PENGARUH DIAMETER PHANTOM DAN TEBAL SLICE TERHADAP NILAI CTDI PADA PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN CT-SCAN

dokumen-dokumen yang mirip
UJI KESESUAIAN PESAWAT CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6 DENGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN NOMOR 9 TAHUN 2011

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

ESTIMASI NILAI CTDI DAN DOSIS EFEKTIF PASIEN BAGIAN HEAD, THORAX DAN ABDOMEN HASIL PEMERIKSAAN CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6

Analisis Dosis Serap CT Scan Thorax Dengan Computed Tomography Dose Index Dan Thermoluminescence Dosimeter

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN KULIT PADA PASIEN THORAX TERHADAP DOSIS RADIASI DI UDARA DENGAN SUMBER RADIASI PESAWAT SINAR-X

ABSTRAK

Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata dan Timus

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014 ISSN

PENGUKURAN DOSIS RADIASI RUANGAN RADIOLOGI II RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT (RSGM) BAITURRAHMAH PADANG MENGGUNAKAN SURVEYMETER UNFORS-XI

Analisa Kualitas Sinar-X Pada Variasi Ketebalan Filter Aluminium Terhadap Dosis Efektif

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI

Uji Kesesuaian Pesawat Fluoroskopi Intervensional merek Philips Allura FC menggunakan Detektor Unfors Raysafe X2 di Rumah Sakit Universitas Andalas

IMPLEMENTASI COMPLIANCE TEST PESAWAT DENTAL INTRAORAL PADA SALAH SATU KLINIK GIGI DI KOTA PADANG

STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR (STATIK) MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI MEDIUM ENERGY RADIUM-226 (Ra 226 )

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 2, April 2014 ISSN

Analisis Pengaruh Faktor Eksposi terhadap Nilai Computed Tomography Dose Index (CTDI) pada Pesawat Computed Tomography (CT) Scan

ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan modalitas untuk keperluan

KARAKTERISASI DOSIMETRI SUMBER BRAKITERAPI IR-192 MENGGUNAKAN METODE ABSOLUT

Jurnal Fisika Unand Vol. 3, No. 4, Oktober 2014 ISSN

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

STUDI AWAL UJI PERANGKAT KAMERA GAMMA DUAL HEAD MODEL PENCITRAAN PLANAR STATIK MENGGUNAKAN SUMBER RADIASI HIGH ENERGY IODIUM-131 (I 131 )

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KELUARAN ANTARA PESAWAT SINAR-X TOSHIBA MODEL DRX-1824B DAN TOSHIBA MODEL DRX-1603B. Skripsi

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN HIPERTIROID

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

FAKTOR KOREKSI GEOMETRI DALAM PENGUKURAN DOSIS PADA PHANTOM DENGAN MENGGUNAKAN METODE CTDI DI UDARA DAN CTDI PADA PHANTOM SKRIPSI

ANALISA CTDI PADA PERMUKAAN DAN PUSAT PHANTOM MENGGUNAKAN CT DOSE PROFILER

ANALISIS SISA RADIOFARMAKA TC 99M MDP PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 3, No. 4, Oktober 2014, Hal

UJI KESESUAIAN CT NUMBER PADA PESAWAT CT SCAN MULTI SLICE DI UNIT RADIOLOGI RUMAH SAKIT ISLAM YOGYAKARTA PDHI

ANALISA PENGARUH FAKTOR EKSPOSI TERHADAP ENTRANCE SURFACE AIR KERMA (ESAK)

OPTIMALISASI DOSIS RADIASI SINAR-X TERHADAP PROYEKSI PA (POSTERO-ANTERIOR) DAN LAT (LATERAL) PADA TEKNIK PEMERIKSAAN FOTO THORAX SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

PENENTUAN NILAI NOISE BERDASARKAN SLICE THICKNESS PADA CITRA CT SCAN SKRIPSI HEDIANA SIHOMBING NIM :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KOLIMASI BERKAS SINAR-X PADA PESAWAT FLUOROSCOPY (MOBILE C-ARM) DIRUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANALISIS PERBANDINGAN PARAMETER DAN PROFIL DOSIS MENGGUNAKAN PHANTOM STANDAR DAN TIDAK STANDAR

