PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM SIDOARJO MENGGUNAKAN HORIZONTAL ROUGHING FILTER DENGAN MEDIA ANTRASIT DAN PENAMBAHAN KOAGULAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM SIDOARJO MENGGUNAKAN ROUGHING FILTER UPFLOW DENGAN MEDIA PECAHAN GENTENG BETON

PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI INTAKE KARANG PILANG TERHADAP PARAMETER FISIK

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

PENGARUH PENAMBAHAN GEOTEKSTIL PADA UNIT SLOW SAND FILTER UNTUK MENGOLAH AIR SIAP MINUM

PEMANFAATAN AERASI UNTUK MENGURANGI KADAR COD DAN FOSFAT DALAM AIR LIMBAH CAR WASH

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

IMPROVING THE QUALITY OF RIVER WATER BY USING BIOFILTER MEDIATED PROBIOTIC BEVERAGE BOTTLES CASE STUDY WATER RIVER OF SURABAYA (SETREN RIVER JAGIR)

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DIAGRAM ALIR 4. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI INTAKE KARANGPILANG TERHADAP PARAMETER KIMIA

UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM 5

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

PENGOLAHAN AIR BAKU DARI AIR KALI MAS SURABAYA DENGAN ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER TREATMENT OF RAW WATER FROM KALI MAS SURABAYA USING

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

Suarni Saidi Abuzar, Rizki Pramono Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Andalas ABSTRAK

ANALISIS KINERJA AERASI, BAK PENGENDAP, DAN BIOSAND FILTER SEBAGAI PEREDUKSI COD, NITRAT, FOSFAT DAN ZAT PADAT PADA BLACK WATER ARTIFISIAL

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Warna dan Zat Organik

Studi Kinerja Slow Sand Filter dengan Bantuan Lampu Light Emitting-Diode (LED) Putih

PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI MENJADI AIR MINERAL

PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI INTAKE KARANGPILANG TERHADAP PARAMETER BIOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat sebagian besar. menggunakan air sungai / air sumur untuk kegiatan sehari-hari seperti

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang ada dialam. Guna memenuhi berbagai macam kebutuhan

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

Efektifitas Al 2 (SO 4 ) 3 dan FeCl 3 Dalam Pengolahan Air Menggunakan Gravel Bed Flocculator Ditinjau Dari Parameter Kekeruhan dan Total Coli

RESERVOIR 14. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

Resirkulasi Air Tambak Bandeng Dengan Slow Sand Filter

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Persiapan Penelitian. Gambar 15 Dimensi Penampang Basah Bangunan Filtrasi HRF

BAGIAN IV: PEMILIHAN PROSES PENGOLAHAN

EVALUASI TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS AIR BERSIH PADA PDAM TIRTA MON PASE INSTALASI MEUNASAH REUDEUP KABUPATEN ACEH UTARA

PERENCANAAN ULANG INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) PG TOELANGAN, TULANGAN-SIDOARJO

PENERAPAN METODE FILTER CORING DALAM EVALUASI KINERJA FILTER CEPAT PADA PDAM SIDOARJO

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA

GAMBARAN PENGOLAHAN AIR BERSIH DI PDAM KOTA SINGKAWANG

EFEKTIFITAS UNIT SLOW SAND FILTER DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN, SALINITAS, TDS SERTA COD PADA PENGOLAHAN AIR PAYAU MENJADI AIR BERSIH

PROPOSAL PERMOHONAN KERJA PRAKTEK SISTEM PRODUKSI INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) PDAM KOTA MALANG

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

ANALISA KINERJA HORISONTAL BIO-BALL FILTER UNTUK PENGOLAHAN GREY WATER (LIMBAH DOMESTIK)

Teknik Bioseparasi. Dina Wahyu. Genap/ March 2014

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

Available online Pengaruh Ukuran Butiran Dan Ketebalan Lapisan Pasir Terhadap Kualitas

-disiapkan Filter -disusun pada reaktor koagulasi (galon dan botol ukuran 1.5 Liter) -diambil 5 liter dengan gelas ukur

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 04. Yuniati, PhD

EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM LEGUNDI PDAM GRESIK UNIT 4 (100 LITER/ DETIK)

Kajian Efektivitas Aerator dan Penambahan Kapur serta Slow Sand Filter dalam menurunkan kadar Besi air tanah.

