PERUBAHAN BENTUK HUNIAN SUKU BAJO AKIBAT PENGARUH INTERAKSI DENGAN SUKU BUGIS DI KABUPATEN BONE

dokumen-dokumen yang mirip
TIPOMORFOLOGI KAWASAN PERMUKIMAN NELAYAN PESISIR PANTAI PELABUHAN BAJOE KAB. BONE

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Definisi perkembangan menurut kamus bahasa Indonesia adalah suatu proses

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

BAB V PENUTUP. rumah limas di desa Sirah Pulaupadang dan arsitektur rumah limas di Palembang

+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00

POLA PERMUKIMAN RUMAH BERLABUH MASYARAKAT SERUI ANSUS DI KOTA SORONG

Bentuk dan Konstruksi Bangunan Rumah Nelayan Rumput Laut, Kabupaten Bantaeng

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

Arsitektur Dayak Kenyah

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ternyata tidak

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

PEKERJAAN MASYARAKAT NELAYAN BAJOE TERHADAP PERUBAHAN FUNGSI RUMAH TRADISIONAL BUGIS DI KELURAHAN BAJOE KABUPATEN BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

LAMPIRAN HASIL KUISIONER SURVEI

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

POLA RUANG DALAM RUMAH PANGGONG DI KAMPUNG BONTANG KUALA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota Balikpapan di pulau Kalimantan Timur Sumber: RTRW Kota Balikpapan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. permukaannya. Misalnya furniture sebagai tempat penyimpan biasanya

Tranformasi Ruang Awa bola Pada Rumah Tradisional Nelayan Di Pesisir Pantai Kabupaten Bone

PRINSIP PENATAAN RUANG PADA HUNIAN MUSLIM ARAB DI KAMPUNG ARAB MALANG

Dasar-Dasar Rumah Sehat KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk Kabupaten Malinau beragama Kristen yang menyebar di seluruh

Raziq Hasan Hendro Prabowo Department of Architecture Gunadarma University Jakarta, Indonesia

Metropilar Volume 11 Nomor 1 Januari 2013

UKDW PENDAHULUAN. GEDUNG GEREJA GKST BUKIT MORIA di KOTA PALU SULAWESI TENGAH CHRISMANTO LAULA PULAU SULAWESI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini fokusnya adalah unsur arsitektur yang dipertahankan pada

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Arsitektur Rumah Bugis Tolotang di Amparita, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

I PENDAHULUAN. dengan mengelola sumber daya perikanan. Sebagai suatu masyarakat yang tinggal

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. perumahan di Kota Sleman dan lahan pertanian masih tetap. penggunaan tanah sebagai pertimbangan utama, juga harus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vii ABSTRAK viii ABSTRACT. ix

Identifikasi Rumah Nelayan Dalam Pembagian Zonasi Permukiman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia adalah pembangunan yang dilaksanakan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Sejarah Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an yang

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN NUNHILA KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

Makna Ruang Rumah Berlabuh Masyarakat Serui Ansus di Kota Sorong

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Perubahan Pola Tata Ruang Unit Hunian pada Rusunawa Bayuangga di Kota Probolinggo

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur

BAB VI HASIL RANCANGAN

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Hasil Perancangan Galeri Seni Dwi Matra di Batu merupakan aplikasi dari

Teritori pada Rumah Tradisional Mandar, di Desa Napo, Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1).

Tabel 4.2. Kesesuaianan Penerapan Langgam Arsitektur Palladian Pada Istana Kepresidenan Bogor.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. perembesan air asin. Kearah laut wilayah pesisir, mencakup bagian laut yang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB V K O N S E P P E R A N C A N G A N

BAB I PENDAHULUAN. Setiap lingkungan budaya senantiasa memberlakukan nilai-nilai sosial budaya yang

Tabel 37: KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

JUDUL TESIS KONSEP PERANCANGAN RUMAH SUSUN BAGI PEDAGANG PASAR STUDI KASUS : PASAR OEBA, KELURAHN FATUBESI, KOTA KUPANG

IDENTIFIKASI CIRI-CIRI PERUMAHAN DI KAWASAN PESISIR KASUS KELURAHAN SAMBULI DAN TODONGGEU KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI. Djumiko.

POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN KAMPUNG ASSEGAF PALEMBANG

GENIUS LOCI KAMPUNG LOS DI KELURAHAN MALALAYANG I TIMUR MANADO. Claudia Susana Punuh

Pertimbangan Penentuan Ketinggian Panggung pada Rumah Melayu Kampar

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan data-data hasil penelitian dan pembahasan, sebagaimana telah

ABSTRAK KAJIAN AKULTURATIF INTERIOR ISTANA MAIMUN DI MEDAN-SUMATERA UTARA (Periode Sultan Makmun Alrasyid Perkasa Alamsyah, )

BAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal

TRANSFORMASI FUNGSI DAN BENTUK ARSITEKTUR BUGIS-MAKASSAR DI PESISIR PANTAI BUTI MERAUKE

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Karakteristik penghuni yang mempengaruhi penataan interior rumah susun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. buddayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PERUBAHAN BENTUK HUNIAN SUKU BAJO AKIBAT PENGARUH INTERAKSI DENGAN SUKU BUGIS DI KABUPATEN BONE J U M R A N 3208 201 807 6 April 2010

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir. Seperti juga masyarakat yang lain, masyarakat nelayanpun menghadapi sejumlah masalah politik, sosial dan ekonomi yang kompleks, seperti : 1) kemiskinan, kesenjangan sosial, 2) keterbatasan akses modal, teknologi, 3) kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi, 4) sumber daya manusia (SDM) yang rendah, 5) degradasi sumberdaya lingkungan, 6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional.

Di kelurahan BajoE, Komunitas suku Bugis sebagai penduduk asli sudah banyak berinteraksi dengan beberapa suku pendatang. Antara lain suku Bajo, karena mereka mempunyai kesamaan mata pencaharian sebagai nelayan. Interaksi kedua suku ini sudah berlangsung cukup lama sehingga memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan baik dari segi budaya, tatanan kehidupan maupun permukimannya.

Rumusan Masalah 1. Bagaimana wujud interaksi suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone? 2. Bagaimana perubahan bentuk hunian suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone? 3. Apakah perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat pengaruh interaksi suku Bugis dengan suku Bajo?

Tujuan Penelitian, Untuk mengetahui perubahan bentuk hunian suku Bajo akibat interaksi dengan suku Bugis di Kelurahan BajoE Kab. Bone. Sasaran Penelitian, 1. Teridentifikasinya suatu bentuk interaksi dua komunitas berbeda yakni suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone. 2. Teridentifikasinya perubahan bentuk hunian suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone. 3. Teridentifikasinya hubungan interaksi suku Bugis dengan suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.

Batasan Penelitian 1. Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi hanya pada perubahan bentuk hunian suku Bajo ketika mereka memulai membuat babaroh tahun 1930-an sampai tahun 2009. Sedangkan pembahasan sebelum tahun 1930-an hanya digunakan sebagai data pendukung dalam kajian perubahan bentuk hunian suku Bajo. 2. Titik berat dalam penelitian ini adalah menggali dan mengkaji wujud interaksi suku Bugis dan suku Bajo dari segi aspek fisik dan non fisik sebelum dan setelah mereka berinteraksi. 3. Pengkajian perubahan bentuk hunian suku Bajo dilakukan berdasarkan teori transformasi kebudayaan dan beberapa landasan teoritik lainnya.

Mamfaat Penelitian 1. Memberikan masukan, pandangan dan pemahaman bagi masyarakat awam tentang keaneka ragaman arsitektur tradisional termasuk arsitektur tradisional yang ada di Kabupaten Bone, khususnya di permukiman suku Bajo. 2. Memberikan informasi atau masukan kepada pemerintah Kabupaten Bone untuk tetap memelihara, mengembangkan dan melindungi permukiman suku Bajo, termasuk budaya tradisional yang ada di dalamnya. 3. Pentingnya mengetahui bahwa perubahan bentuk hunian dalam arsitektur tradisional bisa diakibatkan karena pengaruh interaksi sosial, ekonomi dan budaya.

BAB 2 KAJIAN TEORI Rumah Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Ronald, A, 1992: 38 dalam Ronald, A, 2005: 25) telah didefinisikan bahwa perumahan sebagai salah satu tempat tinggal yang mengandung pengertian ruang tinggal, habitat (tempat hidup), tempat berenung (kontemplasi) dan tempat untuk mengadakan kontak sosial (pertemuan sesama umat manusia).