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

PENENTUAN SISA RADIOFARMAKA DAN PAPARAN RADIASI

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan Computed Tomography (CT scan) merupakan salah salah

ANALISIS KUALITAS RADIASI DAN KALIBRASI LUARAN BERKAS FOTON 6 DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK VARIAN CLINAC CX 4566 ABSTRAK

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC

ANALISIS SEBARAN RADIASI HAMBUR CT SCAN 128 SLICE TERHADAP PEMERIKSAAN CT BRAIN

PENENTUAN CT DOSE INDEX (CTDI) UNTUK VARIASI SLICE THICKNESS DENGAN PROGRAM DOSXYZNRC

PENENTUAN TEBAL PERISAI RADIASI PERANGKAT RADIOTERAPI EKSTERNAL Co-60 UNTUK POSISI PENYINARAN

PERANCANGAN RUANGAN RADIOGRAFI MEDIK DI SEKOLAH TINGGI TEKNIK NUKLIR

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

Studi Uniformitas Dosis Radiasi CT Scan pada Fantom Kepala yang Terletak pada Sandaran Kepala

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi

VERIFIKASI PENENTUAN LAJU DOSIS SERAP DI AIR BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK CLINAC 2100 C MILIK RUMAH SAKIT

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA D3 POLITEKNIK KESEHATAN GIGI MAKASSAR MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA FOTO ROENTGEN SKRIPSI

UJI KESESUAIAN KUALITAS CITRA DAN INFORMASI DOSIS PASIEN PADA PESAWAT MAMMOGRAFI

PERANCANGAN RUANGAN RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN SUMBER Co-60

DOSIS RADIASI DAN FAKTOR RESIKO PADA PEMERIKSAAN COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN WHOLE ABDOMEN 3 FASE SKRIPSI

TINJAUAN DOSIS RADIASI EKSTERNAL TERHADAP PEKERJA DALAM PERBAIKAN DETEKTOR NEUTRON JKT03 CX 821 DI RSG-GAS

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

Pengukuran Dosis Organ Sensitif Pada Pemeriksaan Computed Tomography (CT) Abdomen Menggunakan Fantom Rando

ANALISIS UPTAKE TIROID MENGGUNAKAN TEKNIK ROI (REGION OF INTEREST) PADA PASIEN NODUL TIROID

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN TINGKAT PANDUAN PAPARAN MEDIK ATAU DIAGNOSTIC REFERENCE LEVEL (DRL) NASIONAL

DOSIS PASIEN PADA PEMERIKSAAN SINAR-X MEDIK RADIOGRAFI ABSTRAK

FAKTOR FANTOM DAN ESTIMASI DOSIS EFEKTIF DARI HASIL PENGUKURAN COMPUTED TOMOGRAPHY DOSE INDEX (CTDI) SKRIPSI

ANALISIS PENERIMAAN DOSIS RADIASI DI ORGAN MATA PADA PEMERIKSAAN NASOFARING MENGGUNAKAN CT SCAN

Verifikasi Keluaran Radiasi Pesawat Linac (Foton Dan Elektron) Serta 60CO Dengan TLD

PERTEMUAN KE 1 (50 MENIT)

UJI KELAYAKAN PESAWAT SINAR-X TERHADAP PROYEKSI PA (POSTERO-ANTERIOR) DAN LAT (LATERAL) PADA TEKNIK PEMERIKSAAN FOTO THORAX

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

PENGARUH FAKTOR EKSPOSE TERHADAP KONTRAS RESOLUSI CT SCAN SKRIPSI HOTROMASARI DABUKKE NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

ANALISIS DOSIS RADIASI PEKERJA RADIASI IEBE BERDASARKAN KETENTUAN ICRP 60/1990 DAN PP NO.33/2007

Verifikasi Dosis Radiasi Kanker Menggunakan TLD-100 pada Pasien Kanker Payudara dengan Penyinaran Open System

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANTAUAN DOSIS RADIASI INTERNAL DENGAN WBC UNTUK PEKERJA PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF SERPONG TAHUN 2012

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 2, No. 1, April 2013, Hal 27-34

ANALISIS WAKTU PELURUHAN TERHADAP PERSYARATAN DOSIS RADIOISOTOP UNTUK PEMERIKSAAN GONDOK

Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker

PENGARUH SUDUT GANTRI TERHADAP KONSTANSI DOSIS SERAP DI AIR PESAWAT TELETERAPI Co-60 XINHUA MILIK RUMAH SAKIT dr. SARJITO YOGYAKARTA

ANALISIS DISTRIBUSI COMPUTED TOMOGRAPHY DOSE INDEX (CTDI) PADA BODY PHANTOM

Diagnostic Reference Level (DRL) Nasional P2STPFRZR BAPETEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX.

