BAB I PENDAHULUAN. sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan negara. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari migas, pajak, non pajak. Dana yang berasal dari rakyat dengan jalan

kenegaraan maupun kebijakan perekonomian. Pada era reformasi saat ini membawa perubahan paradigma sistem pemerintahan nasional, dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang negatif. Dampak ini dapat dilihat dari ketidakmerataan

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan dalam penyelenggaraan suatu negara hal ini untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah di Indonesia memperoleh hak untuk melakukan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. cukup tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah kendaraan yang beroperasi di

BAB I PENDAHULUAN. Setelah beberapa dekade pola sentralisasi dianut oleh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Tugas Pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. MPR No.IV/MPR/1973 tentang pemberian otonomi kepada Daerah. Pemberian

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut membawa berkah tersembunyi untuk meningkatkan taraf hidup. seluruh rakyat Indonesia dimasa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dampak hampir pada semua aspek atau sektor kehidupan. Dampak tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah sangat berdampak pada berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata merupakan industri yang banyak dikembangkan di negaranegara

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK DAN SUBYEK PENELITIAN. lainya berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta terletak antara 110 o 24 I 19 II sampai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena dari era reformasi yang sangat menarik untuk dikaji oleh berbagai kalangan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

Nama : Rizka Novri Hardiyanti NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dyah Mieta Setyawati, SE.,MMSI

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. wisata utama di Indonesia. Yogyakarta sebagai kota wisata yang berbasis budaya

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan peran pemerintah pusat semakin kecil, sebaliknya pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Negara Indonesia sedang berada dalam sistem pemerintahan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Desentralisasi merupakan suatu istilah yang mulai populer di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan Daerah memerlukan sumber pendanaan yang tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang dalam perkembangannya kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB III TINJAUAN WILAYAH KOTA YOGYAKARTA. 3.1 Tinjauan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah yang dituangkan dalam TAP MPR No XV/MPR/1998 merupakan acuan dasar bagi tiap daerah di Indonesia untuk menjalankan pembangunan di wilayahnya sendiri. Daerah diberikan wewenang dan tanggungjawab untuk melaksanakan pembangunan dan pengembangan masyarakat di wilayahnya. Selama masa orde baru, harapan yang besar dari pemerintah daerah untuk dapat membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Yang terjadi adalah ketergantungan fiskal dan subsidi serta bantuan pemerintah pusat sebagai wujud ketidakberdayaan PAD dalam membiayai APBD (Mardiasmo, 2002). Dengan adanya era reformasi khususnya dalam bidang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal setelah masa krisis tersebut maka pemerintah pusat dengan giat memprioritaskan pembangunan sebagai tanggungjawab bagi pemerintah daerah. Adanya pembangunan daerah menuntut pemerintah daerah untuk mampu mengelola sumber daya ekonominya secara efektif dan efisien untuk pencapaian kemajuan daerah serta kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan daerah juga bertujuan untuk memberdayakan masyarakat lokal sehingga masyarakat tersebut dapat menikmati kualitas hidup yang lebih baik.

2 Dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah dihadapkan pada dua hasil guna yang harus dicapai yaitu: 1. Peningkatan penerimaan daerah, baik dari sumber bagi hasil, pendapatan asli daerah sendiri, ataupun sumber yang lainnya. 2. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pengeluaran keuangan daerah sehingga tepat pada sasaran pembangunan daerah dan tidak terjadi kebocoran. (Riyardi dkk, 2002). Kemampuan untuk mengelola keuangan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah (self supporting). Setiap daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Pemerintah daerah harus tanggap dan mampu menggali potensi-potensi daerah yang dapat dijadikan sumber penerimaan bagi kas daerah. Sumber-sumber pendapatan potensial yang dimiliki daerah akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. Setiap daerah mempunyai potensi pembangunan yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi ekonominya, sumber daya alam, luas wilayah dan jumlah penduduk sehingga memberikan kesempatan pada daerah untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan kondisinya (Halim, 2001). Pajak saat ini merupakan sumber yang paling potensial bagi daerah, dengan penerimaan yang besar dari sektor pajak akan meminimalkan ketergantungan daerah terhadap dana dari pusat serta menambah jumlah pendapatan asli daerah (selanjutnya disebut PAD) tersebut. Dengan meningkatnya jumlah PAD suatu daerah, biasanya juga dapat menggambarkan pertumbuhan kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Namun peningkatan PAD belum dapat menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan

3 otonomi daerah tanpa didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan bagi masyarakat serta pertumbuhan pembangunan dan kesejahteraan daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola dan mengalokasikan dana seefektif dan seefisien mungkin agar terjadi keseimbangan antara rencana dan tujuan pencapaian dari pungutan pajak yang berasal dari masyarakat. Pajak sebagai penyumbang terbesar bagi pendapatan daerah selain mempunyai fungsi pokok yaitu fungsi budgeter dan fungsi reguler, pajak juga mempunyai fungsi tambahan yang tidak kalah pentingnya yaitu fungsi demokrasi dimana pajak yang dipungut dari masyarakat harus diimbangi dengan pemenuhan hak masyarakat untuk menerima pelayanan yang baik dari pemerintah. Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu: 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat 2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat, ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan (Mardiasmo, 2002) Pemerintah daerah pada hakekatnya sedang dan terus menerus melakukan program tersebut. Pemerintah daerah dalam hal mempublikasikan pajak kepada masyarakat punya semboyan yang berbunyi: Pajak Lancar Pembangunan Lancar. Namun pada kenyataannya masyarakat masih merasa bahwa mereka belum merasakan nilai positif dari membayar pajak kepada pemerintah (Kompas, 2007).

4 Praktek di lapangan terkadang dengan alasan otonomi daerah kabupaten maupun kota terkesan asal memungut pajak dan retribusi kepada masyarakatnya demi meningkatkan PAD. Padahal pajak dan retribusi ini bisa saja kontra-produktif terhadap perekonomian setempat. Persoalannya adalah bagaimana pemerintah daerah mengembangkan dan mengefektifkan penggunaan PAD sehingga tidak membebani masyarakat. Masalah ini akan sulit sepanjang daerah masih mengutamakan belanja untuk keperluan yang tidak produktif yang jumlahnya bisa lebih besar dibandingkan dengan kemampuan pendapatannya. Untuk itu diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui sejauh mana dana pajak daerah yang dipungut dari masyarakat digunakan kembali oleh pemerintah untuk membiayai pembangunan di daerahnya. Perlu diketahui bagaimana pemerintah daerah membuat rencana anggaran penggunaan dana pajak, realisasi, serta penggunaannya untuk kepentingan masyarakat, dalam hal ini alokasi anggaran sektor pajak terhadap belanja pembangunan. Dari uraian diatas maka penelitian ini diberi judul Analisis Kontribusi Pajak Daerah Kota Yogyakarta Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Daerah Di Sektor Pembangunan Pada Tahun Anggaran 1997-2006. Penelitian ini akan mengkaji aspek-aspek yang berhubungan dengan pajak daerah dan alokasinya untuk biaya pembangunan untuk pelayanan kepada masyarakat. 1.1.1 Profil Wilayah Kota Yogyakarta berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi DI Yogyakarta sendiri merupakan salah satu daerah yang diberi status istimewa oleh pemerintah Indonesia karena daerah ini

5 merupakan daerah kesultanan yang pernah menjadi ibukota RI sebelum pindah ke DKI Jakarta. Kota Yogyakarta merupakan ibukota dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan salah satu provinsi terkecil di Indonesia (0,17% dari luas Indonesia) setelah DKI Jakarta. Kota Yogyakarta juga merupakan wilayah Tingkat II yang luas wilayahnya paling kecil dibandingkan empat wilayah administratif Tingkat II lainnya di DIY. Dari keseluruhan wilayah provinsi DIY, Kota Yogyakarta hanya memiliki 1.02% dari luas provinsi. Berikut gambaran luas wilayah Dati II Provinsi DIY yang total wilayahnya seluas 3.185,80 km 2 : Kabupaten Kulon Progo: 586,27 km 2 (18,40%) Kabupaten Bantul: 506,85 km 2 (15,91%) Kabupaten Gunung Kidul: 1.485,36 km 2 (46,63%) Kabupaten Sleman: 574,82 km 2 (18,04%) Kotamadya Yogyakarta: 32,50 km 2 (1,02%) Secara geografis kota Yogyakarta tidak memiliki keunggulan sumber daya alam yang memadai seperti halnya daerah lain di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Satusatunya keunggulan Kota Yogyakarta adalah karena didukung oleh fasilitas-fasilitas infrastruktur yang lengkap. Faktor letak geografis yang berbatasan dengan beberapa kabupaten yang sedang berkembang pesat dan menjadi sentra perekonomian baru yaitu Kabupaten Sleman dan Bantul membawa banyak manfaat positif bagi kota Yogyakarta. Selain itu kota Yogyakarta juga menjadi pusat perhubungan transportasi darat maupun udara antar propinsi DI Yogyakarta yaitu dengan adanya sarana seperti Bandara Adi sucipto, Terminal bus Giwangan, Stasiun Kereta Api Tugu dan Stasiun Kereta Api Lempuyangan sehingga Yogyakarta dapat dikembangkan sebagai pusat perdagangan dan transportasi regional. Dengan adanya sarana perhubungan tersebut

6 memberikan kontribusi positif bagi sektor pariwisata Yogyakarta yang memberikan manfaat positif bagi masyarakat karena dapat memberikan penghidupan bagi masyarakatnya. Kota Yogyakarta menurut letak geografisnya berbatasan dengan : Utara: Kabupaten Sleman Selatan: Kabupaten Bantul Barat: Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman Timur: Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman Kota Yogyakarta sendiri terbagi atas 14 kecamatan dan 45 kelurahan atau desa. Berikut gambaran kondisi luas wilayah kecamatan dan jumlah penduduk kota Yogyakarta sesuai sensus penduduk tahun 2000: Tabel 1.1 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta Sesuai Sensus Penduduk Tahun 2000 NO KECAMATAN LUAS ( km2) JUMLAH 1 Mantrijeron 2.61 32.31 2 Kraton 1.4 19.734 3 Mergangsan 2.31 31.334 4 Umbulharjo 8.12 69.321 5 Kotagede 3.07 27.729 6 Gondokusuman 3.99 47.771 7 Danurejan 1.1 19.816 8 Pakualaman 0.63 10.534 9 Gondomanan 1.12 13932 10 Ngampilan 0.82 17.477 11 Wirobrajan 1.76 26.56 12 Gedongtengen 0.96 18.041 13 Jetis 1.7 26.029 14 Tegalrejo 2.91 35.016 TOTAL 32.5 395.604 Sumber: Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta, 2001

7 1.1.2 Potensi Wilayah Yogyakarta merupakan kota yang kaya budaya dan kesenian Jawa. Pusat budaya dan kesenian tersebut sebenarnya adalah kesultanan, dimana berbagai kesenian jawa klasik seperti seni tari, tembang, gamelan, seni lukis, sastra dan ukir-ukiran, berkembang dari dalam kraton dan kemudian menjadi kesenian rakyat. Kesatuan budaya dengan kehidupan masyarakat inilah yang dikemudian hari menjadi dasar bagi perekonomian kota. Kekayaan budaya dan seni ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang mengunjungi Yogyakarta. Yogyakarta juga dijadikan kota daerah tujuan wisata utama di Indonesia setelah Bali. Sebagai sebuah industri, pariwisata memang melibatkan banyak sektor ekonomi lainnya, seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa lainnya. Selain dikelilingi oleh daerah yang subur, kekayaan lain yang mendukung potensi dari Yogyakarta adalah sekolah. Sejak berdirinya Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1949, kota ini dikenal sebagai kota pelajar. Ribuan pendatang berdatangan dari luar kota maupun dari dalam Pulau Jawa untuk menempuh pendidikan di kota ini. Walaupun kini kota Yogyakarta ini tidak lagi memiliki universitas negeri, karena UGM sekarang termasuk wilayah Kabupaten Sleman, tetapi julukan itu masih tetap diberikan kepadanya. Kota ini masih memiliki 47 perguruan tinggi, mulai dari tingkat akademi, institut, politeknik, sekolah tinggi, maupun universitas, dengan jumlah mahasiswa mencapai 86.000 orang. Subsektor pendidikan ini merupakan salah satu penyumbang dari sektor jasa-jasa. Kota Yogyakarta bukan merupakan kota industri manufaktur, hampir semua kegiatan ekonomi berbasis pada usaha rakyat. Kota ini lebih mengandalkan sektor