Kebutuhan akan perumahan merupakan manifestasi keinginan untuk memperoleh tempat tinggal yang dapat menampung kegiatan-kegiatan antara lain : Melaksanakan ibadat secara tenang dan khidmat. Melakukan komunikasi secara matafisik dengan pihak lain secara gaib. Mengembangkan sandang, pangan dan papan dalam bentuk kesempurnaan. Melakukan kegiatan bermasyarakat secara bebas dalam batasbatas tertentu, berusaha secara bebas dalam lingkup tertentu, belajar secara tenang dan tentram dan mempertahankan diri dari tindakan kejahatan yang bisa timbul setiap saat (Ronald, A, 2005: 5).

Rumah dan Budaya Hubungan antara rumah dan kebudayaan menurut Rapoport (1969 : 47) bahwa rumah dan lingkungan merupakan suatu ekspresi masyarakat tentang budaya, termasuk didalamnya agama, keluarga, struktur sosial dan hubungan sosial antar individu. Selanjutnya Rapoport mengatakan bahwa dalam banyak kasus faktor budaya menjadi sangat penting sebagai faktor yang menentukan bentuk rumah. Adapun ikim merupakan faktor yang memodifikasi bentuk.

Ruang dan Privasi Dalam suatu ruang permukiman, rumah merupakan ruang privat tempat pembinaan etika moral penghuninya. Privat atau privasi menunjukkan adanya batas-batas perilaku dalam interaksi sosial dimana privasi adalah kontrol selektif interaksi antara manusia secara individu atau kelompok dengan yang lainnya. Batasan privasi berupa norma-norma yang disepakati oleh kelompok yang kemudian diwujudkan dalam batas-batas fisik spasial. Dalam masyarakat yang primitif sekalipun, seperti masyarakat i Kung Bushmen dari padang Kalahari di Afrika Selatan, secara intuitif (naluriah) mereka selalu menciptakan a sense of place atau rasa ruang (Canter, D, 1977; 158). Walaupun hanya dengan sekedar tongkat yang dipancangkan di tanah dan beberapa benda milik yang lain diletakkan mengitarinya, adalah merupakan simbol rumah mereka telah terbentuk.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan metodologi kualitatif dan kuantitatif secara bersama-sama, karena ada data yang hanya dapat ditemui pada sekelompok orang yaitu data tentang persepsi, nilai-nilai budaya dan adat istiadat (pada kepala kampung, tokoh masyarakat suku Bajo dan suku Bugis). Sedangkan data lainnya dapat diperoleh melalui pengisian kuisioner pada sejumlah sampel yang telah dipilih.

Populasi Sampel dan Besarnya Sampel 1. Masyarakat suku Bajo di dusun Bajo Kelurahan BajoE (pemuka adat dan masyarakat umum) dengan jumlah sampel yang dapat mewakili di lokasi penelitian secara acak. 2. Masyarakat suku Bugis yang ada di sekitar pantai baik di dusun Bajo maupun lokasi sekitarnya. Metode Pelaksanaan Survei, A. Teknik Kuisioner, B. Teknik Observasi Langsung, C. Teknik Komunikasi Langsung,.

BAB 4 PERUMAHAN TRADISIONAL SUKU BUGIS DAN SUKU BAJO Rumah Bugis berbentuk empat persegi panjang (sesuai dengan falsafah hidup). Pola penataan spatial, Secara vertikal : 1. Rakkeang (bagian atas di bawah atap) 2. Alo Bola (bagian tengah) 3. Awa Bola (bagian bawah) Secara Horisontal : 1. Lontang risaliweng (ruang depan) 2. Lontang ritengngah (ruang tengah) 3. Lontang rilaleng (ruang dalam) Pola penataan stilistika yaitu : 1. Atap (berbentuk prisma) 2. Bukaan (pada dinding dan pintu) 3. Ragam Hias (dari flora, fauna atau kaligrafi) R. Tidur R. Tidur Ruang Keluarga Ruang Makan Ruang Tamu Wc Dpr R. Tidur Tamping Rakkean g Ale Bola Awa Bola Lontang Rilaleng (Private) Lontang Ritengnga (Private) Lontang Risaliwen g (Semi Private) Semi Publik

