BAB I PENDAHULUAN. Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. (UUPT) modalnya terdiri dari sero-sero atau saham-saham.

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

B A B V P E N U T U P

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Negara Indonesia adalah negara hukum,

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH NOTARIS 1 Oleh: Gian Semet 2

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

PERBANDINGAN ATURAN KEWENANGAN, KEWAJIBAN, LARANGAN, PENGECUALIAN DAN SANKSI

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum (openbaar ambtenaar) memiliki fungsi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432), yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) selanjutnya kedua Undang-Undang tersebut dianggap satu kesatuan disebut dengan UUJN, yaitu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya. Akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN. Untuk terwujudnya notaris yang ideal (diharapkan), diperlukan ketegasan dalam pengawasan dan pembinaan dari Negara/pemerintah melalui Majelis Pengawas notaris, dan perlu ada penegakan hukum berupa kebenaran materi/isi akta beserta teknis pembuatan akta sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan utama pembinaan dan pengawasan terhadap notaris tersebut adalah untuk mencegah timbulnya masalah dari akta yang dibuat oleh dan dihadapannya 1, dengan tujuan akhir adalah mempermudah 1 A.A. Andi Prajitno, Apa dan Siapa Notaris di Indonesia?, CV Putra Media Nusantara, Surabaya, 2010, h. 91. 1

2 dan membantu penyidik dan pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul oleh keberadaan akta tersebut. Majelis Pengawas notaris dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Ayat (2) UUJN yang susunan bagian kewenangannya bersifat kedaerahan. Pembentukan Majelis Pengawas notaris berdasarkan keberadaan daerah artinya dalam satu daerah ada satu tim Majelis Pengawas sebagai mana yang diatur dalam Pasal 67 UUJN, hal ini sangat tidak memadai bagi daerah yang anggotanya banyak karena pengawasan dan pembinaan tidak efisien, tidak efektif, bahkan pemeriksaan tidak terselesaikan karena keterbatasan waktu. 2 Menurut Andi Prajitno pengangkatan anggota Majelis Pengawas dari notaris aktif adalah kurang tepat karena dapat menimbulkan kesalahpahaman dari pemeriksa dan yang diperiksa, dan juga dapat menimbulkan perasaan maupun pemeriksaan yang tidak objektif karena kepentingan pribadi (conflict of interest). Sehingga sebaiknya diangkat dari notaris daerah lain yang wilayahnya berdekatan atau emiritus notaris (pensiunan) akan lebih tepat. 3 Tujuan pembentukan Majelis Pengawas bukan hanya melindungi tetapi juga mengadakan pengawasan dan pembinaan terhadap profesi notaris disesuaikan dengan protokol notaris baik yang berkaitan dengan Undang-Undang ataupun kode etik. Oleh karenanya, pemanggilan notaris karena akta yang dibuatnya untuk membantu pemerintah dalam bidang penyidikan dan peradilan dengan memberikan pertimbangan keputusan berupa penyeleksian terhadap sengketa atas akta tersebut bisa atau 2 Ibid., h. 85. 3 Ibid., h. 86.

3 tidak bisa dilanjutkan ke tingkat pengadilan, hal ini dapat mengurangi penyidikan di kepolisian maupun di tingkat pengadilan. 4 Pengenaan pidana pada notaris sampai dengan keterlibatannya dalam tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164), (untuk selanjutnya disebut UUTPPU), yang menyebutkan yang dimaksud dengan pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Keterlibatan notaris dalam tindak pidana pencucian uang masuk ke dalam klasifikasi tindak pidana penyertaan sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHP) Pasal 55 dan seterusnya. Penyertaan (deelneming) dalam hukum pidana diartikan sebagai suatu peristiwa dimana lebih dari 1 (satu) orang melakukan suatu tindak pidana. 5 Dalam menjalankan jabatannya seorang notaris juga tunduk terhadap etika profesi dan kewajiban untuk menjaga kerahasiaan dari klien yang dihadapinya demi menjamin perlindungan hukum bagi klien dan notaris itu sendiri. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari notaris dapat diketahui apakah notaris tersebut telah menjalankan kode etik dan sumpah jabatannya 4 Ibid. 5 Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, h. 213.

4 dengan benar, terutama mengenai prinsip kehati-hatian agar tidak dianggap terlibat atau dalam istilah pidana dikenal sebagai penyertaan (turut serta) sebagaimana diatur dalam pasal 56 KUHP. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana seorang notaris terlibat tindak pidana dalam tindak pidana pencucian uang? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi notaris yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana pencucian uang? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis seorang notaris yang terlibat tindak pidana penyertaan dalam tindak pidana pencucian uang. 2. Untuk menganalisis perlindungan hukum bagi notaris yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan kajian dan analisis agar seorang notaris tidak terlibat tindak pidana penyertaan dalam tindak pidana pencucian uang. 2. Memberikan kajian dan analisis perlindungan hukum bagi notaris yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana.

5 1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Notaris Setiap transaksi memiliki dampak hukum, sehingga menuntut akan adanya kepastian hukum terhadap hubungan hukum individu maupun subyek hukum lainnya. Untuk itulah kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan. Jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan Notaris. Di sisi lain, Notaris dalam menjalankan profesi dalam pelayanan masyarakat perlu juga mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Akta-akta yang dibuat inilah diharapkan dapat memberikan kepastian hukum di kemudian hari bagi para pihak yang berkepentingan. 6 Mengenai kewajiban untuk menyimpan rahasia (geheimhoudingsplicht) selain yang diatur dalam Pasal 54 UUJN, dapat dijumpai dalam sumpah jabatan pada saat diangkat menjadi notaris. Sumpah jabatan itu antara lain menerangkan bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya. Pada umumnya sudah diakui, bahwa kewajiban merahasiakan tersebut diperluas sampai di luar ketentuanketentuan menurut Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan menurut formulir sumpah (eedsformulier) dan meliputi lebih daripada isi akta, 6 http://www.ippatonline.com, Artikel 1: Tantangan Notaris Dalam Memerangi Pencucian Uang di Indonesia, diakses pada bulan Januari 2014..

6 meliputi apa saja yang telah diberi tahukan kepadanya. Kewajiban ini berkaitan dengan kewajiban untuk merahasiakan terhadap pihak ketiga. 7 Apabila para pihak mempunyai perbedaan pendapat ketika akta dibuat, maka dalam hal ini notaris tidak mempunyai kewajiban untuk merahasiakan, mereka yang berkepentingan dapat membebaskan notaris dari kewajiban tersebut dan mengizinkan notaris secara diam-diam (stilzwijgend) memberikan keterangan-keterangan tentang masalah yang berkaitan dengan pihak ketiga. 8 Para pihak yang memiliki kepentingan terhadap pemenuhan kewajiban untuk menyimpan rahasia dapat meminta ke pengadilan untuk memaksa notaris untuk tidak memberikan keterangan kepada pihak ketiga. Terhadap notaris yang melalaikan kewajiban untuk menjaga rahasia, dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sehingga sesuai dengan ketentuan dalam UUJN dapat dimintakan penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris. Hal ini juga menjadi pemicu bagi notaris betapa pentingnya menjaga kerahasiaan akta. Berdasarkan Pasal 15 UUJN secara tegas mengatur kewenangan Notaris, antara lain sebagai berikut : 1. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, 7 Martahalena Pohan, Tanggunggugat Advocaat, Dokter dan Notaris, Bina Ilmu, Surabaya, 1985, h. 127. 8 Ibid., h. 128.

7 2. menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, 3. menyimpan akta, 4. memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Kewenangan lain berkaitan dengan akta, yaitu: 1. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 2. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. membuat akta risalah lelang. 8. kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Pasal 16 UUJN, Notaris berkewajiban antara lain: bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

8 Minuta Akta. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Pembacaan akta tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Jika salah satu syarat tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Ketentuan ini tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.

9 Berdasarkan Pasal 17 UUJN, diatur mengenai larangan bagi notaris antara lain yaitu: 1. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; 2. meninggalkan wilayah dalam 7 (tujuh) hari krja berturut-turut tanpa alasan yang sah; 3. merangkap sebagai pegawai negeri; 4. merangkap jabatan sebagai pejabat negara; 5. merangkap jabatan sebagai advokat; 6. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; 7. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris; 8. menjadi Notaris Pengganti; atau 9. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. 1.5.2 Tindak Pidana Penyertaan Mengenai tindak pidana penyertaan notaris, dalam Pasal 55 KUHP menyebutkan dianggap sebagai pelaku tindak pidana jika notaris tersebut melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau

10 penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. Lebih lanjut lagi pada Pasal 56 KUHP mengatur tentang pembantu kejahatan mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan. Dari uraian pasal-pasal tersebut di atas, akta yang dibuat oleh notaris untuk kepentingan para pihak dapat masuk dalam kategori memberi sarana untuk melakukan kejahatan. Dengan demikian sesuai dengan Pasal 263 juncto Pasal 264 KUHP maka keterlibatan notaris tersebut diancam dengan pidana penjara maksimal 8 (delapan) tahun. Dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatanperbuatan yang melawan hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan pidana. 9 Hal ini berbeda dengan perbuatan melawan hukum yang dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 BW tentang onrechtmatige daad yang diartikan secara luas tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain daripada hukum yang meliputi peraturan di lapangan kesusilaan, keagamaan, dan sopan santun yang semuanya itu tidak termuat dalam suatu undang-undang. 10 Keterlibatan notaris dalam tindak pidana penyertaan seringkali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 KUHP yaitu mengenai membantu 9 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, h. 140. 10 R. Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur Bandung, Bandung, 1984, h. 12.

11 melakukan tindak pidana (medeplichtigheid) dengan cara memberikan kesempatan, sarana, keterangan. Berbeda dengan Pasal 55 KUHP yang mengategorikan notaris sebagai turut serta dalam tindak pidana dengan cara menyuruh melakukan atau turut melakukan suatu perbuatan yang dikategorikan perbuatan pidana. Pasal 55 KUHP memiliki unsur kesengajaan dan kehendak untuk melakukan suatu tindak pidana, yang mengenai hal ini ada 2 (dua) pendapat, yang satu bersifat subjektif dengan menitik beratkan pada maksud dan tabiat para turut pelaku (mededader), sedangkan para objektivis lebih melihat pada wujud perbuatan dari para turut pelaku yang harus cocok dengan perumusan tindak pidana dalam undang-undang (delicts omschrijving). 11 Notaris yang dikategorikan dalam Pasal 56 KUHP sebagai pemberi sarana perbuatan pidana adalah pihak yang tidak memiliki inisiatif untuk melakukan suatu tindak pidana, namun mengetahui adanya kepentingan dari pelaku utama dan membantu untuk memenuhi hal tersebut. 12 1.5.3 Tindak Pidana Pencucian Uang Tindak pidana pencucian uang adalah tindak pidana yang memenuhi semua unsur-unsur dalam Pasal 3, 4, dan 5 UUTPPU yang berupa menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, 11 R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 123. 12 Ibid., h. 127.

12 menukarkan dengan mata uang lain, menyembunyikan, menyamarkan asalusul, menerima, menguasai segala bentuk harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Terhadap tindakan notaris yang membuat akta untuk atau yang digunakan sebagai sarana tindak pidana pencucian uang, sebagaimana yang sering terjadi akhir-akhir ini, bentuk pembelaan dari notaris tersebut adalah ketidaktahuan asal kekayaan dari klien yang menghadap. Dalam hukum pidana hal ini termasuk sebagai alasan pembenar yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. 13 Dapat dikategorikan sebagai alasan pembenar karena berdasar Pasal 50 KUHP tentang melaksanakan ketentuan undang-undang telah dipenuhi oleh notaris yang tunduk terhadap UUJN yang memerintahkan untuk memberikan pelayanan terhadap pihak yang menghadap dengan tetap berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian. Selain karena kelalaian menjaga rahasia jabatan notaris, seorang notaris dapat juga dikenakan tuntutan tindak pidana penyertaan karena akta yang dibuat notaris tersebut bersifat memihak atau menguntungkan salah satu pihak. Dalam perkembangannya seorang notaris dapat juga dituntut tindak pidana penyertaan meskipun akta yang dibuatnya tidak memihak atau menguntungkan salah satu pihak, hal ini terjadi terutama dalam tindak pidana 13 Moeljatno, op.cit., h. 148.

