009

Keuangan No. KEP-304/ KMK/01/2002 tanggal 13 Juni 2002 Pasal 6 jo. Bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor Per /02/PL/2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang. CV ITB selama ini masih beritikad baik guna menyelesaikan sisa pokok kredit/pinjaman kepada pihak PT. Bank Danamon dengan cara mengangsur sampai lunas sesuai dengan Program Pemerintah RI dalam rangka pelunasan perbankan dengan sistem restrukturisasi pinjaman. Selain itu pihak Tergugat semestinya memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada debitur untuk menjual objek Hak Tanggungan dengan cara dibawah tangan, sehingga diharapkan akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUHT bahwa Atas Kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikianitu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Di samping pertimbangan di atas, bahwa pada kenyataannya tindakan KPKNL menerbitkan Surat Keputusan No. S- 1089/ WKN.10/KP/01/2007yang berisi tentang Penetapan hari dan tanggal lelang tanggal 23 Agustus 2007 yang telah diumumkan pada Pengumuman Lelang Kedua tertanggal 14 September 2007 yang dimuat di Harian Surya yang akan menyelenggarakan lelang pada hari : Jumat, tanggal 28 September 2007 terhadap tanah dan bangunan milik Penggugat Nomor Urut : 3 tersebut juga bertentangan dengan Azas- azas Umum Pemerintahan Yang Baik antara lain yaitu Azas kepastian hukum, Azas Kecermatan, Azas Akuntabilitas sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 53 ayat (2) a dan b UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004. Merasa tidak ada respon atas keberatan yang diajukan CV ITB oleh KPKNL, CV ITB mengajukan gugatan terhadap KPKNL, gugatan diajukan masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004.

KPKNL perkara ini adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Surat Keputusan No. S- 1089/WKN.10/KP/01 /2007 yang berisi tentang Penetapan hari dan tanggal lelang tanggal 23 Agustus 2007 yang telah diumumkan pada Pengumuman Lelang Kedua tertanggal 14 September 2007 yang dimuat di Harian Surya yang akan menyelenggarakan lelang pada hari : Jumat, tanggal 28 September 2007 terhadap tanah dan bangunan milik Penggugat Nomor Urut : 3, sehingga berdasarkan pada Pasal 1 ayat (6) UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004, maka KPKNL adalah sebagai subjek atau pihak yang dapat diajukan sebagai pihak Tergugat di Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya telah mengambil putusan, yaitu putusannya No. 107/G.TUN/2007/PTUN.SBY tanggal 26 Februari 2008, menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 193.000, - (seratus sembilan puluh tiga ribu rupiah); CV ITB mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Tinggi Surabaya, dalam putusannya No. 74/B/2008/ PT.TUN.SBY. tanggal 11 Agustus 2008 amarnya menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya. CV ITB mengajukan permohonan kasasi pada Mahkamah Agung, dalam putusannya No. 28/K/TUN/2009, amarnya menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : CV. ITB tersebut. Putusan Mahkamah Agung tersebut disertai pertimbangan hukum bahwa bahwa alasan- alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Judex Factie tidak salah dalam menerapkan hukum yaitu bahwa Surat Keputusan KPKNL yang menjadi objek gugatan mengenai hari dan tanggal lelang adalah Keputusan yang sifatnya Einmalig (sekali terjadi) dan sudah selesai dilaksanakan. Memperhatikan uraian sebagaimana putusan Mahkamah Agung di atas yang membenarkan tindakan KPKNL menerbitkan Surat Keputusan No. S- 1089/WKN.10/KP/01/

