BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

Universal Mobile Telecommunication System

BAB II LANDASAN TEORI

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke-tiga (3G), CDMA menjadi teknologi pilihan masa

PENS SISTIM SELULER GENERASI 2 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA By: Prima Kristalina

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SELULER. Komponen fundamental dari suatu sistem GSM (Global System for Mobile

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi person-to-person dapat disajikan dengan tingkat kualitas gambar dan

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

Pengaruh Pilot Pollution terhadap Performansi

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam konferensi WARC (World Administrative Radio Conference) tahun

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

ANALISIS PERHITUNGAN CAKUPAN SINYAL SISTEM WCDMA PADA AREA KAMPUS AKADEMI TEKNIK TELEKOMUNIKASI SANDHY PUTRA PURWOKERTO

BAHAN SIDANGTUGAS AKHIR RIZKI AKBAR

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

MEKANISME HANDOVER PADA SISTEM TELEKOMUNIKASI CDMA

BAB I PENDAHULUAN. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan metode akses kanal

EVALUASI KINERJA ALGORITMA HISTERESIS HARD HANDOFF PADA SISTEM SELULER

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

BAB II TEORI ANTENA. Penemuan teknologi radio adalah kemajuan besar dunia telekomunikasi.

BAB II TEORI DASAR TEKNOLOGI 3G WCDMA

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Migrasi teknologi sistem komunikasi bergerak

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II DASAR TEORI. Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

Bluetooth. Pertemuan III

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH INTERFERENSI TERHADAP KAPASITAS SEL PADA SISTEM WCDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Objective PT3163-HANDOUT-SISK OMBER

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Abstrak

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Topologi Sistem Komunikasi Selular

yang dapat menghubungkan pemakai pada telepon biasa dan pemakai telepon selular

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Makalah Seminar Kerja Praktek UPGRADE POWER TRANSMISSION 3G KEADAAN CONGESTION

Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih & Hendri Septiana* Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti

ANALISIS HANDOFF JARINGAN UMTS DENGAN MODEL PENYISIPAN WLAN PADA PERBATASAN DUA BASE STATION UMTS

BAB II SOFT HANDOFF. bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II TEORI DASAR WCDMA DAN HSDPA. 2.1 Umum Perkembangan teknologi komunikasi bergerak ternyata berkembang

ANALISIS PENYEBAB BLOCKING CALL DAN DROPPED CALL PADA HARI RAYA IDUL FITRI 2012 TERHADAP UNJUK KERJA CDMA X

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI NOMOR : 267 / DIRJEN / 2005 TENTANG

ANALISIS KINERJA ALGORITMA SUBOPTIMAL HANDOVER PADA SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

ANALISIS RSCP PADA HSDPA DAN HSUPA DI WILAYAH KOTA MALANG

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

BAB III PERANCANGAN SFN

SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK. Pemrograman Sistem

BAB II DASAR TEORI.

TUGAS AKHIR PENGARUH KAPASITAS LOCATIONS AREA CODE (LAC) PADA KUALITAS CSSR YANG DIAMATI DI MSS PADA JARINGAN KOMUNIKASI BERGERAK GENERASI KE 3(3G)

BAB II DASAR TEORI. Awal penggunaan dari sistem komunikasi bergerak dimulai pada awal tahun 1970-an.

Dukungan yang diberikan

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

BAB 2 DASAR TEORI. Selain istilah sel, pada sistem seluler dikenal pula istilah cluster yaitu kumpulan

