PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

THE PICTURE OF SENIOR HIGH SCHOOL S CULTURE The Challenge and Opportunity. Moerdiyanto FISE Yogyakarta State University (HP.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

Dalam Acara ORIENSTASI STUDI DAN PENGENALAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017. Drs. Suprijatna

MEMBANGUN KULTUR DAN BUDAYA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. Lembaga pendidikan salah satu sistem organisasi yang bertujuan membuat

BUDAYA ORGANISASI DAN ETIKA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. masa sekarang menuju masa depan dengan nilai-nilai, visi, misi dan strategi

KULTUR SEKOLAH DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM KBK. Oleh. Dr. Jumadi

KODE ETIK DOSEN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. didayagunakan sedemikian rupa. Para guru perlu digerakkan secara efektif, dan

BUDAYA ORGANISASI DAN ETIKA ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan pilar utama bagi kemajuan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan tuntutan baru dalam masyarakat. Perubahan tersebut. terlebih jika dunia kerja tersebut bersifat global.

DINAMIKA KEMAHASISWAAN DAN ARAH KEBIJAKAN UNY DALAM PEMBINAAN KEMAHASISWAAN. Oleh Herminarto Sofyan

KODE ETIK PEGAWAI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

KURIKULUM Kompetensi Dasar. Mata Pelajaran PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN. Untuk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2012

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan sekolah di MTs Kabupaten Labuhanbatu Utara.

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

SKRIPSI RITA SRI WAHYUTI NIM: A

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. demokratis senantiasa memberi perhatian terhadap pendidikan melalui regulasi yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pendidikan yang seluas-luasnya. Pendidikan dapat dimaknai sebagai

PERATURAN REKTOR INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER NOMOR

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

Oleh : Dr. Moerdiyanto, M.Pd. MM. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi (FE) UNY (HP )

PERANAN KULTUR SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU, MOTIVASI BERPRESTASI DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Beberapa tahun terakhir ini sering kita melihat siswa siswi yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NOMOR: 1177/H5.1.R/SK/KMS/2008

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing,

TATA NILAI, BUDAYA KERJA, DAN KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI BIRO SUMBER DAYA MANUSIA KEMENRISTEKDIKTI JAKARTA 2018

I. PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satu di ataranya adalah faktor guru. Guru memegang

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya fitrah yang suci. Sebagaimana pendapat Chotib (2000: 9.2) bahwa

NORMA ETIKA KEHIDUPAN KAMPUS BAGI DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG KATA PENGANTAR

KODE ETIK KEHIDUPAN KAMPUS BAGI DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

KATA PENGANTAR. LPM Universitas PGRI Semarang

MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DI SMK MELALUI PROGRAM PENGEMBANGAN DIRI DAN KULTUR SEKOLAH

KODE ETIK DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN SEKOLAH TINGGI BAHASA ASING LIA

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

HAKIKAT PEMBELAJARAN IPS.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Astrid Sutrianing Tria, 2014

Sekolah Taman Kanak-Kanak Dasar Model (TK dan SD Model) Kabupaten Sleman

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada tataran perencanaan organisasi umumnya mendasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistematis untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran agar siswa aktif

BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

II. TINJAUAN PUSTAKA. kepribadian individunya dan kegunaan masyarakatnya, yang diarahkan demi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Muhammad Khoerudin, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan manusia dapat berbeda dengan makhluk lain yang. dengan sendirinya, pendidikan harus diusahakan oleh manusia.

MUKADIMAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

PEMBUKAAN BAB I PENGERTIAN. Pasal 1. 2) Sekolah Tinggi adalah Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer AMIKOM Yogyakarta

BUKU KODE ETIK DOSEN

BAB I PENDAHULUAN. membentuk dan mendewasakan serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi (knowledge and technology big bang), tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan karakter (character building) generasi bangsa. Pentingnya pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 menempatkan bahasa memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. dan tanpa manusia, organisasi tidak akan berfungsi. Sumber daya manusia

PENTINGNYA ASPEK SOFT SKILLS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

I. PENDAHULUAN. memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi. penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

BUKU KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN

BAB II GAMBARAN UMUM SEKOLAH

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti, bahkan dalam skala global masih jauh dibawah negara-negara

PROGRAM I-MHERE. INDONESIA-Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Project Sub Component B.2a DOKUMEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Rohiman Lesmana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masa akhir anak-anak berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba

Sasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

2015 PENGARUH IKLIM ORGANISASI SEKOLAH TERHADAP KINERJA MENGAJAR GURU DI SMK NEGERI SE-KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NURUL JADID

No. Dok. : PD II/DI/004/AKBID YLPP KODE ETIK PEGAWAI AKADEMI KEBIDANAN YLPP PURWOKERTO JL. K.H. WAHID HASYIM NO. 274 A PURWOKERTO

SURAT KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR NOMOR : TENTANG KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR TAHUN 2014

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

LAPORAN KEGIATAN. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (PkM) TAHUN ANGGARAN Judul PkM:

