BAB I PENDAHULUAN. berdampingan dengan berbagai latarbelakang budaya, ras, dan agama yang berbeda

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahan ajar merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia, sesuatu yang sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis,

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. belakang sosiokultural seperti ras, suku bangsa, agama yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. ciri khas dari Indonesia. Kemajemukan bangsa Indonesia termasuk dalam hal. konflik apabila tidak dikelola secara bijaksana.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan pulau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sumatera Timur adalah wilayah yang ada di Pulau Sumatera. Kawasan ini

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kemajemukan

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI RESPON TERHADAP TANTANGAN ERA GLOBALISASI

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Identitas Nasional. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. yakni Bhineka Tunggal Ika yang berarti walaupun berbeda-beda tetapi tetap

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. ras, suku, agama dan yang lainnya. Keberagaman ini merupakan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

PANCASILA DAN AGAMA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Nama : Oni Yuwantoro N I M : Kelompok : A Jurusan : D3 MI Dosen : Drs. Kalis Purwanto, MM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki suku, adat istiadat, bahasa, agama, ras, seni dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

WAWASAN KEBANGSAAN a) Pengertian Wawasan Kebangsaan

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

UKDW BAB I. (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE

BAB I PENDAHULUAN. memberi dorongan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

2015 PEMANFAATAN SITUS KESULTANAN DELI DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL BERBASIS MULTIKULTURAL

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan kondisi yang kaya akan suku bangsa atau sering

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya beragam (plural). Suatu

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di

PENDIDIKAN KEWARAGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL

Wawasan Kebangsaan. Dewi Fortuna Anwar

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

Raffles City Hotel 5-7 September 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

Bahasa adalah salah satu kemampuan dasar dan alamiah yang dianugerahkan. pada umat manusia. Umat manusia tidak akan mungkin mempunyai budaya atau

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. luas dan sekaligus merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia.

Mata Kuliah Kewarganegaraan

TUGAS AGAMA KLIPING KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA, ANTAR SUKU, RAS DAN BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society).

Oleh: H. Ismardi, M. Ag Dosen Fak. Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau/Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kota Pekanbaru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan aspirasi yang berbeda-beda satu sama lain tetapi memiliki kedudukan setara,

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

TOLERANSI. Media Komunikasi Umat Beragama. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat UIN Sultan Syarif Kasim Riau

I. PENDAHULUAN. mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan ada di dalamnya. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar dan majemuk yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

MENJAGA INDONESIA YANG PLURAL DAN MULTIKULTURAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku,

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan. keanekaragaman budaya, suku dan agama. Hal ini terjadi sejak jaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para

BAB I PENDAHULUAN. daya tarik Negara ini. Sebagaimana semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini mobilitas penduduk di berbagai wilayah Indonesia sering terjadi bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB IV PANDANGAN ETNIS TIONGHOA DI SURABAYA TERHADAP KONSEP PLURALISME KH. ABDURRAHMAN WAHID

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan bangsa Indonesia sebagai negara yang plural dan hidup berdampingan dengan berbagai latarbelakang budaya, ras, dan agama yang berbeda membawa dampak terjadinya benturan-benturan budaya. Benturan-benturan tersebut dapat saja terjadi sebagai suatu ketidakpahaman dan tidak adanya suatu penghargaan terhadap eksistensi keragaman sebagai suatu kenyataan yang dihadapi sebagai masyarakat Indonesia. Melihat kenyataan tersebut, pendidikan di Indonesia harus peka menghadapi arus perputaran globalisasi. Gelombang demokrasi menuntut oengakuan perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia yang majemuk. Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam era reformasi, seyogyanya telah menata kehidupan baru dengan bangunan masyarakat yang multicultural. Masyarakat multicultural tidak hanya mengakui pluralitas kelompok etnik agama atau ras sebagai setumpuk keanekaan, tetapi berusaha merangkai dan merajut kebersamaan itu dalam kesederajatan dan keadilan dalam kesejahteraan, sehingga merupakan sebuah permadani nusantara yang mosaic dan indah (Pelly: 2003). Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari beberapa kabupaten kota memiliki penduduk yang beraneka ragam suku, agama, bahasa. Khususnya di kota Medan, peneliti telah meninjau penduduk yang mendiami kota medan sekitarnya terdiri dari suku: Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Nias, Tionghoa, India, Padang, Bugis, Melayu, Jawa dan lain sebagainya. Demikian juga dengan agama yang dianut penduduk kota medan sekitarnya terdiri dari agama : Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, Budha, Kong Hucu, dan bahkan agama yang disebut dengan Parmalim. Penduduk kota Medan yang tergolong pluralitas 1

