Dr. J anprasetyo, SpKJ (K) USIA SEKOLAH & IDENTIFIKASI TUGAS
Fase ini anak lebih siap & gemar belajar, menjadi besar dalam berbagi kewajiban, disiplin, & performa dibandingkan dengan akhir periode imajinasi ekspansif. Juga lebih antusias u/ menghasilkan sesuatu, berbagi dalam penciptaan & perencanaan, & bukannya memaksa anak2 lain at memancing restriksi.
Anak2 juga lebih melekatkan diri mereka pada guru2 & orangtua dari anak lainnya, & mereka ingin menyaksikan & meniru orang2 dengan pekerjaan yg dapat mereka hayati pemadam kebakaran, polisi, tukang kebun, tukang ledeng, & tukang sampah.
Usia Sekolah & Identifikasi Tugas Bila anak2 tersebut beruntung mereka tinggal setidaknya sesaat dari kehidupan mereka dekat ladang gandum at di jalan yg aman disekitar orang2 yg sibuk & disekitar anak2 lain dari semua umur yg dapat diamati & berpartisipasi sejalan dengan berkembangnya inisiatif mereka dalam dorongan2 sesaat.
Pada saat mencapai usia sekolah, anak2 pada berbagai budaya menerima instruksi sistematik. Pada orang2 yg belum terpelajar banyak hal dipelajari dari orang2 dewasa yg menjadi guru melalui aklamasi bukannya ditunjuk, & banyak yg dipelajari dari anak2 yg lebih tua, tapi pengetahuan yg didapat terkait dengan keterampilan2 dasar dari teknologi2 yg sederhana yg dapat dipahami saat si anak siap u/ menangani perkakas, alat, & senjata yg dipakai o/ orang2 besar.
Usia Sekolah & Identifikasi Tugas Orang2 terpelajar harus mempersiapkan anak pertama2 dengan mengajarinya membaca. Kemudian anak diberikan kemungkinan pendidikan dasar seluas2nya u/ kemungkinan pilihan karir yg sebanyak2nya. Semakin banyak spesialisasinya, semakin tak jelas tujuan inisiatifnya, semakin sukar realita sosialnya, dan semakin tak jelas peran ayah & ibu di dalamnya
Antara masa kanak & dewasa, anak2 akan bersekolah, & keahlian sekolah itu sendiri a/ dunia, dengan tujuan2 & limitasinya sendiri, pencapaian & kekecewaannya. Theories of Personality and Psychopathology, Kaplan
Pada usia TK, suasana main2 yg menyenangkan mencapai sebuah dunia yg terbagi dengan orang lain. Pada awalnya orang lain masih diperlakukan seperti sesuatu/obyek; diinspeksi, ditabrak, at dipaksa menjadi kuda2an.
Pembelajaran tersebut penting u/ menemukan potensi isi permainan yg mana hanya bisa dijadikan fantasi at hanya u/ dimainkan o/ & dengan diri sendiri; yg mana hanya dapat direpresentasikan secara sukses dalam dunia mainan & hal2 kecil; & yg mana bisa dibagi dengan orang lain & bahkan dipaksakan pada orang lain.
Hal tersebut tak terbatas pada teknik penguasaan mainan & lain2, tapi juga termasuk cara infantil u/ penguasaan pengalaman sosial dengan eksperimen, perencanaan, & berbagi.
Adakalanya anak membutuhkan waktu sendirian saat bermain, at pada saatnya nanti, ditemani buku2 & radio, film & televisi, & bisa juga anak membutuhkan berjam2 & berhari2 dalam permainan khayalan (make-believe), cepat at lambat mereka akan tak puas dan tanpa rasa mampu u/ menghasilkan sesuatu & membuatnya dengan baik at bahkan sempurna sense of industry.
Tanpa ini, bahkan anak yg telah merasa terpuaskan akan segera bertindak tereksploitasi. Seolah2 ia & masyarakatnya mengetahui bahwa sekarang ia secara psikologis sudah menjadi orangtua rudimenter, ia harus mulai menjadi pekerja & penyedia yg potensial sebelum menjadi orangtua biologis. Dengan periode latensi yg akan datang, maka anak yg berkembang melupakan, at secara diam2 mensublimasi dorongan2 yg telah membuat-nya bermimpi & bermain.