13 pencucian uang. Notaris yang membuat akta tersebut dianggap membantu memberikan sarana mencuci uang pihak yang menghadap. Dampak yang dirasakan ketika notaris lalai karena jasanya dimanfaatkan oleh pengguna jasa (penghadap atau klien) untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Walaupun dinyatakan tidak terlibat dalam proses pidana tetapi yang bersangkutan banyak terlibat dalam urusan penyelesaian kasus tersebut, dan hal ini sangat menyita waktu dan tenaga, yang pada akhirnya fungsi pelayanan masyarakat tidak optimal, bahkan reputasi profesi bisa terkena imbasnya. UUTPPU mengatur lebih khusus lagi terhadap notaris atau siapapun yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dengan ancaman terberat yaitu 20 (dua puluh) tahun penjara dan pidana denda Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Dengan demikian terhadap notaris yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang dikenakan aturan dalam UUTPPU bukan lagi aturan dalam KUHP, hal ini sesuai dengan penerapan asas lex specialis derogat legi generalis yang berarti aturan yang khusus mengalahkan aturan umum. 1.6 Metode Penelitian Penulisan ini merupakan penelitian hukum, karena ilmu hukum memiliki karakter yang khusus yang merupakan suatu penelitian untuk menganalisis peraturan perundang-undangan, khususnya yang berkaitan

14 dengan masalah jabatan notaris di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan tesis ini melalui tahapan antara lain: 1.6.1 Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah doctrinal research dengan melakukan statute approach, conceptual approach, case approach. Statute approach adalah pendekatan yang berdasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 14, dalam hal ini KUHP, KUHAP, UUJN, dan UUTPPU. Conceptual approach adalah pendekatan yang dilakukan ketika tidak diketemukannya pengaturan secara tegas mengenai isu hukum yang dibahas 15, dalam hal ini mengenai tindak pidana penyertaan oleh notaris dalam UUTPPU. Case approach adalah pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan pendekataan kasus 16, dalam hal ini karena tidak ditemukannya kasus yang melibatkan notaris yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maka kasus yang digunakan hanya untuk mencari alasan menerapkan suatu aturan. Doctrinal research merupakan satu dari empat tipe penelitian hukum yang diutarakan oleh Terry Hutchinson yang merupakan penelitian yang bersifat doktrinal karena keilmuan hukum memang bersifat preskripstif dan bukan deskriptif sebagaimana ilmu-ilmu alamiah dan ilmu-ilmu sosial. Dikemukakan bahwa penelitian hukum adalah 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2011, h. 96. 15 Ibid., h. 137. 16 Ibid., h. 119.

15 suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 17 1.6.2 Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu KUHP, KUHAP, UUJN, dan UUTPPU pada khususnya dan peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan pada umumnya. Bahan Hukum Sekunder terdiri dari literatur-literatur, media cetak, media elektronik, dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan isu hukum yang dibahas. Bahan hukum ini memiliki sifat sebagai bahan yang menjelaskan bahan hukum primer yang dapat dijadikan pendukung. 1.6.3 Prosedur Pengumpulan dan Analisa Bahan Hukum Bahan hukum dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan menelaah dan mempelajari peraturan prundang-undangan maupun literatur yang ada kaitanya dengan permasalahan yang dibahas, kemudian disusun secara sistematis yang selanjutnya akan dianalisa dengan menggunakan interpretasi sistematik dan reskriptif yang artinya menggunakan penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan dan membuat kesimpulan yang bersifat khusus. Setelah itu akan diuraikan dengan metode deskriptif kualitatif 17 Ibid., h. 35.

16 yaitu dengan memaparkan data-data yang ada untuk digunakan menjawab permasalahan yang dibahas sehingga sampai pada kesimpulan sebagai bentuk pemecahan masalah. 1.7 Pertanggungjawaban Sistematika Sistematika dalam penulisan ini terdiri dari 4 (empat) bab dan masingmasing bab terdiri dari sub-sub bab, sebagai berikut: Bab I, merupakan pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan pertanggungjawaban sistematika. Bab II, berjudul keterlibatan Notaris dalam tindak pidana pencucian uang, dengan sub-bab pelaksanaan kode etik dan kewajiban menjaga kerahasiaan, pidana penyertaan dalam tindak pidana pencucian uang. Bab ini memberikan jawaban terhadap rumusan masalah pertama dengan memberikan gambaran bagaimana seorang notaris dikategorikan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. Bab III, berjudul perlindungan hukum bagi Notaris yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang, dengan sub-bab perlindungan hukum bagi notaris dan alasan pembenar notaris. Bab ini memberikan jawaban terhadap rumusan masalah kedua dengan menguraikan bentuk-bentuk perlindungan hukum dan bagaimana seorang notaris dapat melepaskan diri dari keterlibatan dalam tindak pidana pencucian uang.

17 Bab IV, merupakan penutup, yang terdiri dari kesimpulan terhadap jawaban permasalahan yang dibahas, dan saran sebagai masukan.