Verifikasi TPS untuk Dosis Organ Kritis pada Perlakuan Radioterapi Area Pelvis dengan Sinar X 10 Megavolt

ANALISIS DOSIS YANG DITERIMA PASIEN PADA PEMERIKSAAN RENOGRAF

PENENTUAN KEMBALI KOMPOSISI KOMPOSIT KARET ALAM TIMBAL OKSIDA SEBAGAI PERISAI RADIASI SINAR-X SESUAI KETENTUAN BAPETEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS POSISI SUMBER RADIOAKTIF COBALT PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60. Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1

UJI KESESUAIAN AKURASI DAN LINEARITAS KELUARAN RADIASI PADA PESAWAT CT-SCAN SUITABILITY ACCURACY AND LINEARITY OUTPUT RADIATION CT- SCAN TEST

ANALISIS PENGGUNAAN POLYDIMETHYL SILOXANE SEBAGAI BOLUS DALAM RADIOTERAPI MENGGUNAKAN ELEKTRON 8 MeV PADA LINAC

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

MDP) MENGGUNAKAN TEKNIK ROI PADA TULANG PANGGUL KIRI DARI PASIEN KANKER PROSTAT

Dhahryan 1, Much Azam 2 1) RSUD 2 )Laboratorium Fisika Atom dan Nuklir Jurusan Fisika UNDIP

PEREKAYASAAN SISTEM DETEKSI PERANGKAT SCINTIGRAPHY MENGGUNAKAN PSPMT

PENGARUH VARIASI AIR GAP TERHADAP DOSIS SERAP PENYINARAN BERKAS ELEKTRON PADA PESAWAT LINAC SIEMENS / PRIMUS M CLASS 5633

Analisis Radiasi Hambur di Luar Ruangan Klinik Radiologi Medical Check Up (MCU)