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

KODE ETIK DAN PERATURAN DISIPLIN KARYAWAN IKIP VETERAN SEMARANG. BAB I Ketentuan Umum

ETIKA AKADEMIK. Program Studi D3 Keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

Transkripsi:

PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH Oleh: Drs. Widarto, M.Pd. FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DISAMPAIKAN PADA PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DI LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPM) UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TANGGAL 6-13 OKTOBER 2004 1

PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH Oleh: Drs. Widarto, M.Pd. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta PENGERTIAN KULTUR SEKOLAH Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Inggris yakni culture. Culture atau diterjemahkan budaya adalah serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi milik bersama dan dapat diterima oleh masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (2003: 72) kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Kultur dijadikan sebagai pedoman hidup bersama bagi kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun non-fisik. Yang berwujud fisik ditampakan dalam bentuk artifak, sedangkan yang non-fisik dimanifestasikan dalam bentuk kegiatan social dan seni. Secara alamiah suatu kultur akan diwariskan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Kultur atau budaya adalah sesuatu kebiasaan atau pola perilaku normatif yang merupakan hasil olah pikir, olah rasa, dan cara bertindak. Salah satu ilmuwan yang banyak memberikan sumbangan penting dalam hal ini adalah antropolog dari Amerika Serikat yakni Clifford Geertz. Antropolog ini mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun implisit. Sekolah merupakan salah satu tempat berkembangnya pewarisan kultur dari generasi ke generasi berikutnya. Pengertian kultur sekolah beraneka ragam. *) Disampaikan pada Kegiatan Pelatihan Pengembangan Kultur Sekolah, di Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) UNY, pada tanggal 6 s.d. 13 Oktober 2004. 2

Salah satunya yang dinyatakan Stolp dan Smith (1995: 78-86) bahwa kultur sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi atau penemuan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi masalah-masalah yang berhasil baik serta dianggap valid dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang dianggap benar dalam memandang, memikirkan, dan merasakan masalah-masalah tersebut. Kultur sekolah merupakan bentuk komitmen bersama yang dipakai untuk melakukan hidup bersama serta diterapkan memecahkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi sekolah dalam mencetak lulusan yang cerdas dan berakhlak mulia. Para ahli lain mendefinisikan budaya sekolah sebagai sebagai sebuah sistem orientasi bersama (norma-norma, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi dasar) yang dipegang oleh warga sekolah, yang akan menjaga kebersamaan unit dan memberikan identitas yang berbeda dari sekolah lain. Jadi, kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai suatu warga masyarakat sekolah. Dengan bahasa lain dapat dikatakan bahwa budaya sekolah adalah suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaankebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah, yang diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan melakukan integrasi internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada. Kultur sekolah diyakini memiliki peran dalam menghasilkan kinerja yang terbaik pada masing-masing individu, kelompok kerja atau unit kerja sekolah. Oleh karena itu, sekolah sebagai satu institusi, perlu membangun hubungan sinergitas antarwarga sekolah yang positif agar memperbaiki kualitas sekolah yang bersangkutan. Beberapa kajian menunjukkan salah satu faktor penghambat pencapaian prestasi sekolah ialah kultur atau budaya sekolah. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kualitas sekolah perlu dilakukan melalui sentuhan budaya sekolah terlebih dahulu jika mutu pendidikan ingin diperbaiki. Jika ditinjau dari usaha peningkatan kualitas sekolah, ada tiga jenis kultur sekolah. 3

1. Kultur yang positif, adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung (pro) peningkatan kualitas pendidikan. Misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap yang berprestasi, dan komitmen terhadap belajar. 2. Kultur sekolah negatif, adalah kegiatan-kegiatan yang kontra peningkatan kualitas pendidikan. Misalnya siswa takut berbuat salah, siswa takut bertanya/mengemukakan pendapat, siswa jarang melakukan kerjasama dalam memecahkan masalah. 3. Kultur sekolah yang netral di antaranya adalah: acara arisan keluarga sekolah, seragam guru, dll. IDENTIFIKASI KULTUR SEKOLAH Beberapa hal yang dapat diidentifikasikan sebagai kultur sekolah, misalnya: 1. Artifak a. dapat diamati seperti: arsitektur, tata ruang, eksterior dan interior, kebiasaan dan rutinitas, peraturan-peraturan, cerita-cerita, upacaraupacara, ritus-ritus, simbol, logo, slogan, bendera, gambar-gambar, tandatanda, sopan santun, cara berpakaian. b. tak dapat diamati: berupa norma-norma kelompok atau cara-cara tradisional berperilaku yang telah lama dimiliki kelompok. 2. Nilai-nilai dan keyakinan: Nilai dan keyakinan yang ada di sekolah dan menjadi ciri utama sekolah, misalnya: ungkapan Rajin Pangkal Pandai; Air Beriak Tanda Tak Dalam, dan berbagai penggambaran nilai dan keyakinan lain. 4

ALUR PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH MEMOTRET KULTUR SEKOLAH Memotret kultur sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen: Pedoman wawancara Lembar observasi Dokumen Kuesioner Sumber data dapat berasal dari: o Kepala sekolah o Guru o Staf TU o Siswa o Komite sekolah o Satpam o Penjaga sepeda o Penyelenggara kantin sekolah o dan lain-lain 5

