Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

dokumen-dokumen yang mirip
LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara lain yang yang diderita oleh banyak orang di negara-negara lain

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

bersenjata. Selain direkrut sebagai kombatan, anak-anak seringkali juga menjadi target

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

Isi. Pro dan Kontra Palestina masuk PBB

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

PELAKSANAAN INTERVENSI HAK ASASI MANUSIA DALAM KONFLIK BERSENJATA NON INTERNASIONAL DI DARFUR

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PERANAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB) DALAM UPAYA PENYELESAIAN KONFLIK ISRAEL-PALESTINA TAHUN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan tertinggi memiliki peran

Pendidikan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. perang dan damai. Peristiwa-peristiwa besar yang menjadi tema-tema utama

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan-hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965

Bab 3 Hak Asasi Manusia A. Pengertian HAM, HAM adalah hak dasar yang dimilki manusia sejak manusia dilahirkan. Ada dan melekat pada diri setiap

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

KEJAHATAN KEMANUSIAAN SEBAGAI PELANGGARAN HAM BERAT TERHADAP PENDUDUK SIPIL DI REPUBLIK AFRIKA TENGAH DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. hakikat serta keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa serta

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

II. TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN TERMINOLOGI TERHADAP PEMBERITAAN PERANG GAZA: TINJAUAN SEMANTIK SKRIPSI. Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

MAHKAMAH PIDANA INTERNASIONAL, KEADILAN BAGI GENERASI MENDATANG

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

UNOFFICIAL TRANSLATION

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan invasi militer yang dilakukan oleh Israel ke Jalur Gaza yang di

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun. Dalam konflik tersebut, terjadi berbagai pelanggaran terhadap

AKTA TUNTUTAN KESALAHAN

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA ATAU TIDAK DENGAN SUKARELA. Lembar Fakta No. 6. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

A. LATAR BELAKANG MASALAH

4/8/2013. Mahkamah Pidana Internasional

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Rilis Pers Bersama. Perppu Ormas Ancaman bagi Demokrasi dan Negara Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT TERBUKA UNTUK KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PROPOSAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA ANTITERORISME

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi merupakan isu pesat berkembang pada akhir abad ke-20 dan pada permulaan

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: HAK ASASI MANUSIA. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

Transkripsi:

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu membuat kita kembali mempertanyakan eksistensi hasil keputusan Konvensi Jenewa tentang perlindungan warga sipil dan hak asasi manusia. Konvensi Jenewa termasuk hukum humaniter dan hukum hak asasi manusia seharusnya paling tidak dapat membatasi gerakan agresi negara-negara yang terlibat konflik dengan pertimbangan atas penderitaan yang akan ditimbulkan selama konflik bersenjata. Hal ini sebenarnya tidak saja menyangkut warga sipil saja, tapi juga segala fasilitas yang diperlukan oleh kemanusiaan (makanan, tempat tinggal, dan keamanan) termasuk juga korban luka (baik warga sipil maupun tentara yang terluka) akibat konflik. Akan tetapi, kedudukan konvensi jenewa sepertinya tidak cukup kuat di mata negara-negara. Buktinya, masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran HAM berat. Bahkan, serangan Israel terhadap Palestina selama konflik Gaza dinilai secara sengaja menargetkan warga palestina secara keseluruhan (terntara dan warga sipil) oleh tim independen pencari fakta PBB. Kesimpulan awal yang dapat diambil adalah konvensi Jenewa tidak dapat mempengaruhi Israel dalam menerapkan metode serangan mereka terhadap Palestina. Hal ini juga berarti bahwa konvensi Jenewa tidak cukup kuat untuk membatasi gerakan negara-negara dalam menjalankan aksi agresi mereka. Konflik Gaza adalah cermin betapa lemahnya kedudukan konvensi jenewa. Pelanggaran HAM berat selama konflik Gaza baik berupa penembakan warga sipil, penghancuran fasilitas kesehatan, penyebaran aksi teror, dan lain-lain perlu diperhatikan sebagai pelanggaran terhadap konvensi jenewa dan kebiasaankebiasaan Internasional yang terkandung didalamnya. Sebagai respon atas konflik yang terjadi di Gaza, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa membentuk Tim Pencari Fakta mengenai Konflik Gaza pada tanggal 3 April 2009. Tujuannya untuk melakukan identifikasi menyeluruh terhadap pelanggaran hukum internasional hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional yang mungkin terjadi selama konflik berlangsung.