Buletin Fisika Vol. 8, Februari 2007 : 31-37

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

PENGARUH DIAMETER PHANTOM DAN TEBAL SLICE TERHADAP NILAI CTDI PADA PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN CT-SCAN Dinda Dyesti Aprilyanti 1, Dian Milvita 1, Heru Prasetio 2, Helfi Yuliati 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 2 PTKMR BATAN Jakarta e-mail: dinda_dyesti@yahoo.com ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh diameter phantom dan tebal slice terhadap nilai CTDI pada pemeriksaan menggunakan CT-Scan. CTDI merupakan metode yang digunakan untuk menghitung jumlah dosis radiasi yang diterima oleh pasien akibat pemeriksaan menggunakan CT- Scan. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data CTDI pada phantom menggunakan detektor Unfors Xi Set dan pengambilan data CTDI pada pasien yang terdiri dari 15 orang pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) semakin besar diameter phantom dan tebal slice yang digunakan maka semakin kecil nilai CTDI yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. (2) Nilai CTDI yang diterima phantom pada posisi detektor arah jam 12, 9 dan 3 lebih besar dari nilai CTDI pada posisi detektor arah jam 6 dan posisi pusat. (3) Nilai CTDI pada phantom lebih kecil dari nilai CTDI berdasarkan SK-BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03. (4) Nilai CTDI pada phantom lebih besar dari nilai CTDI pada pasien, tetapi keduanya masih berada di bawah nilai batas dosis yang direkomendasikan oleh BAPETEN. Kata kunci: phantom, tebal slice, CTDI, CT-Scan, detektor Unfors Xi Set ABSTRACT The research about the influence of phantom diameter and slice thickness to CTDI value of examination using CT-Scan has been done. CTDI is the method used to calculate the amount of radiation dose that has been received by patient during the examination using CT-Scan. This research has been performed by taking CTDI data at phantom using Unfors Xi Set detector and taking CTDI data of patients which consist of 15 patients. The result of this research indicates that (1) the larger of phantom diameter and slice thickness used, the smaller of CTDI value produced, and vice versa. (2) CTDI value received by phantom if detector at 12 o clock, 9 o clock, 3 o clock directions is bigger than CTDI value if detector position at 6 o clock direction and the center position. (3) CTDI value at phantom is smaller than CTDI value required on SK-BAPETEN No. 01- P/Ka-BAPETEN/I-03. (4) CTDI value at phantom is bigger than CTDI value at patients, but both of them are still below the dose limits recommended by BAPETEN. Keywords: phantom, slice thickness, CTDI, CT-Scan, Unfors Xi Set detector I. PENDAHULUAN CT-Scan (Computed Tomography Scan) merupakan alat penunjang diagnostik yang menggunakan sinar-x melalui teknik tomografi dan komputerisasi modern untuk pemeriksaan organ tubuh manusia. Sejak diperkenalkan untuk pertama kali pada tahun 1972, CT-Scan telah berkembang menjadi alat pencitraan diagnostik yang sangat penting untuk beberapa aplikasi medis. Kemajuan pencitraan teknologi CT-Scan adalah perbaikan kualitas citra dan proses akuisisi data. Pemeriksaan menggunakan CT-Scan bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu kelainan pada organ tubuh manusia dengan menggunakan radiasi pengion terutama sinar-x, tanpa harus melakukan pembedahan sehingga didapat hasil diagnosis yang lebih optimal. Selain memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia dan perkembangan ilmu kesehatan, CT-Scan juga memberikan dampak negatif bagi pasien yang menggunakan alat ini yaitu adanya radiasi pengion. Dosis radiasi yang tinggi jika diterima tubuh pasien maka akan memberikan dampak yang bisa dirasakan secara langsung, maupun dalam jangka waktu yang lama seperti kerusakan jaringan pada tubuh, cacat pada keturunan, kanker, rambut rontok, kulit kemerah-merahan dan lainnya. Untuk menghindari dan meminimalisir dampak tersebut, maka pada saat penelitian digunakanlah phantom sebagai objek alat peraga pengganti tubuh pasien dengan diameter yang 81