Sekarang anak belajar u/ memenangkan pengakuan dengan menghasilkan sesuatu. Anak mengembangkan determinasi & menyesuaikan dirinya dengan hukum2 anorganik dunia alat, menjadi antusias, & menjadi unit yg terabsorbsi ke dalam suatu situasi produktif.
Bahaya dari fase ini a/ perkembangan alienasi dari dirinya & dari tugas2nya sense of inferiority yg terkenal. Hal ini bisa disebabkan o/ solusi yg tak memuaskan dari konflik terdahulu: Si anak mungkin masih lebih menginginkan ibunya daripada pengetahuan;
mungkin anak masih ingin menjadi bayi di rumah daripada anak besar di sekolah; anak masih membandingkan dirinya dengan ayahnya sense of guilt + sense of inferiority Kehidupan keluarga mungkin belum memper-siapkannya bagi kehidupan sekolah, at kehi-dupan sekolah mungkin gagal mempertahan-kan janji2 dari tahap2 yg lebih dini dalam hal tak ada yg ia telah belajar u/ melakukannya dengan benar selama ini tampak melibatkan sesama at gurunya.
Usia Sekolar & Identifikasi Tugas Dan lagi, si anak mungkin mampu u/ melampaui dalam cara2 yg laten & yg, bila tak dibangunkan sekarang, bisa berkembang terlambat at tak sama sekali
Pada saat inilah masyarakat yg lebih luas menjadi signifikan terhadap anak dengan memasukkan dirinya ke dalam persiapan peran2, kenyataan teknologi, & ekonomi. Ia akan segera menyadari, bahwa warna kulitnya at latar belakang orangtuanya, & bukannya keinginan & keinginannya u/ belajar yg menjadi faktor2 penentu nilai dirinya sebagai seseorang at apprentice, kecenderungan manusia u/ merasa tak berarti dapat memburuk sebagai determinan perkembangan karakter.
Guru2 yg baik yg merasa dipercaya & dihargai o/ komunitasnya mengetahui bagaimana: cara selang-seling antara bermain & bekerja, bermain & belajar harus mengakui usaha keras mendorong talenta2 khusus memberi anak waktu menangani anak2 yg merasa sekolah tidaklah penting & dianggap sebagai sesuatu yg harus dijalani daripada dinikmati at bahkan yg merasa anak2 lain lebih penting daripada gurunya
Usia Sekolah & Identifikasi Tugas Tapi orangtua yg baik juga merasakan suatu kebutuhan u/ membuat anak2nya percaya kepada guru2 mereka. Karena tidaklah kurang yg dipertaruhkan daripada perkembangan & pemeliharaan pada anak suatu identifikasi positif dengan mereka yg mengetahui banyak hal & tahu bagaimana melakukan banyak hal.
Usia Sekolah & Identifikasi Tugas Lagi & lagi dalam wawancara dengan orang2 yg bertalenta khusus & bersemangat, seseorang diberi tahu secara spontan & dengan special glow bahwa satu guru dapat diberi kehormatan dengan telah mengobarkan api talenta yg tersembunyi. Berlawanan dengan ini terdapat bukti yg mencengangkan dari banyak penelantaran.
Fakta bahwa mayoritas guru2 SD a/ perempuan harus dipertimbangkan juga, karena dapat mengarah pada sebuah konflik dengan identifikasi maskulin anak laki2 yg non-intelektual, seolah2 pengetahuan bersifat feminin & tindakan bersifat maskulin.
Fase ini berbeda dari yg sebelumnya karena bukanlah suatu ayunan dari kebingungan internal (berkecamuk) menjadi sebuah penguasaan baru. Freud menyebutnya fase laten karena dorongan2 yg bersifat kasar/keras biasanya menjadi tak aktif. Tetapi itu hanyalah suatu periode tenang sebelum badai pubertas, yg mana semua dorongan terdahulu muncul kembali dalam kombinasi2 baru.
Ada bahaya lain dari perkembangan identitas. Jika anak yg terlalu konformis menerima pekerjaan sebagai satu2nya kriteria dari keberhargaan, mengorbankan imajinasi & permainan, maka ia bisa menjadi apa yg disebut o/ Marx craftidiocy (keahlian-kepandiran), misalnya menjadi budak teknologi & peran dominannya.
Kontribusi langsung usia sekolah terhadap sense of identity dapat diekspresikan dengan kata2: I am what I can learn to make work. Saya adalah apa yang dapat saya pelajari sehingga berhasil.
THE END