PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADI SEHAT

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

PELAKSANAAN KEMITRAAN PT. MEDCO INTIDINAMIKA DENGAN PETANI PADI SEHAT

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

TEKNIK BUDIDAYA PADI DENGAN METODE S.R.I ( System of Rice Intensification ) MENGGUNAKAN PUPUK ORGANIK POWDER 135

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

Pupuk Organik Powder 135 (POP 135 Super TUGAMA)

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Menembus Batas Kebuntuan Produksi (Cara SRI dalam budidaya padi)

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

PENGELOLAAN TERPADU PADI SAWAH (PTPS): INOVASI PENDUKUNG PRODUKTIVITAS PANGAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

Cara Penggunaan Pupuk Organik Powder 135 untuk tanaman padi

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

Tabel 1. Pengukuran variabel tingkat penerapan usahatani padi organik Indikator Kriteria Skor 1. Pemilihan benih a. Varietas yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

1 LAYANAN KONSULTASI PADI TADAH HUJAN Kelompok tani sehamparan

III KERANGKA PEMIKIRAN

GAMBARAN UMUM DAERAH. mempunyai luas wilayah sebesar Ha. Secara administratif Kecamatan

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA DAN NON MITRA

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

Lampiran 1. Proses Seleksi Benih dengan Air Garam. Tujuan Perlakuan

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

1 SET A. INDIVIDU PETANI

BAB VI ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

III. BAHAN DAN METODE

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH, RESPONDEN, DAN BUDIDAYA PADI Keadaan Umum Permasalahan Kabupaten Cianjur

III. METODE PENELITIAN

1 SET B. KELOMPOK TANI SEHAMPARAN

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - RAWA PASANG SURUT Individu petani

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - TADAH HUJAN Individu petani

DAFTAR KUESIONER RESPONDEN

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

BUDI DAYA PADI SRI - ORGANIK

1 LAYANAN KONSULTASI PADI - IRIGASI Individu petani

Lampiran 1. Skor Tingkat Penerapan Teknologi Komponen Model PTT pada Budidaya Padi Sawah di Daerah Penelitian

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

III. METODE PENELITIAN

BAB VI PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI DUSUN MUHARA

I. TINJAUAN PUSTAKA A. Padi

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analisis, dan metode kualitatif. Menurut Nazir dalam Iin, 2008, metode

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini bagian dari kegiatan SLPHT kelompok tani Sumber Rejeki yang

2. Kabupaten Pontianak

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perspesi petani padi organik maupun petani padi konvensional dilatar

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

III. METODE PENELITIAN. penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH Oleh : Saiful Helmy

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAMAH IKLIM Climate Smart Agriculture. Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Hijau

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

PT. TUNAS HARMONI ABADI

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Jakarta

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

SRI SUATU ALTERNATIVE PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH (PADI) YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

VII ANALISIS PENDAPATAN

BUDIDAYA TANAMAN PADI menggunakan S R I (System of Rice Intensification)

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

VII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENERAPAN TEKNOLOGI PADI SEHAT 7.1. Alasan Petani Mengusahakan Padi Sehat Alasan petani responden mengusahakan padi sehat ada tujuh alasan, yang dapat dilihat pada Tabel 26. Bagi petani mitra, alasan yang paling penting mengusahakan padi sehat karena harga jual gabah padi sehat lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. Hal ini dikarenakan harga gabah padi sehat yang mereka jual ke perusahaan mitra lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. Harga gabah yang mereka terima rata-rata sebesar Rp 500,00 per kg dalam bentuk gabah kering panen (GKP). Dengan perbedaan harga tersebut dapat mendorong petani mitra untuk mengusahakan padi sehat. Alasan lainnya yang mendorong petani mitra mengusahakan padi sehat berdasarkan prioritas yang paling penting adalah biaya produksi lebih murah, baik bagi kesehatan, gabah lebih berkualitas dan karena ikut sekolah lapang padi sehat, serta produktivitas lebih tinggi dan hanya untuk percobaan. Tabel 26. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Alasan Petani Mengusahakan Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Alasan mengusahakan Petani Mitra Petani Non Mitra padi sehat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (orang) Harga jual yang tinggi 13 50,0 5 16,7 Biaya produksi lebih murah Produktivitas lebih tinggi 4 15,4 2 6,7 1 3,8 4 1,3 Gabah lebih berkualitas 2 7,7 2 6,7 Baik bagi kesehatan 3 11,5 5 16,7 Percobaan 1 3,8 5 16,7 Ikut Sekolah Lapang 2 7,7 7 23,3 (SL) padi sehat Jumlah 26 100,0 30 100,0

Bagi petani non mitra alasan mengusahakan padi sehat yang paling penting karena mengikuti sekolah lapang mengenai padi sehat. Prioritas alasan yang lainnya adalah harga jual yang tinggi, baik bagi kesehatan, hanya percobaan, produktivitas lebih tinggi, biaya produksi lebih murah, dan gabah lebih berkualitas. Petani non mitra walaupun alasan mengusahakan padi sehat karena harga jual yang tinggi. Namun karena mereka menjualnya bukan ke perusahaan mitra sehingga harga jual yang mereka terima sama saja dengan harga jual gabah konvensional. Berarti dengan adanya kemitraan, mendorong petani mengusahakan padi sehat karena adanya harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. 7.2. Hambatan dalam Mengusahakan Padi Sehat Petani responden dalam mengusahakan padi sehat mengalami berbagai hambatan. Petani mitra dan petani non mitra mengalami hambatan yang paling banyak dirasakan yang sama dalam mengusahakan padi sehat, yaitu penyakit tungro dan kresek. Sudah tiga tahun tanaman padi di Kecamatan Kebon Pedes terkena penyakit tungro, padi sehat maupun padi konvensional. Penyakit ini lebih dikenal oleh petani dengan nama hama merah karena penyakit ini ditularkan oleh serangga wereng hijau atau wereng loreng dan gejala yang dilihatkan penyakit ini yaitu daun berubah menjadi warna kuning oranye atau jingga. 9 Bahkan beberapa petani mengalami gagal panen karena penyakit ini. Padi sehat yang terkena penyakit tugro di Kecamatan Kebon Pedes dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Padi Sehat yang Terkena Penyakit Tungro 9 Departemen Pertanian. 1986. Tungro dan pengendaliannya. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/ppua0164.pdf [ 04 April 2012]

