I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dana yang diterima dari masyarakat, apakah itu berbentuk simpanan berupa

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

I. PENDAHULUAN. membutuhkan modal karena keberadaan modal sangat penting sebagai suatu sarana

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. kepada kreditor (si berpiutang)). Berdasarkan Hukum Positif Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

BAB I PENDAHULUAN. terbukti secara sederhana bahwa persyaratan permohonan

Disusun Oleh : Anugrah Adiastuti, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

TANGGUNG JAWAB PENANGUNG TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

KESALAHAN PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM TERHADAP KEDUDUKAN KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING VI

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

Penundaan kewajiban pembayaran utang

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR. Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

Lex Administratum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB IV PENERAPAN HUKUM KONTRAK DAN KEWENANGAN MENGGUGAT PAILIT DALAM PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI (ANALISIS PUTUSAN KASASI NO.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

BAB I PENDAHULUAN. fungsi intermediary yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan oleh perbankan syari ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

I. PENDAHULUAN. Perusahaan memiliki peran penting dalam negara Indonesia, yaitu sebagai

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. piutang. Debitor tersebut dapat berupa orang perorangan (natural person) dan. terhadap kreditor tak dapat terselesaikan.

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-harinya tidak dapat terlepas dari interaksi atau hubungan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan setiap orang memerlukan uang untuk membiayai kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan dibutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai kegiatan perusahaan tersebut adakalanya orang atau perusahaan tersebut tidak mempunyai cukup dana untuk mencukupi semua kebutuhannya. Untuk mencukupi kebutuhannya, orang atau perusahaan ini dapat melakukan pinjaman. Pinjaman tersebut dapat diperoleh melalui kredit dari bank. Penyedia pinjaman lazimnya dapat disebut dengan Kreditur dan penerima pinjaman disebut dengan Debitur. Pada dasarnya untuk mendapatkan pinjaman, Kreditur dan Debitur akan mengadakan suatu perjanjian kredit sebagai bukti adanya kesepakatan pinjam meminjam. Berkaitan dengan pemberian pinjaman atau kredit, Kreditur akan meminta pemberian jaminan kepada Debitur. Pemberian jaminan ini bertujuan untuk menambah keyakinan bahwa Debitur akan mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya dan

2 jaminan tersebut akan digunakan sebagai pemenuhan atas hak Kreditur apabila Debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Jaminan tersebut dapat berupa jaminan kebendaan atau jaminan perorangan (personal guaranty). Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban Debitur kepada Kreditur apabila Debitur yang bersangkutan cidera janji atau wanprestasi. 1 Pada praktiknya biasanya kreditur akan meminta seorang penjamin (personal guarantor) agar melepaskan hak istimewanya sebelum menandatangani perjanjian kredit untuk mendapatkan kemudahan dalam penagihan atas utang-utang Debitur. 2 Hal ini sering kali tidak disadari oleh para pengusaha bahwa seorang personal guarantor adalah juga seorang Debitur yang mempunyai kewajiban untuk membayar utang Debitur Utama kepada Kreditur apabila Debitur Utama tersebut tidak dapat melunasi utang-utangnya dan dapat mempunyai konsekuensi hukum apabila Debitur Utama tidak melaksanakan kewajibannya. Konsekuensinya adalah bahwa penjamin tersebut dapat dinyatakan pailit. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU) yang berlaku di Indonesia pada saat ini, kepailitan atau pailit adalah sita umum atas semua kekayaan Debitur Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah 1 Hasanuddin Rahman. 1996. Aspek-aspek Hukum Perikatan Kredit Perbankan. Bandung: PT Citra Aditya bakti. Hlm.164 2 Hak istimewa penanggung yaitu hak agar kreditur menuntut debitur terlebih dahulu (1831 KUH Perdata), hak untuk meminta pemecahan utang (Pasal 1837 KUH Perdata) dan hak untuk dibebaskan dari penanggungan bila karena salahnya kreditur, si penanggung tidak dapat menggantikan hak-haknya, hipotik/hak tanggungan dan hak-hak yang dimiliki kreditur (Pasal 1848 dan 1849 KUH Perdata).