UJI KINERJA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PARTIKEL BOARD SECARA AEROBIK

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

3 METODOLOGI PENELITIAN

FLOKULASI 10. Teknik Lingkungan. Program Studi. Nama Mata Kuliah. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Minum. Jumlah SKS 3

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Perbandingan Potensi Berat dan Volume Lumpur yang Dihasilkan oleh IPA Badak Singa PDAM Tirtawening Kota Bandung Menggunakan Data Sekunder dan Primer

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

DISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc.

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

Optimasi Penggunaan Koagulan Dalam Proses Penjernihan Air

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

METODOLOGI PENELITIAN

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman ISSN:

PENINGKATAN KUALITAS AIR PDAM MENGGUNAKAN GERABAH DENGAN LARUTAN PERAK NITRAT (STUDI KASUS JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN)

PENGANTAR BANGUNAN PENGOLAHAN AIR MINUM

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

IRWNS Kinerja Alat Pengolahan Air Minum Portable

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Makna, Ciledug; maka dapat disimpulkan :

PENGOLAHAN AIR BERSIH. PENGOLAHAN UNTUK MENGURANGI KONSENTRASI ZAT Kandungan Fe, CO2 agresif, bakteri yang tinggi

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Portable untuk Kegiatan Usaha Pencucian Mobil di Kota Surabaya

Penggunaan Filter Tembikar Untuk Meningkatkan Kualitas Air Tanah Dangkal Dekat Sungai (Studi Kasus Air Sumur Dekat Sungai Kalimas, Surabaya)

PEMANFAATAN LUMPUR ENDAPAN UNTUK MENURUNKAN KEKERUHAN DENGAN SISTEM BATCH HALIFRIAN NURMANSAH

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

Oleh : Aisyah Rafli Puteri Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Nieke Karnaningroem, MSc

PENJERNIHAN AIR DENGAN METODE SEDIMENTASI

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung PENDAHULUAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

Perancangan Unit Instalasi Pengolahan Air Minum Kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember

II. METODE PENELITIAN

Teori Koagulasi-Flokulasi

PERBANDINGAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DAN ALUM (TAWAS) DALAM MEMPERTAHANKAN ph PADA AIR SUNGAI BELAWAN DI PDAM HAMPARAN PERAK TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

DESAIN ALTERNATIF INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES AEROBIK, ANAEROBIK DAN KOMBINASI ANAEROBIK DAN AEROBIK DI KOTA SURABAYA

PENGARUH MIKROFILTER LILITAN KAIN TERHADAP KUALITAS AIR DARI PDAM CEPU DITINJAU DARI PARAMETER KEKERUHAN, WARNA DAN ZAT ORGANIK

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Agar-agar

Oleh: Rizqi Amalia ( ) Dosen Pembimbing: Welly Herumurti ST. M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi hidro-orologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh

Transkripsi:

