BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN KAMUS VISUAL BERSERI INDONESIA-SUNDA UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR INDONESIAN-SUNDANESE VISUAL DICTIONARY SERIES DESIGN FOR ELEMENTARY STUDENTS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CONTOH BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunadaksa(SMPLB D)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Berbahasa dan Bersastr

BAB I PENDAHULUAN. dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

35. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunalaras (SDLB-E)

32. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA SEKOLAH DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak adalah

07. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat komunikasi, baik komunikasi antar individu yang satu dengan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berjalan dengan baik. Sarana itu berupa bahasa. Dengan bahasa. (Keraf, 2004: 19). Bahasa dan penggunaannya mencakup aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. populasi kucing bahkan mencapai ekor ( 5 Mei 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas seolah-olah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi terpenting dalam kehidupan seharihari karena dengan bahasa kita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menyimpulkan inti permasalahan yang dihadapi, sebagai berikut :.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hari-hari di Rainnesthood..., Adhe Mila Herdiyanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm (Jakarta: Kementrian Agama Republik Indonesia, 2012), hlm. 27.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jasmani dan rohani merupakan bagian terpenting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

STANDAR ISI STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN. Mata Pelajaran Bahasa Daerah (Jawa) Untuk SMA/ SMK/ MA

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut. Hal ini tertera didalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan sebagai pemersatu identitas bangsa, dimana hal ini menjadi awal mula dikenalnya bahasa nasional (national language). Bahasa daerah adalah bahasa ibu yang memiliki keterikatan emosional serta melambangkan kekayaan batiniah para penuturnya (Chaedar, 2006:47-57). Meskipun telah timbul anggapan positif terhadap bahasa dan budaya daerah, namun apresiasi terhadap bahasa dan budaya daerah saat ini masih mengalami penurunan. Di kalangan anak muda, sedikit sekali yang masih mampu menggunakan bahasa ibunya dengan baik, bahkan mereka sudah tidak bisa lagi bercakap dalam bahasa ibunya dan kurang diberi kesempatan untuk berkenalan dengan bahasa tertulis dalam bahasa ibunya, karena penerbitan buku dalam bahasa daerah tidak dianggap penting (Rosidi, 2015:25). Dengan perkembangan teknologi serta media televisi nasional, penggunaan bahasa Indonesia bahkan bahasa asing di kalangan masyarakat semakin dominan. Ada kecenderungan orang tua anak merasa lebih bergengsi berbahasa Indonesia dan berbahasa asing daripada berbahasa Sunda (Chaedar, 2006:82). Dalam Harian Umum Pikiran Rakyat (Kamis, 25/2/16), Kadisbudpar Jawa Barat Nunung Sobari menyampaikan bahwa kemampuan bahasa seseorang berkorelasi dengan kecerdasan orang tersebut. Kemampuan berbahasa dimulai dari rumah, bahasa Sunda sebagai bahasa ibu diajarkan pertama kali di rumah, tetapi dapat pula dilakukan di lingkungan masyarakat. Bahasa Sunda berkedudukan sebagai bahasa daerah, yang juga merupakan bahasa ibu bagi masyarakat Jawa Barat. Bahasa Daerah juga menjadi bahasa pengantar pembelajaran di kelas-kelas awal SD/MI. Berdasarkan kenyataan tersebut, bahasa daerah sebagai salah satu khasanah dalam kebhineka-tunggalikaan bahasa dan budaya Nusantara akan menjadi landasan bagi pendidikan karakter dan moral bangsa. Adapun Pemerintah telah menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda. Melalui pembelajaran bahasa dan sastra daerah diharapkan membantu peserta didik 1