3 pengawasan Hakim Pengawas. Apabila Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya, Kreditur atau Debitur sendiri dapat dengan secara sukarela mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga untuk memperoleh pemberesan atas pelunasan utang-utangnya. Permohonan pernyataan pailit kepada Pengadilan Niaga ini bertujuan untuk meletakan harta pailit dibawah sita jaminan sebelum harta kekayaan tersebut dibenarkan oleh hukum untuk dijual dan hasil penjualan dibagikan kepada Kreditur sehingga Kreditur tidak saling mendahului untuk mendapat pelunasan atas utang Debitur. Agar harta Debitur tersebut dapat diletakkan di bawah sita umum secara hukum, maka terlebih dahulu Debitur tersebut harus dinyatakan pailit oleh Pengadilan. Menurut Pasal 1 Ayat (7) UUK-PKPU, Pengadilan yang berwenang untuk menangani perkara yang berhubungan dengan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum. Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU, suatu Debitur dapat dinyatakan pailit apabila Debitur tersebut memenuhi dua unsur yaitu Debitur memiliki utang yang telah jatuh tempo dan mempunyai lebih dari satu Kreditur. Dengan pernyataan pailit, Debitur Pailit demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Dengan demikian Debitur kehilangan haknya atas harta yang masuk dalam kepailitan. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Pada asasnya, putusan kepailitan adalah serta-merta dan dapat dijalankan terlebih

4 dahulu meskipun terhadap putusan tersebut masih dilakukan suatu upaya hukum lebih lanjut. Akibat-akibat putusan pailit pun mutatis mutandis berlaku walaupun sedang ditempuh upaya hukum lebih lanjut. 3 Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, Debitur Pailit tidak dapat lagi diperkenankan untuk melakukan pengurusan atas harta kekayaannya yang telah dinyatakan pailit (harta pailit). Selanjutnya pelaksanaan pengurusan atau pemberesan atas harta pailit tersebut diserahkan kepada Kurator yang diangkat oleh Pengadilan, dengan diawasi oleh seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan. Pengangkatan tersebut harus ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit tersebut. Kemudian Kurator diangkat oleh Pengadilan bersamaan dengan putusan pernyataan pailit. Dalam hal Debitur atau Kreditur yang memohonkan kepailitan tidak mengajukan usul pengangkatan Kurator lain kepada pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan bertindak selaku Kurator. Pada hakikatnya, kepailitan suatu Debitur dapat berakhir. UUK-PKPU menentukan, kepailitan yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan dapat diakhiri dengan dua cara yaitu cara yang pertama adalah dengan tercapainya perdamaian antara Debitur Pailit dengan para Kreditur dan kemudian disahkannya perdamaian itu oleh Pengadilan Niaga dan cara kedua adalah dengan dicabutnya putusan pailit tersebut oleh Pengadilan Niaga hal ini diatur dalam Pasal 18 dan 19 UUK-PKPU.. Berdasarkan UUK-PKPU, Debitur dan para Kreditur diperbolehkan untuk mengajukan perlawanan terhadap permohonan pencabutan kepailitan berupa kasasi Hlm. 162 3 M. Hadi Subhan. 2009. Hukum Kepailitan. Cetakan kedua. Jakarta: Prenada Media Group.

5 dan/atau peninjauan kembali. Ketentuan mengenai perlawanan pencabutan kepailitan diatur dalam Pasal 19 Ayat (2) UUK-PKPU. Studi kasus permohonan pernyataan pailit yang akan penulis teliti berikut ini menggambarkan bahwa suatu putusan pernyataan pailit dapat dicabut oleh Pengadilan Niaga. Putusan ini mengenai putusan pernyataan pailit yang bermula ketika PT Rabobank International Indonesia mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap pendiri PT Pratama Jaringan Nusantara yaitu Gunawan Tjandra ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 14 Desember 2009 dengan perkara Nomor 74/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. PT Rabobank International Indonesia mengajukan permohonan pernyataan pailit dikarenakan PT Pratama Jaringan Nusantara yang telah mendapatkan fasilitas kredit sebesar Rp.310.000.000.000,- dari PT Rabobank International Indonesia hingga tanggal diajukannya permohonan pailit tidak memenuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian jaminan perorangan dan kewajiban Termohon kepada Pemohon hingga saat permohonan pailit diajukan adalah sebesar Rp.439.099.940.905,-. Dalam menjalankan usahanya, PT Pratama Jaringan Nusantara memperoleh fasilitas kredit dari beberapa bank selain PT Rabobank International Indonesia yaitu PT Bank Central Asia Cabang Jakarta, PT Bank Danamon Indonesia Tbk Cabang Jakarta, PT Bank Mega Tbk Cabang Jakarta, The Hongkong Shanghai Bank Corporation Cabang Jakarta, The Hongkong Shanghai Bank Corporation Cabang Batam. Dengan demikian syarat adanya utang yang telah jatuh tempo dan mempunyai lebih dari 1

