BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari serangkaian kegiatan penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, yang didasarkan atas model perencanaan komunikasi John Middleton dan konsep pengembangan city brand yang relevan dari berbagai sumber, maka diperoleh kesimpulan bahwa BAPPEDA Kota Semarang telah melakukan serangkaian upaya dalam hubungannya dengan pengembangan city brand Semarang Variety of Culture. BAPPEDA melakukan pengumpulan baseline data dan riset khalayak yang melibatkan berbagai stakeholders kota Semarang di dalamnya. Data yang diperoleh dari kegiatan ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan dan pengembangan city brand Semarang yang baru. BAPPEDA menetapkan bahwa target market program ini adalah warga kota Semarang, wisawatan, investor, dan calon penduduk potensial (potential residents). Melalui kegiatan sayembara dipilih dan ditetapkan bahwa Semarang Variety of Culture sebagai city brand Semarang yang baru, yang didasarkan atas 5 kata kunci pengembangan brand kota Semarang (diversity, harmony, center, services, dan flood and tida). Melalui city brand Semarang Variety of Culture ini 130
131 Pemkot Semarang ingin menyampaikan citra Kota Semarang yang membangun dan mengembangkan kotanya dengan tetap menjaga budayanya yang heterogen. BAPPEDA memilih sejumlah landmark dan event kota Semarang sebagai media primary communication. Sedangkan untuk media secondary communication BAPPEDA lebih memilih untuk menggunakan media luar ruang (outdoor media) dan media internet. Media luar ruang dipilih dengan pertimbangan dapat menarik khalayak karena segi estetika yang dimiliki, sementara media internet dipilih karena jangkauannya yang luas dan dapat diakses oleh siapa saja. Media-media yang terpilih ini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan persuasif yang disusun oleh BAPPEDA Kota Semarang, yang berisi potensi dan keunggulan kota Semarang kepada para target khalayak. Sehingga dapat tercapai tujuan program untuk menanamkan kebanggan dan rasa memiliki dalam diri warga kota Semarang, serta untuk menarik investor, wisatawan dan calon penduduk potensial. Dalam implementasi program, BAPPEDA melakukan pengembangan elemen-elemen kota yang menjadi touchpoints pre-visit dan during a visit dalam rangka membangun awareness terhadap citra Semarang yang terwakilkan dalam city brand Semarang Variety of Culture. Dalam tahapan pengembangan touchpoints brand ini, BAPPEDA menggandeng berbagai pihak yang akan menjadi penyampai pesan komunikasi (komunikator) dalam brand Semarang Variety of Culture kepada khalayak yang ditarget oleh branding ini. BAPPEDA merangkul dinas lain di lingkup Pemerintah Kota Semarang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, maupun pihak swasta (public-private partnerships).
132 Namun sayangnya, terdapat beberapa kekurangan dalam usaha perencanaan dan pengembangan city brand Semarang Variety of Culture. Pertama BAPPEDA tidak menyusun skala prioritas target market yang dituju oleh brand ini. Skala ini diperlukan, karena berhubungan dengan pemenuhan brand promise Kota Semarang kepada target khalayak yang dituju. Tidak adanya skala prioritas bagi target khalayak ini menjadikan implementasi program brand cenderung bersifat sporadic dan kurang terstruktur dari segi alokasi waktu pelaksanaan. Kedua, city brand terpilih (Semarang Variety of Culture) yang mengedepankan keberagaman budaya kurang bersesuaian dengan image kota Semarang sebagai kota dagang dan bisnis, pun kurang bersesuaian dengan visi Pemkot Semarang bagi terwujudnya kota perdagangan dan jasa. Brand kota yang kurang bersesuaian dengan visi dan citra dasar suatu kota akan mengacaukan penyampaian citra kota yang dikehendaki kepada khalayak, yang berimbas pada kurangnya tingkat kesadaran masyarakat luas terhadap brand kota yang bersangkutan. Ketiga, dalam kaitannya dengan pemilihan media komunikasi brand, Pemerintah Kota Semarang belum melakukan kerjasama dengan media massa lokal Semarang untuk mengenalkan brand Semarang Variety of Culture kepada khalayak luas. Selain itu, belum ada tim yang dibentuk khusus untuk mengkoordinasi dan mengontrol setiap usaha yang berhubungan dengan komunikasi citra kota Semarang melalui brand Semarang Variety of Culture. Hal ini berdampak pada sulitnya mengorganisasi setiap kegiatan komunikasi primer dan komunikasi sekunder brand ini.
