PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

BAB II TINJAUAN UMUM

HIDROGEOLOGI DAERAH RENCANA PENAMBANGAN BATUBARA OPEN- PIT PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Penyelidikan potensi air tanah skala 1: atau lebih besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB II TINJAUAN UMUM

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

Jurnal APLIKASI ISSN X

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

PEDOMAN TEKNIS EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

KONDISI W I L A Y A H

PENGERTIAN HIDROLOGI

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

BAB II TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

Gambar 2.1. Peta administrasi kota Semarang (Citra Ikonos, 2012)

PROYEKSI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN AIR INDUSTRI DI KABUPATEN TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB II TINJAUAN UMUM

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB II TINJAUAN UMUM

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

INVENTARISASI BATUBARA BERSISTIM DI DAERAH SUNGAI SANTAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

Transkripsi:

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan Airtanah Balikpapan mencakup seluruh wilayah Dati II Kotamadya Balikpapan yang berkoordinat geografis 116 0 44 00-107 0 02 00 Bujur Timur dan 1 0 02 00-1 0 18 00 Lintang Selatan. Luas wilayahnya ± 500 km 2. Penyelidikan ini merupakan kegiatan awal yang bertujuan untuk memperoleh gambar 17-an mengenai potensi airtanah secara semi-kuantitatif yang meliputi kajian dimensi, geometri, parameter, dan karakteristik akuifer maupun non akuifer serta mengkuantifikasi jumlah dan mutu airtanah yang terkandung di dalamnya. Metode penyelidikan secara umum meliputi kegiatan pengumpulan data sekunder dan data primer (pengukuran dan pengujian lapangan) yang berkaitan dengan sistem airtanah di Cekungan Airtanah Balikpapan, pengujian laboratorium, evaluasi dan analisis data, serta penyusunan laporan. Hasil yang diharapkan dari penyelidikan ini adalah tersedianya data dan informasi awal tentang potensi ketersediaan dan kondisi hidrolika melalui kajian, evaluasi, dan analisis data terkumpul yang dituangkan dalam bentuk laporan yang disertai dengan penjelasan berupa peta potensi cekungan airtanah berikut peta muka airtanah pada sistem akuifer utama (akuifer dangkal dan akuifer) serta sketsa atau peta-peta tematik yang diperlukan. Data dan informasi awal dari hasil penyelidikan ini diharapkan dapat dipakai acuan untuk pekerjaan perencanaan selanjutnya, baik dalam rangka upaya pemanfaatan airtanah sebagai sumberdaya maupun airtanah sebagai kendala (constraint) bagi kegiatan penambangan batubara jika nantinya menjanjikan untuk dieksploitasi. Berdasarkan jumlah, mutu, dan kedudukan muka airtanah pada setiap sistem akuifer utama, Cekungan Airtanah Balikpapan dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah potensi airtanah sebagai berikut : 1. Wilayah Potensi Airtanah Sedang pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam Wilayah ini menempati Kota Balikpapan dan daerah sepanjang pantai selatan yang membentang dari Klandasan di bagian barat sampai Lamaru di bagian timur, serta di utara yang mendekati batas pemisah air permukaan (surface water divide). 2. Wilayah Potensi Airtanah Kecil pada Akuifer Dangkal dan Sedang pada Akuifer Dalam Wilayah ini menempati bagian sayap Antiklin Klandasan dan Mentawir. 3. Wilayah Potensi Airtanah Rendah pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam Wilayah ini menempati inti Sinklin Wain dan sekitarnya yang berada di bagian tengah daerah penyelidikan. 1. PENDAHULUAN Penyelidikan hidrogeologi Cekungan Airtanah Balikpapan ini merupakan kegiatan awal yang bertujuan untuk memperoleh gambar 17-an mengenai potensi airtanah secara semi-kuantitatif yang meliputi kajian dimensi, geometri, parameter, dan karakteristik akuifer maupun non akuifer serta mengkuantifikasi jumlah dan mutu airtanah yang terkandung di dalamnya. Metode penyelidikan secara umum meliputi kegiatan pengumpulan data sekunder dan data primer (pengukuran dan pengujian lapangan) yang berkaitan dengan sistem airtanah di Cekungan 17-1