8 unggulan di bidang jasa, seperti hotel dan restoran, penerangan jalan dan pasar dibandingkan dengan sumber daya alam. Dengan potensi tersebut Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota budaya memiliki empat sumber penerimaan andalan yang berasal dari pajak hotel dan restoran, pajak penerangan jalan, retribusi pelayanan kesehatan, dan retribusi pasar. Biasanya struktur transformasi perekonomian suatu kota selalu menunjukan mekanisme agrikultur ke manufaktur lalu ke sektor jasa. Sedangkan kota Yogyakarta terjadi loncatan dari agrikultur ke jasa, dimana jasa merupakan leading sector terutama di bidang pariwisata, hotel, dan bisnis rumah kos yang dominan, sekaligus merupakan kekuatan pengembangan ekonomi di daerah ini (Mudrajad). Walaupun Yogyakarta mempunyai potensi lahan yang subur tetapi sektor pertanian belum dapat dijadikan andalan oleh pemerintah daerah dibandingkan dengan sektor jasa. Berikut adalah gambaran distribusi kegiatan ekonomi Kota Yogyakarta tahun 2000: Pertanian 1.11% DISTRIBUSI KEGIATAN EKONOMI KOTA YOGYAKARTA Industri Listrik, Gas 6.52% dan Air Bersih Bangunan Pengolahan 12.23% 1.46% 24.96% Perdagangan, Hotel dan Resto 0.02% Pertambangan dan Penggalian 22.05% Jasa-Jasa 15.58% Keuangan 16.07% Pengangkutan dan Komunikasi Sumber: Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta, 2001 Gambar 1.1 Distribusi Kegiatan Perekonomian Kota Yogyakarta

9 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana tingkat pertumbuhan sektor pajak daerah di wilayah kota Yogyakarta? Bagaimana trend pajak daerah di kota Yogyakarta, jenis pajak apa yang paling potensial dan bagaimana prospek ke depannya? Bagaimana kontribusi sektor pajak daerah terhadap pendapatan asli kota Yogyakarta dan kontribusinya terhadap pembelanjaan daerah di sektor pembangunan? 1.3 Tujuan Penelitian Mengumpulkan data penerimaan pajak daerah, seperti anggaran dan realisasi penerimaan pajak daerah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penerimaan pajak kota Yogyakarta Menganalisis tren pertumbuhan dan prospek pajak daerah di kota Yogyakarta Mengumpulkan dan mentabulasi data dan informasi keuangan pemerintah daerah untuk melihat peranan sektor perpajakan terhadap pendapatan asli daerah Menganalisis perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan jumlah belanja pemerintah daerah di sektor pembangunan 1.4 Kontribusi Penelitian Bagi pemerintah daerah Penelitian ini memberikan sumbangan bagi pemerintah daerah dalam pengembangan dan penyusunan anggaran, sehingga pemerintah daerah dapat lebih cermat dalam melakukan perencanaan serta pembelanjaan kas daerah serta supaya pemerintah daerah dapat mengalokasikan dana tepat pada sasaran.

10 Bagi mahasiswa Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi para mahasiswa maupun pihak-pihak akademis lain yang ingin melakukan penelitian tentang pajak daerah. Bagi penulis Penelitian ini memberikan gambaran tentang kondisi perpajakan yang terjadi di lapangan dan melatih penulis untuk menganalisis suatu keadaan yang dapat digunakan sebagai bekal saat terjun langsung di dunia kerja. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian dilakukan pada jenis penerimaan pajak daerah wilayah Tingkat II atau pajak untuk wilayah kabupaten dan kota. Penelitian dilakukan untuk membandingkan penerimaan pajak daerah dengan pembelanjaan pemerintah daerah di sektor pembangunan dengan asumsi pengeluaran rutin pemerintah daerah cenderung stabil. Penelitian dilakukan di wilayah kota Yogyakarta pada tahun anggaran 1997-2006.