133 Keempat, BAPPEDA belum melibatkan warga Semarang biasa yang berasal dari kalangan non-pemerintahan, non-institusi swasta maupun nonkomunitas, dalam pelaksanaan komunikasi brand Semarang Variety of Culture. Padahal, keterlibatan masyarakat luas dalam implementasi strategi brand bertujuan sebagai bentuk apresiasi yang akan memperkuat dukungan dan pemahaman terhadap brand tersebut, di dalam diri masing-masing warga kota. Dan yang terakhir belum ada bentuk kegiatan evaluasi terhadap kegiatan pengembangan komunikasi citra kota Semarang melalui city brand Semarang Variety of Culture ini. Baik itu kegiatan yang menunjang primary communication maupun kegiatan-kegiatan secondary communication yang dilakukan oleh BAPPEDA dan pihak lain yang terkait dengan city branding ini. Kelima kekurangan pengembangan brand oleh BAPPEDA Kota Semarang inilah yang menjadi penghambat bagi dikenal luasnya brand Semarang Variety of Culture di antara target market, yang berdampak pula pada kurang tersampaikannya citra kota Semarang yang baru dan positif kepada para target market brand ini.
134 B. SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat menyampaikan beberapa saran mengenai pengembangan brand Semarang Variety of Culture, antara lain: 1. Perlu dibuat skala prioritas bagi target khalayak. Hal ini akan berdampak baik pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan brand s touchpoints, yang tersusun secara rapi berdasarkan skala prioritas. Sehingga upaya-upaya pemenuhan brand promise kepada setiap target khalayak dapat dilaksanakan secara terorganisasi dari waktu ke waktu. 2. Perlu kiranya bagi BAPPEDA Kota Semarang untuk bekerjasama dengan media massa yang berbasis di Semarang seperti surat kabar Suara Merdeka, i-newstv (eks-sindotv) Jateng, dan lain-lain. Kerjasama ini dalam bentuk pembuatan rubrik terkait potensi dan keunggulan kota Semarang yang terangkum dalam brand Semarang Variety of Culture, promosi brand berupa iklan cetak (visual), audio maupun audio-visual. Sebagai media yang dekat dengan masyarakat dan memiliki jangkauan yang luas, media massa akan sangat membantu bagi pembentukan kesadaran merek (brand awareness) terhadap Semarang Variety of Culture di kalangan masyarakat luas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rainisto (2003: 13) bahwa salah satu hal yang paling mendukung dalam penyampaian citra kota melalui brand dan mengenalkan brand suatu kota
135 secara luas adalah kontribusi media massa dalam hal coverage keunggulan suatu kota dalam publikasinya. 3. Perlunya dibentuk tim yang dibentuk khusus untuk mengoorganisasi dan mengontrol setiap usaha komunikasi citra kota melalui brand Semarang Variety of Culture. Hal ini kan berdampak baik pada teratur dan padunya setiap usaha pengembangan citra kota, komunikasi citra kota dan pemasaran kota Semarang yang dilakukan oleh setiap pihak yang berperan sebagai komunikator dalam brand Semarang Variety of Culture. 4. Pemerintah Kota Semarang perlu melibatkan warga Semarang yang berasal dari kalangan non-pemerintahan, non-organisasi dagang, dan nonkomunitas dalam pelaksanaan brand ini. Keterlibatan masyarakat luas dalam implementasi strategi brand bertujuan sebagai bentuk apresiasi yang akan memperkuat dukungan dan pemahaman terhadap brand tersebut, di dalam diri masing-masing warga kota. 5. Perlu dilakukan kegiatan evaluasi terhadap program komunikasi citra kota Semarang melalui jalan pengembangan brand Semarang Variety of Culture. Evaluasi ini penting untuk mengetahui seberapa efektif dan efisien implementasi kegiatan yang mendukung komunikasi citra kota melalui brand ini. BAPPEDA Kota Semarang selaku penanggungjawab city brand dapat melakukan serangkaian kegiatan riset khalayak kepada masing-masing target groups yang menjadi sasaran dari program ini, yakni warga kota Semarang, investor, wisatawan dan calon penduduk
136 potensial. Riset ini akan melihat sejauh mana mereka bisa menangkap citra kota yang dikomunikasi melalui program branding ini, seberapa efektif program pengembangan touchpoints kota yang menjadi bentuk pemenuhan brand promise kota Semarang kepada setiap target groups, seberapa efektif kerjasama antar dinas dan kerjasama dengan pihak swasta (public-private partnerships) yang sudah dilakukan dalam pengembangan program ini, dan untuk menemukan formulasi program bagi keberlanjutan pengembangan brand Semarang Variety of Culture ke depannya.