REPORT REVIEW SDKI 2012 MODUL PRIA Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan secara berkala mengumpulkan informasi mengenai: latar belakang sosial ekonomi responden; tren angka fertilitas; pola dan status perkawinan; pengetahuan dan penggunaan metode kontrasepsi; keinginan mempunyai anak; kematian bayi, anak dan ibu; kesehatan ibu; pengetahuan tentang HIV dan AIDS dan penyakit menular seksual lainnya serta beberapa indikator kesehatan lain. Tujuan utama dari SDKI adalah untuk memberikan informasi rinci tentang kependudukan, keluarga berencana, dan kesehatan bagi para pembuat kebijakan dan pengelola program. SDKI tahun 2012 merupakan survei ketujuh yang dilaksanakan di Indonesia. Selama ini SDKI menitikberatkan pada persoalan kesehatan ibu dan anak (KIA) dan beberapa penyakit spesifik lainnya, meskipun sejak tahun 2002 responden pria yang sudah menikah juga diwawancarai. Perhatian terhadap status dan peran pria dalam masalah kesehatan dan kependudukan belum serius dilakukan oleh pemerintah melalui program-programnya. Usulan terhadap draft SDKI 2014 Modul Pria Secara umum, draft SDKI 2014 Modul Pria ini cukup komprehensif dalam menyajikan datadata yang dikumpulkan. Tantangannya adalah menafsirkan data-data itu agar dapat digunakan untuk membuat kebijakan dan program kependudukan dan kesehatan. Salah satunya dengan menggunakan perspektif gender ketika menganalisis variabel yang relevan dengan isu gender. Di bawah ini adalah review per bab dari draft Modul Pria. Bab I Pendahuluan Sub bab pertama berjudul Geografi, Sejarah dan Ekonomi, namun tidak jelas apa yang dimaksud dengan Sejarah. Hanya ada uraian ringkas tentang otonomi daerah dan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir. Apakah yang dimaksud Sejarah Indonesia? Dalam penjelasan tentang rata-rata usia perkawinan pertama, data yang digunakan adalah Sensus Penduduk 1971, 1990 dan 2000. Sebaiknya dimasukkan pula hasil Sensus Penduduk 2010 agar lebih relevan dengan kondisi sekarang. Dalam sub bab Kebijakan dan program kependudukan dan keluarga berencana telah diuraikan secara ringkas tentang sejarah program kependudukan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Ada baiknya kalau ditambahkan informasi tentang 1
program kependudukan ketika jaman kolonial Belanda, sehingga pembaca mengetahui bahwa isu kependudukan dan programnya telah ada cukup lama. Rekomendasi sumber referensi untuk sejarah kependudukan di Indonesia: - Hull, T. 2001. 'Indonesian fertility behaviour before the transition: Searching for hints in the historical record', dalam Tsui-jung Liu, James Lee, David Sven Reher, Osama Saito and Wang Feng (ed.), Asian Population History, Oxford University Press, United States, hlm. 152-175. - Hull, T & Hull, V. 2005. 'From Family Planning to Reproductive Health Care: A Brief History', in Terence H. Hull (ed.), People, Population and Policy in Indonesia, Equinox Publishing Ltd, Jakarta, pp. 1-69. Bab II Karakteristik responden pria Laporan SDKI 2014 Modul Pria ini memang difokuskan pada responden pria kawin usia 15-54 tahun untuk mendapatkan informasi yang cukup komprehensif terkait kependudukan, keluarga berencana, dan kesehatan reproduksi. Namun karena isu keluarga berencana dan kesehatan reproduksi tidak dapat lepas dari isu gender maka menjadi penting untuk memasukkan pula beberapa variabel yang sama dari responden perempuan sebagai perbandingan dalam analisisnya. Misalnya dalam bab 2 ini variabel Kemampuan membaca dan Akses media massa dapat membandingkan antara responden pria dan responden perempuan. Kedua variabel ini berasosiasi dengan variabel pendidikan responden. Apakah ada perbedaan dalam mengakses media massa antara laki-laki dan perempuan? Jika ada, maka informasi ini penting bagi penyebaran program kesehatan dan kependudukan kepada masyarakat. Demikan juga dengan variabel Pengambilan keputusan dalam rumah tangga akan menjadi menarik dan informatif apabila menyajikan data dari responden perempuan sehingga akan terlihat apakah ada perbedaan atau tidak. Apabila terdapat perbedaan maka analisisnya bisa lebih tajam. Variabel Sikap pria terhadap pemukulan suami kepada istri sebaiknya dibandingkan dengan jawaban responden perempuan bila hal itu juga ditanyakan dalam survei. Apakah ada perbedaan? Variabel ini penting untuk melihat bagaimana relasi kuasa di dalam relasi suami-istri. Bab III Pengetahuan tentang Keluarga Berencana Analisis dimensi gender dalam bab ini belum terlihat. Dua variabel penting yang dapat dianalisis dari perspektif gender adalah Sumber informasi tentang KB khususnya Peran media massa dan Diskusi tentang KB. Variabel Sumber informasi 2
KB dapat digunakan untuk melihat konsistensi dengan jawaban variabel Akses media massa pada bab II. Selain itu juga untuk mengetahui apakah responden perempuan memanfaatkan media massa untuk mendapatkan informasi tentang KB atau pun masalah kesehatan reproduksi lainnya. Variabel Diskusi tentang KB penting dianalisis secara gender untuk mengetahui sejauh mana keterbukaan komunikasi antara pasangan suami-istri dalam persoalan reproduksi dan seksualitas. Membicarakan persoalan seksualitas dalam keluarga di Indonesia masih sering diselimuti oleh rasa malu, enggan atau pun tabu. Kepada siapa suami dan/atau istri mendiskusikan tentang KB penting diketahui karena terkait dengan strategi pengembangan program KB, khususnya meningkatkan partisipasi pria dalam KB yang sejak lama diwacanakan tetapi lemah dalam implementasi. Bab IV Pengalaman dan pemakaian alat/cara KB Pada bab ini variabel yang penting untuk diinterpretasikan lebih luas adalah persepsi terhadap kondom. Lebih dari 50% responden setuju dengan pernyataan bahwa kondom mengurangi kenikmatan dan tidak nyaman dipakai. Dalam analisis sebaiknya dimasukkan referensi dari studi yang pernah ada di negara lain terkait dengan penggunaan kondom pada laki-laki. Jawaban responden tersebut menyiratkan bahwa aspek kenikmatan (pleasure) dalam hubungan seksual adalah hal yang penting bagi laki-laki. Rekomendasi referensi - C. Yang, C. Latkin, R. Luan, K. Nelson. 2010. Peer norms and consistent condom use with female sex workers among male clients in Sichuan province, China, Social Science & Medicine 71: 832-839 - Flood, M. 2003. Lust, Trust and Latex: Why Young Heterosexual Men Do Not Use Condoms, Culture, Health & Sexuality, 5(4): 353-369 Respon terhadap pernyataan Wanita tidak berhak mengatakan agar pria pakai kondom akan menarik apabila dibandingkan dengan persepsi responden perempuan. Apakah responden perempuan ditanyakan tentang hal yang sama? Hampir 30% responden pria setuju dengan pernyataan tersebut, yang menyiratkan bahwa relasi kuasa dalam hubungan seksual suami-istri ada pada pihak laki-laki. Variabel Persepsi terhadap kondom mungkin juga menghasilkan temuan menarik apabila dilakukan cross-tab dengan variabel Seks dengan imbalan untuk melihat apakah ada korelasinya dengan penggunaan kondom. Jadi jika persepsi responden terhadap kondom adalah mengurangi kenikmatan, maka dalam hubungan seks dengan imbalan ia tidak menggunakan kondom. Tetapi bisa juga terjadi responden menggunakan kondom dalam hubungan seks dengan imbalan. 3