6 (satu) orang Kreditur telah terpenuhi sebagaimana termuat didalam ketentuan Pasal 2 UUK-PKPU telah terpenuhi. Berdasarkan perjanjian jaminan perorangan yang telah disepakati oleh Gunawan Tjandra dengan PT Rabobank International Indonesia bahwa secara sukarela Gunawan Tjandra bersedia untuk menjadi penjamin (guarantor) dan akan memenuhi segala kewajiban-kewajiban PT Pratama Jaringan Nusantara yang timbul dari perjanjian kredit berdasarkan permintaan tertulis dari PT Rabobank International Indonesia selaku Pemohon. Seorang penjamin atau guarantor berkewajiban untuk membayar utang-utang Debitur Utama apabila Debitur tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya. 4 Penanggungan ini sifatnya accessoir atau merupakan suatu perjanjian tambahan di samping perjanjian pokok (perjanjian kredit) yang mengakibatkan batalnya perjanjian pokok dapat membatalkan perjanjian tambahan. Seorang penanggung (penjamin) pada dasarnya mempunyai hak-hak istimewa 5 yang mana dapat digunakan atau dapat dilepaskan ketika perjanjian kredit dibuat. Dalam hal ini, Gunawan Tjandra sepakat untuk melepaskan hak istimewanya berdasarkan permintaan tertulis dari PT Rabobank International Indonesia sehingga PT Rabobank International Indonesia mempunyai hak untuk melakukan penagihan secara langsung atas kewajiban-kewajiban PT Pratama Jaringan Nusantara kepada Gunawan Tjandra 4 Dalam surat jaminan umumnya dimuat klausula yang berbunyi : penjamin dengan ini menjamin dan karena itu berjanji serta mengikatkan diri untuk dan atas permintaan pertama dari kreditur membayar utang secara tanpa syarat apapun dengan seketika dan secara sekaligus lunas kepada kreditur, termasuk bunga, provisi dan biaya-biaya lainnya yang sekarang telah ada dan/atau dikemudian hari terhutang dan wajib dibayar oleh debitur. Demikian menurut RasjimWiraatmaja, advokat senior. 5 Imran Nating. 2004. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 30-32

7 yang bertindak selaku penjamin. Dengan adanya hak ini, PT Rabobank International Indonesia telah memberikan somasi kepada Gunawan Tjandra untuk melunasi kewajiban atas pinjaman PT Pratama Jaringan Nusantara. Dengan demikian syarat suatu debitur dapat dinyatakan pailit telah terpenuhi oleh Gunawan Tjandra sehingga Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memutuskan untuk mengabulkan permohonan pernyataan pailit PT Rabobank International Indonesia dan mengangkat Suhendra Asido Hutabarat, S.H., S.E., M.M., M.H., dan Bertua Hutapea, S.H., sebagai Kurator pada rapat Majelis Hakim pada hari rabu tanggal 10 Februari 2010. Sejak saat putusan pailit ini dikeluarkan Gunawan Tjandra secara hukum disebut sebagai debitur pailit. Dalam masa kepailitannya, yaitu pemberesan harta/boedel pailit, Gunawan Tjandra melakukan upaya hukum kasasi dengan register perkara No. 270 K/Pdt.Sus/2010 tetapi berdasarkan alasan-alasan yang diajukan oleh Gunawan Tjandra, Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Gunawan Tjandra tidak dapat dibenarkan, sehingga Majelis Hakim dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari kamis tanggal 21 Oktober 2010 memutuskan untuk menolak permohonan kasasi. Segera setelah Majelis Hakim memutuskan bahwa Gunawan Tjandra dinyatakan pailit dan karena permohonan kasasi yang diajukan oleh Gunawan Tjandra ditolak oleh Mahkamah Agung, Kurator yang didampingi oleh Hakim Pengawas dapat langsung melakukan pemberesan harta pailit meskipun terdapat upaya hukum lebih lanjut. Setelah dilakukannya pengurusan (pemberesan) atas boedel pailit yang dilakukan Tim Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas, Hakim Pengawas telah membuat laporan tertanggal 19 Oktober