1 PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM SIDOARJO MENGGUNAKAN HORIZONTAL ROUGHING FILTER DENGAN MEDIA ANTRASIT DAN PENAMBAHAN KOAGULAN M.Yusrul Hana dan Nie Karnaningroem Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: nie@enviro.its.ac.id Abstrak Bahan baku yang digunakan oleh PDAM Delta Tirta Sidoarjo adalah menggunakan air dari sungai Buduran. Masalah air baku yang digunakan tersebut mempunyai tingkat ruhan yang fluktuatif tertinggi mencapai 2175 NTU pada musim hujan. PDAM Delta Tirta Sidoarjo memiliki dua alternatif pengolahan yaitu dengan ultrafiltrasi dan koagulasi-flokulasi dengan penambahan koagulan berupa Poly Alumunium Chloride (PAC) pada prechlorination. Unit ultrafiltrasi memiliki terbasan yaitu air yang diolah tidak boleh melebihi 600 NTU. Untuk itu diperlukan pengolahan tambahan agar unit ultrafiltrasi dapat berja secara maksimal dan menghasilkan produk air sesuai dengan baku mutu air minum. Dalam penelitian ini digunakan Horizontal Roughing Filter. Sebagai air baku digunakan air baku buatan dengan ruhan 2400 NTU ± 5%, sedangkan variasinya cepatan aliran 0,5 l/jam, 1 am dan 2 am serta dengan penambahan koagulan dan tanpa koagulan. Hasil dari penelitian didapat bahwa % penyisihan ruhan tanpa penambahan koagulan untuk cepatan aliran 0,5 am, 1 am dan 2 am berturut-turut 88,85% dan 86,03%, sedangkan dengan penambahan koagulan 96,9%, 94,5% dan 94,5% untuk cepatan aliran 0,5 am, 1 am dan 2 am. % penyisihan zat organik (tanpa kogulan) dengan cepatan aliran 0,5 am, 1 am dan 2 am adalah 54,5%, 47,4% dan 45,9%, sedangkan dengan penanbahan koagulan 93,1%, 90,7% dan 88,9% untuk cepatan aliran 0,5 am, 1 am dan 2 am. Kata Kunci Keruhan, Antrasit, Horizontal Roughing Filter, Zat Organik. B I. PENDAHULUAN ahan baku yang digunakan oleh PDAM Delta Tirta Sidoarjo menggunakan sungai Buduran. Air Sungai Buduran dengan nilai ruhannya cenderung tinggi, pernah mencapai 2175 NTU dan terendah 1055 NTU. Dari data IPA Siwalanpanji pada bulan Januari 2011, setiap 2 jam dan ditampung pada sumur pengumpul IPA Siwalanpanji ratarata ruhannya 1615 NTU. Keruhan yang terdapat pada air baku IPA Siwalanpanji tersebut disebabkan karena tercampurnya air sungai dengan pasir, lumpur dan pencemar lainnya yang mengandung zat organik, baik limbah domestik maupun limbah industri yang masuk disepanjang sungai Buduran. IPA Siwalanpanji memiliki 2 alternatif pengolahan yaitu dengan ultrafiltrasi dan koagulasi flokulasi. Menurut (Maritha Nilam. K, 2012) bahwa air baku yang diolah dengan unit ultrafiltrasi (seperti di IPA Siwalanpanji), ruhannya tidak boleh melebihi 100 NTU. Hal itu karena dapat mengurangi efektifitas rja membran ultrafiltrasi, sedangkan pada unit koagulasi flokulasi dapat meningkatkan jumlah pemakaian PAC (Poly Aluminium Chloride) atau tawas {Al 2 (SO 4 ) 3 x H 2 O} sebagai koagulan. Oleh karena itu perlu pemikiran alternatif lain yang dapat menurunkan ruhan. Keruhan yang tinggi ±1615 NTU pada air baku IPA Siwalanpanji tersebut dapat diatasi dengan suatu pengolahan yang memiliki prinsip filtrasi (penyaringan) yang merupakan prinsip pengolahan air secara konvensional dalam menurunkan kandungan zat pencemar. Pengolahan dengan filtrasi yang sudah lama digunakan adalah Slow Sand Filter (SSF) dan Rapid Sand Filter (RSF) tidak dapat berfungsi apabila ruhan yang masuk melebihi 50 NTU. Oleh karena itu diperlukan suatu pengolahan pendahuluan yang dapat menurunkan ruhan tersebut, yaitu Roughing Filter (RF). Roughing Filter merupakan pengolahan pendahuluan air dengan ruhan tinggi sebelum masuk SSF (Jayalath dan Padmasari, 1996). Roughing filter diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu Horizontal Roughing Filter (HRF), Vertical roughing Filter (VRF), Upflow Roughing Filter in Series (URFS) dan Downflow Roughing Filter in Series (DRFS) (Wegelin, 1996). Roughing Filter biasanya menggunakan rikil dengan ukuran diameter berbeda-beda, dengan bagian awal menggunakan rikil diameter besar, dan bagian berikutnya menggunakan rikil dengan diameter lebih cil, demikian seterusnya, sehingga pada tiap bagian menyaring padatan dengan ukuran yang berbeda-beda pula (Wegelin, 1996). Menurut Tamar (2004), bahwa Roughing Filter digunakan untuk memisahkan padatan dari air baku sehingga sebagian atau seluruhan padatan tersebut tertahan. RF itu juga berfungsi untuk mengurangi zat organik atau memisahkan material padatan dan dapat meningkatkan kualitas air dari segi