Susunan Vertikal dan Horisontal Rumah Tradisional Suku Bajo Pamuka Rumak Dapur K. Tidur Dialan Rumak R. Tamu/Keluarga Dia Rumak

Beberapa Penambahan Ruang dan Ornamen Rumah Tradisional Bugis dan Suku Bajo

Penggunaan Material Rumah Tradisional Suku Bugis sudah menggunakan material modern untuk konstruksi rumah, sementara rumah tradisional suku Bajo pada awalnya masih menggunakan material yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat penggunaan seng sebagai penutup untuk rumah Bugis, sementara rumbia penutup atap rumah tradisonal sukubajo. Untuk lantai dan dinding rumah tradisional suku Bugis sudah menggunakan papan, sementara rumah tradisional suku Bajo masih kombinasi papan dan bambu. Langit-langit rumah tradisonal suku Bugis sudah menggunakan kayu lapis atau kayu profil sebagai penutup sedangkan rumah tradisional suku Bajo masih menggunakan kain, Karoro sebagai penutup.

Tampang Rumah Tradisional Suku Bugis dan Suku Bajo

BAB 5 ANALISA DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Lokasi Penelitian Kecamatan Tanete Riattang Timur secara kewilayahan terdiri dari 8 wilayah Kelurahan. Dengan luas wilayah keseluruhan 48,88 km2, atau 4.888 Ha. Kelurahan BajoE salah satu wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur, dimana di dalamnya ada wilayah permukiman Suku Bajo. Lokasi penelitian di Kelurahan BajoE, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kab. Bone, terletak 6 km sebelah Timur Kota Watampone. Sebelah Utara Kelurahan BajoE berbatasan langsung dengan Kelurahan Panyula, sebelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Kading dan sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Cellu.

PETA KAB. BONE Lokasi Penelitian

Lingkungan Alam Lingkungan alam Kelurahan BajoE berada di tepi pantai Teluk Bone memanjang dari Utara ke Selatan sekitar 3 km. Batas air surut dari darat adalah 1 km dari pantai. Pada waktu surut, perahu-perahu nelayan tidak dapat dibawa ke lokasi dekat permukiman mereka, demikian pula sebaliknya, yang berada di sekitar lokasi permukiman tidak dapat dibawa keluar.

Gugusan Karang Pada bagian Timur BajoE ke arah Selatan terdapat gugusan karang yang jumlahnya mencapai 63 karang dan termasuk kelompok sappa di BajoE. Sedangkan di sebelah Utara pantai BajoE, di sekitar Belopa terdapat 13 buah pulau karang dan disekitar Kolaka terdapat 4 pulau karang. Karang-karang tersebut telah diberi nama oleh orang Bajo sebagai tempat mencari hasil laut (sappa).

Data Fisik Rumah 1. Susunan Ruang Vertikal Rumah Bajo Analisa dan Pembahasan Darat Transisi Di Air

2. Susunan Ruang Horisontal Rumah Bajo K. Tdr K. Tdr K. Tdr R. Keluar ga R. Tamu Dapur/Wc K. Tdr R. Tamu R. Keluarg a Wc Dapur R. Keluarga/R. Makan K. Tdr K. Tdr K. Tdr R. Tamu Darat Transisi Di Air

3. Stilistika Rumah Tradisional Suku Bajo - Terjadinya bentuk atap dari model lancai menjadi lebih lancip. - Penambahan beberapa bukaan baik tampak depan maupun tampak sampingnya - Adanya penambahan ornamen pada pada bubungan seperti papan silang yang mengikuti bentuk ornamaen atap rumah tradisional suku Bugis.

4. Tampang Rumah Tradisional suku Bugis (depan, belakang dan samping)

6. Material Rumah Bugis (lantai, dinding, plafon dan atap) Lantai Dinding Plafon Atap

7. Ornamen - Penambahan perabotan rumah tangga yang bersifat sementara. - Penambahan tulisan tulisan kaligrafi, foto keluarga dan ornamen lain pada dinding ruang tamu.

2. Data Non Fisik Rumah - Bentuk hunian pada awalnya - Alasan pindah hunian dari bidok ke rumak - Alasan mengurug lahan - Alasan membangun rumah di tepi pantai - Bentuk/ciri khas hunian suku Bugis - Bentuk hunian suku Bajo - Budaya suku Bugis - Budaya Bugis yang biasa dipakai suku Bajo - Alasan suku Bajo mengikuti budaya suku Bugis

Perubahan Bentuk Hunian Suku Bajo di Kel. BajoE Babaroh Rumak Papondok

Alasan pindah dari bidok ke rumah Alasan mengurug lahan

Dari hasil diskripsi di atas menunjukkan bahwa ada kecendrungan perubahan bentuk hunian suku Bajo mengikuti bentuk hunian suku Bugis di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.

Wujud interaksi suku Bugis dengan suku Bajo bisa kita lihat pada : Kerja sama dalam berlayar Kerja sama dalam pembuatan perahu Kerja sama dalam pengolahan ikan 100 % responden sudah menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa pengantar sehari-hari

Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan melalui interview/pengamatan dengan responden tentang perilaku suku Bugis yang kemudian diikuti oleh suku Bajo. Dari perilakuperilaku yang diikuti suku Bajo, akhirnya menjadi budaya suku Bajo yang serupa dengan budaya suku Bugis. Budaya inilah yang nantinya menjadi faktor penyebab berubahnya bentuk hunian suku Bajo akibat adanya interaksi dengan suku Bugis Di bawah ini diperlihatkan tabel interaksi sosial, ekonomi dan budaya antara suku Bugis dengan suku Bajo yang berdampak pada perubahan tatanan kehidupan serta perubahan pada bentuk hunian suku Bajo.

TABEL INTERAKSI SUKU BUGIS DENGAN SUKU BAJO Tabel 5.4. Interaksi suku Bugis dengan suku Bajo No Interaksi Suku Bajo Suku Bugis Dampak 1. 2. 3. 4. Kelembagaan Perkawinan Pembuatan Perahu Pemasaran Hasil Laut Hanya mau menikah dengan komunitasnya sendiri. Awalnya hanya menggunakan layar sebagai penggerak perahu. Memasarkan hasil laut ke berbagai daerah. Pengolahan Ikan Mengawetkan hanya dengan cara mengeringkan. Bebas menikah dengan suku mana saja. Sudah menggunakan perahu motor dalam berlayar. Terbatas hanya di permukimannya saja. Mengawetkan dengan cara mengasinkan, pemberian es supaya lebih segar. Suku Bajo sudah ada yang menikah dengan suku lain. Sekarang suku Bajopun sudah menggunakan perahu motor. Suku Bajopun sudah mulai memasarkan ke daerah lain. Suku Bajo sudah mengawetkan dengan cara menegeringkan, mengasinkan dan pemberian es. Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo Penambahan kamar/bilik untuk anggota keluarga yang baru menikah. Dibutuhkan ruang yang lebih besar untuk menyimpan alat perahu motor terutama pada bagian kolong. Dan membuat kamar tersendir supaya aman dari pencurian. Perlu perlakuan khusus untu peralatan fish box supaya tetap awet. Seperti mengurug/merabat dengan beton lantai dasar. Peningkatan kegiatan pengolahan ikan sedikit meningkatkan ekonomi mereka sehingga merubah bentuk hunian sudah tidak menjadi masalah lagi. Seperti penambahan kamar dan perabotnya.