8 2010 yang secara singkat menyatakan bahwa aset-aset yang ditemukan bernilai sangat kecil sehubungan dengan dugaan tidak ditemukannya harta pailit atas nama Debitur Pailit Gunawan Tjandra sehingga tidak mencukupi untuk membayar biaya kepailitan sehingga Kurator mengajukan permohonan pencabutan pernyataan pailit. Pasal 18 Ayat (1) UUK-PKPU menyatakan bahwa dalam hal harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan maka pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar Panitia Kreditur Sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar Debitur, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit. Berdasarkan pertimbangan hasil pemberesan harta pailit bahwa aset harta Gunawan Tjandra tidak mencukupi untuk membayar utang-utangnya sehingga setelah permohonan dari Kurator tersebut diterima, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan untuk mengabulkan permohonan Suhendro Asido Hutabarat, SH., dan Bertua Hutapea, SH., selaku Tim Kurator Gunawan Tjandra (dalam pailit) dan mencabut putusan pernyataan pailit dengan register perkara No. 74/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada tanggal 27 Oktober 2010. Sesudah putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut diucapkan, PT Rabobank International Indonesia tidak sependapat dengan putusan tersebut sehingga mengajukan upaya hukum kasasi pada tanggal 3 November 2010 dengan register perkara No. 1037 K/PDT.SUS/2010. Setelah menerima memori kasasi dari Pemohon Kasasi, Majelis Hakim menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi (PT Rabobank International Indonesia) pada hari rabu, tanggal 12 Januari 2011

9 berdasarkan pertimbangan bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan dan pencabutan pernyataan pailit telah sesuai dengan UUK-PKPU. Pada dasarnya, pencabutan putusan pernyataan pailit dapat diajukan atas usul dari Hakim Pengawas berdasarkan laporan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh Kurator bahwa harta pailit tidak mencukupi untuk membayar pelunasan utang-utang Debitur kepada Kreditur. Permasalahannya adalah apa akibat hukum yang ditimbulkan berkenaan dengan pencabutan putusan pernyataan pailit tersebut? Berdasarkan putusan-putusan tersebut, maka peneliti memiliki ketertarikan untuk menganalisis duduk perkara kepailitan antara PT Rabobank International Indonesia selaku Kreditur dengan Gunawan Tjandra selaku penjamin perseorangan (personal guarantor) sehingga terjadinya pencabutan putusan pernyataan pailit dan melakukan pengkajian lebih lanjut berkenaaan dengan akibat pencabutan pernyataan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga yang mana pada kasus ini terdapat dua putusan kasasi atas satu kasus yang keduanya ditolak oleh Mahkamah Agung, dengan demikian peneliti akan mengangkat judul Akibat Hukum Pencabutan Pernyataan Pailit Terhadap Debitur dan Kreditur.

10 B. Rumusan Masalah dan Pokok Bahasan 1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah : a. Analisis duduk perkara kepailitan antara PT Rabobank International Indonesia dengan Gunawan Tjandra; b. Akibat hukum yang ditimbulkan dari pencabutan putusan pernyataan pailit 2. Pokok Bahasan Pokok bahasan pada penulisan ini adalah bagaimana duduk perkara kepailitan antara PT Rabobank International Indonesia dengan Gunawan Tjandra dan apa akibat pencabutan pernyataan pailit terhadap Debitur dan Kreditur pada putusan ini. C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis duduk perkara kepailitan antara Gunawan Tjandra dan PT Rabobank International Indonesia 2. Untuk menganalisis akibat hukum yang ditimbulkan dari pencabutan putusan pernyataan pailit

11 Kegunaan Penelitian ini diharapkan agar dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis, yakni: a. Kegunaan Teoritis Agar penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu hukum perdata ekonomi, khususnya mengenai análisis putusan pailit. b. Kegunaan Praktis Sebagai masukan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang akibat penjatuhan putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga