BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kasus kekerasan seksual terhadap wanita merupakan. salah satu bentuk kekerasan yang sebenarnya berat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama beberapa tahun terakhir Bangsa Indonesia banyak menghadapi

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

STRATEGI KOPING PADA WANITA JAWA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB II DESKRIPSI UMUM RIFKA ANNISA WOMEN CRISIS CENTER YOGYAKARTA. Rifka Annisa Women Crisis Center yang berarti Teman Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap Anak (KtA) merupakan semua bentuk tindakan/perlakuan

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Surakarta cukup tinggi, yaitu pada bulan Januari-Juni 2012,

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pola pikir, persepsi, emosi, bahasa, kesadaran diri, dan perilaku (WHO, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekerasan seksual anak (KSA) adalah masalah kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia, prevalensi gangguan kecemasan berkisar pada angka 6-7% dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fenomena umum yang terjadi di seluruh dunia (World Health. KTP di Indonesia berjumlah kasus dan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. korban diskriminasi, pengniayaan, kekerasan seksual dan lainya. 2 Penanganan. KDRT khususnya terhadap korban KDRT.

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan. Namun, sangat disayangkan akhir-akhir ini berbagai fenomena

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

BAB I PENDAHULUAN. dalam dan terjadi di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, perempuan usia 15-19

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ibu NN, ibu SS dan ibu HT mendapatkan kekerasan dari suami. lain yaitu kakak kandung dan kakak iparnya.

BAB I PENDAHULUAN. maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Kekerasan dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dirinya untuk menikah dan membangun rumah tangga bersama pasangannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan posisi perempuan sebagai manusia tidak sejajar dengan posisi lakilaki.

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemui

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Maka rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan anak dan cara mendidik anak supaya anak dapat mencapai tahapan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi dari akhir masa anak-anak menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel syaraf, sehingga lansia seringkali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindakan kekerasan merupakan tindakan yang. melanggar hak asasi manusia dan di Indonesia kejadian

BAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa (Suharto, 2015). Kehidupan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi depresi di dunia diperkirakan 5-10% per tahun dan life time prevalence

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal penting yang diinginkan. setiap manusia. Menurut World Health Organization (WHO)

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang dan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehamilan bisa menjadi dambaan tetapi juga musibah apabila kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

melihat pekerja sosial sebagai seorang yang menduduki jabatan sebagai pekerja sosial yang bekerja untuk pemerintah, sehingga mendapat status sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2010), Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan permasalahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai anak yang normal. Melihat anak anak balita tumbuh dan. akan merasa sedih. Salah satu gangguan pada masa kanak kanak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa setiap

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai

INTISARI. Kata kunci : Organisasi, Kelembagaan, Kapasitas Kelembagaan, Perlindungan Perempuan dan Anak.

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan seksual merupakan suatu ancaman yang sangat mengerikan saat ini terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual terhadap remaja khususnya remaja putri merupakan salah satu kasus yang mengalami peningkatan secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Direktur Eksekutif Women Crisis Center yang menyatakan bahwa 50% remaja mengalami kekerasan seksual dan angka kejadian setiap tahun meningkat (Roslaini, 2009). Berdasarkan pengamatan dan pendampingan staf Yayasan Kepedulian Untuk Konsumen Anak (KAKAK) terhadap anak-anak di Eks-Karesidenan Surakartayang mengalami kekerasan seksual selama 3 tahun terakhir ini (periode 2005-2008), jumlah anak korban kekerasan seksual adalah 73 anak (Sari cit Hertinjung, 2009). Berdasarkan sejumlah studi ditemukan bahwa 1 dari 3 wanita dan 1 dari 6 pria pernah mengalami pelecehan seksual pada masa kanak kanak. Fenomena tersebut menunjukkan tingginya angka prevalensi pelecehan seksual pada anak dan remaja (Hertinjung, 2009). Sedangkan berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, pada tahun 2009 kasus kekerasan pada anak sudah mencapai 1998 kasus, dimana sekitar 65 persen diantaranya, merupakan kasus kekerasan seksual. Padahal sebelumnya, pada tahun 2008 kasus kekerasan seksual pada anak sudah meningkat 30 persen menjadi 1.555 kasus dari

1.194 kasus pada tahun 2007. Sama halnya yang ditemukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH APIK) Jakarta, menunjukkan adanya peningkatan kasus kekerasan atau kejahatan seksual terhadap anak sebanyak dua kali lipat sebesar 35 kasus dari tahun sebelumnya yang mencapai 16 kasus (Kristiani, 2009). Survei dari Lembaga Perlindungan Anak DIY dari tahun 2001 sampai dengan 2008 mencatat bahwa kekerasan seksual pada anak merupakan kasus tertinggi, yaitu sejumlah 153 kasus dibandingkan kasus kekerasan yang lain, misalnya kekerasan fisik (49 kasus), penelantaran (26 kasus), dan pencurian (20 kasus). Hal tersebut didukung oleh data kuartal pertamatahun 2014 dari Komisi Nasional Anak (KOMNAS), menunjukkan bahwa terdapat 450 lebih kasus kekerasan yang menimpa anak dengan kasus terbanyak adalah kasus kekerasan seksual. Berdasarkan data dari LSM Rifka Annisa telah tercatat terdapat sebanyak 222 kasus kekerasan pada anak dan 193 diantaranya adalah kekerasan seksual. jenis kekerasan seksual yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 1. Usia Perkosaan Pelecehan Kekerasan Lainnya Total seksual dalam keluarga 1 4 6 8 1 0 15 5 11 40 32 3 0 75 12-17 76 15 17 1 132 18 23 78 54 31 2 494 Sumber: Rifka Annisa (2009)

Selama ini fenomena kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan gunung es, karena masyarakat masih menganggap hal tersebut sebagai aib keluarga, sehingga mereka cenderung menutupi atau bahkan kurang berani untuk melaporkannya ke pihak yang berwajib karena adanya ancaman dari pelaku (Paramastri, 2011). Padahal pelecehan seksual yang terjadi pada remaja dapat menimbulkan efek trauma yang mendalam pada korban. Salah satu efek yang dapat ditimbulkan adalah stress akibat pengalaman traumatis yang telah dialaminya. Selain itu, anak atau remaja yang pernah mengalami penganiayaan akan mengalami gangguan konsep diri yang ditunjukkan melalui sikapnya yang merasa jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktivitas dan melakukan percobaan bunuh diri (Widiastuti, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Machira pada tahun 2007, ditemukan bahwa 53,4% responden mengalami cemas sedang, yang bila tidak segera diantisipasi dapat menjadi cemas berat. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) menunjukkan bahwa dari total 78 responden anak korban kekerasan seksual, sebanyak 64 subjek mengalami gangguan jiwa diantaranya adalah gangguan kecemasan, depresif, gangguan penyesuaian, dan gangguan stres pascatrauma. Berdasarkan hasil penelitian kualitatif yang dilakukan Fuadi (2011) mengenai dinamika psikologis remaja korban kekerasan seksual ditemukan bahwa semua responden (dua remaja) mengalami pandangan negatif terhadap dirinya. Selain itu, terdapat tanda tanda stres pasca trauma (PTSD), dengan ditandai adanya pengabaian

diri sendiri, perubahan mood dan perilaku, dan gangguan tidur. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian Hertinjung (2009) menyatakan remaja korban kekerasan seksual cenderung akan mengalami perilaku menarik diri dari sosial, mengisolasi diri, depresi, dan kecemasan. Respon terhadap kekerasan seksual merupakan suatu kondisi yang menjadi perhatian tenaga kesehatan. Respon manusia baik pada individu, keluarga atau masyarakat merupakan fokus perhatian perawat dan dapat ditarik menjadi diagnosa keperawatan. Hal ini sesuai dengan definisi dari diagnosa keperawatan merujuk ke taxonomy NANDA (Herdman, 2012) yang menyebutkan bahwa diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual atau potensial yang dialaminya, sehingga hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk penentuan intervensi keperawatan yang akan dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Penetapan diagnosa keperawatan memerlukan langkah-langkah khusus. Beberapa istilah yang digunakan untuk merujuk proses penegakan diagnosa ini, diantaranya adalah decision making, clinical judgment, diagnostic reasoning, clinical reasoning, problem solving, dan critical thinking. Berdasarkan literatur yang ada menyebutkan istilah diagnostic reasoning process adalah istilah yang paling tepat dalam menentukan proses penegakan diagnosis (Wong & Chung cit. Nurjannah, 2013). Diagnostic reasoning adalah sesuatu hal yang penting yang bertujuan untuk menegakkan masalah yang terjadi pada pasien (King cit Nurjannah, 2012). Salah satu

