BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bermartabat. Kemiskinan menurut PBB didefenisikan sebagai kondisi di mana

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses multidimensional

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kemiskinan. Berdasarkan tujuan pembangunan Millennium

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan. dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

II. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang mencolok (Todaro dan Smith, 2011:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu isi deklarasi milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Perkapita Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Di Provinsi Riau. Vol. II, No. 02, (Oktober, 2015), 1-2.

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT SEPTEMBER 2011 RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

PENDAHULUAN Latar Belakang

KEMISKINAN KABUPATEN KEPULAUAN SIAU TAGULANDANG BIARO TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah pembangunan Indonesia seutuhnya. Kemiskinan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Hasil dari pembangunan ekonomi

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TABEL MATRIK REALISASI CAPAIAN KINERJA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH YANG TERKAIT LANGSUNG DENGAN TARGET RPJMD KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan. buatan serta sumberdaya sosial (Maulidyah, 2014).

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

BAB I PENDAHULUAN. penanganan yang tepat agar dapat segera teratasi. Indonesia merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. Abstrak :

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Faktor Penyebabnya. Oleh: Sunaryo Urip

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2015

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

DAFTAR ISI. RAD MDGs Jawa Tengah

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. 34 provinsi, tentu memiliki peluang dan hambatannya masing-masing.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan nasional dapat dikatakan berhasil apabila

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2014

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2008

peran menghabiskan sumber daya ekonomi yang tersedia.

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SEPTEMBER TAHUN 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan. suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian KOMPAS.com,

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT MARET 2010

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal dan selalu ada di setiap peradaban manusia. Oleh karena itu beralasan sekali bila mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia dalam setiap zamannya tidak pernah lepas dari orangorang miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan bukanlah masalah di tingkat dunia saja. Indonesia sebagai negara masih berkembang juga mengalami masalah ini sejak kemerdekaannya hingga saat ini. Perhitungan jumlah penduduk miskin tingkat nasional dan provinsi di Indonesia telah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) (Saleh, 2002). Pada tahun 2000 beberapa negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Indonesia menandatangani Deklarasi Milenium yang menunjukkan komitmen bangsa-bangsa tersebut untuk mencapai delapan sasaran pembangunan milenium (Millenium Development Goals-MDGs) dimana salah satu poinnya adalah pengentasan kemiskinan. Hal tersebut menunjukkan pentingnya masalah kemiskinan untuk diatasi sehingga taraf kehidupan rakyat menjadi lebih berkualitas (Widiastuti, 2010). Dilihat dari Gambar 1.1, jumlah penduduk miskin di Indonesia sejak tahun 1996 adalah sebesar 34 juta atau sekitar 17,5 persen penduduk di Indonesia tercatat sebagai penduduk miskin. Bahkan pada 1998 jumlahnya meningkat pesat 1

menjadi 49,5 juta atau 24 persen, yang merupakan dampak dari krisis. Setelah krisis, tren jumlah penduduk miskin mulai membaik dan jumlahnya terus menurun sampai pada tahun 2005. Kemiskinan kembali meningkat pada tahun 2006, dari 35,1 juta (16 persen) menjadi 39,3 juta jiwa (17,8 persen). Tingkat kemiskinan di Indonesia akhirnya menunjukkan tren yang mulai kembali membaik setelah tahun 2006. Mulai dari 37,2 juta pada tahun 2007, 35 juta pada tahun 2008, 32,5 juta pada 2009, 31 juta pada tahun 2010, 30 juta pada 2011, 28,6 pada September 2012 dan terakhir 28,07 juta pada Maret 2013. Gambar 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia 49,5 34 35,1 39,3 31,02 29,13 28,07 24,2 17,5 16 17,8 14,15 12,49 11,37 Jumlah (juta) Persentase Sumber: BPS (diolah) Salah satu data kemiskinan yang mengundang polemik panjang adalah data kemiskinan bulan 2006. BPS mengumumkan jumlah penduduk miskin naik dari 35,1 juta (16,0 persen) pada 2005 menjadi 39,30 juta (17,8 persen) pada 2006 karena kenaikan harga BBM (BPS, 2011). 2

Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 28,59 juta orang (11,66 persen) (BPS, 2013). Permasalahan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang dihadapi setiap Provinsi di Indonesia, tidak terkecuali di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 1.1 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara umum penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan sejak tahun 2001 sampai tahun 2005. Yaitu sebesar 767,6 ribu jiwa pada tahun 2001 menjadi 625,8 ribu pada tahun 2005. Pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 648,7 ribu. Pada tahun 2007 sampai 2010 jumlah penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mulai menunjukkan tren yang membaik. Tercatat jumlah penduduk miskin menurun dari 633,5 ribu atau 18,99 persen pada 2007 menjadi 577,3 ribu atau 15,63 persen pada 2010. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin menjadi 564,1 ribu jiwa, BPS (2011) melaporkan bahwa kenaikan ini disebabkan oleh laju inflasi 7,45 persen dalam periode Februari 2010 sampai Februari 2011. 3

