RINGKASAN SINTESIS, KARAKTERISASI, MEKANISME DAN UJI PREKLINIK NANOGOLD SEBAGAI MATERIAL ESENSIAL DALAM KOSMETIK ANTI AGING Titik Taufikurohmah Kebutuhan kosmetik saat ini tidak terbatas pada kosmetik tabir surya yang melindungi kulit dari sinar matahari saja, akan tetapi juga kosmetik antiaging. Kerutan pada kulit dan penuaan bermula dari terbentuknya ikatan silang yang terjadi antar serabut kolagen pada saat terkena sinar matahari terutama sinar ultra violet (UV). Ikatan silang atau cross-link menyebabkan ukuran molekul kolagen makin besar dan berakibat makin liat, sehingga kemampuan absorbsi air menurun. Dengan demikian kemampuan swelling kolagen menurun yang berdampak turgor dan elastisitas kulit menurun, sehingga kulit terlihat kering, kusam, keriput dan lebih gelap, yang dikenal sebagai penuaan (aging). Selain akibat cross-link antar kolagen, warna kulit tidak merata, gelap dan timbulnya noda hitam juga merupakan akibat dari serangan radikal bebas dan meningkatnya aktivitas melanosit pembentuk melanin. Untuk menghindari atau menunda proses penuaan ini maka diperlukan adanya senyawa antiaging. Senyawa antiaging dalam kosmetik pada umumnya berupa vitamin C, vitamin E, hormon, serum dan kolagen. Kolagen umumnya disuntikkan bersama dengan vitamin C dibawah permukaan kulit. Efek jangka panjang suntik vitamin C-kolagen tidak baik bagi kesehatan ginjal. Serum, hormon dan kolagen harganya mahal, cepat rusak, juga mulai dipertanyakan sumbernya, apakah dari sapi atau babi. Hal ini terkait ix
dengan rasa aman bagi sebagian masyarakat. Disamping itu hal yang juga menghantui masyarakat terkait sumber material antiaging, yaitu bahaya virus yang terbawa oleh hewan baik sapi maupun babi dapat tertular pada manusia. Dengan demikian perlu upaya pencarian material antiaging baru yang memiliki aktivitas tinggi dan berasal dari sumber yang dapat diterima di masyarakat. Selain dapat diterima masyarakat, senyawa antiaging diharapkan mampu menstimulasi pembentukan kolagen baru secara alamiah, yaitu dengan mempercepat biosintesis kolagen atau dengan mengurangi keberadaan radikal bebas yang merusak struktur molekul membran termasuk kolagen. Dengan demikian aktivitas senyawa antiaging dapat diukur dengan dua parameter, yaitu aktivitas meningkatkan kuantitas kolagen dan aktivitas menurunkan radikal bebas. Berbekal dari warisan nenek moyang berupa penggunaan susuk emas yang telah memberikan bukti secara faktual dapat mempertahankan kecantikan dan kemudaan kulit wajah penggunanya selanjutnya dilakukan penelitian pemanfaatan nanogold sebagai antiaging dalam kosmetik modern dengan teknologi nanomaterial. Efek logam emas telah diuji dapat meningkatkan kandungan kolagen 50%, melalui peningkatan proliferasi sel dan proses sintesis kolagen oleh sel fibroblas. Emas tidak beracun sebagaimana logam berat merkuri, cadmium dan timbal. Penelitian pendukung memberikan informasi bahwa implan emas modern dalam bentuk logam berukuran mikro yang ditanam disekitar sel otak yang mengalami inflamasi dan apoptosis, dapat memperbaiki kerusakan sel otak. Proses ini x
diawali dengan pelepasan satuan kecil atau klaster atom emas dalam ukuran nanometer yang selanjutnya memberikan rasionalisasi terhadap penggunaan susuk emas dan juga penggunaan nanogold dalam kosmetik, karena itu maka perlu dilakukan sintesis nanogold. Sintesis nanomaterial Au (nanogold) telah dilakukan menggunakan berbagai matriks, diantaranya polipirol untuk keperluan material sensor kolesterol dan serat wool menghasilkan pewarna terbaik bahkan novel colourants. Dalam penelitian ini digunakan matriks gliserin yang merupakan kebaruan dalam sintesis nanogold. Gliserin memiliki bagian miskin elektron berupa H + dan bagian kaya elektron RO - yang akan terikat pada klaster nanogold. Dilakukan variasi konsentrasi HAuCl 4 sebagai material awal untuk mendapatkan informasi pengaruhnya terhadap diameter klaster nanogold. Dengan