Modul. SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA (SMKM-Atjeh) MATERI: 3 INDEPENDENSI DAN OBYEKTIFITAS MEDIA MASSA 1. Kamaruddin Hasan

dokumen-dokumen yang mirip
KONSTRUKSI REALITAS MEDIA TERHADAP DARURAT MILITER DI ACEH

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

BAB I PENDAHULUAN. menjadi faktor determinan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Media massa dinilai mempunyai peranan yang besar dalam. menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.

BAB V. Penutup. Dari kajian wacana mengenai Partai Komunis Indonesia dalam Surat Kabar

Teknik Reportase dan Wawancara

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA

Produksi Berita TELEVISI (MK 41034)

BAB I PENDAHULUAN. realitas bisa berbeda-beda, tergantung bagaimana konsepsi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

Kamaruddin. KONSTRUKSI REALITAS Dalam MEDIA MASSA

BAB I PENDAHULUAN. Radio merupakan salah satu media informasi sebagai unsur dari proses

Advokasi Kreatif Melalui Media (Sosial) Oleh: Rofiuddin AJI Indonesia

KEKUASAAN DALAM ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dengan sendirinya perkembangan usaha penerbitan pers mulai

KD 5.1. Mendeskripsikan akuntansi sebagai sistem informasi

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

BAB I PENDAHULUAN. Kasus sengketa lahan di Indonesia lebih banyak merupakan. dengan akses dan kepemilikan lahan yang kemudian berujung pada konflik

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Dari hasil temuan penelitian yang dilakukan peneliti yang mencoba

oleh Stephani Arum Sari Drs. Mario Antonius Birowo, M.A., Ph.D

BAB I PENDAHULUAN. harinya, masyarakat mengkonsumsi media demi memenuhi kebutuhan informasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Media massa berfungsi sebagai alat penyalur pesan untuk disampaikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. (indepth interview) dengan para narasumber di Indonesia Siang untuk penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Kota berasal dari kata urban yang mengandung pengertian kekotaan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mediator utama dalam mengekspresikan pikiran, mengonseptualisasi, menafsirkan

PAPARAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

BAB IV. KESIMPULAN dan SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. yang bersifat menjelaskan, menggambarkan atau menuturkan dan menafsirkan

BAB III PENYAJIAN DATA. tentang analisis kebijakan redaksi dalam penentuan headline (judul berita)

Public Relations Humas Simetris & Objektivitas Pemberitaan Oleh: Rachmat Kriyantono, Ph.D

Komunikasi Massa menurut bittner (Ardianto, 2007:3) adalah pesan yang

INFORMASI PEMILU DI MEDIA SIARAN

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. siaran atau tayangan berita. Menurut Charnley dalam Wahyudi (1996:27) News is

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

Pertemuan Pertemuan 7 13

Kompetensi Dasar 5.1 Mendeskripsikan akuntansi sebagai sistem informasi

ANGGARAN DASAR IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mendapatkan informasi yang akurat.

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan

Modul ke: Komunikasi Massa. Bidang Kajian Komunikasi Massa. Radityo Muhammad, SH.,MA. Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kode Etik Jurnalistik

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan capres dan cawapres dalam meraih suara tak lepas dari

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Perempuan pada kompas.com tahun 2011, tindak kekerasan terhadap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendapatkan informasi dari luar dirinya. Berbagai upaya dilakukan oleh

Marketing Politik; Media dan Pencitraan di Era Multipartai, oleh Roni Tabroni Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta

KOMUNIKASI POLITIK DALAM MEDIA MASSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

III. METODE PENELITIAN. didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. 1 Metode

BAB I PENDAHULUAN. diberitakan oleh mayoritas media mainstream (arus utama) memberitakannya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KERANGKA TEORITIS

BAB IV GAMBARAN UMUM MAJALAH TEMPO DAN GOENAWAN MOHAMAD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Digital Communications Award for Social Media Presence pada News Overview