anjutan tabel 5.4. Interaksi suku Bugis dengan suku Bajo No Interaksi Suku Bajo Suku Bugis Dampak 5. 6. 7. 8. 9. 10. Perlakuan terhadap ari-ari Perilaku terhadap sakit Tingkat Pendidikan Ekonomi orang Perilaku terhadap tamu Perilaku terhadap privasi anggota keluarga Setelah melahirkan mereka membuang ariari ke laut. Jika ada yang sakit masih menggunakan pengobatan tradisional (jasa dukun). Tingkat pendidikan sangat rendah akibat lebih banyak di laut daripada di darat. Hanya bergantung pada nelayan. Menerima tamu cukup dengan duduk bersila. Tempat tidur orang tua, nenek, anak hanya dipisahkan kain atau perabotan rumah tangga. Menanam ari-ari di sekitar rumahnya, lalu ditanami pohon. Sudah mempercayakan pengobatan medis pada anggota keluarga yang sakit. Tingkat pendidikan sudah tinggi karena faktor kebutuhan. Selain sebagai nelayan juga usaha sampingan seperti, perdagangan, pelihara ternak dan pertukangan. Menggunakan kursi pada ruang tamu. Kamar utama untuk orang tua pada bagian depan dan kamar anak/nenek bag. dalam. Saat ini suku Bajo sudah menanam ari-ari bayinya. Sebagian suku Bajo sudah ke dokter jika ada anggota keluarga yang sakit. Sebagian masyarakat suku Bajo sudah mulai mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Sudah mulai menambah bidang usaha seperti perdagangan, pertukangan dan ABK. Sebagian besar suku Bajo sudah menggunakan kursi pada ruang tamunya. Sudah membuat skatskat pada ruang-ruang utama. Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk hunian. Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk huniannya. Tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan bentuk huniannya. Menambah ruang usaha pada lantai dasar. Penambahan elemen semi tetap pada ruang tamu seperti kursi tamu, fotofoto, tulisan arab dan beberapa hiasan lain untuk memperindah ruang tamu. Merubah perletakan ruang-ruang dengan membuat skat-skat untuk bilik anggota keluarga.

Lanjutan tabel 5.4. Interaksi No Interaksi Suku Bajo Suku Bugis Dampak 11. 12. 13. 14. 15. Prosesi Perkawinan Perilaku saat makan Perilaku terhadap tamu pada Kebiasaan terhadap rumah baru Pergeseran fungsi hunian Hanya mengundang keluarga saja. Awalnya suku Bajo makan dengan posisi melantai. Awalnya mereka menerima tamu hanya pada lantai atas. Melakukan upacara dalam mempersiapkan lokasi, penentuan lokasi, mendirikan rumah dan penghormatan terhadap penghuni laut dan darat. Awalnya babaroh sebagai tempat istirahat sementara dan mengolah ikan. Mengundang seluruh keluarga dan kerabatnya. Sudah menggunakan kursi dan meja pada saat makan. Selain lantai atas lantai bawah (kolong) pun terkadang dipakai untuk menerima tamu karena lebih santai dan terbuka. Hanya melakukan syukuran pada saat pindah rumah dengan mengundang keluarga dan kerabat terdekatnya. Rumah sebagai tempat membina keluarga, dan sebagai tempat usaha. Suku Bajo mengundang tidak hanya sebatas keluarga tapi termasuk kerabatnya. Saat ini suku Bajo sudah menggunakan kursi dan meja pada saat makan. Tamu tertentu diterima di lantai atas sementara kerabat dekat bisa diterima di lantai bawah. Sekarang ini suku Bajo sudah melakukan barasanji jika ada yang pindah rumah dan tidak lagi melakukan ritualritual tertentu. Hunian suku Bajo selain tempat membina keluarga juga sebagai tempat mengolah hasil laut, menyimpan hasil laut dan tempat usaha. Pengaruh terhadap bentuk hunian suku Bajo Dibutuhkan ruang yang lapang dan kokoh sehingga perlu mengganti material yang lebih kuat dan melakukan ekspansi terhadap ruang-ruangnya. Penambahan ruang makan dan penataan perletakan perabotnya. Penambahan ruang pada lantai dasar atau cukup dengan mengurug/merabat supaya kelihatan bersih. Menyesuaikan hal-hal yang dianggap pamali dalam mendirikan rumah seperti posisi pusat rumah yang tepat. Merubah dimensi rumah karena kebutuhan jumlah anggota keluarga dan membuat perlakuan khusus pada bagian kolong untuk mengolah hasil laut.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka bisa ditarik suatu kesimpulan yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yakni : 1. Secara deskripsi, bahwa akibat interaksi antara suku Bugis dengan suku Bajo menghasilkan akulturasi budaya. Wujud akulturasi budaya tersebut bisa dilihat antara lain pada perubahan bentuk hunian suku Bajo. Wujud akulturasi yang lain yakni bahasa. Bahwa dari hasil wawancara dengan responden semuanya sudah menggunakan bahasa Bugis sebagai bahasa pengantar.