Bab V Keinginan mempunyai anak Dalam bab ini salah satu temuan utama adalah Empat puluh satu persen pria kawin yang sudah punya dua anak masih ingin menambah anak. Namun di sisi lain, keinginan untuk tidak memiliki anak lagi juga kuat sekitar 50% -- di antara pria yang sudah memiliki 2 anak (lihat tabel 5.1.) Lagi-lagi, di sini menjadi menarik apabila bisa menyajikan data dari responden perempuan terhadap keinginan memiliki anak (fertility desire). Perbandingan antara respon pria dan perempuan penting untuk mengetahui mana yang sebenarnya memiliki hasrat lebih besar untuk memiliki anak lagi. Kehamilan yang tidak direncanakan (unplanned) dan kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted) merupakan isu penting dalam kesehatan reproduksi, karena akan berhubungan dengan isu aborsi. Variabel 5.6 tentang status perencanaan kelahiran akan memberikan informasi yang lebih luas apabila dibandingkan dengan responden perempuan. Apakah ada pola yang berbeda dari jawaban perempuan? Bab VI Tidak pakai kontrasepsi dan keinginan untuk pakai kontrasepsi Pada tabel 6.3 salah satu alasan tidak ingin KB adalah Menentang untuk memakai yang di antaranya adalah kategori jawaban Responden menentang dan Istri menentang. Apakah mungkin kedua kategori jawaban tersebut diperjelas alasan penentangan pemakaian kontrasepsi? Bila responden menentang, apa alasan yang disebutkannya? Bab VII Partisipasi pria dalam perawatan kesehatan Ini salah satu bab yang sudah baik penulisannya karena diperkaya dengan sejumlah referensi yang relevan. Pada sub bab 7.1 Pengetahuan tentang masa subur sebaiknya membandingkan pengetahuan responden pria dan responden perempuan. Dalam beberapa survei di negara lain, ditemukan bahwa baik pria maupun perempuan memiliki pengetahuan yang rendah tentang masa subur pada perempuan. Sub bab 7.3. Komunikasi dengan tenaga kesehatan bisa dianalisis lebih mendalam seperti dalam artikel yang direkomendasikan di bawah ini. Rekomendasi referensi: - Kabagenyi et al. 2014. Modern contraceptive use among sexually active men in Uganda: does discussion with a health worker matter?, BMC Public Health, 14:286 4
Variabel Kemarahan Pria dapat dianalisis lebih lanjut dengan melakukan tabulasi silang dengan variabel Sikap Pria Tentang Pemukulan Suami Terhadap Isteri yang dideskripsikan pada bab II di atas. Analisis ini bisa menunjukkan apakah ada atau tidak ada korelasi yang kuat antara kedua variabel. Variabel ini penting karena terkait dengan potensi kekerasan dalam rumah tangga yang dikaitkan dengan persoalan kesehatan anggota keluarga. Bab VIII Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual lainnya Pada bagian awal bab ini ada penjelasan tentang Strategi Rencana Aksi Nasional Penanggulangan AIDS yang bersumber pada Stranas KPAN 2007-2010. Sebaiknya direvisi dengan mengacu pada Stranas KPAN 2010-2014 yang masih berlaku hingga sekarang. Catatan terhadap teknis penulisan Pola penulisan setiap bab kurang konsisten, khususnya terkait penggunaan referensi. Sebaiknya dalam pembahasan temuan digunakan referensi yang relevan sehingga pembaca mendapatkan pengetahuan yang lebih lengkap. Sebagai contoh bab 7 sudah cukup banyak menggunakan referensi yang relevan. Sementara ada bab yang sama sekali tidak menggunakan referensi. Dianjurkan menggunakan literatur yang relevan sebagai referensi dalam melakukan analisis. Beberapa bab sudah menggunakan referensi yang relevan. Upayakan untuk menggunakan literatur yang dipublikasikan pada kurun tahun 2000 ke atas. Cukup banyak kalimat yang kurang jelas maksudnya dan tidak mengikuti kaidah pembentukan kalimat yang benar. Misalnya kalimat tanpa predikat atau obyek. Hindari penggunaan kata sambung di awal kalimat, misalnya sehingga, maka, yang dll. Penggunaan kata di mana untuk menunjukkan tempat, bukan untuk hal lain. Masih ada ketidakkonsistenan dalam penulisan jumlah persen dalam kalimat yang sama. Misalnya 6 persen dan tiga persen. 5