2 micro biologis dan selanjutnya dapat menurunkan parameter kualitas air seperti ruhan, TDS dan zat organik. Adapun kriteria RF untuk air minum berdasarkan hasil penelitian (Tamar, 2004) adalah cepatan filtrasi 1 am panjang RF 5 m ukuran partil 16 2 mm sedangkan menurut Galvis 1998 cepatan filtrasi 1-0,3 am, panjang RF 2 m, ukuran partil 19-25 mm dengan masing-masing jumlah ruangan 3 bagian. Menurut wagelin 1996 ukuran partil media yang digunakan adalah 24 2 mm. Pada penelitian ini digunakan RF diharapkan dapat menurunkan ruhan, kandungan zat organik dan TDS pada air baku IPA Siwalanpanji. Adapun RF yang digunakan adalah tipe HRF dengan menggunakan media antrasit dan aliran air baku yang masuk HRF tanpa dan dengan penambahan koagulan tawas sebagai variabel, serta cepatan aliran yag digunakan 0,5-2 am dan parameter yang diamati adalah ruhan, zat organik dan TDS. A. Pengumpulan Data II. METODOLOGI PENELITIAN Untuk dapat melaksanakan penelitian ini, kami mencari literatur dan data sekunder yang dapat membantu kami mendapatkan gambaran bagaimana kondisi lapangan yang ada pada IPA Siwalanpanji. Studi literatur ini dilakukan dari awal hingga akhir penelitian. Literatur tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai sistem rja roughing filter, mampuan roughing filter,dan dimensi roughing filter. B. Analisis Air baku (Sample) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ruhan dari air yang akan diolah roughing filter. Air baku yang digunakan adalah air dengan ruhan buatan 2400 NTU ± 5%. Cara pembuatannya yaitu dengan melarutkan lumpur dalam air bersih dan diaduk secara manual. Lumpur yang digunakan merupakan lumpur bebas alum yang berasal dari lumpur pengolahan bak prasedimentasi IPA Ngagel I. Lumpur tersebut masih basah sehingga harus diringkan terlebih dahulu dengan oven bersuhu 180 o sampai massa lumpur tetap. C. Pelaksanaan Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanpa dan dengan penambahan koagulan pada inlet serta cepatan aliran. Kecepatan aliran air baku yang digunakan adalah 0,5 am, 1 am dan 2 am. Air baku dengan ruhan buatan 2400 ± 5% NTU dilewatkan HRF dengan 3 kompartemen masing-masing kompartemen berukuran 25 cm x 25 cm x 25 cm. Masingmasing kompartemen berisi media antrasit berukuran + 2,4 cm, + 1 cm dan + 0,2 cm dimasing masing kompartemen. Pengambilan contoh sampel pada HRF dilakukan di 4 titik (Gambar 3.2), yaitu pada inlet, luaran kompartemen 1, luaran kompartemen 2 dan luaran HRF. Sebelum melaksanakan penelitian pada unit RF dilakukan suatu pengkondisian yang disebut aklimatisasi media. Aklimasi media dilakukan agar terbentuk biofilm pada media, lama aklimatisasi media ± 6 hari. Biofilm tersebut yang akan menurunkan kadar ruhan dan zat organik yang ada pada sampel yang melaluinya. Biofilm yang sudah tumbuh dapat dilihat dengan melakukan tes ruhan apakah sudah turun atau belum atau dapat dilakukan pengelihatan secara fisik dengan diraba jika telah terjadi biofilm permukaan media akan licin D. Parameter Zat Organik Untuk mengetahui zat organik dalam suatu sample, analisis yang digunakan adalah analisis PV dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (KMnO 4 ). E. Parameter Keruhan Analisa yang digunakan untuk mengukur ruhan adalah turbiditymeter. Air yang mau diukur diambil contohnya beberapa mililiter dituangkan dalam tabung khusus yang mudian dibaca ruhannya dengan alat turbiditymeter. F. Parameter Total Dissolved Solid Analisa yang digunakan untuk mengukur padatan terlarut digunakan TDS meter. Air yang mau diukur diambil contohnya beberapa mililiter dituangkan dalam tabung yang mudian prove TDS meter dimasukkan dalam tabung, sehingga terbaca TDS nya. A. Air Baku III. ANALISA DAN PEMBAHASAN Air baku yang digunakan adalah air PDAM yang dicampur dengan lumpur ring (berupa serbuk). Lumpur ring tersebut didapat dengan cara mengeringkan lumpur dengan oven sampai mencapai massa lumpur tetap. Hasil pengukuran kandungan air dalam lumpur adalah 43,62%. Lumpur ring tersebut dilarutkan dalam air sehingga ruhannya mencapai 2400 ± 5% NTU. B. Pengoperasian Unit RF Pada penelitian ini HRF dengan menggunakan media antrasit yang berukuran antara 24-2 mm, dialiri air baku dengan ruhan buatan. Keruhan buatan tersebut dibuat dengan cara melarutkan lumpur yang mempunyai kandungan air sebesar 43,62% dilarutkan dalam air. Percobaan ini diawali dengan mengalirkan air baku dalam HRF secara terus-menerus selama 6 hari, hal ini dimaksudkan agar terbentuk biofilm. Air dengan ruhan buatan ditampung pada dalam bak yang berukuran ±600 liter dialirkan dengan menggunakan pompa dan cepatannya diatur dengan menggunakan valve. Kemudian dilanjutkan percobaan tanpa penambahan koagulan yang dilakukan selama 4 jam per-hari dan diulangi sampai hari empat. Hal ini dimaksudkan untuk membandingkan hasil pengamatan pada hari 1 sampai 4 dan jam 1 sampai -4. Pengambilan sampel untuk dianalisa dilakukan setelah kondisi stedy. Percobaan dilakukan dengan variabel cepatan 0,5 am; 1 am; 2 am, dengan parameter yang diukur adalah ruhan, total padatan terlarut dan kandungan zat organik. Percobaan ini diulang dengan penambahan koagulan (tawas) sebesar 30 ppm. Penambahan koagulan dilakukan pada aliran masuk HRF, hal ini dimaksudkan pada kompartemen 1 mempunyai cepatan linier yang cil dan mengakibatkan