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa saat ini berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan media massa sangat erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. politik yang dimediasikan media telah masuk keberbagai tempat dan kalangan

KONSEP ETIKA DI RUANG PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah 101 daerah, yang terdiri dari 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN VETERAN JAWA TIMUR

7 Kesalahan yang Perlu Dihindari Startup Saat Ingin Diliput Media

BAB 6 INTERPRETASI, KESIMPULAN, DAN PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. : Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan. mengeluarkan pendapat. Serta ditegaskan dalam Pasal 28F, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan publik dan sebaliknya. Hubungan komunikasi sangat dibutuhkan guna

BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai

Modul. SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA (SMKM-Atjeh) JURNALISTIK MEDIA ELEKTRONIK (FOTOGRAFI) 1 Kamaruddin Hasan 2

BAB I PENDAHULUAN. besarnya manfaat komunikasi yang di dapatkan manusia. 1 Manfaat tersebut berupa

BAB V POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya mencakup struktur, pesan yang disampaikan, sudut pandang, dan nilai.

Etika Jurnalistik dan UU Pers

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan informasi pada setiap detiknya. masyarakat untuk mendapatkan gambaran dari realitas sosial. 1

MEDIA DAN KOMUNIKASI POLITIK (POSISI MEDIA DALAM KONFLIK POLITIK) Wulan Widyasari Shibu lijack

BAB I PENDAHULUAN. artikel ke-20 Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia, (1) Everyone

09Ilmu. Analisis Framing. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

Ciri khas tulisan feature

KONSTRUKSI MEDIA TERHADAP REALITAS PEMBERITAAN PEMILIHAN CALON GUBERNUR DKI, JOKO WIDODO DI HARIAN UMUM SOLOPOS BULAN FEBRUARI-MEI 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB V INTERPRETASI DATA

KOMUNIKASI PEMASARAN POLITIK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kritis dari teori Teun A. Van Dijk terhadap tayangan program paket berita jurnal

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar sarjana S-1 Jurusan Ilmu Komunikasi

Transkripsi:

Modul SEKOLAH MENULIS DAN KAJIAN MEDIA (SMKM-Atjeh) MATERI: 3 INDEPENDENSI DAN OBYEKTIFITAS MEDIA MASSA 1 Kamaruddin Hasan Diakui bahwa berita yang dibuat oleh media massa mengambil bahan baku dari pengalaman dan mengemasnya dalam bentuk cerita. Ia menceritakan kembali, kita menyebutnya realitas. Realitas yang ditampilkan tersebut mencerminkan independensi dan obyektifitas media. Ketika media tidak mampu mengemas sebuah realitas secara obyektif, maka dianggap tidak independen. Barangkali independensi media massa bisa dimaknai sebagai sikap untuk tidak mengikutsertakan kecenderungan pribadi wartawan atau pengelola media dalam proses memotret serta 1 Diambil dari berbagai sumber sebagai bahan diskusi SMKM-Aceh 1