uji statistik MANOVA antara konsentrasi dengan diameter nanogold dan λ maksimum yang memiliki harga signifikansi 0,00 menunjukkan bahwa hubungan keduanya signifikan, yaitu makin besar konsentrasi secara signifikan diikuti oleh harga diameter dan λ maksimum yang makin besar pula. Besarnya diameter yang dapat terwakili dengan warna koloidal nanogold sangat bersesuaian dengan pengamatan secara visual. Terjadi peningkatan kepekatan warna mulai dari konsentrasi nanogold 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm dan 25 ppm. Setelah itu pada konsentrasi 30 ppm terjadi agregasi antar klaster yang ditandai dengan rusaknya sistem koloid (mengendap), karena itu maka uji aktivitas in vitro dilakukan sampai konsentrasi 25 ppm. xi
Uji aktivitas antiaging terhadap nanogold hasil sintesis dilakukan dengan berbagai teknik, baik in vitro maupun in vivo. Uji aktivitas antiaging sebagai aktivitas peredaman radikal bebas (in vitro) menggunakan radikal bebas buatan, yaitu diphenil pikril hidrasil (DPPH). Persen peredaman maksimum pada konsentrasi nanogold 25 ppm yaitu 66,42 % (DPPH 4%), 56,75% (DPPH 5%) dan 66,27% (DPPH 6%) pada pengukuran 30 menit setelah berinteraksi. Persen peredaman DPPH 4% menjadi 76,06% dengan perpanjangan waktu interaksi 1 jam, mencapai 94,01% untuk 2 jam. Sebagai pembanding dengan metode yang sama yaitu data persen peredaman radikal bebas Vitamin C terhadap DPPH 4 % dengan konsentrasi vitamin C 10 ppm, 20 ppm dan 30 ppm secara berturut-turut : 4,015%, 22,504% dan 41,492% (Suyatno & Ratnasri, 2005). Dengan demikian nanogold sangat potensial sebagai peredam radikal bebas yang sangat mendukung penggunaannya sebagai antiaging dalam kosmetik melalui mekanisme peredaman radikal bebas. Uji aktivitas antiaging nanogold secara in vivo dalam peningkatan kuantitas kolagen menggunakan hewan uji mencit. Hasil analisis statistik Multivariat, nilai signifikansi adalah 0,000,test of Between-Subjects Effects memberikan harga signifikansi 0,000 artinya terdapat hubungan yang sangat kuat dimana kuantitas kolagen makin besar dan jumlah sel fibroblas meningkat pada konsentrasi pemulihan nanogold makin tinggi. Dengan demikian mekanisme antiaging nanogold melalui peningkatan proliferasi sel fibroblas dan biosintesis kolagen. Uji aktivitas nanogold sebagai pendukung tabir surya konvensional OPMS menghasilkan beberapa penegasan. Nanogold ikut ambil bagian dalam mengaktifkan proses resonansi molekul OPMS, sehingga resonansi berjalan makin cepat dan energi xii
UV yang terserap makin besar, karenanya terjadi peningkatan serapan di wilayan UV energy tinggi yaitu pada λ 200 nm. Hal ini dapat dikaitkan dengan kemampuan nanogold dalam menarik elektron (afinitas elektron) yang cukup besar. Dalam OPMS terdapat gugus CH 3 sebagai pendorong elektron, cincin benzena yang dapat beresonansi dan keton terkonjugasi ikatan rangkap yang juga melakukan resonansi sendiri secara terpisah sehingga OPMS memiliki dua puncak serapan. Keberadaan nanogold menjadikan resonansi tersebut bersambung karena tarikan kuat akibat afinitas elektron yang besar yang dimiliki nanogold. Resonansi ini menyerap energi besar, sehingga menyerap UV-Vis pada panjang gelombang 200 nm dan juga menyebabkan absorbansi pada panjang gelombang maksimum OPMS meningkat. Mekanisme antiaging nanogold dapat disimpulkan melalui mekanisme penyerapan sinar UV dan penstabilan resonansi senyawa tabir surya OPMS. Penyerapan sinar UV oleh nanogold dapat mengurangi kerusakan kulit oleh paparan sinar matahari atau photoaging. Dengan berkurangnya photoaging yang menyumbangkan 80% kerusakan kulit oleh faktor luar maka aktivitas penuaan dapat dicegah agar kulit tetap muda dalam waktu lebih lama. Secara keseluruhan nanogold berperan sebagai antiaging melalui berbagai mekanisme antara lain : meredam radikal bebas, meningkatkan proliferasi sel fibroblas, meningkatkan biosintesis kolagen dan menyerap sinar UV. xiii