3 faktor tumbukan antar partil menjadi cil sehingga terbentuk flok. Pada kompartemen berikutnya (II dan III) mempunyai porositas cil dan cepatan linier yang semakin besar. Hal ini mengakibatkan flok yang terbentuk akan pecah. C. Pembahasan Keruhan Percobaan dilakukan dengan mengalirkan air baku pada cepatan 0,5 am tanpa penambahan koagulan (tawas) dan air yang telah melewati masing masing kompartemen yang terisi media antrasit diamati dalam setiap perjalanan waktu yaitu pada jam 1 sampai dengan jam 4 dan diulangi lagi pada hari berikutnya sampai pada hari 4. Tabel 1 Prosentase penyisihan ruhan pada Roughing Filter dengan perlakuan I. Hari Jam Inlet Komp I Komp II Outlet % Penyisihan 1 1 2405 1875 877 406 83,11 2 2405 1877 889 417 82,6 3 2405 1892 879 412 82,8 4 2405 1851 871 409 82,9 2 1 2435 1881 898 423 82,6 2 2435 1872 881 430 82,3 3 2435 1862 885 398 83,6 4 2435 1856 853 388 84,1 1 2390 1853 844 380 84,1 3 2 2390 1857 859 367 84,6 3 2390 1833 838 366 84,6 4 2390 1812 843 356 85,1 4 1 2412 1820 857 365 84,8 2 2412 1811 847 355 85,2 3 2412 1798 839 343 85,7 4 2412 1777 843 344 85,8 Pada perlakuan dengan cepatan aliran 2 am tanpa penambahan koagulan (tawas) dan air yang melewati masing masing kompartemen yang terisi media antrasit seperti pada perlakuan tersebut diatas. Hasil yang diamati menunjukkan perubahan ruhan air setelah melewati masing masing kompartemen. Tabel 3 Prosentase penyisihan ruhan pada Roughing Filter dengan perlakuan III. Hari Jam Inlet Komp I Komp II Outlet % Penyisihan 1 1 2380 1992 1335 623 73,8 2 2380 2004 1497 679 71,4 3 2380 1965 1433 642 73 4 2380 1972 1476 589 75,2 2 1 2398 1967 1398 578 75,9 2 2398 1977 1428 612 74,4 3 2398 1954 1388 597 75,1 4 2398 1963 1345 569 76,2 3 1 2373 1973 1309 540 77,2 2 2373 1943 1411 589 75,1 3 2373 1954 1367 543 77,1 4 2373 1873 1378 532 77,5 4 1 2408 1891 1398 402 83,3 2 2408 1820 1332 498 79,3 3 2408 1845 1307 474 803 4 2408 1854 1343 442 81,6 Dari Tabel 1 sampai dengan Tabel 3 dapat dibuat gambar hubungan antara % penyisihan ruhan air rata-rata pada hari pertama sampai hari empat dengan cepatan air masuk HRF dan disajikan pada Gambar 1 Tabel 2 Prosentase penyisihan ruhan pada Roughing Filter dengan perlakuan II Hari Jam Inlet Komp I Komp II Outlet % Penyisihan 1 1 2411 1992 1084 492 79,5 2 2411 2004 1203 577 76,1 3 2411 1965 1130 534 77,8 4 2411 1972 1098 532 77,9 2 1 2398 1967 1021 522 78,2 2 2398 1977 1053 546 77,2 3 2398 1954 987 487 79,7 4 2398 1963 1023 446 81,4 3 1 2421 1973 1001 403 83,3 2 2421 1943 1087 439 81,8 3 2421 1954 998 416 82,8 4 2421 1939 1006 397 83,6 4 1 2430 1943 987 385 84,1 2 2430 1932 996 399 83,5 3 2430 1856 983 403 83,4 4 2430 1878 986 378 83,6 Pada Tabel 2 percobaan dilakukan dengan cepatan 1 am tanpa penambahan koagulan (tawas) dan air yang telah melewati masing masing kompartemen yang terisi media antrasit diamati dalam setiap perjalan waktu yaitu pada jam 1 sampai dengan jam 4 dan diulangi lagi pada hari berikutnya sampai pada hari 4 Gambar 1 Hubungan prosentase penyisihan ruhan dengan hari percobaan tanpa menggunakan koagulan sebagai parameter cepatan aliran. Penambahan koagulan (tawas) yang injeksikan pada aliran inlet sebelum masuk RF horizontal dengan cepatan aliran 0,5 am. Pengamatan dilakukan pada jam 1 sampai dengan jam 4. Pengamatan tersebut diulangi sampai hari 4. Air yang telah melewati masing masing kompartemen yang terisi media antrasit diamati ruhannya seperti disajikan pada Tabel 4.