2007 yang berisi tentang Penetapan hari dan tanggal lelang tanggal 23 Agustus 2007 dapat dijelaskan bahwa keberatan yang diajukan oleh CV ITB ketika lelang belum dilakukan, dan CV ITB mengajukan permohonan pembatalan lelang karena PKPNL akan melakukan lelang hak atas tanah beserta bangunannya tanpa dilengkapi SKPT. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka perm asalahannya dirumuskan sebagai beroikut: a. Akibat hukum lelang tanpa dilengkapi Surat keterangan Pendaftaran Tanah b. Tanggung jawab Pejabat Lelang yang melelang obyek hak tanggungan tanpa surat keterangan pendaftaran tanah. 3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum lelang tanpa dilengkapi Surat keterangan Pendaftaran Tanah. b. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab Pejabat Lelang yang melelang obyek hak tanggungan tanpa surat keterangan pendaftaran tanah. 4. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis, dapat menambah khasanah pengetahuan yang berkaitan dengan masalah akibat hukum lelang tanpa dilengkapi Surat keterangan Pendaftaran Tanah dan menganalisis tanggungjawab Pejabat Lelang yang melelang obyek hak tanggungan tanpa surat keterangan pendaftaran tanah. b. Manfaat praktis, digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang belum memahami mengenai akibat hukum lelang tanpa dilengkapi Surat keterangan Pendaftaran Tanah.

5. Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Pendekatan ini dilakukan untuk menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut-paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 3 Pendekatan ini didapat dari peraturan perundang-undangan yang relevan yang berkaitan dengan isu hukum. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual (Conceptual Approach), dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari peraturan hukum yang ada. Dalam menggunakan pendekatan konseptual, peneliti perlu merujuk prinsip-prinsip hukum. 4 Selain itu penelitian ini juga menggunakan pendekatan kasus (case approach). 5 b. Sumber Bahan Hukum Bahan hukum jika ditinjau dari segi mengikatnya, dibedakan sebagai berikut: - Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, berupa peraturan perundang-undangan sesuai dengan materi yang dibahas. - Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yaitu literatur maupun karya ilmiah para sarjana yang berkaitan dengan materi yang dibahas. c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Langkah pengumpulan bahan hukum dalam tulisan ini adalah melalui studi kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua bahan hukum yang terkait dengan pokok permasalahan, kemudian diadakan klasifikasi bahan hukum yang terkait dan 3 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 93 4 Ibid, hlm.137 139 5 Ibid., hlm. 119.

selanjutnya bahan hukum tersebut disusun dengan sistematisasi untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya. d. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Langkah pembahasan dilakukan dengan menggunakan penalaran yang bersifat deduktif dalam arti berawal dari pengetahuan hukum yang bersifat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur, yang kemudian diimplementasikan pada permasalahan yang dikemukakan sehingga diperoleh jawaban dari permasalahan yang bersifat khusus. Untuk memperjelas analisis juga digunakan metode interpretasi. 6. Pertanggungjawaban Sistematika Sistematika dalam tesis ini dibagi dalam 4 (empat) bab, masing-masing bab terdiri atas sub-sub bab sebagai berikut: Pertama-tama diawali dengan Pendahuluan, yang diletakkan pada Bab I. Bab ini berisi gambaran umum permasalahan sebagai pengantar pada bab berikutnya, sehingga yang diuraikan pada bab ini hanya mengenai pokok-pokok pembahasannya, yang akan dijabarkan dalam bab berikutnya. Sub bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan pertanggungjawaban sistematika. Kemudian Bab II, dengan judul bab akibat hukum lelang tanpa dilengkapi Surat keterangan Pendaftaran Tanah. Bab ini dipaparkan untuk menjawab permasalahan berkaitan dengan apa akibat hukum lelang tanpa dilengkapi Surat keterangan Pendaftaran Tanah. Selanjutnya Bab III, dengan judul bab Tanggung jawab Pejabat Lelang yang melelang obyek hak tanggungan tanpa surat keterangan pendaftaran tanah. Bab ini dikupas untuk menjawab permasalahan berkaitan dengan analisis putusan Mahkamah Agung yang mengesahkan lelang tanpa surat keterangan pendaftaran tanah

Terakhir Bab IV, dengan judul bab Penutup. Pada bab ini disajikan dalam bentuk jawaban atas masalah dengan sub bab simpulan dan saran sebagai sumbangan pemikiran atas pemecahan masalah.