mengekspose sebuah pemberitaan. Sikap ini sebenarnya amat pribadi dan pasti hadir pada setiap benak manusia termasuk wartawan atau pengelola media. Netralitas media diterjemahkan sebagai sebuah kerja yang bebas kepentingan, netral sepenuhnya, obyektif serta melihat peristiwa secara makro. Sejatinya media yang bisa meraih kepercayaan publik adalah mereka yang mendedikasikan kerja profesionalismenya pada kepentingan publik. Itulah yang disebut independensi media. Secara teoritis sistem siaran publik tidaklah bebas, tetapi biasanya terdapat aturan pelindung penjamin adanya independensi kebijakan dan profesionalisme tertentu. Pada jenjang organisasi media, kebebasan dinilai biasanya dinilai berdasarkan kadar kontrol yang dijalankan oleh para pemilik dan manager terhadap para komunikator, serta kontrol yang kenakan oleh para komunikator itu sendiri terhadap para bawahannya (jurnalis, pengarang, seniman dll) dalam wadah organisasi yang seringkali bersifat birokratis dan hierarkis. Semua masalah utama berkaitan dengan kebebasan editorial dari para pemilik dan pelaksana kontrol, kebebasan jurnalistik internal, serta kebebasan kreatif. Semua pandangan menyangkut kebebasan media itu tidak memberi jaminan akan adanya iklim ideal yang tanpa tekanan apaapa, tetapi dapat memberi harapan bahwa media akan mampu melakukan berbagai upaya aktif untuk menciptakan dan memelihara suasana independensi serta menolak kontrol ekternal yang dipaksakan atau konformitas dengan kelompok yang mementingkan diri sendiri. Kebebasan dan independensi media harus diarahkan agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan khalayak media, bukannya sekedar untuk membebaskan media dan para pemiliknya dari kewajiban memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat. Selain faktor internal media yang menentukan obyektifitas media juga faktor ekternal seperti pengaruh kekuasaan, ekonomi. Media cenderung tidak 2

memanfaatkan kenetralannya untuk menentang hubungan kekuasaan yang ada dan mudah rentan untuk berasimilasi dengan pemegang kekuasaan. Media cenderung lebih berfungsi, melindungi atau menonjolkan kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan ekonomi atau politik. Dalam kaitan ini Mc.Quil mengemukan tiga hal; pertama, media melindungi atau memperbesar lingkup otonominya dalam kaitannya dengan sumber akhir kekuasaan politik dan ekonomi dengan mengembangkan sikap obyektif, terbuka, netral dan menyeimbangkan sehingga media menciptakan jarak dari kekuasaan tanpa menimbulkan konflik. Kedua, upaya mengendalikan lingkungan pekerjaan dalam organisasi media dalam kadar tertentu menimbulkan kerutinan, standarisasi dan kehilangan kreatifitas. Ketiga, upaya membatasi atau mengelola tuntutan audiens menimbulkan upaya melepaskan diri dari publik. Padahal media tidak dapat terlepas dari publik. Dedy N Hidayat (alm), 2001 berpendapat, "media massa berfungsi memasok dan menyebarluaskan informasi yang diperlukan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik dengan menempatkan dirinya sebagai wadah independen dimana isu-isu permasalahan umum bisa diperdebatkan". Sekali lagi, posisi media sebagai ruang dialog membutuhkan landasan filosofis independen dan landasan praktis netralitas yang perlu dijaganya. Tanpa kemauan baik pengelola media untuk menjaga martabatnya seraya memenuhi kepentingan bisnis saja, bisa diprediksi kualitas demokrasi akan berjalan secara absurd disamping fungsi media untuk melakukan edukasi sekadar "pemanis bibir" dari pembicaraan publik tentang media. Kemauan baik tersebut bisa diwujudkan dalam upaya memperbaiki kesejahteraan jurnalis, ketegasan lembaga terkait media dalam menegakkan aturan, disiplin dan kejujuran wartawan terjaga serta betulbetul teguh untuk tidak mengintervensi setiap pemberitaan, dengan memasukkan kecenderungan pribadi secara berlebihan. Memang 3