4 Tabel 4 Prosentase penyisihan ruhan pada Roughing Filter dengan perlakuan IV. Hari Jam Inlet Komp I Komp II Outlet % Penyisihan 1 1 2445 1748 744 82 96,6 2 2445 1775 743 85 96,5 3 2445 1798 658 73 97 4 2445 1697 653 76 96,9 2 1 2421 1667 703 92 96,2 2 2421 1702 699 83 96,6 3 2421 1688 654 75 96,9 4 2421 1680 660 78 96,8 3 1 2397 1657 645 69 97,1 2 2397 1687 659 73 97 3 2397 1602 641 72 97 4 2397 1643 634 71 97 4 1 2411 1677 644 74 96,9 2 2411 1698 637 79 96,7 3 2411 1667 652 75 96,9 4 2411 1653 649 72 96,9 dapat menyaring partil tersuspensi yang terkandung dalam air baku semakin banyak. Gambar 3. Hubungan antara % penyisihan ruhan air luar dari setiap kompartemen dengan cepatan aliran. D. Pembahasan Zat Organik Nilai permanganat (PV) adalah jumlah kalium permanganat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik yang ada di dalam air. Tabel 5 Prosentase penyisihan kandungan zat organik dalam air pada Roughing Filter dengan perlakuan I. Hari Inlet Kompart I Kompart II Outlet %Penyisihan PV 1 131 121 95 64 51,1 2 149 135 103 68 54,4 3 171 149 119 72 54,4 4 189 157 121 79 58,2 Gambar 2 Hubungan prosentase penyisihan ruhan dengan hari percobaan menggunakan koagulan sebagai parameter cepatan aliran. Dari Gambar 1 dan Gambar 2 terlihat bahwa semakin besar cepatan aliran air baku masuk HRF prosentase penyisihan ruhan semakin cil. Hal ini disebabkan karena waktu tinggal air baku didalam HRF semakin cepat. Penambahan koagulan tawas 30 ppm (Gambar 2) yang diinjeksikan di air baku masuk HRF memberikan kontribusi yang sangat jelas. Prosentase penurunan ruhan tanpa penambahan koagulan dengan cepatan 0,5 adalah 84,5% sedangkan dengan penambahan koagulan tawas 30 ppm adalah 96,9%. Hal ini disebabkan dengan penambahan koagulan, ukuran flok semakin besar sehingga tertahan diruang antar partil. Sedangkan hubungan antara % penyisihan ruhan air luar dari setiap kompartemen dengan cepatan aliran disajikan di Gambar 3. Untuk cepatan yang sama semakin cil ukuran media partil pengisi maka ruhan air yang luar dari kompartemen semakin cil. Hal ini disebabkan karena ruang kosong antar partil (porositas, ɛ) semakin cil, sehingga Gambar 4: Hubungan antara kandungan zat organik dengan waktu percobaan (hari) pada perlakuan I Dari tabel 5 dan gambar 4 terlihat hasil prosentase penyisihan kandungan zat organik dalam air tanpa penambahan koagulan dengan cepatan 0,5 am pada hari pertama sampai dengan hari empat menunjukkan bahwa semakin lama (hari) prosentase penyisihan PV semakin besar. Hal ini disebabkan, semakin lama semakin banyak partil yang menempel pada bahan isian dan akan terbentuk biofilm pada permukaannya. Adanya biofilm dipermukaan partil akan semakin banyak mikroorganisme yang terbentuk dan akan mendegradasi zat organik dalam air sehingga prosentase penyisihan akan semakin tinggi.