masih belum semua bisa menerima keberagaman tersebut terlebih keberagaman di lingkungan dunia pendidikan. Pada hal dari jaman dahulu masyarakat Indonesia telah ditanamkan pendidikan tentang Bhineka Tunggal Ika. Semboyan tersebut masih hanya sebatas ucapan belaka, untuk menerapkan masyarakat Indonesia kelihatan masih enggan. Hal ini dapat kita lihat di lingkungan sekolah, misalnya di sekolahsekolah negeri yang ada di kota Medan, banyak sekolah yang hanya memiliki dua mata pelajaran agama saja,yaitu agama islam dan kristen. Padahal di Indonesia ini ada lima agama yang diakui oleh pemerintah dan peneliti juga telah meninjau bahwa di kota Medan agama yang dianut oleh masyarakatnya bukan hanya dua saja, melainkan lebih dari dua. Sedikitnya selama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak secara sporadis pada Mei 1998 di berbagai kawasan di Indonesia dan tahun 1994 di Medan yang bermula dari demonstrasi kaum buruh yang menuntut kenaikan upah dan pada akhirnya berubah menjadi kerusuhan anti Tionghoa menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam Negara kita ini, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya saling pengertian antar kelompok. Sejarah menunjukkan betapa pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan penderitaan dan konflik panjang dalam sejarah umat manusia. Pada saat ini menurut catatan PBB paling tidak telah terjadi 35 pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir 2

dari Yugoslavia, Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan juga agama. Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari beragam agama, suku, ras, kebudayaan, dan bahasa menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang majemuk (masyarakat mutikultural). Dalam keberagamannya masyarakat kita juga sering mengalami konflik horizontal manakala keberagaman tersebut tidak dikelolah dengan baik. Bila kita menoleh ke belakang pada tahun 1965-1966 Pemerintah ORBA yang berkuasa pada saat itu, oleh karena didasari pada ketakutan akan berkembangnya faham komunis di Indonesia sehingga mengeluarkan larangan penggunaan bahasa, tradisi dan kesenian Tionghoa di tempat-tempat umum. Lalu pada tahun 1967 keluar Kepres no 14 tahun 1967 Tentang larangan dan pelaksanaan adat dan agama Tionghoa di tempat umum disusul dengan keluarnya Traktat 1968 yang menutup sekolah-sekolah Tionghoa dan menghimbau orang Indo Tionghoa agar mengganti nama Tionghoa mereka dengan nama Indonesia sebagai komitmen mereka hidup di bumi Indonesia. Semua hal tersebut di atas adalah merupakan upaya pemerintah pada saat itu untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh komunis (RRC) di Indonesia. Meledaknya peristiwa Mei 1998 membuktikan bahwa asimilasi yang diterapkan Pemerintah ORBA yang berupa seragamisasi tidak dapat meminimalisasi masalah-masalah diskriminasi. Sehingga pada pemerintahan Presiden Abdul Rahman Wahid dikeluarkan Kepres nomor 6 tahun 2000 yang isinya mengizinkan perayaan Tahun Baru Imlek secara terbuka dan sekaligus merupakan penghapusan Kepres no. 14 tahun 1967. Dan pada tanggal 1 Februari 2003 oleh Presiden Megawati menjadikan Tahun Baru Imlek menjadi libur nasional. Perubahan-perubahan yang dilakukan 3

kemudian (setelah peristiwa Mei 1998) diharapkan dapat mensukseskan proses integrasi dalam hal ini pembauran masyarakat Indonesia yang multietnis. Indonesia sebagai Negara yang mengedepankan kehidupan yang adil dan memandang bahwa setiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama juga menjamin setiap warga negaranya dalam hal berkeyakinan, seperti yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam kehidupan yang beragam seperti bangsa kita ini menjadi tantangan untuk mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu kekuatan yang dapat menjunjung tinggi perbedaan dan keberagaman masyarakatnya dan peristiwa Sumpah Pemuda 1928 merupakan bukti bahwa keberagaman bangsa Indonesia yang menjadi titik temu kesadaran bersama untuk mengesampingkan perbedaan demi tujuan yang lebih besar. Azra (2007) menekankan bahwa pembentukan masyarakat multicultural Indonesia yang sehat tidak bisa secara taken for granted atau trial and error, melainkan harus diupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan berkesinambungan bahkan perlu percepatan (akselerasi). Salah satu strategi penting dalam mengakselerasikannya adalah melalui pendidikan multicultural yang diselenggarakan melalui seluruh lembaga pendidikan baik formal maupun non formal. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dalam mentransformasi nilai multicultural dalam masyarakat. Menurut Mahfud (2009) pendidikan multicultural penting diterapkan di Indonesia sebab akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran dan inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam, baik dalam hal 4