Untuk memperoleh data yang dikehendaki, berpedoman pada 4 (empat) macam instrument, yang meliputi: 1. Kuesioner untuk siswa, untuk mengungkap aspek Kultur Non-Akademik, Kultur Akademik, Ungkapan Terbuka (Akademik dan Sosial). 2. Kuesioner untuk guru, untuk mengungkap interaksi kepala sekolah dengan guru, interaksi guru dengan guru, interaksi wali kelas/guru dengan orang tua, dan interaksi guru dengan siswa. 3. Kuesioner untuk kepala sekolah, untuk mengungkap interaksi kepala sekolah dengan komite sekolah, komunikasi sekolah dengan orang tua, interaksi kepala sekolah dengan staf tata usaha. 4. Pedoman observasi/wawancara, untuk mengungkap artifak (material culture) dan memotret aktivitas (behavioral culture). ANALISIS HASIL PEMOTRETAN KULTUR SEKOLAH Setelah melakukan pemotretan terhadap kultur sekolah, untuk memaknainya perlua melakukan analisis terhadap setiap artifak yang ditampilkan, Oleh karena itu, semua informasi yang diperoleh dianalisis secara bersama-sama. Contoh: Nilai-nilai (values): mutu akademik yang baik menjadi harapan dari setiap warga sekolah, Keyakinan (beliefs): warga sekolah telah sepakat bahwa tidak kalah dengan sekolah lain bila setiap warga sekolah mau kerja keras Analisis terhadap nilai dan keyakinan masyarakat sekolah dilakukan untuk mengetahui jenis kultur sekolah (positif, netral, atau negatif) PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH Jenis kultur yang dikembangkan hendaknya yang memiliki karakteristik: 1. Bernilai strategis, hasilnya akan mengimbas ke aspek-aspek lain dari kehidupan sekolah. 2. Memiliki daya ungkit (leverage effect) yang kuat sehingga mendukung aktualisasi visi/misi. 3. Berpeluang sukses, hal ini sangat penting untuk menumbuhkan rasa keberhasilan (sense of success) dan rasa mampu menyelesaikan tugas dengan baik (sense of efficacy). 6

Beberapa nilai yang direkomendasikan untuk dikembangkan di sekolah meliputi : 1. Nilai-nilai terkait prestasi/kualitas, misalnya: Semangat membaca dan mencari referensi. Keterampilan siswa dalam mengkritisi data dan memecahkan masalah hidup. Kecerdasan emosional siswa. Keterampilan komunikasi siswa, baik secara lisan maupun tertulis. Kemampuan siswa untuk berfikir obyektif dan sistematis. 2. Nilai-nilai terkait kehidupan sosial, seperti: Nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan Nilai-nilai keterbukaan Nilai-nilai kejujuran Nilai-nilai semangat hidup Nilai-nilai semangat belajar Nilai-nilai menyadari diri sendiri dan keberadaan orang lain Nilai-nilai untuk selalu menghargai orang lain Nilai-nilai persatuan dan kesatuan Nilai-nilai untuk selalu bersikap dan prasangka positif Nilai-nilai disiplin diri Nilai-nilai tanggung jawab Nilai-nilai kebersamaan TANDA-TANDA PERUBAHAN Terkait Mutu 1. Kreativitas metode pembelajaran, untuk mengurangi kejenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran. 2. Iklim belajar yang menyenangkan, untuk menumbuhkan kegairahan, motivasi intrinsik/ekstrinsik. 3. Pekerjaan rumah dan tugas dikerjakan dengan kreatif dan produktif. Terkait Moral 1. Berkurangnya pelanggaran disiplin. 2. Berperilaku wajar, percaya diri, dan tidak sombong. 7

3. Tumbuhnya persaingan sehat antara siswa, kelas, dan guru. Terkait Pendidikan Multikultural 1. Kebersamaan lintas kelompok etnik atau agama. 2. Menghormati perbedaan pandangan atau pendapat. 3. Menjunjung tinggi kepentingan yang lebih besar. 4. Menyelesaikan masalah dengan musyawarah. CONTOH KULTUR SEKOLAH 1. Budaya suka membaca 2.Budaya bersih 4. Budaya disipilin dan efisien 5. Budaya kerjasama 6. Budaya saling percaya 7. Budaya saling memberi penghargaan dan teguran 8. Budaya berprestasi SISTEMATIKA PROPOSAL PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH Judul Rasional Tujuan Kegiatan Hasil yang Diharapkan Rincian Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Rencana Anggaran DAFTAR PUSTAKA Deal, T. E, dan Peterson, K.D. (1999). Shapping School Culture: The Heart of Leadership. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Direktorat Pendidikan Menengah Umum Depdiknas, (2003). Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Koentjaraningrat. (2003). Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta Stolp, S. dan Smith, S. C. (1995). Tranforming School Culture Stories, Symbols, Values and Leaders Role. Eugene, OR: ERIC, Clearinghouse on Educational Management University of Oregon. *******W****** 8