5 menunjukkan perubahan yang jelas. Bila dibandingan dengan gambar 4 (tanpa koagulan dengan cepatan aliran 0,5 am), ternyata prosentase penyisihan PV lebih besar dengan menggunakan koagulan tawas. Hal ini disebabkan dengan menggunakan koagulan semakin banyak zat organik yang menempel pada media antrasit sehingga semakin banyak biofilm yang terbentuk dan akan semakin banyak zat organik yang terdegradasi. Gambar 5 Hubungan antara kandungan zat organik dengan waktu percobaan (hari) pada perlakuan II Dari Gambar 5 jadiannya juga sama yaitu pada hari pertama sampai dengan hari -empat menunjukkan bahwa semakin lama (hari) prosentase penyisihan PV semakin besar, tapi % penyisihan dengan cepatan 1 am lebih cil bila dibandingan dengan cepatan 0,5 am, hal ini disebabkan karena waktu tinggal untuk terjadinya degradasi zat organik semakin cepat. Gambar 8: Hubungan antara kandungan zat organik dengan waktu percobaan (hari) pada perlakuan V Gambar 6: Hubungan antara kandungan zat organik dengan waktu percobaan (hari) pada perlakuan III Dari Gambar 6 jadiannya juga sama yaitu pada hari pertama sampai dengan hari -empat menunjukkan bahwa semakin lama (hari) prosentase penyisihan PV semakin besar, tapi % penyisihan dengan cepatan 2 am lebih cil bila dibandingan dengan cepatan 1 am, hal ini disebabkan karena waktu tinggal untuk terjadinya degradasi zat organik semakin cepat. Dari gambar 8 kandungan zat organik dalam air dengan penambahan koagulan tawas pada cepatan 1 am untuk hari pertama sampai dengan hari -empat menunjukkan bahwa semakin lama (hari) prosentase penyisihan PV tidak menunjukkan pperubahan yang jelas bila dibandingan dengan gambar 5 (tanpa koagulan dengan cepatan aliran 1 am), ternyata prosentase penyisihan PV lebih besar bila dibandingkan dengan penambahan koagulan dalam cepatan yang sama. Hal ini disebabkan dengan penambahan koagulan, akan terbentuk flok yang lebih banyak dan besar yang akan menempel pada media antrasit dan membentuk biofilm. Dengan semakin banyaknya biofilm yang terbentuk maka akan semakin banyak zat organik yang terdegradasi. Tabel 6: Hubungan prosentase penurunan zat organik pada setiap cepatan aliran HARI TANPA KOAGULAN DENGAN KOAGULAN 1 2 3 4 V= 0,5 51,1 54,4 54,5 58,2 V= 1 46,3 45,6 50,2 49,2 V= 2 45,6 44,7 47,0 48-0 V= 0,5 93,6 90,8 93,9 92,9 V= 1 93,1 90,8 89,3 90,7 V= 2 88,5 90,5 88,9 87,7 Gambar 7 Hubungan antara kandungan zat organik dengan waktu percobaan (hari) pada perlakuan IV Dari gambar 7 kandungan zat organik dalam air dengan penambahan koagulan tawas dengan cepatan 0,5 am untuk hari pertama sampai dengan hari -empat menunjukkan bahwa semakin lama (hari) prosentase penyisihan PV tidak Dari Tabel 6 terlihat bahwa semakin rendah cepatan aliran, semakin tinggi prosentasi penyisihan zat organik (PV) hal ini disebabkan, semakin rendah cepatan aliran, semakin banyak partil yang menempel pada bahan isian dan akan terbentuk biofilm pada permukaannya. Adanya biofilm dipermukaan partil akan semakin banyak mikroorganisme yang terbentuk dan akan mendegradasi zat organik dalam air sehingga prosentase penyisihan akan semakin tinggi.