Penyakit kresek merupakan gejala penyakit yang disebabkan oleh bakteri (hawar daun bakteri). Penyakit ini terjadi pada musim hujan atau musim kemarau basah, terutama pada lahan yang selalu tergenang. Kresek adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur kurang dari 30 hari. Daun-daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung. Dalam keadaan parah, seluruh daun menggulung, layu, dan mati. 10 Hambatan lainnya dapat dilihat pada Tabel 27. Hambatan dalam mengusahakan padi sehat yang paling banyak dirasakan oleh petani mitra dan petani non mitra sama, yaitu penyakit tungro dan kresek, walaupun persentase petani mitra lebih sedikit dibandingkan petani non mitra yang mengalaminya. Berarti dengan adanya kemitraan, belum memberikan pengaruh terhadap penyelesaian hambatan yang dirasakan oleh petani mitra, yaitu penyakit tungro dan kresek. Tabel 27. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Hambatan dalam Mengusahakan Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Petani Mitra Petani Non Mitra Hambatan dalam Jumlah Persentase Jumlah Mengusahakan Padi Sehat (orang) (orang) Persentase Ketersediaan benih, pupuk, 3 11,5 3 10,0 dan pestisida organik Ketersediaan uang tunai 3 11,5 3 10,0 Lahan berbatasan dengan 4 15,4 1 3,3 lahan konvensional Kerjaan lebih banyak 3 11,5 2 6,7 Penyakit tungro dan kresek 6 23,1 15 50,0 Pertumbuhan lambat dan 2 7,7 - - produksi menurun Tikus dan Keong 3 11,5 2 6,7 Ketersediaan air - - 1 3,3 Tidak ada hambatan 2 7,7 3 10,0 Jumlah 26 100,0 30 100,0 10 Syam M, et al. 2007. Masalah Lapang Pada Padi. http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/19/file/b4-hamapadi.pdf.pdf [27 April 2012]

7.3. Bimbingan Teknologi Bimbingan teknologi sangat diperlukan oleh petani padi sehat terutama petani yang baru mengusahakan padi sehat kurang dari tiga musim (satu tahun) karena pengalaman mereka masih sedikit. Bimbingan teknologi diperlukan agar gabah yang dihasilkan optimal secara kualitas dan kuantitas. Bimbingan teknologi dilihat dari keikutsertaan petani responden dalam penyuluhan dan pelatihan, materi yang disampaikan, dan instansi yang melaksanakan pelatihan dan penyuluhan. Sebanyak 92,85 persen petani responden pernah ikut dalam penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat. Petani mitra seluruhnya pernah ikut penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat, sedangkan petani non mitra sebanyak empat orang tidak pernah ikut (13,3 persen). Petani non mitra yang tidak pernah ikut penyuluhan dan pelatihan, mengetahui cara mengusahakan padi sehat dari teman mereka yang pernah mengikuti penyuluhan dan pelatihan. Petani mitra lebih aktif mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat sehingga pengetahuan mereka lebih banyak dibandingkan petani non mitra. 7.3.1. Materi Penyuluhan dan Pelatihan Petani responden yang mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat mendapatkan berbagai pengetahuan melalui materi yang disampaikan. Materi yang petani dapatkan ketika mengikuti penyuluhan dan pelatihan bervariasi. Metode yang digunakan untuk menyampaikan materi dalam penyuluhan dan pelatihan yaitu metode diskusi, tanya jawab, praktek di lapang, dan metode pengenalan dengan mengikuti pameran atau bazar. Pada saat penyuluhan petani mendapatkan materi mengenai pengertian dan manfaat padi sehat atau organik, teori mengusakan padi sehat, dan teori teknologi organik. Materi penyuluhan hanya teori yang disampaikan mengenai budidaya padi sehat, mulai dari penyiapan input hingga saat pemanenan. Materi mengenai ekologi tanah, pengendalian hama dan penyakit, serta pertanian terpadu, juga petani dapatkan pada saat penyuluhan. Selain penyuluhan mengenai budidaya padi sehat, petani juga mendapatkan materi mengenai penanganan pasca panen dan pengemasan gabah padi sehat atau beras sehat. Materi yang disampaikan pada sekolah penanganan

pasca panen padi sehat ini, yaitu dinamika kelompok, teori pengolahan hasil panen, pengemasan, standar proses operasi pasar, analisis usaha, mengenal alat sablon, trik dan tips pemasaran, serta teori promosi. Penyuluhan biasanya dilakukan di saung pertemuan (saung meeting) atau di aula kantor Desa pada hari jumat atau sabtu setiap pekannya selama sekolah lapang (4 bulan). Pelatihan mengenai padi sehat merupakan praktek secara langsung di sawah atau langsung menggunakan bahan-bahan. Saat pelatihan mengenai budidaya padi sehat materi yang disampaikan seperti cara penyemaian yang baik, pembuatan pupuk organik, padat maupun cair (MOL), dan pembuatan pestisida nabati. Petani juga langsung turun ke sawah melakukan praktek bagaimana caranya menanam padi yang baik, pemupukkan, pengendalian hama dan penyakit dengan secara langsung praktek penggunaan pestisidan nabati, cara penyiangan, serta cara panen. Petani mendapatkan pelatihan mengenai penanganan pasca panen dan pengemasan dengan langsung mempraktekan cara pengemasan dengan pembuatan sablon kemasan yang menarik. Petani juga membuat pembukuan untuk mengetahui analisis usaha. Beberapa petani mengikuti studi banding ke Gapoktan di Tasikmalaya yang telah mengekspor beras organik. Setelah selesai penyuluhan dan pelatihan mengenai penanganan pasca panen padi sehat petani mengikuti pertemuan jejaring usaha agribisnis padi sehat. Pada saat itu, petani dipertemukan dengan pihak PT. Medco Intidinamika untuk berdiskusi mengenai pemasaran beras sehat dan kemitraan yang akan terjalin. 7.3.2. Instansi yang Melaksanakan Penyuluhan dan Pelatihan Penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat yang diikuti petani responden sebesar 58,92 persen dilaksanakan oleh Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) yang dilakukan langsung oleh penyuluh (PPL). Petani mitra dan non mitra pun paling banyak mengikuti penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat yang diadakan oleh BP3K/PPL. Hal ini berarti petani mitra maupun petani non mitra mempunyai kesempatan yang sama mendapatkan pengetahuan dan informasi mengenai usahatani padi sehat. Penyuluhan dan pelatihan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dilakukan oleh berbagai instansi. Kelompok tani yang melaksankan bimbingan

teknologi mengenai padi sehat sebenarnya diinisiasi oleh BP3K/PPL karena yang memberikan materi adalah PPL. Dinas pertanian yang pernah melaksanakan bimbingan teknologi mengenai padi sehat hanya memberikan materi mengenai pengendalian hama dan penyakit terpadu pada padi, yang juga diinisiasi oleh BP3K/PPL. Asosiasi Padi Sehat yang baru berdiri belum satu tahun ini, tidak melaksanakan bimbingan teknologi secara langsung, namun ketua dan beberapa anggota asosiasi ini memberikan materi mengenai budidaya padi sehat kepada petani, yang kegiatannya bersama dengan PPL. Penyuluhan dan pelatihan dari asosiasi padi sehat ini hanya diberikan oleh petani mitra saja. Hal ini dikarenakan ketua asosiasi padi sehat adalah ketua Gapoktan Mekar Tani sehingga kegiatannya lebih mengarah kepada petani mitra agar pengetahuan petani mitra dalam mengusahakan padi sehat lebih meningkat. Instansi lainnya yang pernah melaksanakan penyuluhan dan pelatihan mengenai padi sehat, dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Pelaksanaan Penyuluhan dan Pelatihan Padi Sehat yang Diadakan oleh Suatu Instansi di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Instansi yang Melaksanakan Petani Mitra Petani Non Mitra penyuluhan dan pelatihan Jumlah Persentase Jumlah Persentase mengenai padi sehat (orang ) (orang ) Kelompok Tani 5 19,2 5 16,7 Asosiasi Petani Padi Sehat 3 11,5 - - BP3K/ PPL 16 61,5 17 56,7 Dinas Pertanian 2 7,7 3 10,0 Nagrak Organic Center (NOC) - - 1 3,3 Tidak Ikut Penyuluhan dan - - 4 13,3 Pelatihan Jumlah 26 100,0 30 100,0 Perusahaan mitra tidak pernah melakukan bimbingan teknologi secara langsung ke petani mitra karena Gapoktan Mekar Tani dianggap oleh perusahaan mitra telah mempunyai pengetahuan mengenai budidaya padi sehat yang baik sehingga tidak lagi diperlukan bimbingan teknologi secara langsung. Perusahaan