budaya,suku,ras,etnis maupun agama. Pendidikan multikultural menurut Stavenhagen (1996 dalam Ma Hadi 2004). adalah pendidikan yang mengakui adanya keragaman etnik dan budaya masyarakat suatu bangsa, Religious,linguistic,and national minoritas,as well as indigenous and tribal peoples were often subordinated,sometimes forcefully and against their will,to the interest of the state and the dominant society. While many people..had to discard their own cultures,languages,religions and traditions,and adapt to the alien norms and customs that were consolidated and reproduced through national institutions,including the educational and legal system. Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keberagaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Meskipun secara formal bangsa Indonesia mengakui keberagaman, namun pada kenyataannya tidak demikian, karena dari beberapa kasus yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia konflik yang muncul lebih banyak diakibatkan oleh pertentangan etnis, budaya, ras, dan agama. Pertentangan etnis yang terjadi di negeri ini beberapa tahun terakhir ini mengajarkan betapa pentingnya pendidikan multikultural bagi masyarakat. Pada masa Orde Baru, pendidikan merupakan bagian dari indoktrinasi politik untuk mendukung rezim yang sedang berkuasa. Waktu itu hampir tidak ada ruang untuk mengungkapkan identitas lokal dalam sistem pendidikan. Yang ada hanyalah kebudayaan nasional. Warna-warna lokal dianggap sebagai sesuatu yang sekunder. Padahal lokalisme dalam pendidikan multikultural merupakan bagian yang paling penting. Di situlah setiap orang dapat melihat dirinya (self). Di situ pula orang bisa melihat keberagaman (other). 5

Bila kita lihat sekolah-sekolah di Medan dimana siswanya berasal dari berbagai etnis dan agama misalnya Sekolah Sutomo, Budi Murni, Raksana, St.Thomas, atau sekolah-sekolah lain yang sejenis, dimana sekolah-sekolah tersebut menyelenggarakan pendidikan dengan tidak mempertimbangkan kemultietnikan dan keberagaman agama yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sekolah-sekolah tersebut memperlakukan semua anak dengan cara yang sama (terjadi penyeragaman) seperti model sekolah pada masa Pemerintahan ORBA yaitu satu bahasa, tidak ada pengakuan terhadap sekolah terhadap agama diluar kelima agama yang diterapkan oleh pemerintah ORBA, bahkan pendidikan agama hanya yang diberikan hanya agama Islam dan Kristen. Yang paling ironisnya masih ada sekolah menerapkan pendidikan agama hanya satu agama saja misalnya: Pendidikan agama Islam saja, pendidikan agama Kristen saja, dan pendidikan agama Khatolik saja. Hal tersebut sangat bertentangan dengan semboyan Bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang memiliki arti keberagaman. Walaupun berbeda agama, bahasa, suku ras maupun warna kulit, tetapi tetap satu. Satu hati dan satu jiwa dalam membangun bangsa yaitu Bangsa Indonesia. Model pendidikan di Indonesia maupun di Negara-negara lain menunjukkan keragaman tujuan dan menerapkan strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapai tujuan yang beragam tersebut. Sejumlah pakar melihat bahwa revisi kurikulum sekolah menuju kurikulum multicultural adalah salah satu upaya memperbaiki tata hubungan bermasyarakat dalam masyarakat yang multikultur tetapi revisi yang dilakukan sementara ini hanya terbatas pada dimensi kognitifnya saja seperti yang dilakukan di Inggris dan beberapa tempat di Australia dan Kanada,sedangkan di Amerika dan Jepang mereka merevisi buku-buku teks pelajaran khususnya buku sejarah. Model lainnya adalah pendidikan multicultural yang tidak sekedar merevisi 6

materi pembelajaran tetapi juga melakukan reformasi dalam system pembelajaran itu sendiri, seperti model Sekolah Pembauran Sultan. Iskandar Muda di Medan yang memfasilitasi interaksi siswa dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda serta menyusun program anak asuh lintas kelompok. Didasari oleh hal-hal diatas maka peneliti merasa termotivasi untuk melakukan penelitian tentang bagaimana pendidikan multikultural di sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan, hingga mereka menjadi ikon dalam pembauran dan hidup bertoleransi dalam perbedaan. 1.2 Identifikasi Masalah Ada beberapa aspek yang dapat memberikan penjelasan pendidikan multikultural di sekolah. 1. Sekolah formal maupun non formal dapat menjadi transformer di masyarakat untuk mentransformasikan nilai multikultural. 2. Sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda melalui reformasi sistem pembelajarannya dapat memfasilitasi interaksi siswa-siswa dari berbagai latar belakang etnis, budaya dan agama. 1.3 Perumusan Masalah Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah : 1. Bagaimana pendidikan multikultural dilaksanakan di sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan. 2. Apa strategi yang dilakukan Sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah. 7

3. Bagaimana sikap dan pandangan masyarakat terhadap sistem pendidikan di sekolah tersebut. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan pendidikan multikultural pada sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan 2. Mengungkapkan strategi yang dilakukan sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah 3. Mengetahui sikap dan pandangan masyarakat terhadap sistem pendidikan di sekolah tersebut. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis Mendeskripsikan strategi dan pendekatan apa yang diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural di sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan Memberikan cakrawala tentang sikap dan pandangan masyarakat terhadap pendidikan multikultural di sekolah pembauran Sultan Iskandar Muda Medan Memberikan manfaat secara teoretis bagi studi lanjutan, terutama bagi mereka yang tertarik dengan fenomena pendidikan multikultural Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan bandingan untuk melakukan kajian yang serupa pada penelitian lanjutan 8

2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pendidikan multikultural di sekolah pembauran St. Iskandar Muda Medan Dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian lebih lanjut Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister sains dalam bidang antropologi 9