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 WCDMA Perkembangan sistem komunikasi bergerak sudah memasuki generasi ketiga (3G), ini disebabkan meningkatnya kebutuhan dalam berkomunikasi dan bertukar informasi dengan cepat, serta dapat dilakukan dimana saja. Salah satu teknologi 3G yang telah diterapkan di Indonesia adalah Wideband Code Division Multiple Access (WCDMA). WCDMA merupakan standar teknologi Air Interface jaringan Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) yang menggunakan teknik modulasi dan metode akses jamak yang bekerja secara khusus pada teknologi Direct Sequence Spread Spectrum (DS-SS), dimana bit-bit informasi tersebar melalui bandwidth yang lebih lebar dengan mengalikan data pengguna dengan bit quasi random disebut sebagai chip yang berasal dari kode penyebar Code Division Multiple Access (CDMA), dalam rangka mendukung bit rate yang sangat tinggi. WCDMA menggunakan satu kanal frekuensi untuk semua penggunanya dan setiap pengguna diberikan kode untuk membedakannya. Tabel 2.1 Parameter utama WCDMA SPESIFIKASI JENIS/NILAI Metode Akses Jamak DS-CDMA Channel bandwidth 5 MHz Spreading Factors 4-256 (uplink) 4-512 (downlink) Chip rate 3,84 Mcps Alokasi Spektrum Uplink 1850-1910 MHz Downlink 2110-2170 MHz Frame length 10 ms Modulasi QPSK (Downlink) BPSK (Uplink) Handover Soft/Softer Handover Hard-Handover Sumber : Holma and Toskala (2004)

Dalam memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh IMT-2000, sistem komunikasi bergerak selular WCDMA dikembangkan dari sistem terdahulu, sehingga mempunyai beberapa fungsi pelayanan dan keunggulan. Adapun fungsi pelayanan dan keunggulannya tersebut antara lain (Santoso, 2006): a. Fleksibilitas layanan WCDMA menerapkan setiap 5 MHz carier untuk menangani layanan yang beragam dari 8 Kbps hingga 2 Mbps. Layanan berbasis circuit switched dan packet switched dapat dikombinasikan kedalam kanal yang sama, sehingga pada satu terminal dapat menerapkan layanan multimedia dengan multiple packet ataupun circuit connection. b. Efisiensi spektrum Penggunaan spektrum radio pada WCDMA sangat efisien. Perencanaan frekuensi reuse tidak diperlukan karena penerapan reuse 1 pada sistem WCDMA. Kapasitas jaringan dapat ditingkatkan dengan beberapa teknik Hierarchical Cell Structures (HCS), Adaptive Antenna Array (AAA) dan coherent demodulation (bi-directional). c. Kapasitas dan cakupan Transcceiver frekuensi radio WCDMA dapat menangani delapan kali lipat user yang menggunakan voice dibandingkan dengan transceiver narrowband. Setiap RF carrier dapat menangani 100 panggilan voice secara simultan atau 50 internet (data) secara simultan. Kapasitas dari WCDMA diperkirakan dua kali dari narrowband CDMA dalam lingkungan urban maupun suburban. Adanya bandwidth yang lebih lebar, penggunaan coherent demodulation dan fast power control pada uplink maupun downlink memberikan threshold penerima yang lebih rendah. d. Ragam layanan perkoneksi Packet dan circuit switched dapat secara bebas digabungkan, dengan variable bandwidth dan kecepatan serta pengiriman yang simultan ke user yang sama dengan kualitas tertentu. Setiap terminal WCDMA dapat mengakses beberapa layanan yang berbeda pada saat yang bersamaan. Hal ini dapat berupa voice atau kombinasi layanan seperti internet, email dan video. Kecepatan data yang bervariasi dapat dicapai dengan menggunakan variabel orthogonal spreading codes dan penyesuaian dari daya keluaran yang ditransmisikan. II-2