mengidealkan posisi media yang netral dan independen kadang terasa amat berat bahkan utopis, ketika kepentingan bisnis yang berorientasi profit telah menjadi kekuatan yang sulit dielakkan. Namun begitu bisa dicari jalan kompromistik dengan tetap menjaga isi pemberitaan yang mendekati netral dan independen, namun tetap mampu mengemas ke dalam berita yang bernilai ekonomis tinggi. Mengenai kondisi dilematis sejumlah media di Indonesia yang di satu-sisi kepemilikannya dikuasai oleh para pemegang saham yang dekat dengan lingkar partai politik, sedangkan di sisi lain mereka harus independensi hal ini juga dialami oleh sejumlah media di Amerika Serikat yang mempunyai banyak latar belakang. Sehingga antara independensi dan dependensi hanya dibatasi oleh garis yang sangat tipis. Di satu sisi netralitas menjadi harga mati oleh pengelola media dan wartawannya, namun disisi lain ada dependensi atau mempertahankan kepentingan mereka. Jadi memang memerlukan kearifan dan kecerdasan dalam mengelola media jika berhadapan dengan situasi seperti itu. Dan disitulah seni mengelola media massa secara profesional, media tetap harus netral dan independen. Dalam perkembangan muthakhirnya minimal media memiliki tiga kepentingan utama; kepentingan ekonomi ( economic interest), kepentingan kekuasaan ( power interest) dan kepentingan public. Kepentingan public inilah sebenarnya yang mendasar, dan media menjadi ruang publik/public sphere yang obyektif. Ironinya public sphere malah sering terabaikan yang diakibatkan oleh kuatnya kepentingan ekonomi dan kekuasaan. Kuatnya kepentingan inilah sesungguhnya membuat media tidak obyektif/netral, jujur, adil dan terbuka. Yang pada akhirnya menimbulkan persoalan obyektivitas pengetahuan dan independensi media. Yasraf Amir Pilliang dalam post realitas 2004, menyebutkan, kepentingan ekonomi dan kekuasaan akan menentukan apakah informasi yang 4

disampaikan mengandung kebenaran ( truth), atau kebenaran palsu (psedo-truth); menyampaikan obyektivitas atau subyektivitas; bersifat netral atau berpihak; mempresentasikan fakta atau memelintir fakta; menggambarkan realitas atau menyimulasi realitas. Masyarakat umumnya berada diantara dua kepentingan utama media, yang menjadikan masyarakat mayoritas diam, tidak memiliki kekuatan/kekuasaan dalam membangun dan menentukan informasi milik mereka sendiri. Hegemoni dan politik media inilah yang mesti diseimbangkan dengan kepentingan publik, yang pada dasarnya pemilik informasi. Media berkewajiban untuk menyajikan liputan secara berimbang ( cover both side), check and rechech serta balancing reporting. Harus diakui bahwa media memiliki kekuatan mulai dari proses pembingkaian ( framing), teknik pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan angle, penambahan atau pengurangan foto dan gambar serta lainnya. Sebenarnya media massa punya potensi untuk jadi peredam, pencerahan atau pun pendorong dan memperdalam munculnya konflik. Media bisa memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau sebaliknya. Mengaburkan dan mengeleminirnya. Media bisa merekonstruksi realitas, tapi juga bisa menghadirkan hiperrealitas atau realitas semu yang dapat membingungkan masyarakat. Sebagai contoh kaidah media big name big news, no name no news, dalam paradigma wacana media. Karena diakui bahwa media dalam memberitakan sebuah realitas atau isu yang dapat mendatangkan konflik dalam masyarakat, yaitu sebagai issue intensifier dimana media berposisi memunculkan isu atau konflik dan mempertajamnya. Dengan posisi sebagai intersifier, media mem-blow up realitas yang jadi isu sehingga seluruh dimensi isu menjadi transparan. Sebagai conflict diminisher, yakni media menenggelamkan suatu isu atau konflik. Secara sengaja media meniadakan isu tersebut, terutama bila 5

menyangkut kepentingan media bersangkutan, bisa kepentingan ideologis atau prakmatis. Selain itu juga media dapat memposisikan diri sebagai conflict resolution, yaitu media menjadi mediator dan fasilitator dengan menampilkan isu dari berbagai perspektif serta mengarahkan para pihak pada penyelesaian dan berita yang seimbang. Y ang sering terjadi adalah posisi media sebagai memunculkan isu/konflik dan mempertajamnya sebagai comunity kepentingan. Pencampur adukan perekayaan antara kepalsuan dan realitas ini (simulacra) atau hiperrealitas mengakibatkan konflik tidak akan pernah selesai, tentu dalam wajah dan bentuk baru. ============= 6