mengenal dirinya dan budaya daerah, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat Jawa Barat, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya (Kurikulum Tingkat Daerah Mulok Mata Pelajaran Bahasa Sunda Jenjang SD/MI, 2013:15). Media cetak sampai saat ini masih digunakan sebagai media pembelajaran dengan beberapa kelebihan (Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, 2009:38-40). Salah satu media cetak yang digunakan sebagai media pembelajaran adalah kamus. Kamus dianggap sebagai barometer kebudayaan dengan sejumlah alasan. Kamus (umum) merekam segala kosakata, yang melambangkan fakta, artefak dan konteks kebudayaan. Kamus juga berfungsi sebagai rujukan bagi pengguna bahasa yang daya ingatnya terbatas serta mencari definisi atau istilah teknis alam, bidang ilmu, atau profesi tertentu. Maka, kamus sebagai barometer peradaban, yakni keadaban, ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin, kebaikan budi pekerti, budi bahasa, dan sebagainya (KBBI, hlm. 6). Berdasarkan hasil wawancara dengan redaksi PT. Kiblat Buku Utama, Bapak Ade Tajudin Nawawi mengemukakan bahwa saat ini keberadaan kamus visual untuk anak-anak dalam bahasa Sunda sangat sedikit. Kamus yang diterbitkan pada umumnya adalah kamus dari bahasa Sunda dengan terjemahan bahasa Sunda atau kamus dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia. Sedangkan di kota besar seperti kota Bandung, anak-anak dan generasi muda cenderung menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Maka anak-anak di perkotaan akan lebih mudah mengenal kosakata bahasa Sunda jika terdapat kamus dari bahasa Indonesia ke bahasa Sunda. Pentingnya kebutuhan akan kamus seharusnya ditanamkan sejak usia dini, namun keberadaan kamus visual bahasa daerah untuk anak lebih sedikit dibandingkan dengan buku cerita atau buku pelajaran. Dalam Kongres Bahasa Sunda IX di Bogor (Selasa, 12/7/2011), Rektor Universitas Padjajaran Ganjar Kurnia mengungkapkan bahwa kekurangan pengajaran bahasa Sunda untuk remaja yang berada di perkotaan Jawa Barat selama ini terjadi antara lain karena guru lebih menitikberatkan penguasaan aspek kebahasaan. Seringkali anak SD di kota dipaksa mempelajari kosakata yang tidak akrab, sehingga siswa hanya menguasai kosakata asing secara verbal dan tidak relevan dengan kehidupan 2

sehari-hari (Ditulis oleh Arief Sujatmoko dalam Berita-Budaya, Bahasa Sunda di Ujung Tanduk pada www.nationalgeographic.co.id). Anak-anak di perkotaan Jawa Barat, khususnya kota Bandung lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini, dibuktikan dengan adanya data nilai bahasa Indonesia siswa kelas satu SD di kota Bandung lebih besar dibandingkan dengan nilai bahasa Sunda. Menurut psikolog Bapak Frandika Dwiarma, S. Psi, anak-anak dengan usia 6-12 tahun sedang berada pada tahap Sekolah Dasar, dimana mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan termasuk kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa seorang anak terlihat sejak usia dini khususnya usia 4-5 tahun, pada usia tersebut kemampuan mengenal kosakata berkembang dengan pesat, sehingga pengenalan kosakata bahasa asing terutama bahasa ibu sebaiknya dikenalkan sedini mungkin. Penggunaan objek visual atau gambar dalam media pembelajaran sangat berpengaruh untuk mengoptimalkan kegiatan belajar bagi anak, karena anak-anak cenderung lebih cepat belajar dan tertarik dengan media visual maupun audio visual. Namun, media cetak yang menampilkan ilustrasi gambar atau foto yang berwarna-warni akan menambah ketebalan halaman dan memakan biaya pencetakan yang mahal (Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, 2008:38-40). Maka kamus yang dirasa tepat untuk digunakan dan mudah dipakai untuk anak-anak adalah kamus visual atau bergambar dengan serial dalam kategori tertentu, sehingga dapat meminimalisir biaya percetakan yang mahal dan harga buku akan lebih terjangkau. Dari beberapa permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya, untuk memberdayakan bahasa Sunda secara optimal kepada anak-anak di daerah perkotaan Jawa Barat melalui media cetak, maka diperlukan sebuah kamus visual berseri Indonesia-Sunda sebagai sarana edukasi untuk anak agar lebih mengenal berbagai kosakata dalam bahasa Sunda. Diharapkan kamus visual berseri ini dapat meningkatkan minat anak-anak perkotaan di Jawa Barat untuk menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari baik secara lisan maupun tulisan. 3