mitra pernah melakukan kerjasama dalam pengembangan mesin pengering padi dengan Gapoktan Mekar Tani yang juga bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Gapoktan Mekar Tani mengirimkan dua ton gabah padi sehat untuk dilakukan percobaan mesin tersebut. Namun Gapoktan Mekar Tani akan mendapatkan mesin pengering gabah dari Dinas Pertanian sehingga penyediaan mesin pengering gabah dari perusahaan mitra belum terlaksana. Kegiatan mengusahakan padi sehat dan bimbingan teknologi yang dilakukan petani responden dapat dilihat di Lampiran 6. 7.4. Penerapan Teknologi Padi Sehat Penerapan teknologi padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi bermula sejak tahun 2007 dengan dilaksanakannya program FEATI (Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information). Program ini didanai oleh Bank Dunia (World Bank) yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pertanian organik dan terpadu. Program ini dilaksanakan selama lima tahun. Pada tahun 2007 telah dilaksanakan sekolah lapang budidaya padi SRI (System of Rice Intensification). Sedangkan pada tahun 2008 dan 2009 dilaksanakan sekolah budidaya lele dan pengolahan hasil serta budidaya ternak domba dan pembuatan kompos. Pada tahun 2010 dilaksanakan sekolah lapang budidaya agribisnis padi sehat dan pada tahun 2011 dilaksanakan sekolah lapang budidaya padi sehat penanganan pasca panen dan pengemasan. Progam FEATI ini baru dilaksanakan ditiga desa, yaitu Desa Bojong Sawah, Desa Kebon Pedes, dan Desa Sasagaran. Sedangkan Desa Jambenenggang telah mengenal terlebih dahulu mengenai padi sehat melalui program padi SRI pada tahun 2002. Untuk Desa Cikaret, program padi SRI baru dilaksanakan pada musim tanam bulan Maret 2012. Jika penyuluhan dan pelatihan telah berjalan di Desa Cikaret, berarti semua desa di Kecamatan Kebon Pedes telah mengetahui budidaya padi dengan metode SRI sehingga jumlah petani padi sehat akan lebih banyak. Selama dua tahun terakhir petani di Kecamatan Kebon Pedes telah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan mengenai budidaya padi sehat dari program FEATI. Dalam satu tahun petani mendapatkan penyuluhan dan pelatihan

selama 16 minggu atau selama budidaya padi sehat (4 bulan), mulai dari persiapan benih hingga panen. Penerapan padi sehat yang dianalisis dalam penelitian ini dilihat dari luas sawah padi sehat dan penggunaan benih, pembuatan pupuk kompos, MOL, dan pestisida nabati, persiapan lahan, pengadaan benih, persemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, dan panen. Semua kegiatan budidaya padi sehat tersebut yang dilakukan oleh petani akan dibandingkan dengan standar penerapan teknologi padi sehat berdasarkan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta serta Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta tahun 2007 dalam seri informasi PRIMATANI No.1 Tahun 2007 dan Standard Operational Procedure (SOP) Gapoktan Mekar Tani. Luas sawah yang ditanami padi sehat oleh petani responden perlu diketahui untuk melihat persentase penerapan teknologi padi sehat berdasarkan total sawah yang mereka kuasai. Persentase petani mitra yang menanam padi sehat pada seluruh sawah yang dikuasainya lebih banyak pada petani mitra (76,9 persen) dibandingkan petani non mitra (63,3 persen). Hal ini berarti petani mitra lebih tertarik untuk melakukan penerapan teknologi padi sehat dibandingkan petani non mitra. Rata-rata petani mitra sudah menanam padi sehat sebesar 87,4 persen dari seluruh luas lahan yang dikuasainya, sedangkan petani mitra sebesar 80,2 persen. Berarti dengan adanya kemitraan, dapat mendorong petani untuk mengusahakan padi sehat pada seluruh sawah yang dikuasainya. 7.4.1. Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati Pembuatan sendiri pupuk organik dan pestisida nabati menjadi salah satu penerapan teknologi padi sehat karena dapat mengurangi biaya produksi. Pembuatan pupuk organik dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuknya, yaitu padat dan cair. Pupuk organik padat atau biasa disebut kompos, dapat dibuat dari berbagai bahan, jerami atau kotoran ternak. Petani di Kecamatan Kebon Pedes biasanya menggunakan pupuk organik padat dari kotoran ternak, sapi atau domba. Bahan campuran lainnya yaitu bekatul, arang sekam, dekomposer, hijauan, pospat alam (kapur) dan air. Dengan perbandingan kotoran hewan 60 persen, bekatul dua persen, arang sekam 10 persen, dekomposer satu persen, pospat alam 7 persen dan air secukupnya. Agar pupuk yang dihasilkan bagus, maka setiap tiga hari sekali

pupuk diaduk atau dibalik dan ditutup. Setelah 30 hari, pupuk sudah terfermentasi dengan baik dan dapat digunakan. Bila pupuk kompos kurang dari 30 hari, pupuk kompos biasanya kurang busuk (terfermentasi), sehingga zat haranya kurang. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk cair dan pestisida nabati berbeda walaupun bentuknya sama-sama cair. Pembuatan pupuk cair atau biasa disebut MOL (microorganisme lokal) dibuat dengan berbagai bahan, yaitu urin sapi, kelinci, atau domba, rebung (bambu muda), air tebu, batang pisang, buah maja, keong, air nira, air kelapa, dan daun-daunan (orok-orok, cleresede). Bahan-bahan tersebut lalu difermentasikan selama 15 hari. Pestisida nabati bisanya dibuat oleh petani sebagai pencegahan datangnya hama dan penyakit. Pestisida nabati dibuat dari campuran daun sirsak 2 kg, tembakau ½ kg, cabai rawit ½ kg, bawang putih ½ kg, kencur ¼ kg, biji mahoni ¼ kg, brotowali ½ kg, gadung 1 kg, dan air 10 liter. Bahan-bahan tersebut dihaluskan dan dicampur, lalu difermentasi minimal selama 72 jam (3 hari). Persentase petani responden yang telah membuat pupuk organik dan pestisida nabati dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati Membuat pupuk organik padat (kompos) minimal selama 30 hari Membuat pupuk cair (MOL) selama 15 hari Membuat pestisida nabati selama 3 hari Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra (persen) Sesuai Tidak Tidak Jumlah Sesuai Tidak Tidak Jumlah Sesuai Membuat Sesuai Membuat 11,5 38,5 50,0 100 6,7 16,7 76,7 100 19,2 46,2 34,6 100 3,3 26,7 70,0 100 46,2 15,4 38,5 100 6,7 6,7 86,7 100 Petani mitra lebih banyak yang telah membuat pupuk organik dan pestisida nabati sendiri maupun berkelompok dibandingkan petani non mitra. Berarti pengetahuan petani mitra lebih banyak mengenai pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati dibandingkan petani non mitra karena telah mengaplikasikannya secara langsung, walaupun belum sesuai dengan standar. Petani mitra mendapatkan pengetahuan pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati dari sekolah lapang padi sehat.