bervariasi. Dosis radiasi yang diterima phantom pada saat melakukan proses scanning dihitung menggunakan CTDI (Computed Tomography Dose Index). CTDI merupakan metode yang digunakan untuk menghitung jumlah dosis radiasi yang diterima oleh pasien akibat pemeriksaan menggunakan CT-Scan. Penelitian mengenai CT-Scan dan penggunaan phantom pernah dilakukan oleh Dewi (2008). Dewi melakukan perbandingan hasil pengukuran CTDI dan pengujian kualitas citra pada dua buah pesawat CT-Scan. Hasil yang diperoleh yaitu pengukuran CTDI pada pesawat CT-Scan merek Philips lebih kecil jika dibandingkan dengan pesawat CT-Scan merek GE, sedangkan kualitas citra untuk kedua pesawat masih berada pada nilai yang direkomendasikan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wibisono (2011). Wibisono melakukan koreksi geometri pada phantom diameter 10 cm, 16 cm dan 32 cm dengan metode CTDI. Hasil yang diperoleh yaitu diameter phantom yang digunakan untuk mewakili bagian tubuh tidak sesuai dengan diameter pasien pada umumnya, sedangkan nilai CTDI yang diterima phantom lebih besar pada diameter yang lebih kecil. Penelitian yang telah dilakukan mengacu pada penelitian Wibisono (2011). Diameter phantom yang digunakan pada penelitian ini sama dengan diameter phantom yang digunakan oleh wibisono. Diameter 10 cm digunakan untuk mewakili bagian kepala anak-anak, diameter 16 cm digunakan untuk mewakili bagian kepala dewasa dan diameter 32 cm digunakan untuk mewakili bagian perut dewasa. Pada penelitian ini dilakukan penambahan variasi tebal slice yaitu tebal potongan gambar yang dihasilkan untuk setiap pemeriksaan. Ukuran tebal slice yang dihasilkan dapat diatur pada perangkat komputer sesuai kebutuhan diagnosis. Semakin kecil ukuran tebal slice yang digunakan maka akan semakin jelas dan semakin rinci gambar yang dihasilkan sehingga bagian tubuh yang menjadi objek pemeriksaan dapat didiagnosis dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh diameter phantom dan tebal slice terhadap nilai CTDI. (2) mengetahui perbandingan nilai CTDI yang diterima phantom berdasarkan posisi detektor. (3) mengetahui perbandingan nilai CTDI pada phantom terhadap nilai CTDI berdasarkan SK-BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03. (4) mengetahui perbandingan nilai CTDI pada phantom terhadap nilai CTDI pada pasien. II. METODE Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pesawat CT-Scan merek Philips brilliance yang berfungsi sebagai penghasil radiasi sinar-x, detektor Unfors Xi Set yang berfungsi sebagai alat ukur radiasi dan phantom yang berfungsi sebagai pengganti tubuh pasien. 2.1 Pengambilan dan Pengolahan Data CTDI pada Phantom Pengambilan data CTDI dilakukan menggunakan variasi diameter phantom yaitu 10 cm, 16 cm dan 32 cm, serta variasi tebal slice yaitu 1,5 mm, 3 mm, 4,5 mm dan 9 mm yang diambil dalam tiap akuisisi. Pengukuran CTDI dilakukan dengan meletakkan detektor pencil ion chamber pada lima bagian yang terdapat dalam phantom, yaitu satu pada bagian pusat dan empat pada bagian tepi phantom. Detektor pencil ion chamber yang diletakkan pada bagian pusat phantom dilakukan untuk mendapatkan nilai CTDI center (CTDI c ). Sedangkan detektor pencil ion chamber yang diletakkan pada keempat bagian tepi phantom dilakukan untuk mendapatkan nilai CTDI peripheral (CTDI p ). Pengukuran pada sisi tepi phantom dilakukan dengan mengikuti arah jarum jam 12, 3, 6 dan 9 sesuai arah perputaran gantry pada pesawat CT-Scan. Nilai CTDI yang diperoleh pada setiap bagian diolah menggunakan persamaan (1) untuk mendapatkan nilai CTDI 100.c dan CTDI 100.p. CTDI 100 merupakan akumulasi dosis radiasi yang diukur menggunakan detektor pencil ion chamber dengan panjang aktif detektor 100 mm, yang ditunjukkan pada Persamaan 1 (Tsalafoutas, 2011). 1 50mm CTDI100 D( z) dz NT (1) 50 mm Kemudian nilai CTDI 100.c dan CTDI 100.p diolah menggunakan persamaan (2) untuk mendapatkan nilai CTDI w. CTDI w merupakan jumlah dosis radiasi yang diukur menggunakan 82

detektor pencil ion chamber pada bagian pusat dan tepi phantom, yang ditunjukkan pada Persamaan 2 (Tsalafoutas, 2011). 1 2 CTDI w CTDI 100. c CTDI (2) 100. p 3 3 Nilai CTDI w yang diperoleh untuk setiap diameter phantom dan tebal slice di-plot untuk mengetahui pengaruh variasi diameter phantom dan variasi tebal slice yang digunakan terhadap perubahan nilai CTDI. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan suatu persamaan atau fungsi hubungan yang dapat menggambarkan korelasi antara diameter phantom terhadap nilai CTDI w dan korelasi antara tebal slice terhadap nilai CTDI w. Persamaan atau fungsi hubungan yang diperoleh kemudian dapat digunakan untuk mengestimasi nilai CTDI pada pasien yang diameter kepala atau perutnya tidak sama dengan diameter phantom yang digunakan. 2.2 Pengambilan dan Pengolahan Data CTDI pada Pasien Pengambilan data CTDI pada pasien dilakukan menggunakan pesawat CT-Scan yang sama dengan pengambilan data CTDI pada phantom. Data CTDI diambil dari 15 pasien yang melakukan pemeriksaan sesuai bagian tubuh yang diteliti, yaitu 5 pasien untuk pemeriksaan kepala anak-anak, 5 pasien untuk pemeriksaan kepala dewasa dan 5 pasien untuk pemeriksaan perut dewasa. Data CTDI pasien yang melakukan pemeriksaan dapat dilihat pada consul. Consul merupakan perangkat komputer yang digunakan untuk pengaturan dan rekontruksi data yang dihasilkan dari pesawat CT-Scan. Nilai CTDI yang diterima pasien pada setiap pemeriksaan kemudian dibandingkan terhadap nilai CTDI yang diterima phantom. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan nilai CTDI yang diterima pada dua medium yang berbeda meskipun menggunakan pesawat CT-Scan yang sama. Nilai CTDI yang dihasilkan dari kedua medium yang berbeda ini digunakan untuk mengetahui perbandingan nilai CTDI pada phantom dengan nilai CTDI pada pasien. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengaruh Diameter Phantom Terhadap Nilai CTDI Korelasi yang dihasilkan antara diameter phantom terhadap nilai CTDI w untuk setiap tebal slice ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1 Korelasi antara diameter phantom terhadap nilai CTDI w Dari Gambar 1 terlihat bahwa semakin besar diameter phantom yang digunakan semakin kecil nilai CTDI w yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Hal ini disebabkan pengaruh diameter phantom dalam menerima radiasi yang dipancarkan pesawat CT-Scan. Jika diameter 83