1.2 Permasalahan 1.2.1 Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang diatas, didapat beberapa permasalahan, yaitu, A. Bahasa Sunda saat ini masih kurang diminati oleh penuturnya sendiri terutama generasi muda karena lemahnya apresiasi terhadap bahasa daerah. B. Kurangnya penanaman akan pentingnya kebutuhan kamus sejak usia dini dikalangan orang tua, sedangkan kamus merupakan barometer kebudayaan suatu bangsa. C. Adanya kekurangan dalam pengajaran bahasa Sunda untuk anak SD khususnya didaerah perkotaan Jawa Barat, karena guru lebih menitikberatkan pada aspek kebahasaan dengan mempelajari kosakata yang asing atau tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. D. Jumlah kamus bahasa daerah untuk anak-anak khususnya kamus bahasa Sunda masih sedikit dibandingkan dengan buku pelajaran. E. Kamus visual bahasa daerah untuk anak-anak, khususnya kamus visual berseri Indonesia-Sunda belum pernah dicetak sebelumnya. Adapun kamus visual bahasa Sunda yang ada merupakan kamus dengan terjemahan dari bahasa Sunda ke Indonesia. 1.2.2 Rumusan masalah Bagaimana merancang kamus visual berseri bahasa Indonesia-Sunda sebagai sarana edukasi yang menarik dan mudah dipahami oleh anak Sekolah Dasar di daerah perkotaan Jawa Barat? 1.3 Ruang Lingkup Perancangan kamus visual berseri bahasa Indonesia-Sunda akan memuat tentang kategori benda atau makhluk hidup di lingkungan sekitar, dari bahasa Indonesia ke bahasa Sunda dilengkapi dengan gambar dan keterangan. Target primer perancangan adalah anak kelas satu Sekolah Dasar dengan rentang usia 6-7 tahun yang bertempat tinggal di daerah perkotaan Jawa Barat, khususnya kota Bandung. Sedangkan target sekunder adalah guru dan orang tua yang mengajar atau yang mempunyai anak usia 6-7 tahun. 4

Adapun kamus berseri yang akan dibuat terdiri dari empat seri, yaitu Babagian Awak jeung Kulawarga (Bagian Tubuh dan Keluarga), Wangunan jeung Patempatan (Bangunan dan Tempat-tempat), Tutuwuhan (Tumbuhtumbuhan) dan Sasatoan (Binatang). Kategori tersebut dipilih berdasarkan Kurikulum Tingkat Daerah Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda Tahun 2013. Namun karena keterbatasan waktu perancangan, kamus yang terlebih dahulu dirancang adalah seri Tutuwuhan (Tumbuh-tumbuhan) dan Sasatoan (Binatang). Perancangan tugas akhir akan dilakukan dan dimulai pada bulan Februari hingga Juni 2016. Objek penelitian akan dilakukan di daerah perkotaan Jawa Barat, khususnya di kota Bandung. 1.4 Tujuan Perancangan Perancangan kamus visual berseri ini bertujuan untuk melestarikan bahasa Sunda dengan meningkatkan pengetahuan anak-anak mengenai kumpulan kosakata sehari-hari dalam bahasa Sunda. Diharapkan kamus visual berseri ini dapat menjadi media pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami oleh anakanak Sekolah Dasar di daerah perkotaan Jawa Barat. 1.5 Metode Pengumpulan Data 1.5.1 Observasi Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengamati sesuatu, seseorang, suatu lingkungan, atau situasi secara terinci dan mencatatnya secara akurat dalam beberapa cara (Rohidi, 2011 : 182). Penulis akan melakukan observasi seputar kamus, kamus visual dan ensiklopedia bahasa Sunda yang terdapat di perkotaan Jawa Barat, khususnya kota Bandung. 1.5.2 Studi Pustaka Studi Pustaka merupakan kegiatan membaca teori-teori yang bersumber dari pemikiran ahli untuk memperkuat perspektif dan kemudian meletakkan dalam konteks (Soewardikoen, 2013:6). Untuk itu penulis menggunakan beberapa buku, artikel resmi dan sumber lainnya yang 5