7.4.2. Persiapan lahan Persiapan lahan sangat diperlukan agar tanaman padi mendapatkan banyak unsur hara. Persiapan lahan yang diperlukan adalah pengolahan tanah dan kecukupan air. Pengolahan tanah yang baik dilakukan 3 15 hari sebelum penanaman. Persentase petani mitra (73,1 persen) yang mengolah tanah 3 15 hari sebelum penanaman lebih banyak dibandingkan petani non mitra (60 persen). Pengolahan tanah dilakukan dengan cara dibajak (dengan traktor atau kerbau) atau dicangkul sampai benar-benar gembur. Pembuatan parit atau kamalir dibuat sesuai kebutuhan. Parit biasanya dibuat diantara tanaman padi agar kebutuhan air tercukupi tanpa membuat tanaman padi terendam air. Hal ini dilakukan untuk menekan perkembangan keong agar tidak memakan tanaman padi. Pembuatan parit yang dilakukan petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Pembuatan Parit pada Sawah Pengaturan air sangat diperlukan dalam penanaman padi sehat karena padi sangat memerlukan air dalam jumlah yang cukup tetapi tidak untuk digenangi karena padi bukan tanaman air. Sebelum penanaman, sawah digenangi oleh air setinggi dua cm selama satu minggu. Persentase petani mitra (42,3 persen) lebih rendah yang melakukan pengaturan air ini dibandingkan petani non mitra (66,7 persen). Hal ini dikarenakan petani mitra hanya melakukan pengaturan air dengan kondisi macak-macak 11. Pengaturan air dengan kondisi macak-macak dilakukan oleh petani mitra untuk menekan perkembangan keong pada sawah. Namun 11 Kondisi tanah hanya dalam keadaa basah, tidak tergenang air.

dengan kondisi tersebut sawah dapat kembali ditumbuhi gulma. Sebaiknya sawah dalam kondisi macak-macak dilakukan saat penanaman. Dua hari menjelang penyiangan sawah kembali digenangi air setinggi dua cm sampai selesai penyiangan. Pada saat pemupukan, kondisi air kembali hanya macak-macak dan dua minggu sebelum panen sawah dikeringkan total. 7.4.3. Pengadaan Benih Benih merupakan salah satu input terpenting dalam mengusahakan berbagai tanaman, termasuk padi sehat. Pengadaan benih harus diperhatikan dengan baik. Mulai dari varietas yang digunakan, cara dan tempat mendapatkan benih, kualitas benih, warna label, serta jumlah dan perlakuan pada benih. Varietas benih yang paling sering digunakan oleh petani responden adalah varietas ciherang, baik petani mitra (76,9 persen) maupun non mitra (86,7 persen). Varietas yang paling banyak digunakan kedua adalah varietas sintanur. Varietas lainnya yang digunakan petani responden adalah varietas inpari 13. Varietas inpari 13 hanya digunakan oleh petani mitra karena varietas tersebut didapat dari perusahaan mitra. Petani mendapatkan benih melalui berbagai cara dan tempat. Petani responden, baik petani mitra maupun non mitra mendapatkan benih paling banyak dengan membeli sendiri. Petani biasanya membeli benih di toko pertanian atau ditetangga. Cara lain yang digunakan petani responden adalah membuat benih sendiri. Benih dihasilkan dari hasil panen sebelumnya yang dipilih dengan kualitas yang baik. Petani yang mendapatkan benih dari kelompok tani merupakan benih bantuan dari PPL/Dinas Pertanian. Petani tidak mendapatkan benih secara gratis karena petani membayar uang transportasi bagi pengurus kelompok tani yang mengantarkan benih tersebut ke rumah mereka. Pengurus yang mengantarkan benih biasanya berjalan kaki sambil memanggul benih. Satu kantong benih yang berisi lima kilogram biasanya dibayar seharga Rp 10.000,00. Benih yang diberikan Asosiasi Padi Sehat yang kepada petani mitra merupakan benih dari perusahaan mitra. Asosiasi hanya menjadi perantara pendistribusian benih dari perusahaan mitra. Petani mitra yang sering menggunakan benih dari perusahaan mitra hanya tiga orang. Petani mitra lainnya

lebih sering membeli dari pihak lain, karena tidak mendapatkan pinjaman benih dari perusahaan mitra. Berarti kemitraan belum memberikan kemudahan bagi petani mitra untuk mendapatkan benih. Cara dan tempat mendapatkan benih padi dapat dilihat Tabel 30. Tabel 30. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Cara dan Tempat Mendapatkan Benih Padi di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Cara dan Tempat Petani mitra Petani non mitra mendapatkan benih padi Jumlah Petani (orang) Persentase Jumlah Petani (orang) Persentase Buat sendiri 4 15,4 5 16,7 Beli 15 57,7 18 60,0 Kelompok Tani 3 11,5 2 6,7 Asosiasi Petani Padi Sehat 1 3,8 - - Perusahaan Mitra 2 7,7 - - PPL/Dinas Pertanian 1 3,8 5 16,7 Jumlah 26 100,0 30 100,0 Kualitas benih yang digunakan dilihat berdasarkan sertifikasi benih oleh BPSB (Badan Pengawasan Sertifikasi Benih), benih organik, dan label benih yang digunakan. Petani responden sebagian besar telah menggunakan benih bersertifikat BPSB, baik petani mitra maupun non mitra. Walaupun sebagian besar telah menggunakan benih bersertifikat, namun benih tersebut tidak semua merupakan benih organik. Petani mitra yang menggunakan benih organik lebih banyak dibandingkan petani non mitra. Berarti kemitraan mendorong petani untuk menggunakan benih yang berkualitas, yaitu yang bersertifikat dan organik. Kualitas benih yang digunakan petani responden dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Persentase Petani Responden Berdasarkan Kualitas Benih yang Digunakan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Kualitas benih Bersertifikat Badan Pengawasan Sertifikat Benih (BPSB) Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra (persen) Ya Tidak Tidak Jumlah Ya Tidak Tidak Jumlah Tahu Tahu 57,7 15,4 26,9 100 46,7 30,0 23,3 100 Benih Organik 46,2 7,7 46,2 100 13,3 46,7 40,0 100