6 E. Hasil Total Padatan Terlarut (TDS) air pada HRF Total padatan terlarut diukur pada jam 1 sampai dengan jam 4 setiap hari dengan ulangan sampai dengan hari 4. Hasil pengukuran TDS untuk setiap kompartemen disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hubungan total padatan terlarut untuk masing-masing cepatan aliran. Kecepatan aliran (am) TDS inlet TDS outlet Tanpa 0,5 425 425 Penambahan 1 415 410 Koagulan 2 430 425 Dengan 0,5 438 417 Penambahan 1 410 402 Koaguluan 2 427 418 Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa Total Padatan Terlarut (TDS) pada aliran masuk HRF yang tanpa penambahan koagulan untuk setiap variabel cepatan tidak terjadi perubahan yang jelas antara TDS umpan masuk dan luar. Hal ini disebabkan pada proses penyaringan dengan HRF yang tersaring hanya zat padat yang tersuspensi sedangkan untuk aliran masuk HRF dengan penambahan koagulan penurunan TDS antara umpan masuk dan luar terjadi penurunan, hal ini disebabkan terjadinya proses penjaringan TDS oleh HRF. [8] APHA, AWWA, AWPCF. 2005. Standart Methods for The Examination of Water and Wastewater 21 st Edition. Washington [9] Barman, Rabindra Nath. 2008. Estimation and Calculation of a Relationship Between Ispersion Number, Reynolds Number, Porosity and Hydraulic Gradient in Horizontal Roughing Filter. India: Jadavpur University,Kolkata. [10] Fitriani, Nurina. 2009. Pengaruh Roughing Filter dan Slow Sand Filter dalam Pengolahan Air Minum pada Inta Karang Pilang Ditinjau Secara Fisik (Keruhan, Warna, dan Ph). Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS. [11] Galvis, C. G. 1996. Development and Evaluation of Multistage Filtration Plants: an Innovative, Robust, and Efficient Water Treatment Technology. Centre for Environmental Health Engineering (CEHE). UK: Guildford. [12] Geankopis, 1983. Transport Processes and Unit Operations, 2 nd Edition. The Ohio University [13] Gerardo. 2006. In Losleben, Tamar Rachelle. 2008. Pilot Study of Horizontal Roughing Filter in Northern Ghana as Pretreatment or Highly Turbid Dugout Water. Massuchessets: Rice University. [14] Horran, N.J. 1990. Biological Wastewater Treatment Theory and Application. England: John Willey and Sons. [15] Kawamura, S. 1991. Integrated Design of Water Treatment Facilities. Canada, USA : John Wiley and Sons Inc. [16] Khopkar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Kuantitatif Jilid 2. Jakarta: Kalman Media Pustaka. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Prosentase penyisihan ruhan, zat organic, TDS tanpa dan dengan penambahan koagulan tawas pada aliran masuk HRF untuk cepatan aliran 0,5 am sebagai berikut: - Keruhan 84,5% dan 96,5%. Zat Organik 54,5% dan 93,1%. Untuk cepatan 1 am sebagai berikut: - Keruhan 80,9% dan 94,5%. Zat Organik 47,4% dan 90,7%. Sedangkan untuk cepatan 2 am sebagai berikut: - Keruhan 76,7% dan 94,5. Zat organik 45,9% dan 88,9%. Prosentase penyisihan ruhan dan zat organik lebih besar dengan menggunakan koagulan pada aliran masuk HRF. Memvariasikan dosis koagulan tawas yang ditambahkan pada aliran masuk HRF. DAFTAR PUSTAKA [1] Al-Bayati, S.A dan Habeeb, Z.S,. 2009,. Evaluation of Horizontal Flow Roughing Filtration. [2] Anonim. 1987. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tentang Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Air Bersih [3] Anonim. 2002. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. [4] Anonim. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. [5] Anonim. 2009. SNI Nomor 7531-2009 tentang Alat Pengolah Air dengan Membran Ultra. [6] Anshori, Ahmad Kali. 2008. Penentuan Keruhan pada Air Reservoir di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal Medan Metode Turbidimetri. Medan: Universitas Sumatera Utara. [7] AWWA. 1990. Water Treatment Plant Design Third Edition. Mc Graw Hill: New York.