e. Efisiensi jaringan Dengan penambahan akses wireless WCDMA kedalam jaringan digital seluler yang telah ada seperti GSM dan inter-networking dua sistem tersebut, jaringan inti dan base station yang sama dapat digunakan. Hubungan antara jaringan akses WCDMA dengan jaringan GSM menggunakan ATM mini-cell transmission protocol, yang dikenal dengan ATM Adaptive Layer 2 (AAL2). Ini merupakan cara yang sangat efisien dalam menangani data paket dalam meningkatkan kapasitas. f. Kapasitas suara yang baik Meskipun tujuan utama dari akses wireless generasi ketiga adalah untuk membawa trafik multimedia dengan bit rate yang tinggi, namun dapat pula mendukung mekanisme efisiensi spektrum dari trafik suara. Sebagai contoh, setiap operator dengan alokasi spektrum 2x15 MHz dapat menangani setidaknya 192 panggilan suara per sel sektor. g. Keterbukaan Akses Dengan sistem dual-mode pada terminal, mekanisme akses terbuka dapat dilakukan, seperti handover dan roaming antara jaringan GSM dan UMTS, dengan adanya terlebih dahulu pengaturan layanan antara dua sistem akses tersebut. h. Indoor Coverage Penggunaan mode operasi Time Division Duplex (TDD) secara tekknik cocok untuk penerapan unlicensed spectrum pada lingkungan tertutup (indoor). i. Akses layanan yang cepat Dalam mendukung pengaksesan yang cepat untuk layanan multimedia, prosedur akses acak (random access procedure) yang baru telah dikembangkan dengan menggunakann fast synchronization untuk menangani layana packet data sebesar 384 Kbps. Prosedur ini memungkinkan terjadinya set-up hubungan antara mobile user dan base station hanya dalam waktu beberapa millisecond. j. Migrasi dari GSM WCDMA menggunakan struktur protokol jaringann yang sama dengan GSM, sehingga dapat menerapkan jaringan GSM yang telah ada sebagai infastruktur jaringan intinya. II-3

2.1.1 Arsitektur Jaringan Teknologi WCDMA merupakan evolusi dari teknologi Global System for Mobile Communications (GSM). Walaupun metode akses jamak yang digunakan pada teknologi sebelumnya berbeda, namun arsitektur jaringan WCDMA dapat juga co-located dengan jaringan GSM. Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan WCDMA Adapun fungsi-fungsi dari Arsitektur Jaringan WCDMA sebagai berikut: a. User Equipment (UE) merupakan perangkat portable yang dapat menerima layanan multimedia dari operator jaringan WCDMA. b. Node B berfungsi sebagai pemancar dan penerima gelombang radio yang dapat mengkonversi informasi dari interface Uu ke Iub ataupun sebaliknya. c. Radio Network Controller (RNC) merupakan perangkat yang berfungsi sebagai koneksi antara Core Network dengan UE, pengalokasian kanal, pengendalian daya serta dapat mengontrol beberapa Node B. d. Mobile Switching Center (MSC) merupakan perangkat yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalihkan sambungan layanan pada user. e. Visitor Location Register (VLR) merupakan komponen yang berada pada MSC yang berfungsi sebagai pembaharuan informasi lokasi dari UE. f. Gateway MSC (GMSC) merupakan gerbang yang menghubungkan jaringan UMTS dengan Public Switched Telephone Network (PSTN). II-4

g. Serving GPRS Support Node (SGSN) merupakan perangkat yang mendukung layanan Packet Switched (PS) melalui jaringan GPRS. h. Gateway GPRS Support Node (GGSN) berfungsi sebagai gerbang yang menghubungkan jaringan GPRS dengan internet untuk layanan PS. i. Home Location Register (HLR) merupakan perangkat yang berfungsi sebagai database jaringan yang berisikan semua informasi tentang user. Selain itu, dalam jaringan UMTS juga terdapat interface Uu yang menghubungkan antara UE dengan Node B, interface Iub menghubungkan Node B dengan RNC, interface Iur menghubungkan RNC dengan RNC dan antara RNC dengan CN dihubungkan oleh interface Iu. 2.1.2 Tipe Kanal Kanal digunakan untuk mentransmisikan informasi dari pengirim ke penerima. Didalam jaringan UMTS kanal dapat dibedakan kedalam tiga kategori, yaitu Kanal Logika, Kanal Transport dan Kanal Fisik. Pada penilitian ini, penulis menggunakan Kanal Fisik dalam proses terjadinya Soft- Handover. Kanal Fisik mempunyai karakteristik kanal radio untuk mengirim informasi. Dan Kanal Fisik yang digunakan penulis yaitu Common Pilot Channel (CPICH). CPICH merupakan kanal downlink yang selalu dikirmkan oleh Node B menggunakan scrambling code dengan faktor spreading. Kanal Logika Kanal Transport Kanal Fisik Gambar 2.2 Tipe Kanal WCDMA II-5

2.2 Antena Salah satu bagian perangkat dari transmitter dan receiver adalah antena. Perangkat ini mengkonversi energi listrik menjadi gelombang elektromagnetik ataupun sebaliknya. Antena merupakan penghubung antara saluran transmisi dengan ruang bebas. Daya yang dipancarkan antena dapat memperbesar dan memperkecil cakupan layanan dalam sistem komunikasi selular. Berdasarkan dari pola radiasinya, terdapat dua jenis Antena yaitu omnidireksional dan direksional. Antena Direksional yang sering digunakan dalam sistem komunikasi selular adalah Antena Sektoral. Daya yang dipancarkan pada antena ini difokuskan kesatu arah saja, sehingga cakupan layanannya tidak seluas Antena Omnidirectional. Antena Sektoral mempunyai gain yang lebih besar, semakin besar rentang frekuensi yang digunakan, maka semakin besar pula gainnya. Gambar 2.3 Antena Sektoral (Sumber : Kathrein, 2012) 2.2.1 Pola Radiasi Antena Pola Radiasi adalah variasi daya yang dipancarkan oleh antena sebagai fungsi arah. Pola radiasi dapat juga digunakan untuk memperkirakan luas daerah cakupan layanan dalam sistem komunikasi bergerak. Bentuk pola radiasi dapat dilihat dalam spesifikasi antena, baik yang memancarkan daya kesegala arah maupun satu arah. Agar lebih mudah dianalisa gambar pola radiasi dibuat dalam bentuk 2 dimensi. Dalam bentuk 2 dimensi, pola radiasi pada Antena terbentuk dari bidang elevasi yaitu arah sudut dari downtilt antena terhadap permukaan bumi pada bidang vertikal, serta bidang azimuth yaitu sudut yang diukur searah perputaran jarum jam pada bidang horizontal. II-6

Gambar 2.4 Ilustrasi Bidang Pola Radiasi (Sumber : Siregar, 2008) Gambar diatas merupakan ilustrasi pola radiasi antena omnidireksional dalam bentuk 2 dimensi. Sudut elevasi yang dihasilkan oleh antena ini mencapai 180 0, sedangkan sudut azimuth sebesar 360 0. Setiap sudut elevasi dan azimuth mempunyai pancaran daya yang berbeda-beda. 2.2.2 Azimuth Referensi Telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, bahwa pola radiasi pada Antena mempunyai sudut elevasi dan azimuth. Sudut radiasi Antena yang digunakan dalam penelitian ini yaitu azimuth. Azimuth adalah sudut yang diukur searah perputaran jarum jam yang menghubungkan UE dengan Node B disetiap antena sektoral. Besaran azimuth terhadap UE tidaklah sama, karena pengarahan antena yang berbeda, sehingga akan mendapatkan besaran gain antena yang berbeda pula. θ θ 1 θ θ θ θ 3 2 θ θ θ Antena Sektor 120 0 UE Azimuth terhadap Sektor 1 Azimuth terhadap Sektor 2 Azimuth terhadap Sektor 3 Gambar 2.5 Azimuth terhadap Node B disetiap Sektor II-7

Untuk menghitung konfigurasi Azimuth Referensi dari Gambar 2.5 menggunakan persamaan berikut (Hidayat, 2013) : = + θ (2.1) Dimana : = Azimuth Referensi terhadap Node B disetiap sektor θ = arah azimuth Antena Sektor 120 0 = sudut yang terbentuk antara posisi menara Node B terhadap UE dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Hidayat, 2013) : = (2.2) Dimana : Lat A dan Long A = posisi UE dalam latitude dan longitude Lat B dan Long B = posisi Node B dalam latitude dan longitude π = phi dengan nilai 180 0 = daerah kuadran untuk Azimuth terhadap Node B disetiap sektor dengan syarat : = 0, jika Lat A - Lat B > 0 dan Long A - Long B > 0 = 1, jika Lat A - Lat B < 0 dan Long A - Long B > 0 = 2, jika Lat A - Lat B < 0 dan Long A - Long B < 0 = 3, jika Lat A - Lat B > 0 dan Long A - Long B < 0 2.3 Propagasi Gelombang Radio Gelombang radio merupakan media transmisi dalam sistem komunikasi bergerak. Informasi yang dibawa gelombang radio akan merambat melalui udara. Oleh sebab itu, gelombang radio mempunyai sifat yang mobile, sehingga setiap user dapat mengirim dan II-8

menerima informasi dimana saja. Pada saat merambat, gelombang radio mengalami mekanisme propagasi menuju antena penerima. Adapun mekanisme propagasinya yaitu : a. Difraksi Difraksi terjadi ketika gelombang radio yang dipancarkan mengenai sisi tajam dari permukaan medium, sehingga gelombang radio menjadi terurai dan dapat menjangkau daerah bayangan. b. Direct path Direct path merupakan lintasan langsung gelombang radio dari antena pemancar ke antena penerima. Biasanya terjadi pada area yang luas tanpa ada penghalang antara transmitter ke receiver. c. Scattering Scattering terjadi ketika gelombang radio yang dipancarkan mengenai medium dengan ukuran yang lebih kecil dari panjang gelombang, sehingga gelombang radio berhamburan kesegala arah. d. Refleksi Refleksi terjadi ketika gelombang radio yang dipancarkan mengenai dimensi lebih besar dibandingkan panjang gelombang radio. Contoh yang dapat menyebabkan refleksi yaitu permukaan tanah. Gambar 2.6 Mekanisme Propagasi Adanya beberapa objek akan mengakibatkan gelombang radio mempunyai beberapa lintasan menuju receiver. Efek mekanisme ini akan membuat terjadinya variasi sinyal pada receiver yang dapat mengakibatkan fluktuasi sinyal, sehingga terjadinya fading dan distorsi. II-9

2.3.1 Path Loss Path loss merupakan redaman pada sinyal saat pentransmisian. Path loss mengakibatkan level sinyal melemah. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pah loss adalah jarak. Untuk menghitung path loss, maka model path loss yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cost-231 Hata untuk daerah kota yang berukuran sedang. Adapun persamaannya sebagai berikut (Rappaport, 2004) : PL(urban) = 46,3 + 33,9 log(f c ) 13,82 log(h te ) ((1,1 log(f c ) 0,7)h re (1,56 log(f c ) 0,8) ) + [44,9-6,55 log(h re )] log(d) + Cm (2.3) Dimana : PL(urban) f c h te h re d Cm = path loss untuk area kota (db) = frekuensi pembawa dengan rentang 1500 MHz 2000 MHz = tinggi antena pengirim dengan rentang 30 m 200 m = tinggi antena penerima dengan rentang 1 m 10 m = jarak antara antena pengirim dengan penerima = faktor koreksi area kota bernilai 0 untuk area kota ukuran sedang 2.3.2 Shadowing Kenyataannya gelombang radio tidak saja mengalami path loss yang dikarenakan jarak saja, namun gelombang radio mengalami pemantulan yang membuat terjadinya efek shadowing pada gelombang radio. Shadowing terjadi ketika sinyal terhalang oleh bukit, dinding dan pohon antara pemancar dengan penerima. Shadowing menyababkan sinyal berfluktuasi dengan lambat. Hal ini mengindikasikan bahwa perhitungan Cost-231 Hata saja tidak lagi cukup untuk mendapatkan setingan parameter soft handover yang lebih baik dalam penelitian ini, maka perlu ditambahkan efek shadowing didalamnya. Adapun persamaan shadowing pada kondisi lingkungan propagasi sebagai berikut (Al-Douri, Mawjoud, 2010) : L(ζ) = 10 a log (r) + ζ (2.4) Dimana: L(ζ) = redaman pada shadowing II-10