Kualitas benih yang juga harus diperhatikan adalah warna label benih. Petani responden, mitra maupun non mitra paling banyak yang menggunakan benih berlabel biru. Warna label lainnya yang digunakan oleh petani responden adalah ungu. Hanya petani mitra yang menggunakan benih berlabel ungu karena benih tersebut berasal dari perusahaan mitra. Petani yang menggunakan benih dengan label ungu dapat menggunakan benih hasil penanaman pertama pada musim selanjutnya. Namun karena masih sedikitnya petani mitra yang mendapatkan benih berlabel putih dari perusahaan mitra, sehingga petani mitra lebih banyak yang menggunakan benih berlabel biru. Warna label benih yang digunakan oleh petani reponden dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Warna Label Benih yang Digunakan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Warna label Petani mitra Persentase Petani non Persentase benih yang digunakan (orang) mitra (orang) Ungu 2 7,7 - - Biru 19 73,1 15 50,0 Tidak Tahu 1 3,8 3 10,0 Tidak Berlabel 4 15,4 12 50,0 Jumlah 26 100,0 30 100,0 Selain kualitas, kuantitas benih juga harus diperhatikan dalam penerapan teknologi padi sehat agar pertumbuhan tanaman padi menjadi optimal. Standar penggunaan benih yaitu sebanyak 8 15 kg benih per ha. Seluruh petani non mitra tidak menggunakan benih sesuai standar. Petani non mitra masih menggunakan benih lebih banyak dari standar karena mereka menanam bibit padi lebih dari dua setiap lubangnya karena petani khawatir bila hanya menanam sedikit benih lalu bibit padinya dimakan keong maka tidak ada lagi bibit yang lain. Berarti dengan adanya kemitraan, mendorong petani untuk menggunakan benih sesuai standar, agar menghasilkan gabah dengan lebih efesien. Sebelum disebarkan pada lahan persemaian, benih terlebih dahulu direndam dalam air selama 24 jam dan diperam didalam karung atau plastik selama 48 jam untuk merangsang perkecambahan secara serempak. Benih yang direndam selama 24 jam lebih banyak yang dilakukan oleh petani mitra

dibandingkan petani non mitra. Sedangkan benih yang diperam selama 48 jam lebih sedikit yang dilakukan oleh petani mitra dibandingkan petani non mitra. Petani mitra sebagian besar hanya memeram benih selama 24 jam. Ada satu orang petani mitra yang tidak memeram benih selama 48 jam. Jumlah dan perlakuan pada benih yang dilakukan oleh petani dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Persentase Petani Responden Berdasarkan Jumlah Benih yang Digunakan dan Perlakuan pada Benih di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Jumlah dan Perlakuan pada Benih Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra (persen) Sesuai Tidak Jumlah Sesuai Tidak Jumlah Jumlah benih yang digunakan sebanyak 8 15 kg/ha Benih direndam selama 24 jam Benih diperam selama 48 jam 7.4.4. Persemaian Sesuai Sesuai 30,8 69,2 100-100 100 30,7 69,3 100 6,7 93,3 100 57,7 42,3 100 83,3 16,7 100 Penerapan teknologi dalam persemaian dilihat dari luas lahan, penggunaan pupuk organik, dan penggunaan pestisida nabati. Luas lahan persemaian untuk satu kilogram benih minimal seluas 4 m 2 agar pertumbuhan bibit menjadi optimal dan serempak. Petani mitra lebih sedikit yang melakukan standar persemaian tersebut, dibandingkan petani non mitra. Lahan persemaian harus diberikan pupuk organik sebanyak 2 kg/m 2 agar pertumbuhan bibit lebih cepat dan baik. Petani mitra lebih banyak yang menggunakan pupuk organik pada lahan persemaian dibandingkan petani non mitra. Penggunaan pestisida nabati pada lahan persemaian dilakukan untuk pencegahan hama dan penyakit pada bibit, minimal dua kali penyemprotan. Petani mitra lebih banyak yang melakukan standar ini dibandingkan petani non mitra. Standar persemaian yang dilakukan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 34. Bila dilihat secara keseluruhan, petani mitra lebih banyak yang melakukannya persemaian sesuai standar. Hal ini berarti dengan kemitraan mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik pada tahap persemaian, seperti menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati dalam persemaian.

Tabel 34. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Persemaian yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Standar Persemaian Luas lahan persemaian satu kilogram benih minimal seluas 4m 2 Penggunaan pupuk organik pada lahan persemaian sebanyak 2 kg/m 2 Menggunakan pestisida nabati minimal sebanyak 2 kali sebagai pencegahan Sesuai 7.4.5. Penanaman Petani Mitra (persen) Tidak Tidak Sesuai Melakukan Jumlah Sesuai Tidak Sesuai Petani Non Mitra (persen) Tidak Jumlah Melakukan 57,7 42,3-100 66,7 33,3-100 34,6 50,0 15,4 100 6,7 53,3 40 100 26,9 38,5 34,6 100 13,3 20,0 66,7 100 Penanaman merupakan salah satu proses budidaya yang penting dan harus dilakukan sesuai standar agar tanaman padi sehat tumbuh dengan baik. Standar penanaman padi sehat, yaitu menggunakan bibit muda, jumlah daun bibit minimal empat lembar, satu lubang ditanam 1 2 bibit, bibit ditanam dengan kedalaman maksimal satu cm, jarak antar rumpun tanam 25 30 cm, dan ditanam dengan sistem legowo. Petani mitra lebih sedikit yang melakukan menggunakan bibit muda dengan usia 12 20 HSS (hari setelah semai) dibandingkan petani non mitra. Bibit yang ditanam mempunyai jumlah daun minimal empat lembar. Petani mitra lebih rendah yang melakukan standar ini dibandingkan petani non mitra. Hal ini dikarenakan petani mitra ada yang menanam bibit pada umur yang lebih muda dari standar yaitu 10 HSS. Berarti kemitraan belum mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat pada tahap penanaman, yaitu menggunakan bibit pada usia 12-20 HSS. Petani mitra belum semua yang menerapkan standar ini kemungkinan karena pemikiran mereka mengenai bibit muda yang digunakan dalam penanaman padi sehat yaitu berada dibawah usai 12 HSS. Satu lubang ditanam sebanyak 1 2 bibit agar pertumbuhan tanaman padi baik dan setiap tanaman tercukupi unsur haranya. Jumlah petani mitra yang melakukan standar ini lebih banyak dibandingkan petani non mitra. Masih

banyaknya petani yang tidak melakukan penanaman sebanyak 1 2 bibit setiap lubang karena mereka khawatir tanaman padi yang masih muda akan dimakan oleh keong dan apabila bibit yang ditanam dimakan oleh keong maka masih ada bibit padi yang lainnya dalam lubang tersebut. Untuk mengatasi hal ini, petani dapat menggunakan kamalir atau parit yang mengelilingi tanaman padi sehingga keong tidak akan naik dan memakan tanaman padi, namun hanya berada di parit tersebut. Bibit harus ditanam dengan kedalaman maksimal satu cm, agar bibit cepat tumbuh dengan baik. Petani mitra yang melakukan standar ini lebih banyak dibandingkan petani non mitra. Jarak antar rumpun juga harus diperhatikan dalam penanaman padi sehat. Jarak antar rumpun tanam yang baik yaitu 25 30 cm. Jumlah petani mitra lebih banyak yang melakukan standar tersebut dibandingkan petani non mitra dengan perbedaan persentase sebesar 20,76 persen. Berarti kemitraan telah mendorong petani untuk melakukan tahapan penanaman ini sesuai standar. Petani yang telah mengikuti penyuluhan dan pelatihan tentu mengetahui standar penanaman ini dan ingin menerapkannya. Namun karena penanaman biasanya dilakukan oleh orang lain (tenaga kerja luar keluarga), petani tidak dapat mengawasinya satu persatu pekerja. Petani biasanya hanya memberikan pengarahan saja kepada tenaga kerja yang melakukan penanaman bagaimana standar penanaman yang baik tanpa pengawasan langsung di sawah sehingga semua pekerjaaan diserahkan kepada tenaga kerja. Tidak semua tenaga kerja mengikuti saran petani untuk menanam sesuai standar karena kekurangan pengetahuan dan pengalaman mereka. Standar penanaman padi sehat yang dilakukan oleh petani dapat dilihat pada Tabel 35.