phantom yang digunakan besar, maka dosis radiasi yang dipancarkan memiliki area penyinaran yang lebih luas. Hal ini mengakibatkan dosis radiasi akan menyebar dan terbagi pada area yang lebih luas sehingga dosis radiasi yang diterima phantom menjadi lebih kecil. Sedangkan jika diameter phantom yang digunakan kecil, maka dosis radiasi yang dipancarkan memiliki area penyinaran yang lebih kecil. Hal ini mengakibatkan dosis radiasi akan terfokus pada area yang lebih kecil sehingga dosis radiasi yang diterima akan lebih besar (IAEA, 2007). Dari Gambar 1 dihasilkan nilai fungsi hubungan (y) dan koefisien korelasi (R 2 ) untuk setiap tebal slice yang ditunjukkan pada Tabel 1. Nilai fungsi hubungan yang dihasilkan berbeda-beda, sedangkan nilai koefisien korelasi tetap dalam nilai yang sama yaitu 1. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan yang terbentuk antara diameter phantom terhadap nilai CTDI w semakin kuat. Tabel 1 Nilai fungsi hubungan (y) dan koefisien korelasi (R 2 ) Slice 1,5 mm Slice 3 mm Slice 4,5 mm Slice 9 mm y = -0,005x 2 1,568x + 71,093 y = 0,007x 2 2,047x + 72,558 y = 0,018x 2 2,430x + 73,621 y = 0,017x 2 2,310x + 71,23 R 2 = 1 R 2 = 1 R 2 = 1 R 2 = 1 3.2 Pengaruh Tebal Slice Terhadap Nilai CTDI Korelasi yang dihasilkan antara tebal slice terhadap nilai CTDI w untuk setiap diameter phantom ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 Korelasi antara tebal slice terhadap nilai CTDI w Tabel 2 Nilai fungsi hubungan (y) dan koefisien korelasi (R 2 ) Phantom 10 cm Phantom 16 cm Phantom 32 cm y = 0,123x 2 1,978x + 57,607 y = 0,203x 2 2,947x + 48,676 y = 0,039x 2 0,546x + 16,273 R 2 = 0,9995 R 2 = 0,9992 R 2 = 0,9657 Dari Gambar 2 terlihat bahwa semakin besar tebal slice yang digunakan maka semakin kecil nilai CTDI yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Hal ini terjadi karena dosis radiasi yang diterima phantom menggunakan tebal slice yang lebih kecil menyebabkan dosis radiasi tertuju pada satu titik dengan ukuran yang telah ditentukan, sehingga dosis radiasi yang diterima akan lebih besar. Selain itu, dosis radiasi yang diterima phantom lebih besar juga disebabkan area yang menjadi fokus penyinaran ketika proses scanning berlangsung lebih kecil sehingga pada area tersebut banyak terpapari dosis radiasi, begitu juga sebaliknya. 84