Tim Pencari Fakta ini dipimpin oleh seorang hakim Richard Goldstone yang notabene mantan hakim peradilan konstitusi Afrika Selatan. Berdasarkan laporan tim pencari fakta tersebut (UNHRC 2009), korban konflik Gaza dari pihak Palestina belum diketahui secara pasti oleh karena sumber data yang bervariasi. Data yang diperoleh dari beberapa organisasi nonpemerintah menyebutkan korban berjumlah 1.417 orang, sedangkan pihak berwenang Gaza menyebutkan ada 1.444 orang, dan pemerintah israel menyebutkan ada 1.166 orang. Tidak semua dari korban tersebut merupakan pelanggaran terhadap konvensi Jenewa. Ada setidaknya 36 kasus yang dijadikan perhatian utama sebagai bukti bahwa pihak Israel melakukan tindakan penyerangan yang disengaja dan sistematis terhadap warga sipil. 11 kasus dari 36 kasus menyebutkan adanya penembakan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata dan sedang tidak terlibat secara langsung dalam konflik (bukan milisi). Pelanggaran lain terfokus pada metode serangan Israel yang membabi buta sehingga banyak menimbulkan korban tambahan (collateral damage) yang sebenarnya tidak perlu terjadi, misalnya dengan penggunaan senjata kimia White Phosphorus di wilayah pemukiman. Dan masih banyak lagi bentuk-bentuk pelanggaran Israel terhadap konvensi Jenewa. Laporan tersebut juga menyebutkan pelanggaran konvensi Jenewa yang dilakukan oleh Palestina. Penggunaan senjata roket jarak jauh dinilai melanggar konvensi Jenewa karena efek ledakannya yang random dapat merugikan warga sipil Israel. Penangkapan Ghilad Shalit (Wikipedia 2011), seorang tentara Israel, juga dipandang sebagai tindakan pelanggaran HAM oleh Palestina dinilai dari cara penangkapan dan perlakuan yang diterima Ghilad. Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations Human Rights Counsil) kemudian mengesahkan sebuah resolusi terkait hasil laporan tim pencari fakta konflik Gaza. Resolusi tersebut pada intinya bertujuan untuk mendesak kedua belah pihak untuk melakukan pemeriksaan terhadap militernya terhadap dugaan pelanggaran HAM berat berdasarkan hasil laporan tim pencari fakta. Sebuah artikel koran Kompas (Wahono 2010) menyebutkan bahwa resolusi ini sebenarnya bertujuan untuk mendesak Israel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan mendesak untuk membawa persoalan tersebut ke

Mahkamah Pidana International (International Criminal Court) bila Israel dinilai tidak serius dalam menangani kasus tersebut. Resolusi ini disetujui oleh 25 negara anggota UNHRC yang kebanyakan negara islam, 11 negara lainnya abstain, dan 6 negara menolak untuk menyetujui resolusi termasuk Amerika Serikat dengan alasan proporsi yang tidak seimbang. Negara yang menolak resolusi tersebut berpendapat bahwa resolusi UNHRC terlalu berfokus pada Israel saja dan mengabaikan tindakan pelanggaran yang dilakukan Palestina. Dari wacana tentang resolusi UNHRC tersebut, kesimpulan yang ddapat diambil adalah konvensi Jenewa masih dipandang sebagai hukum internasional yang harus dipatuhi oleh semua negara di dunia. Hal ini terbukti dari jumlah negara yang setuju untuk melakukan tindakan tegas terhadap negara yang melanggar konvensi tersebut. Walaupun demikian, kekuatan konvensi Jenewa tidaklah sekuat hukum nasional. Kurang tegasnya proses peradilan yang akan diberlakukan terhadap Israel dan Palestina dan sanksi yang tidak tertulis secara jelas adalah bukti bahwa konvensi Jenewa tidak mampu mengikat seluruh negara secara utuh dan tidak memiliki kekuatan paksa yang cukup untuk menghukum negara yang melanggar konvensi tersebut. Kedudukan konvensi Jenewa di masa depan diperkirakan akan sama seperti kedudukannya sekarang sebagai hukum internasional yang berlaku untuk semua negara (law making treaty). Kedudukan konvensi Jenewa akan semakin kuat bila ada sanksi yang tertulis secara jelas dan penindakan terhadap negara yang melanggar konvensi Jenewa diberlakukan secara universal dan adil. Hal ini berarti dalam proses penindakan negara-negara tersebut, tidak boleh ada campur tangan pihak lain (terutama negara-negara Great Powers). Proses peradilan harus dilakukan berdasarkan fakta yang ditemukan dan semua negara yang melanggar harus diadili secara otomatis tanpa melalui usulan pihak manapun dan tanpa persetujuan pihak manapun. Kemungkinan ini bukan tidak mungkin terjadi. Ketika semua negara di dunia memandang bahwa kejahatan perang dan kejahatan terhadap hak asasi manusia merupakan kejahatan berat yang ruang lingkupnya berada diluar teritori negara, maka suatu saat konvensi Jenewa akan memiliki kedudukan yang sangat kuat.

REFERENCE Ghilad Shalit [online] (diakses pada 27 Maret 2011) tersedia dari <URL:http://en.wikipedia.org/wiki/Gilad_Shalit> United nations fact finding mission on the gaza conflict [online] (diakses pada 27 Maret 2011) tersedia dari <URL:http://en.wikipedia.org/wiki/United_Nations_Fact_Finding_Mission_on _the_gaza_conflict#cite_ref-resolution_0-1> Unites Nations Human Rights Council 2009, Report of the united nations fact finding mission on the gaza conflict, Author, London. Wahono, T 2010 Dewan HAM PBB sahkan resolusi konflik gaza [online] (diakses pada 27 Maret 2011) tersedia dari <URL: http://internasional.kompas.com/read/2010/03/26/08511585/dewan.ham.pbb.sahkan.resolusi.konflik.gaza>

Please download full document at www.docfoc.com Thanks