Tabel 35. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Penanaman yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra Standar Penanaman (persen) Sesuai Tidak Sesuai Jumlah Sesuai Tidak Sesuai Jumlah Menggunakan bibit padi berumur 12 20 HSS 76,9 23,1 100 90 10 100 Jumlah daun bibit minimal sebanyak 4 lembar Satu lubang ditanam 1-2 bibit Bibit ditanam dengan kedalaman maksimal 1 cm Jarak antar rumpun tanam 25 30 cm 26,9 73,1 100 40 60 100 65,4 34,6 100 30 70 100 80,8 19,2 100 56,7 43,3 100 80,8 19,2 100 60 40 100 Penanaman dengan menggunakan sistem legowo juga merupakan penerapan teknologi. Cara tanam padi sistem legowo merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usahatani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa Jawa Banyumas yang berasal dari kata lego dan dowo; lego artinya luas dan dowo artinya memanjang. Jadi antara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang setiap barisnya (Supriapermana et al. 1990, diacu dalam Pahruddin et al 2004). 12 Penanaman dengan menggunakan sistem ini terkendala juga pada pengetahuan dan pengalaman tenaga kerja. Petani responden telah menggunakan sistem legowo sebesar 60,71 persen dan yang paling banyak melakukannya adalah petani mitra (65,4 persen) dibandingkan petani non mitra (56,7 persen). Sistem legowo yang paling banyak digunakan oleh petani responden adalah sitem legowo 3:1 dan 4:1. 12 Pahruddin et al. 2004. Cara Tanam Padi Sistem Legowo Mendukung Usahatani Padi di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/bt091044.pdf [03 Juni 2012]

7.4.6. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma di sawah agar tidak mengganggu tanaman padi dan menjadi kompetitor untuk mendapatkan unsur hara dalam tanah. Penyiangan dapat dilakukan dengan bantuan alat atau hanya dicabut dengan menggunakan tangan. Alat yang digunakan untuk penyiangan biasa disebut gasrok oleh petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes. Apabila penyiangan menggunakan alat ini, tenaga kerja yang digunakan adalah laki-laki karena membutuhkan tenaga yang cukup besar. Penggunaan alat ini untuk penyiangan dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Penyiangan dengan Gasrok Penyiangan yang baik dilakukan minimal dua kali pada saat padi berusia 20 22 HST (hari setelah tanam) dan berusia 35 37 HST. Standar penyiangan pertama lebih banyak yang dilakukan oleh petani mitra, sedangkan standar penyiangan kedua lebih banyak yang dilakukan oleh petani non mitra. Petani responden ada juga yang tidak melakukan penyiangan, baik penyiangan pertama maupun kedua. Penyiangan tidak dilakukan karena menurut mereka tidak ada gulma di sawah sehingga tidak perlu dilakukan penyiangan. Bila dilihat secara keseluruhan, kemitraan belum dapat mendorong petani untuk menerapkan teknlogi padi sehat sesuai standar pada tahap penyiangan. Standar penyiangan yang dilakukan pada petani responden dapat dilihat pada Tabel 36.

Tabel 36. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Penyiangan yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Standar Penyiangan Penyiangan I pada 20 22 HST Penyiangan II pada 35 37 HST 7.4.7. Pemupukkan Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra (persen) Sesuai Tidak Tidak Jumlah Sesuai Tidak Tidak Jumlah Sesuai Melakukan Sesuai Melakukan 19,2 76,9 3,8 100 16,7 83,3-100 7,7 88,5 3,8 100 10 80 10 100 Pupuk organik yang diberikan pada tanaman padi sehat berbentuk pupuk padat maupun pupuk cair. Pupuk organik padat digunakan sebelum penanaman (pupuk dasar) sebanyak 2 5 ton/ha. Pemupukan setelah penanaman, dapat menggunakan pupuk organik padat maupun cair (MOL). Pemupukan pertama dilakukan pada umur padi 10 HST, pemupukkan kedua dan ketiga berselang 10 hari setelah pemupukan sebelumnya. Pemberian pupuk cair (MOL) minimal sebanyak tiga kali dan juga diberikan berselang setiap 10 hari. Total pupuk organik padat yang diberikan minimal sebanyak tiga ton/ha dan total pupuk kimia yang digunakan maksimal 100 kg/ha. Persentase petani responden yang melakukan standar pemupukan dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Persentase Petani Responden Berdasarkan Standar Pemupukan yang Dilakukan di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Standar Pemupukan Pemupukan dasar sebanyak 2 5 ton/ha Pemupukan I pada 10 HST Pemupukan II pada 20 HST Pemupukan III pada 30 HST Pemupukan MOL minimal sebanyak 3 kali Total pupuk organik padat yang digunakan minimal 3 ton/ha Total pupuk kimia yang digunakan maksimal 100 kg/ha Petani Mitra (persen) Petani Non Mitra (persen) Sesuai Tidak Sesuai Tidak Melakukan Jumlah Sesuai Tidak Sesuai Tidak Melakukan Jumlah 50 46,2 3,8 100 26,7 50,0 23,3 100 23,1 69,2 7,7 100 6,7 93,3-100 26,9 65,4 7,7 100 23,3 73,3 3,3 100-80,8 19,2 100 3,3 43,3 53,3 100 73,1 19,2 7,7 100 23,3 20 56,7 100 42,3 57,7-100 36,7 60 3,3 100 7,7 11,5 80,8 100 13,3 56,7 30 100