a r ζ = path loss eksponen dilingkungan propagasi = jarak antara antena pengirim dengan penerima = variable acak terdistribusi Gaussian rata-rata nol dengan standar deviasi 2.4 Received Signal Code Power (RSCP) RSCP merupakan kuat sinyal yang diterima oleh antena penerima pada sistem WCDMA. Daya yang diterima masing-masing antena penerima berbeda-beda, karena adanya pengaruh path loss dan shadowing pada saat sinyal merambat diudara. Adapun persamaannya yaitu (Surjati dkk, 2008) : RSCP = EIRP wall loss (penetration loss) body loss path loss Σ (handover + fading margin) (2.5) Dimana : RSCP = sinyal yang diterima pada antena penerima (dbm) EIRP = daya maksimum yang keluar dari antena pengirim dengan menggunakan persamaan berikut (Surjati dkk, 2008) : EIRP (dbm) = Tx power + Antena Gain cable loss (2.6) Karena perhitungan dalam penelitian ini berada pada model skenario outdoor, maka wall loss (penetration loss), body loss dan Σ (handover + fading margin) diasumsikan bernilai 0. 2.5 Handover Salah satu fasilitas yang dimiliki sistem WCDMA adalah handover. Fasilitas ini menjamin adanya kesinambungan jaringan pada penggunanya. Handover merupakan perpindahan kanal radio dari satu sel ke sel lainnya yang disebabkan oleh pergerakan user dan padatnya beban trafik tanpa terjadinya pemutusan hubungan jaringan. Keputusan handover sendiri dilakukan oleh RNC. Ada kalanya handover gagal dilakukan, ini disebabkan oleh cakupan radio yang tidak bagus, terjadinya interferensi yang sangat tinggi, pengaturan parameter handover yang tidak optimal, terjadinya kerusakan pada hardware dan masalah pada antena receiver. II-11

2.5.1 Prosedur Handover Proses handover dimulai pada saat antena penerima mendeteksi kanal radio secara signifikan lebih kuat dari kanal radio lainnya yang diarahkan kepadanya. Selama proses handover terdapat tiga tahapan prosedur yang dilalui, diantaranya : a. Measurement merupakan tahapan untuk melakukan pengukuran diantara dua parameter yaitu Ec/Io dan RSCP dari kanal radio dalam sel yang sedang melayani UE maupun dari sel tetangga b. Decision merupakan tahapan yang membandingkan hasil dari pengukuran dengan ambang batas yang telah ditentukan, sehingga akan dibuat keputusan handover dilakukan atau tidak c. Execution merupakan tahap dilakukannya handover dan parameter handover diperbaruhi berdasarkan tipe handover. Sebagai contoh koneksi dengan Node B apakah diputuskan atau ditambah 2.5.2 Tipe-tipe Handover Secara umum handover dalam sistem komunikasi seluler dibagi kedalam dua bagian yaitu hard handover dan soft handover. Namun, dalam sistem WCDMA terdapat beberapa tipe handover, antara lain : a. Intra System Handover Handover tipe ini terjadi didalam sistem yang sama. Intra system handover sendiri dibedakan kedalam dua kategori yaitu intra frequency handover dan inter frequency handover b. Inter System Handover Handover tipe ini terjadi pada sistem yang berbeda. Ini terjadi karena adanya hubungan antara Radio Access Technology (RAT) yang berbeda, contoh kasus yang sering terjadi antara sistem WCDMA dengan GSM/EDGE c. Soft Handover Soft handover merupakan suatu kondisi telah terjadinya hubungan pada kanal baru sebelum kanal lama diputuskan atau mekanismenya disebut dengan make -before-break. Selama proses soft-handover, koneksi dilakukan dengan beberapa sel pada sistem yang sama II-12