2. Terkait dengan perubahan bentuk hunian suku Bajo, dari hasil analisa dan pembahasan diperoleh data-data sebagai berikut : Secara vertikal : terjadi perubahan fingsi pada bagian kolong rumah, dimana sebelumnya hanya berfungsi untuk menambatkan perahu berubah fungsi menjadi sebagai tempat usaha, tempat istirahat dan tempat bermain untuk anak-anak. Perubahan ini cendrung mengikuti fungsi kolong rumah tradisional suku Bugis yang menggunakan kolong rumah untuk berbagai macam aktivitas. Secara horisontal : rumah tradisional suku Bajo sudah melakukan penambahan atau penyekatan ruang-ruang sebagai wujud untuk menciptakan privasi dalam rumah. Seperti pemisahan antara ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur dan dapur. Perubahan ini dilakukan seiring dengan pengaruh interaksi di lingkungan sekitarnya terutama bentuk hunian suku Bugis.

Secara stilistika : tampak adanya perubahan kemiringan pada atap rumah suku Bajo dimana pada awalnya berbentuk prisma landai sekarang berubah bentuk menjadi lebih lancip mengikuti bentuk hunian suku Bugis. Selain itu adanya perubahan pada sistem bukaan, dimana kondisi sekarang lebih banyak menggunakan jendela dibandingkan sebelumnya hanya sedikit jendela bahkan tidak ada sama sekali. Perubahan yang lain yakni, adanya penambahan ornamen-ornamen pada atap bubungan yang diberi simbolsimbol budaya Bugis seperti bentuk papan silang. Tampang rumah suku Bajo : dilihat dari tampak depan, belakang maupun samping rumah tradisional sudah mengalami perubahan bentuk. Hal yang paling spesifik bisa kita lihat pada tampak depannya dengan penambahan timpak laja dan lego-lego yang merupakan ciri khas rumah Bugis.

Material : sebagian besar masyarakat suku Bajo yang mempunyai kemampuan ekonomi, sudah menggunakan material-material modern sebagai bahan utama untuk konstruksi. Hal sudah berbeda dengan sebelumnya yang sebagian besar bahan konstruksi rumahnya mengambil dari lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut terlihat dari penggunaan papan untuk lantai dan dinding dimana sebelumnya menggunakan bambu/rumbia untuk lantai dan dinding. Skat ruangan sebelumnya hanya menggunakan kain, sekarang diganti dengan kayu lapis atau papan olahan. Pada langit-langit, jika sebelumnya hanya menggunakan kain atau karoro bahkan tidak ada penutup sama sekali, sekarang sudah menggunakan kayu lapis atau kayu profil. Untuk atap jika material sebelumnya lebih banyak menggunakan rumbia sebagai penutup, sekarang sebagian besar sudah menggunakan seng sebagai penutup atap. Ornamen : untuk memperindah ruang tamu, beberapa ornamen-ornamen biasanya ditempatkan dalam ruangan seperti foto keluarga, tulisan kaligrafi ataupun patung-patung binatang dari kayu. Selain itu adanya penempatan beberapa perabotan rumah tangga yang bersifat sementara.

SARAN-SARAN 1. Dalam hal berinteraksi dengan suku Bugis atau suku-suku lainnya di lingkungan permukiman suku Bajo, sebaiknya suku Bajo lebih memilah-milah budaya yang sesuai untuk bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 2.Perubahan bentuk hunian yang dilkukan suku Bajo sebaiknya tidak terpengaruh dengan bentuk hunian suku lain. Dalam melakukan perubahan-perubahan bentuk huniannya untuk tidak meninggalkan makna-makna simbolik budayanya sehingga identitas dan ciri khas budayanya tetap terjaga. Karena arsitektur tradisional suku Bajo merupakan bagian warisan arsitektur nusantara yang harus tetap terpelihara. 3.Terkait dengan akulturasi budaya sebaiknya pemerintah Kab. Bone memberikan kesempatan untuk mengaprisiasikan budaya suku Bajo disetiap acara pesta adat agar budaya suku Bajo tetap lestari termasuk melindungi dan menjaga permukiman tradisional suku Bajo di Kelurahan BajoE Kabupaten Bone.

TERIMA KASIH