Seluruh standar pemupukan paling banyak dilakukan oleh petani mitra, kecuali waktu pemupukan ketiga dan total pupuk kimia yang digunakan. Petani mitra masih ada yang menggunakan pupuk kimia, yaitu sebanyak lima orang. Dua orang diantaranya telah sesuai standar penggunaan pupuk kimia (maksimal 100 kg/ha). Petani mitra yang masih menggunakan pupuk kimia, gabah padi sehat yang dihasilkan tidak dijual ke perusahaan mitra karena gabah padi sehat yang diterima perusahaan mitra harus terbebas dari bahan kimia. Walaupun tidak ada pengawasan secara langsung terhadap penggunaan pupuk, namun petani mitra telah mempunyai kesadaran sendiri, untuk menggunakan pupuk yang hanya organik. Namun sebaiknya harus juga dilakukan pengawasan secara rutin penggunaan pupuk oleh Gapoktan Mekar Tani. Bila dilihat dari total pupuk kimia yang digunakan, kemitraan belum mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat pada tahap pemupukan ini. Hal ini kemungkinan karena petani mitra yang menggunakan pupuk kimia melebihi standar, mereka belum mempunyai kemudahan akses terhadap pupuk organik, sehingga lebih memilih menggunakan pupuk kimia yang lebih mudah ditemui. Petani juga kemungkinan khawatir terjadinya penurunan produksi bila hanya menggunakan pupuk organik. 7.4.8. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit pada padi sehat harus menggunakan bahan organik atau biasa disebut pestisida nabati. Pestisida nabati biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya hama dan penyakit. Penyemprotan pestisida nabati dilakukan minimal sebanyak dua kali. Petani mitra lebih banyak yang menggunakan pestisida nabati sesuai standar (57,7 persen) dibandingkan petani non mitra (23,3 persen). Petani responden lainnya sudah menggunakan pestisida nabati namun belum sesuai standar, baik petani mitra (23,1 persen) maupun petani non mitra (40 persen). Banyaknya petani mitra yang telah menggunakan pestisida nabati karena petani mitra lebih banyak yang membuat sendiri atau berkelompok.

Petani responden yang tidak menggunakan pestisida nabati akan menggunakan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit. Petani yang telah menggunakan pestisida nabati juga ada yang menggunakan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit, karena menurut mereka serangan hama dan penyakit yang sudah serius dapat menyebabkan gagal panen sehingga mereka menggunakan pestisida kimia untuk mengurangi risiko gagal panen. Petani mitra lebih sedikit yang menggunakan pestisida kimia (19,2 persen) dibandingkan petani non mitra (40 persen). Berarti dengan adanya kemitraan, mendorong petani untuk menggunakan pestisida nabati dalam pengendalian hama dan penyakit. 7.4.9. Panen Panen merupakan tahap akhir dalam budidaya padi sehat sehingga harus dilakukan dengan baik. Petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes biasanya melakukan panen tiga kali dalam satu tahun, sehingga waktu yang diperlukan dari persiapan benih hingga pasca penen memerlukan waktu sekitar empat bulan. Panen sebaiknya ditanam pada usia padi yang tepat agar gabah yang dihasilkan maksimal. Umur panen padi tergantung dari varietas padi yang digunakan. Padi ciherang umur tanamnya 116 115 hari, padi padi sintanur 115 125 hari, dan padi inpari 13 umur tanamnya 103 hari. Petani responden yang panen tepat pada umur tersebut hanya sebesar 5,35 persen, petani mitra sebesar 7,7 persen dan petani non mitra sebesar 3,3 persen. Walaupun belum 100 persen melakukan panen padi sehat sesuai dengan standar, namun petani mitra telah melakukan standar panen dengan kesesuaian rata-rata 90,26 persen, sedangkan petani non mitra rata-rata sebesar 88,87 persen. Pada saat panen, sebaiknya batang padi dipotong sepanjang 25 cm dari panggal malai ke tanah agar gabah mudah dirontokan karena panjang batang padi sesuai. Petani responden masih menggunakan alat sederhana untuk merontokan padi, yaitu dengan menggunakan papan perontok yang dialasi terpal untuk menampung bulir gabah. Petani responden yang melakukan panen sesuai standar ini hanya tiga orang (8,92 persen). Petani mitra lebih sedikit yang melakukan standar ini (3,8 persen) dibandingkan petani non mitra (13,3 persen). Namun dilihat dari waktu panen, kemitraan telah mendorong petani untuk menerapkan

teknologi padi sehat yang baik, yaitu panen pada tepat waktu (saat 90 persen padi telah menguning). 7.5. Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat Derajat penerapan teknologi adalah nilai evaluasi penerapan teknologi padi sehat yang dilakukan oleh petani dibandingkan dengan standar yang ada. Nilai evaluasi ini diperoleh dari hasil wawancara yang dibantu kuisioner kepada petani responden yang menerapkan teknologi padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah petani melakukan atau tidak standar teknologi padi sehat dan berapa kuantitas yang digunakan lalu dibandingkan dengan standar yang ada, maka didapatlah nilai evaluasi ini dalam bentuk persentase. Pada Lampiran 7, menjelaskan secara rinci mengenai hasil perhitungan derajat penerapan teknologi padi sehat ini. Jumlah derajat penerapan teknologi padi sehat seluruh responden adalah 3.487,56 dengan rata-rata sebesar 62,28. Derajat penerapan teknologi yang paling tinggi adalah 86,96 sedangkan yang paling rendah adalah 44,83. Nilai median dari seluruh derajat penerapan teknologi adalah 77,00 yang menunjukkan 50 persen derajat penerapan teknologi padi sehat berada diatas 77,00 dan 50 persen lainnya berada dibawah 77,00. Bila dilihat dari kemitraan, rata-rata derajat penerapan teknologi petani mitra lebih tinggi, yaitu sebesar 69,10 dibandingkan petani non mitra yang sebesar 56,36. Derajat penerapan teknologi yang paling tinggi dari petani mitra sebesar 86,96, sedangkan petani non mitra sebesar 72,63. Derajat penerapan teknologi yang paling rendah dari petani mitra adalah 46,13, sedangkan petani non mitra sebesar 44,83. Derajat penerapan teknologi padi sehat antara petani mitra dengan non mitra berbeda nyata karena berdasarkan uji Mann Whitney, nilai Asymp. Sig. / 2 0,05. Hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Mann Whitney ini dapat dilihat pada Tabel 38.

Tabel 38. Hasil Output SPSS Uji Mann Whitney Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat Mann-Whitney U 141.500 Wilcoxon W 606.500 Z -4.083 Asymp. Sig. (2-tailed).000 Perbedaan yang signifikan ini dikarenakan motivasi petani mitra dan petani non mitra dalam mengusahakan padi sehat berbeda. Petani non mitra melakukan penerapan teknologi padi sehat sebagian besar alasannya karena mengikuti SL (Sekolah Lapang) Padi Sehat, sehingga masih dalam tahap belajar dan hanya coba-coba saja. Sedangkan sebagian besar alasan petani mitra mengusahakan padi sehat karena ingin mendapatkan harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan harga gabah konvensional. Untuk mendapatkan harga gabah yang lebih tinggi ini tentu petani mitra harus melakukan standar penerapan teknlogi dengan baik agar kualitas dan kuantitas gabah padi sehat yang dihasilkan optimal. 7.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat Berdasarkan hasil literatur dan penelitian terdahulu, serta dari pengamatan di lapang, diduga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi derajat penerapan teknologi padi sehat selain kemitraan, antara lain: umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan yang dikuasai, pendapatan non usahatani, pendapatan usahatani non padi sehat, dan jumlah tanggungan keluarga. Untuk melihat adanya pengaruh kemitraan dan faktor-faktor tersebut terhadap penerapan teknologi maka digunakan analisis regresi linier berganda. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan analisis regresi berganda, faktor jumlah tanggungan keluarga terdapat multikolinier sehingga harus dikeluarkan dalam model. Setelah faktor jumlah tanggungan keluarga dikeluarkan dari model, maka syarat ekonometrika pada model ini terpenuhi, karena berdasarkan nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari hasil output regresi