Besar kecilnya ukuran tebal slice yang digunakan tergantung pada kebutuhan diagnosis dari objek yang diperiksa. Semakin kecil ukuran tebal slice yang digunakan maka akan semakin jelas dan semakin rinci gambar yang dihasilkan sehingga bagian tubuh yang menjadi objek pemeriksaan dapat didiagnosis dengan baik. Jika bagian tubuh yang diperiksa memerlukan diagnosis yang lebih teliti, maka dapat digunakan ukuran tebal slice yang lebih kecil. Ukuran tebal slice yang digunakan biasanya juga tergantung pada struktur jaringan yang menyusun bagian tubuh yang diperiksa. Semakin tinggi tingkat kerapatan dari struktur jaringan bagian tubuh tertentu maka akan semakin kecil tebal slice yang digunakan agar gambar yang dihasilkan lebih jelas dan lebih rinci. Dari Gambar 2 dihasilkan nilai fungsi hubungan dan koefisien korelasi untuk setiap diameter phantom, yang ditunjukkan pada Tabel 2. Nilai fungsi hubungan dan koefisien korelasi yang dihasilkan berbeda-beda. Untuk nilai koefisien korelasi tidak ada yang bernilai 1, tetapi nilai yang dihasilkan tidak terlalau jauh karena hampir mendekati 1. Hal ini menunjukkan hubungan yang terbentuk antara tebal slice terhadap nilai CTDI w semakin kuat atau saling mempengaruhi. 3.3 Perbandingan Nilai CTDI yang Diterima Phantom Berdasarkan Posisi Detektor Perbandingan nilai CTDI yang diterima untuk setiap posisi detektor ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Perbandingan nilai CTDI berdasarkan posisi detektor Dari Gambar 3 terlihat bahwa nilai CTDI p yang diterima pada arah jam 12 lebih besar dari arah yang lain. Hal ini disebabkan pada saat proses scanning dimulai pergerakan gantry diawali dari arah jam 12 sehingga radiasi yang dipancarkan terlebih dulu diterima pada posisi jam 12. Selain itu, pergerakan gantry juga diakhiri pada arah jam 12 sehingga dosis radiasi yang diterima detektor dua kali lebih banyak dari arah yang lain. Nilai CTDI p pada arah jam 9 dan jam 3 juga terlihat lebih besar jika dibandingkan dengan nilai CTDI p pada arah jam 6. Hal ini disebabkan pengaruh dari kemiringan meja pasien tempat diposisikannya phantom pada saat melakukan proses scanning. Meja pasien tidak berada pada posisi yang seharusnya, meja terlihat lebih miring ke arah jam 9, 12 dan 3. Hal ini mengakibatkan detektor yang ditempatkan dalam phantom berada lebih dekat dari sumber radiasi, sehingga dosis radiasi yang diterima akan lebih banyak. Untuk nilai CTDI p yang diterima pada arah jam 6 lebih kecil dari arah lain. Selain diakibatkan karena pengaruh kemiringan meja, dosis radiasi yang diterima juga dipengaruhi oleh posisi detektor yang terhalang meja tempat diposisikannya phantom. Pada saat gantry berputar menuju arah jam 6, radiasi yang dipancarkan dari sumber radiasi tidak langsung mengenai phantom karena akan berinteraksi terlebih dahulu dengan meja pasien. Ketebalan meja pasien sangat mempengaruhi besarnya dosis radiasi yang diterima oleh detektor. Waktu yang dibutuhkan untuk berinterkasi akan mempengaruhi intensitas dosis radiasi yang sampai 85