Airtanah Balikpapan, pengujian laboratorium, evaluasi dan analisis data, serta penyusunan laporan. Hasil yang diharapkan dari penyelidikan ini adalah tersedianya data dan informasi awal tentang potensi ketersediaan dan kondisi hidrolika melalui kajian, evaluasi, dan analisis data terkumpul yang dituangkan dalam bentuk laporan disertai juga dengan penjelasan peta potensi cekungan airtanah berikut peta muka airtanah pada sistem akuifer utama (akuifer dangkal dan akuifer) dan sketsa atau peta-peta tematik yang diperlukan. Data dan informasi awal dari hasil penyelidikan ini diharapkan dapat dipakai acuan untuk pekerjaan perencanaan selanjutnya, baik dalam rangka upaya pemanfaatan airtanah sebagai sumberdaya maupun airtanah sebagai kendala (constraint) bagi kegiatan penambangan batubara jika nantinya menjanjikan untuk dieksploitasi. 2. Lokasi dan Keadaan Umum Daerah penyelidikan mencakup seluruh wilayah Dati II Kotamadya Balikpapan yang berkoordinat geografis 116 0 44 00-107 0 02 00 Bujur Timur dan 1 0 02 00-1 0 18 00 Lintang Selatan (Gambar 17-1). Luas wilayahnya ± 500 km 2. Morfologi di daerah penyelidikan dibedakan menjadi 2 (dua) satuan morfologi yaitu : satuan pebukitan dan satuan pedataran (Gambar 17-2). Morfologi pebukitan berada pada ketinggian 10-101 meter di atas permukaan laut (maml), kemiringan lereng 10-50, umumnya disusun oleh endapan Tersier dari Formasi Balikpapan Bawah, Formasi Balikpapan Atas dan Formasi Kampungbaru berupa lapisan batupasir, batulanau, batulempung dengan sisipan batubara (Gambar 17-3). Sungai-sungai memperlihatkan pola pengaliran subdendritik. Morfologi pedataran berketinggian 0-20 maml, kemiringan lereng kurang dari 5, disusun oleh endapan aluvial yang terdiri atas lempung, lempung pasiran, pasir dan kerikil. Sungai-sungai di satuan morfologi ini sudah berkelok-kelok dan membentuk lembah berbentuk huruf U yang relatif lebar dengan pola pengaliran subparallel. Tataguna lahan di daerah penyelidikan dibagi menjadi 3 (tiga) daerah yakni daerah pemukiman yang menempati sekitar 10,9 % dari total luas daerah penyelidikan, daerah pertanian (15,85 %), hutan (29,32 %), dan lain-lain penggunaan (43,87 %). Curah hujan tahunan rata-rata antara 1.500 2.676 mm, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada Januari dan terendahnya pada Juli (Gambar 17-4). Suhu udara bulanan rata-rata antara 26,5 C (Februari) dan 27,3 C (Oktober), kelembaban udara nisbi antara 76,8 % (Oktober) dan 86,5 % (Mei). Angka evapotranspirasi potensial sebesar 1.135 mm/tahun. 3. Hasil Penyelidikan Daerah penyelidikan secara hidrogeologis dinamakan Cekungan Airtanah Balikpapan dengan batas-batas : di sebelah utara adalah pemisah air permukaan (surface water divide) yang kedudukannya mendekati sumbu antiklin Mentawir, di sebelah barat adalah Teluk Balikpapan, di sebelah selatan dan timur adalah Selat Makasar. Sistem akuifer utama Cekungan Airtanah Balikpapan dibentuk oleh endapan aluvial, Formasi Balikpapan Atas, dan Formasi Balikpapan Bawah dengan sistem aliran airtanah melalui ruang antar butir dan gabungan antara celahan dan ruang antar butir. Jenisnya terdiri atas akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer) atau akuifer dangkal (shallow aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer) atau akuifer dalam (deep aquifer). Aliran airtanah pada sistem akuifer dangkal secara umum dikontrol oleh kondisi morfologi setempat; di daerah pantai menuju ke arah garis pantai (Gambar 17-5). Pada sistem akuifer dalam, berdasarkan data sumur-sumurbor yang tersedia dan terkonsentrasikan di sekitar Kota Balikpapan, aliran airtanah menuju ke arah selatan (Gambar 17-6). Jumlah airtanah di Cekungan Balikpapan, berdasarkan hasil penghitungan dengan metode neraca air, sekitar 197,8 juta m 3 /tahun atau sekitar 16 % dari curah hujan tahunan di cekungan. Sebagian dari jumlah airtanah tersebut mengalir secara wajar pada sistem akuifer dalam sebesar 15,3 juta m 3 /tahun. Daerah imbuh (recharge area) sistem akuifer dalam itu terletak di bagian utara daerah penyelidikan yang mencakup daerah Tempadu, Balikpapan Barat dan sekitarnya. Berdasarkan jumlah, mutu, dan kedudukan muka airtanah pada setiap sistem akuifer utama, daerah penyelidikan dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah potensi airtanah, yakni (Gambar 17-7): 17-2