Tabel 1.1 Penduduk Miskin di DIY Jumlah Tahun % terhadap Jumlah (1000) Penduduk Provinsi 2001 767,6 24,53 2002 635,66 20,14 2003 636,8 19,86 2004 616,2 19,14 2005 625,8 18,95 2006 648,7 19,15 2007 633,5 18,99 2008 608,9 18,02 2009 574,9 16,86 2010 540,4 15,63 2011 564,3 16,14 2012 562,1 15,88 Sumber BPS (diolah) Selain itu jika kita melihat pada tabel 1.2, kita dapat membandingkan jumlah penduduk miskin antar provinsi di Pulau Jawa. Dapat dikatakan bahwa secara umum, jumlah penduduk miskin di Pulau Jawa mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai 2012. Rata-rata jumlah penduduk miskin di Pulau jawa paling tinggi terdapat di provinsi Jawa Timur dengan rata-rata 5945,87 ribu jiwa, kemudian di Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan terakhir Jakarta. 4

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Miskin di Jawa 2007-2012 (ribu jiwa) Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 2012 DKI Jakarta 405,7 379,6 323,2 312,2 363,42 366,8 Jawa Barat 5.457,9 5.322,4 4.983,6 4.773,7 4.648,63 4.421,5 Jawa Tengah 6.557,2 6.189,6 5.725,7 5.369,2 5.107,36 4.863,4 DIY 633,5 608,9 574,9 540,4 564,3 562,1 Jawa Timur 7.155,3 6.651,3 6.022,6 5.529,3 5.356,21 4.960,5 Banten 886,2 816,7 788,1 758,2 690,49 648,3 Sumber: BPS (diolah) Gambar 1.2 Rata-rata Jumlah Penduduk Miskin di Jawa 2007-2012 (ribu jiwa) 5945,87 5635,41 4934,62 764,67 580,68 358,49 Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Banten DIY DKI Jakarta Sumber: BPS (diolah) Namun, jika dilihat dari persentasenya (tabel 1.3), ternyata DIY masih memiliki persentase penduduk miskin yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, yaitu sebesar 18,99 persen pada tahun 2007 dan memiliki persentase penduduk miskin tertinggi di Jawa pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012. Selain itu, persentase penduduk miskin di DIY selalu lebih tinggi dari persentase penduduk miskin Indonesia. Gambar 1.3 bahkan 5

menunjukkan bahwa DIY menempati posisi kedua dalam hal rata-rata persentase penduduk miskin terbesar di Pulau Jawa setelah Jawa Tengah. Tabel 1.3 Persentase Penduduk Miskin di Jawa 2007-2012 Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata DKI Jakarta 4,61 4,29 3,62 3,48 3,75 3,7 3,91 Jawa Barat 13,55 13,01 11,96 11,27 10,65 9,89 11,72 Jawa Tengah 20,43 19,23 17,72 16,56 15,76 14,98 17,45 Jawa Timur 19,98 18,51 16,68 15,26 14,23 13,08 16,29 Banten 9,07 8,15 7,64 7,16 6,32 5,71 7,34 Indonesia 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,66 13,94 DI Yogyakarta 18,99 18,02 16,86 15,63 16,14 15,88 16,92 Sumber: BPS (diolah) Gambar 1.3 Rata-rata Persentase Penduduk Miskin Jawa Tahun 2007-2012 Sumber: BPS (diolah) 1.2 Rumusan Masalah Relatif tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya disebabkan oleh beberapa faktor. Lebih lanjut penelitian ini 6

akan membahas bagaimana pengaruh PDRB per kapita, angka melek huruf yang merupakan indikator pendidikan, angka harapan hidup yang merupakan indikator kesehatan, dan jumlah pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011. Dari uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang diteliti yaitu: 1. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011. 2. Bagaimana pengaruh angka melek huruf terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011. 3. Bagaimana pengaruh angka harapan hidup terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011 4. Bagaimana pengaruh jumlah pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011. 7

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh PDRB per kapita terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011. 2. Menganalisis pengaruh angka melek huruf terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011. 3. Menganalisis pengaruh angka harapan hidup terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011 4. Menganalisis pengaruh jumlah pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2006-2011. 1.4 Model Penelitian Model dalam penelitian ini adalah model yang berasal dari modifikasi jurnal berjudul Faktor-Faktor Penentu Tingkat Kemiskinan Regional di Indonesia (Saleh, 2002) yang merupakan model estimasi dengan menggunakan data panel. Adapun bentuk modelnya adalah sebagai berikut: 8

Dimana POV adalah persentase penduduk miskin yang merupakan variabel terikat. Sedangkan X j adalah variabel-variabel penjelas, i dan t adalah adalah kabupaten/kota ke-i dan waktu ke-t. Variabel-variabel independen (penjelas) dalam penelitian ini umumnya berasal dari model penelitian Saleh (2002), Dewandari (2013), Setiawan (2013), dan Jha (2001). Tentu saja tidak semua variabel-variabel dalam penelitian tersebut diikutsertakan. Variabel-variabel itu adalah sebagai berikut: 1. PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 2000 2. Angka melek huruf 3. Angka harapan hidup 4. Jumlah pengeluaran pemerintah untuk kesehatan 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memerangi kemiskinan. 9

2. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi dan membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan masalah kemiskinan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai kemiskinan ini hanya terbatas pada kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2006-2011. Penjelasan mengenai kemiskinan di DIY dijelaskan oleh persentase penduduk miskin. Variabel yang diteliti dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah PDRB per kapita, angka melek huruf, angka harapan hidup dan jumlah pengeluaran pemerintah untuk kesehatan. Alat analisis yang digunakan adalah regresi data panel. 10