d. Softer Handover Softer handover terjadi pada saat koneksi antar sektor didalam satu sel dalam frekuensi yang sama, sehingga termasuk juga kedalam mekanisme makebefore-break. Gambar 2.7 Tipe-tipe Handover (Sumber : Chen, 2003) 2.5.3 Pilot Set Handover Ketika dalam pengukuran, terdapat kanal pilot yang dijadikan sebagai acuan untuk handover. Kanal pilot yang teridentifikasi oleh UE dibedakan kedalam beberapa kategori, antara lain: a. Active Set merupakan kanal pilot dari beberapa Node B yang bersamaan terhubung dengan UE. Banyaknya pilot yang sampai ke UE tergantung pada daya sinyal pilot yang terkuat dalam rake receiver. b. Monitored Set merupakan kanal pilot yang terdaftar dalam sel, tetapi tidak cukup kuat dimasukan kedalam active set. c. Detected Set merupakan semua pilot yang terdeteksi oleh UE, tetapi tidak termasuk kedalam active set maupun Monitored Set. 2.5.4 Parameter Soft Handover Soft handover merupakan sekumpulan algoritma yang kompleks untuk diterapkan kedalam jaringan. Oleh karena itu, sulit menetapkan nilai yang optimal untuk setiap II-13

parameter Soft handover. Adapun parameter yang akan dioptimasi dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Reporting range atau disebut juga dengan ambang batas pengukuran merupakan batas selisih dari kanal pilot yang dapat menambahkan dan mengurangkan kanal pilot untuk proses soft handover b. Hyteresis merupkan batas atas dan bawah dari ambang batas pengukuran yang berguna untuk mengurangi efek ping-pong dimana handover diputuskan secara tiba-tiba pada saat UE menemukan kanal pilot yang lebih baik artinya handover sering diputuskan apabila menemukan sinyal yang lebih kuat 2.5.5 Event Soft Handover Soft Handover terjadi jika penerimaan sinyal pada UE lebih rendah dari nilai threshold yang telah ditetapkan. Untuk mendapatkan akurasi keputusan Soft Handover yang lebih baik, maka perlu menghitung nilai pada parameter Soft Handover. Peristiwa Soft Handover direpresentasikan oleh beberapa Event, diantarnya yaitu : a. Event 1A : penambahan kanal pilot Proses terjadinya Soft-Handover dalam sistem WCDMA diawali dari Event 1A. Proses ini terjadi ketika nilai RSCP dari kanal pilot pada monitored set lebih tinggi daripada ambang batas pengukuran yang telah ditentukan, sehingga terjadinya penambahan kanal pilot kedalam UE. Adapun persamaan untuk Event 1A dinyatakan oleh (3GPP TS 25.331, 2009) : 10 LogM New + CIO New W 10 Log Dimana : M New N A M i i 1 + (1 - W) 10 LogM Best - (R 1a - H 1a /2) (2.7) : nilai yang terukur dari sel yang memasuki daerah threshold CIO New W M i N A M Best : offset dari sel yang memasuki daerah threshold : faktor pemberat untuk memicu sel memasuki daerah threshold : nilai yang terukur dari setiap sel : nomor sel pada active set : nilai yang terukur dari sel pada active set II-14