1. Wilayah Potensi Airtanah Sedang pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam Wilayah ini menempati Kota Balikpapan dan daerah sepanjang pantai selatan yang membentang dari Klandasan di bagian barat sampai Lamaru di timurnya, serta di utara yang mendekati batas pemisah air permukaan. Akuifer dangkal berkedudukan antara 1,0-20 meter di bawah muka tanah setempat (mbmt), kedalaman sumurgali antara 1,5 6,3 mbmt, kedudukan muka airtanah statis (MAS) antara 0,2 3,8 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0-3,5 m, harga kelulusan (K) antara 1,8 x 10-3 - 2,6 x 10-3 cm/dtk, harga keterusan (T) antara 10,1-37,7 m 2 /hari, debit jenis (Qs) antara 0,17-0,21 l/dtk/m, debit optimum (Qopt) antara 2,2 3,5 l/dtk, mutu airtanah cukup memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berada pada kedudukan antara 25-250 mbmt, MAS sekitar 3,8-29 mbmt, K antara 10-3 - 11 x 10-2 cm/dtk, T antara 10-750 m 2 /hari, Qs antara 0,54-0,80 l/dtk/m, Qopt antara 5,4-12 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang disarankan untuk air minum. 2. Wilayah Potensi Airtanah Kecil pada Akuifer Dangkal dan Sedang pada Akuifer Dalam Wilayah ini menempati bagian sayap Antiklin Klandasan dan Mentawir. Akuifer dangkal berkedudukan antara 0,9-17,0 mbmt, kedalaman sumurgali antara 1,5 hingga lebih dari 5,0 mbmt, MAS antara 0,25 13,00 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0 5,0 m, K antara 10-3 - 11 x 10-2 cm/dtk, T antara 0,7-16,7 m 2 /hari, Qs antara 0,17-0,21 l/dtk/m, Qopt antara 1,2-1,7 l/dtk, mutu airtanah akuifer ini umumnya memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berada pada kedudukan antara 30-250 mbmt, MAS sekitar 3,7-70,0 mbmt, K antara 10-3 - 11 x 10-2 cm/dtk, T antara 10,5-35,8 m 2 /hari, Qs antara 0,35-0,54 l/dtk/m, Qopt antara 3,5-8,1 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang disarankan untuk air minum. 3. Wilayah Potensi Airtanah Rendah pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam Wilayah ini menempati inti Sinklin Wain dan sekitarnya yang berada di bagian tengah daerah penyelidikan. Akuifer dangkal diperkirakan berkedudukan antara 1,1-20,0 mbmt, kedalaman sumurgali antara 1,5 hingga lebih dari 5,0 mbmt, MAS antara 0,25 13,00 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0 5,0 m, K antara 10-3 - 11 x 10-2 cm/dtk, T antara 0,7-1,26 m 2 /hari, Qs antara 0,16-0,21 l/dtk/m, Qopt < 2,0 l/dtk, mutu airtanah umumnya cukup memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berkedudukan 50-300 mbmt namun umumnya lebih dalam dari 150 mbmt, MAS sekitar 0,02-1,59 mbmt, K antara 10-3 - 11 x 10-2 cm/dtk, T sekitar 30 m 2 /hari, Qs lebih kecil dari 0,3 l/dtk/m, Qopt < 2 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang disarankan untuk air minum. 4. Kesimpulan dan Saran 1. Hasil penyelidikan hidrogeologi tahap awal menunjukkan bahwa akuifer cukup produktif dibentuk oleh endapan aluvial, Formasi Balikpapan Atas, dan Formasi Balikpapan Bawah. Namun tidak di semua tempat yang disusun oleh ketiga satuan batuan tersebut dijumpai kandungan airtanah dalam jumlah yang sama karena tergantung dari tebal akuifer, koefisien kelulusan batuan, dan intensitas celahannya. 2. Penyelidikan hidrogeologi lanjutan bersifat rinci perlu dilakukan, baik dalam rangka upaya pengembangan pemanfaatan airtanah sebagai sumberdaya yang cukup vital untuk berbagai keperluan penyediaan air bersih, maupun rencana kegiatan penambangan batubara di daerah yang prospek. Penyelidikan hidrogeologi rinci tersebut mencakup kegiatan pengeboran eksplorasi berikut pengujian paramater akuifer, dan kuantifikasi airtanah yang disertai dengan skenario pengambilan airtanah dengan menerapkan model simulasi aliran airtanah. 3. Dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan airtanah, baik untuk pemanfaatannya sebagai sumber air bersih maupun sebagai cara untuk mengatasi masalah dalam kegiatan penambangan batubara (dewatering), perlu dibarengi dengan upayaupaya pemulihan potensinya agar sumber daya airtanah tetap terjamin kelestariannya. 17-3

4. Singkapan akuifer (aquifer outcrop) utama Cekungan Airtanah Balikpapan yang telah diidentifikasi sebagai daerah imbuh airtanah (groundwater recharge area) perlu dijadikan kawasan lindung, sehingga kegiatan pengambilan airtanah untuk tujuan apapun di kawasan tersebut dihindari. 17-4

Gambar 17-1. Peta Situasi Daerah Penyelidikan 17-5

Gambar 17-2. Peta Satuan Morfologi Cekungan Airtanah Balikpapan, Kalimantan Timur 17-6

Gambar 17-3. Peta Geologi Cekungan Airtanah Balikpapan, Kalimantan Timur 17-7

Gambar 17-4. Rata-rata Jumlah Curah Hujan Daerah Kalimantan 17-8

Gambar 17-5. Peta Aliran Airtanah Dangkal Cekungan Airtanah Balikpapan, Kalimantan Timur 17-9

17-10 Gambar 17-6. Peta Aliran Airtanah dalam Cekungan Airtanah Balikpapan, Kalimantan Timur

17-11 Gambar 17-7. Peta Potensi Cekungan Airtanah Balikpapan