berkaitan dengan topik sebagai sumber data yang valid. Serta melakukan studi pustaka ke Perpustakaan Telkom University, Perpustakaan Daerah Jawa Barat dan Balai Rancage. 1.5.3 Wawancara Wawancara adalah instrumen penelitian. Dengan mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari narasumber dengan bercakapcakap dan berhadapan muka. Kekuatan wawancara terdapat pada penggalian pemikiran, konsep dan pengalaman pribadi serta pandangan dari individu yang diwawancara (Koentjadiningrat, 1980:165 dalam buku Soewardikoen 2013:20). Penulis akan melakukan wawancara kepada beberapa narasumber, diantaranya sastrawan dan pemerhati bahasa Sunda, psikolog anak, penerbit serta pihak terkait dari Balai Pengembangan Bahasa Daerah dan Kesenian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. 1.6 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah analisis matriks. Analisis matriks merupakan sebuah matriks yang terdiri dari kolom dan baris yang masing-masing mewakili dua dimensi yang berbeda, dapat berupa konsep atau kumpulan informasi. Matriks adalah juxtaposition atau membandingkan dengan cara menjajarkan (Soewardikoen, 2013:50). Dalam tahap ini penulis akan melakukan perbandingan pada buku/ proyek sejenis untuk dijadikan tolak ukur perancangan. 6

1.7 Kerangka Perancangan Berikut ini kerangka perancangan Tugas Akhir Latar Belakang Bahasa daerah perlu dikenalkan sejak usia dini dan terus dilestarikan. Apresiasi terhadap bahasa Sunda saat ini masih rendah, khususnya bagi anak-anak di daerah perkotaan Jawa Barat. Kurangnya minat generasi muda terhadap buku dan kamus dalam bahasa daerah, padahal pengenalan kamus sebagai barometer kebudayaan perlu ditanamkan sejak usia dini. Identifikasi Masalah Kurangnya penanaman akan pentingnya kamus sejak usia dini. Pembelajaran bahasa Sunda di daerah perkotaan lebih terfokus pada aspek kebahasaan dan jauh dari kehidupan sehari-hari dan belum adanya kamus visual berseri Indonesia-Sunda. Rumusan Masalah Bagaimana merancang kamus visual berseri bahasa Indonesia-Sunda sebagai media pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami oleh anak-anak di daerah perkotaan di Jawa Barat? Tujuan Melestarikan bahasa Sunda dengan meningkatkan pengetahuan anak-anak di daerah perkotaan Jawa Barat, mengenai kumpulan kosakata sehari-hari dalam bahasa Sunda melalui media pembelajaran berupa kamus visual berseri. Teori 1. Desain Media Cetak 2. Kamus 3. Media Bergambar dalam Pembelajaran 4. Perkembangan bahasa 5. Perancangan 6. Proses Pembuatan Desain 7. Proses Percetakan 8. Analisis Matriks f Data 1. Observasi 2. Studi Pustaka 3. Wawancara Analisis Data Analisis Matriks terkait kamus visual anak yang sudah ada. Konsep Perancangan Konsep Pesan, Konsep Komunikasi, Konsep Kreatif, Konsep Media, Konsep Bisnis, Konsep Visual Hasil Perancangan Kamus Visual Berseri Indonesia-Sunda Gambar 1.1 Kerangka Perancangan Tugas Akhir (Sumber : Dokumentasi Penulis) 7

1.8 Pembabakan Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab I berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan perancangan, cara pengumpulan data, kerangka perancangan dan pembabakan. Bab ini memaparkan seputar permasalahan yang dipilih dan menguraikan alasan dalam memilih permasalahan. Bab II Dasar Pemikiran Bab II menguraikan dasar pemikiran dari teori-teori yang relevan untuk digunakan sebagai landasan dalam perancangan. Bab III Data dan Analisis Masalah Bab III berisi data-data yang berhubungan dengan perancangan, antara lain data institusi terkait, produk atau ide, khaayak sasaran dan hasi observasi, dll. Selain itu dalam bab ini terdapat analisis yang digunakan untuk menghasilkan konsep perancangan. Bab IV Konsep dan Hasil Perancangan Bab IV berisi konsep-konsep yang digunakan dalam perancangan, mulai dari konsep pesan, konsep komunikasi, konsep kreatif, konsep media, konsep bisnis dan konsep visual. Dalam bab ini juga terdapat hasil perancangan berupa sketsa awal hingga penerapan visual pada buku. Bab V Penutup Bab V berisi kesimpulan dan saran pada waktu sidang. Kesimpulan terdiri atas jawaban dan permasalahan yang terdapat pada bab satu. 8