R 1a H 1a : reporting range dari event 1A : hysteresis dari event 1A b. Event 1B : pengurangan kanal pilot Event 1B terjadi ketika nilai RSCP dari kanal pilot pada active set lebih rendah daripada ambang batas pengukuran yang telah ditentukan, sehingga terjadinya pengurangan kanal pilot dalam jaringan UE. Adapun persamaan untuk Event 1B dinyatakan oleh (3GPP TS 25.331, 2009) : 10 LogM Old + CIO Old W 10 Log Dimana : M Old N A M i i 1 + (1 - W) 10 LogM Best - (R 1b + H 1b /2) (2.8) : nilai yang terukur dari sel yang meninggalkan daerah threshold CIO Old W M i N A M Best R 1b H 1b : offset dari sel yang meninggalkan daerah threshold : faktor pemberat untuk memicu sel meninggalkan daerah threshold : nilai yang terukur dari setiap sel : nomor sel pada active set : nilai yang terukur dari sel pada active set : reporting range dari event 1B : hysteresis dari event 1B c. Event 1C: Pergantian kanal pilot yang lebih baik Proses Event 1C terjadi ketika nilai RSCP dari kanal pilot pada monitored set mempunyai nilai lebih besar daripada kanal pilot pada active set, sehingga adanya pergantian kanal pilot yang lebih baik dari sebelumnya. Adapun persamaan untuk Event 1C dinyatakan oleh (3GPP TS 25.331, 2009) : 10 LogM New + CIO New 10 Log M InAS + CIO InAs + H 1c / 2 (2.9) II-15

Adapun keterangan Persamaan 2.9 yaitu : M New : nilai yang terukur dari sel yang bukan dari active set CIO New M InAS CIO InAS H 1c : offset dari sel yang bukan dari active set : nilai yang terukur dari sel terburuk pada active set : offset dari sel terburuk pada active set : hysteresis dari event 1C d. Event 1D: Perubahan sel terbaik Event 1D merupakan proses terakhir dari Soft Handover. Event ini terjadi ketika UE telah berada pada sel terbaik dalam jaringan. Sel ini akan menangani jaringan antara UE dengan Node B pada saat UE tidak bergerak lagi. Adapun Persamaan untuk Event 1D dinyatakan oleh (3GPP TS 25.331, 2009) : 10 LogM NotBest + CIO NotBest 10 Log M Best + CIO Best + H 1d / 2 (2.10) Dimana : M NotBest CIO NotBest M Best CIO Best H 1d : nilai yang terukur dari sel yang belum disimpan dalam sel terbaik : offset dari sel yang belum disimpan dalam sel terbaik : hasil pengukuran sel terbaik yang telah disimpan : offset dari sel terbaik yang telah disimpan : hysteresis dari event 1D 2.6 Sistem Koordinat Bumi Sistem koordinat Bumi merupakan pengalamatan setiap posisi dipermukaan Bumi. Pengalamatan dengan sistem koordinat berdasarkan jarak timur-barat dan utara-selatan. Pengalamatan posisi dipermukaan Bumi menggunakan koordinat garis bujur ( longitude) dan garis lintang (latitude). Garis bujur juga disebut garis meridian, yaitu garis lurus yang menghubungkan 2 kutub di Bumi. Garis meridian dimulai dari 0 0, dimana garis ini membelah Bumi bagian timur dan bagian barat yang melewati kota Greenwhich (simbol awal waktu). Garis bujur ke arah barat bernilai negatif dan ke arah timur bernilai positif. II-16

Pengukuran garis lintang dimulai dari garis khatulistiwa, dimana nilai maksimum mencapai 90 0 yang terletak didua kutub Bumi. Garis lintang mempunyai ukuran kecil apabila jaraknya semakin jauh dari garis khatulistiwa, sehingga menyebabkan jarak 1 0 timur-barat di khatulistiwa jauh lebih besar daripada jarak 1 0 timur-barat ditempat yang jauh dari khatulistiwa. Di khatulistiwa 1 0 timur-barat sama dengan 111, 321 Km, sehingga menghitung jarak dalam meter dapat dinyatakan oleh (Hidayat, 2013) : r = 111,321 km Long Long + Lat Lat (2.11) Dimana : Lat A dan Long A = posisi UE dalam latitude dan longitude Lat B dan Long B = posisi Node B dalam latitude dan longitude II-17