menuju detektor, sehingga jumlah dosis radiasi yang diterima akan berkurang dari jumlah semula. Untuk nilai CTDI c yang diterima pada posisi detektor bagian pusat (center) lebih kecil karena dosis radiasi yang dipancarkan dari pesawat CT-Scan akan berinteraksi terlebih dahulu dengan permukaan dan bagian dalam phantom sebelum sampai kedetektor, sehingga dosis radiasi yang diterima akan lebih kecil. 3.4 Perbandingan Nilai CTDI pada Phantom Terhadap Nilai CTDI Berdasarkan SK- BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03. Perbandingan nilai CTDI pada phantom terhadap nilai CTDI berdasarkan SK- BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03 ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4 Perbandingan nilai CTDI pada phantom terhadap nilai CTDI berdasarkan SK-BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03 Dari Gambar 4 terlihat bahwa nilai CTDI yang dihasilkan pada phantom 16 cm (kepala) dan 32 cm (perut) dengan nilai CTDI yang ditetapkan berdasarkan SK-BAPETEN No. 01-P/Ka- BAPETEN/I-03. Nilai CTDI untuk bagian tulang belakang tidak diperoleh karena pada penelitian tidak dilakukan pengukuran CTDI untuk bagian tulang belakang. Hal ini disebabkan tidak tersedianya phantom yang mewakili bagian tulang belakang. Hasil penelitian pada phantom 10 cm yang ditujukan untuk pemeriksaan bagian kepala anak-anak tidak dapat dibandingkan. Hal ini karena tidak adanya NBD (Nilai Batas Dosis) yang direkomendasikan BAPETEN untuk pemeriksaan anak-anak. Nilai CTDI yang diperoleh pada phantom lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai CTDI berdasarkan SK-BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya dosis radiasi yang diterima phantom pada saat melakukan proses scanning masih berada di bawah NBD yang direkomendasikan oleh BAPETEN. Nilai CTDI pada phantom 16 cm dan 32 cm jika diterima pasien, maka akan memberikan distribusi yang sangat baik karena pasien tidak akan menerima dosis radiasi melebihi batas yang diperkenankan sehingga efek yang diterima pasien juga tidak terlalu berbahaya. 3.5 Perbandingan Nilai CTDI pada Phantom Terhadap Nilai CTDI pada Pasien. Pengambilan data CTDI pada pasien dilakukan menggunakan tebal slice 3 mm, hal ini karena pasien yang melakukan pemeriksaan umumnya menggunakan slice dengan ketebalan 3 mm. Oleh karena itu, nilai CTDI pada phantom (CTDI w ) yang digunakan untuk perbandingan adalah nilai CTDI yang dihasilkan pada tebal slice 3 mm. Perbandingan nilai CTDI yang diterima kedua medium yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 5. 86

Gambar 5 Perbandingan nilai CTDI pada phantom terhadap nilai CTDI pada pasien Dari Gambar 5 terlihat bahwa nilai CTDI yang diterima phantom lebih besar jika dibandingkan nilai CTDI yang diterima pasien. Perbedaan nilai CTDI yang diterima oleh kedua medium tidak terlalu signifikan. Hal ini terlihat dari nilai CTDI yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Jika pada pembahasan sub 3.4 nilai CTDI pada phantom masih berada di bawah NBD, maka nilai CTDI pada pasien juga masih berada di bawah NBD yang direkomendasikan oleh BAPETEN karena nilai CTDI pada pasien lebih kecil dari nilai CTDI pada phantom. IV. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa semakin besar diameter phantom yang digunakan maka semakin kecil nilai CTDI yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Semakin besar tebal slice yang digunakan maka semakin kecil nilai CTDI yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Besar kecilnya ukuran tebal slice yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan hasil gambaran yang lebih optimal sehingga dapat didiagnosis dengan baik. Nilai CTDI yang diterima phantom pada posisi detektor arah jam 12, 9 dan 3 lebih besar dari nilai CTDI pada posisi detektor arah jam 6 dan posisi pusat (center). Hal ini disebabkan meja tempat diposisikannya phantom pada saat melakukan pemeriksaan lebih miring ke arah jam 12, 9 dan 3, sehingga detektor yang berada pada posisi tersebut menerima dosis radiasi yang lebih besar karena lebih dekat dengan sumber radiasi. Nilai CTDI pada phantom lebih kecil dari nilai CTDI berdasarkan SK-BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03, hal ini menunjukkan bahwa nilai CTDI yang diterima phantom masih berada di bawah NBD yang direkomendasikan oleh BAPETEN. Nilai CTDI pada phantom lebih besar dari nilai CTDI pada pasien, tetapi nilai CTDI yang diterima keduanya masih berada di bawah NBD yang direkomendasikan oleh BAPETEN. DAFTAR PUSTAKA Dewi, M., 2008, Implementasi Program QC (Quality Control) Pada Pesawat CT-Scan, Skripsi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas, Padang. IAEA, 2007, Dosimetry in Diagnostic Radiology : An International Code of Practice, Technical Reports Series no. 457, Vienna, Austria. Tsalafoutas, I.A., 2011, A Method for Calculating Dose Length Product from CT DICOM Images, Volume 43, The British Journal of Radiology, halaman 236. Wibisono, N.I., 2011, Koreksi Geometri Pengukuran Dosis pada Phantom Menggunakan Metode CTDI, Skripsi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, Jakarta. SK-BAPETEN No. 01-P/Ka-BAPETEN/I-03, 2003, Tentang Pedoman Dosis Pasien Radiodiagnostik, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Indonesia, http://www.bapeten.go.id, diakses Juli 2012. 87