berada disekitar angka satu. Artinya, model tidak terdapat multikolinieritas yaitu antar variabel independen tidak berkorelasi. Model ini juga telah memenuhi asumsi normalitas, homoskedastisitas, dan tidak ada autokorelasi. Hasil output analisis regresi berganda ini secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil perhitungan analisis regresi linier berganda menghasilkan nilai R- square sebesar 54 persen. Hal ini berarti 54 persen variasi nilai derajat penerapan teknologi padi sehat dapat dijelaskan bersama-sama oleh faktor-faktor tersebut (kemitraan, umur petani, pengalaman mengusahakan padi sehat, status kepemilikan lahan, pendidikan, pekerjaan utama, luas lahan yang dikuasai, pendapatan non usahatani, dan pendapatan usahatani non padi sehat), sisanya 46 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar model. Nilai R-square yang kecil dikarenakan ada faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model seperti faktor budaya, risiko, dan ketidakpastian. Nilai uji-f atau F hitung terhadap model sebesar 6,009 dengan probabilitas sig. 0,000. Artinya, semua variabel penduga berpengaruh nyata terhadap penilaian penerapan teknologi padi sehat, karena probabilitas sig. lebih kecil dari 0,05. Uji-t dilakukan pada masing-masing variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat. Hasil perhitungan uji-t pada analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS ini dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Hasil Perhitungan Uji-t Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Penerapan Teknologi Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes Tahun 2012 Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF (Constant) 56.335 8.059 6.991.000 Kemitraan 9.123 2.610.411 3.495.001.723 1.382 Umur -.014.137 -.012 -.100.921.693 1.443 Pengalaman 1.032.302.414 3.421.001.683 1.463 Status kepemilikan -.312 2.369 -.014 -.132.896.903 1.108 lahan Pendidikan -.914 3.691 -.033 -.248.806.570 1.754 Pekerjaan Utama -2.904 4.202 -.081 -.691.493.726 1.378 Luas Lahan.739 1.660.054.445.658.684 1.462 Pendapatan Non Usatani Pendapatan Usahatani non padi sehat -3.094E- 007 9.706E- 007.000 -.060 -.508.614.724 1.381.000.161 1.354.182.708 1.412

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t pada Tabel 39 diatas, gambaran pengaruh variabel-variabel bebas terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat, diuraikan sebagai berikut: 1. Kemitraan Kemitraan berpengaruh nyata terhadap derajat penerapan teknologi padi sehat karena perhitungan sig. 0,05. Kemitraan berpengaruh signifikan pada nilai penerapan teknologi padi sehat dengan nilai elastisitas 0,411. Hal ini berarti ketika kemitraan meningkat 100 persen maka nilai penerapan teknologi padi sehat akan bertambah 41,1 persen. Hal ini dikarenakan petani yang ingin menjual gabah padi sehatnya ke Gapoktan Mekar Tani yang selanjutnya akan dijual ke perusahaan mitra harus memenuhi standar penerapan teknologi yang baik. Petani tidak boleh menggunakan bahan kimia dalam budidaya padi sehat, pupuk maupun pestisida kimia. Walaupun dalam standar penerapan teknologi budidaya padi sehat penggunaan pupuk kimia yang diperbolehkan maksimal 100 kg/ha, namun petani yang menggunakan bahan kimia dalam budidaya padi sehat tidak boleh menjual hasil panennya ke perusahaan mitra. Kemitraan mendorong petani untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan baik agar mendapatkan hasil yang optimal, secara kualitas dan kuantitas sehingga harga yang didapatkan semakin tinggi. 2. Umur Petani Umur petani berpengaruh negatif terhadap penerapan teknologi, hal ini sesuai dengan dugaan. Dimana semakin tua umur petani maka derajat penerapan teknologinya akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan petani dengan umur yang lebih tua mempunyai pemikiran yang lebih tertutup mengenai penerapan teknologi baru. Namun pengaruh umur petani tidak signifikan, karena nilai elastisitasnya hanya -0,012. Bila umur petani meningkat 100 persen, maka derajat penerapan teknologi hanya menurun 1,2 persen. Hal ini berarti petani dengan umur berapapun dapat menerapkan teknologi padi sehat yang baik. 3. Pengalaman Mengusahakan Padi Sehat Pengalaman mengusahakan padi sehat berpengaruh signifikan pada derajat penerapan teknologi dengan nilai elastisitas sebesar 0,414. Hal ini berarti setiap penambahan pengalaman mengusahakan padi sehat meningkat sebesar 100 persen

maka nilai penerapan teknologi padi sehat akan bertambah 41,4 persen. Hasil wawancara juga menunjukkan petani yang mempunyai pengalaman yang banyak, sudah sangat paham cara budidaya padi sehat sesuai standar prosedur operasional. Bahkan beberapa petani yang telah berpengalaman budidaya padi sehat telah menjadi penyuluh swadaya yang dibayar saat penyuluhan dan pelatihan. 4. Status Kepemilikan Lahan Status kepemilikan lahan yang diduga berpengaruh positif dalam penerapan teknologi padi sehat, yaitu bila statusnya milik maka derajat penerapan teknologi akan semakin tinggi dan bila bukan milik maka akan sebaliknya. Hal ini diduga karena petani yang status kepemilikkannya bukan milik biasanya akan menggunakan sistem paroan atau lainnya untuk membagi hasil produksi dengan pemilik lahan. Bila hasil produksinya menurun karena baru menerapkan teknologi ini maka menurun juga penghasilan mereka, sehingga keinginan untuk menerapkan teknologi padi sehat semakin rendah. Setelah dilakukan uji-t, ternyata status kepemilikan lahan berpengaruh negatif. Namun pengaruhnya tidak signifikan dengan nilai elatisitas 0,014. Berarti, bila status lahan milik meningkat 100 persen maka derajat penerapan teknologi akan berkurang 1,4 persen. Hal ini berarti, petani dengan status kepemilikan lahan apapun dapat menerapkan teknologi padi sehat dengan baik. Petani padi sehat di Kecamatan Kebon Pedes walaupun status kepemilikan lahannya bukan milik, namun mereka cukup berantusias untuk menerapkan teknologi padi sehat dengan benar. Status kepemilikan lahan tidak menjadi masalah untuk menerapkan teknologi padi sehat. Hal ini kemungkinan terjadi karena petani mempunyai lahan lain yang digunakan untuk menanam komoditi lainnya atau luas lahan yang digunakan untuk menanam padi sehat sedikit sehingga bila terjadi penurunan produksi maka kerugiannya tidak terlalu besar. 5. Pendidikan Pendidikan yang diduga berpengaruh positif karena petani yang mempunyai pendidikan yang semakin tinggi maka akan semakin terbuka pemikirannya untuk menerapkan teknologi padi sehat yang lebih ramah lingkungan dan baik bagi kesehatan. Ternyata setelah dilakukan uji-t, berpengaruh negatif, namun tidak signifikan dengan nilai elastisitas sebesar 0,033. Bila