metode diagnostic reasoning adalah terdiri dari 6 langkah (Nurjannah, 2012). Metode tersebut terdiri dari klasifikasi data, tetapkan kemungkinan diagnosa keperawatan atau diagnosa kolaborasi yang dapat muncul, kategorikan diagnosa tersebut berdasarkan NANDA, menghubungkan diagnosa satu dengan yang lain, memfokuskan pengkajian lanjutan, dan penentuan label diagnosa (Nurjannah, 2012). Selain itu, perawat tidak hanya menegakkan diagnosa keperawatan tetapi perawat juga penting dalam menentukan masalah kolaborasi pada populasi tersebut.sampai dengan saat ini belum terdapat penelitian untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan masalah kolaborasi pada populasi anak yang mengalami masalah kekerasan seksual. Pengidentifikasian ini perlu dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah penetapan diagnosa keperawatan yang khusus sehingga diharapkan diagnosa keperawatan yang teridentifikasi pada populasi tersebut akurat dan dapat menjadi dasar perencanaan intervensi keperawatan yang diperlukan bagi populasi tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneliti tertarik untuk menerapkan metode enam langkah diagnostic reasoning dalam mengidentifikasi jenis jenis diagnosa keperawatan serta masalah kolaborasi terutama yang terdapat di domain 6 dan domain 9 yang dapat muncul pada remaja korban kekerasan seksual. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah perlunya identifikasi diagnosa keperawatan dan masalah kolaborasi yang terdapat

di domain 6 dan domain 9 yang dapat muncul pada remaja korban kekerasan seksualdengan menggunakan 6 steps method in diagnostic reasoning. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan masalah kolaborasi pada remaja korban kekerasan seksual. 2. Tujuan Khusus: a. Mengetahui faktor predisposisi yang mendorong timbulnya kekerasan seksual b. Mengetahui gambaran konsep diri yang dialami responden c. Mengetahui macam macam dukungan yang diberikan kepada responden D. Manfaat penelitian Manfaat teoritis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah yang terjadi pada remaja putri korban kekerasan seksual di Lembaga Swadaya Masyarakat yang bersangkutan. Manfaat praktis: 1. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam memberikan konseling dan bimbingan kepada klien remaja korban kekerasan seksual sesuai dengan kebutuhannya. 2. Bagi institusi kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pertimbangan/masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang tepat bagi para remaja korban kekerasan seksual. 3. Bagi profesi keperawatan Hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada remaja remaja korban kekerasan seksual. 4. Bagi keluarga Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi dalam melakukan perawatan terhadap remaja korban kekerasan seksual. 5. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dalam menyusun karya tulis yang baik dan melakukan penelitian secara nyata sesuai prosedur dan kaidah yang berlaku, sehingga dapat memotivasi peneliti yang lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut. E. Keaslian Penelitian 1. Fuadi (2011) meneliti tentang keadaan psikologis yang terjadi pada remaja korban kekerasan seksual dengan menggunakan metode kulitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil dari penelitian ini adalah dari kedua responden didapatkan bahwa semua responden mengalami gangguan psikologis yang ditandai adanya perubahan sikap yang menjadi lebih mengisolasi diri dari lingkungan sekitar dan mengalami trauma terhadap kejadian yang dialaminya. Persamaan dari penelitian ini adalah responden penelitian yaitu remaja yang menjadi korban kekerasan seksual.

selain itu, jumlah responden yang digunakan pun sama yaitu berjumlah dua responden. Sedangkan perbedaanya terdapat pada hal metode penelitian yaitu pada penelitian yang akan peneliti lakukan akan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. 2. Machira (2007) meneliti tentang hubungan kekerasan dalam rumah tangga dengan tingkat kecemasan pada wanita. Penelitian ini dilakukan di LSM Rifka Annisa Women s Crisis Center Yogyakarta menggunakan metode deskriptif korelasi (cross sectional method) dengan melibatkan 30 wanita korban kekerasan seksual. Hasilnya sebanyak 53,3% responden mengalami kecemasan sedang dan 80% mengalami lebih dari dua jenis kekerasan. Persamaan dari penelitian ini adalah responden penelitian yaitu perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Sedangkan perbedaanya terdapat pada metode penelitian dan variabel penelitian yaitu pada penelitian yang akan peneliti lakukan akan meneliti variabel diagnosa keperawatan dan masalah kolaborasi. Selain itu, penelitian yang dilakukan Machira (2007) memiliki perbedaan tempat penelitian dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu di PKBI Kota Yogyakarta. 3. Nurjannah (2013) melakukan penelitian mengenai perbandingan dua metode untuk menentukan diagnosis keperawatan. Penelitian ini melibatkan 44 responden yang terdiri dari perawat klinis dan perawat akademis. Para responden diberikan tiga kasus untuk dianalisis menggunakan metode dengan 4 langkah dan metode 6 langkah. Hasilnya adalah metode 6 langkah lebih efektif untuk mampu mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang tepat daripada dengan menggunakan metode 4 langkah

(p<0.001). Persamaan dari penelitian ini adalah instrumen yang digunakan. Perbedaanya terdapat pada responden penelitian dan tempat penelitian.