BAB II DASAR TEORI II.1 TEORI UMUM JEMBATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II STUDI PUSTAKA

RESPONS STRUKTUR PIER DAN PIERHEAD JEMBATAN CAWANG PRIOK TERHADAP BEBAN GEMPA SESUAI SNI GEMPA 1726 TAHUN 2003 DAN TERHADAP BEBAN LALU LINTAS TESIS

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser horisontal dan momen guling akibat beban lateral. Secara umum, Dinding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY

Peraturan Gempa Indonesia SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko korban

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10- LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI PANJANG DI WILAYAH 2 PETA GEMPA INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB I PENDAHULUAN. bangunan saat ini adalah : kayu, beton, dan baja. Pada mulanya, bangunan-bangunan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. JEMBATAN FLY OVER RAWABUAYA 4.2. ANALISIS STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1

STUDI PERILAKU KNEE BRACED FRAME DENGAN KONFIGURASI X-BRACED

PERENCANAAN STRUKTUR HOTEL GRANDHIKA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

Filosofi Desain Struktur Baja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996).

STUDI KEGAGALAN STRUKTUR PRECAST PADA BEBERAPA BANGUNAN TINGKAT RENDAH AKIBAT GEMPA PADANG 30 SEPTEMBER

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

adalah momen pada muka joint, yang berhubungan dengan kuat lentur nominal balok pada hubungan balok. Kolom tersebut.

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS KE II

PERENCANAAN GEDUNG PASCASARJANA POLTEKES SEMARANG

BAB III METODOLOGI. Berikut adalah bagan flowchart metodologi yang digunakan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. . Gambar 3.1. Flowchart Metodologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman

Studi Perilaku Non Linear Perbandingan Panjang Link Pada Eccentrically Braced Frame Dengan Program Bantu Finite Element Analysis

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

BAB III METODE PENELITIAN

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

Kombinasi beban? Distribusi bidang M,N,V sepanjang tiang Tulangan minimum? Syarat lain?

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR PORTAL DENGAN BALOK PRATEGANG

Pengenalan Kolom. Struktur Beton II

GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc STRUKTUR BETON 2 SYARAT PENDETAILAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perhitungan Struktur Bab IV

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 [12] Perbandingan umum antara sistem struktur dengan jumlah tingkat

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

REDESAIN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA T-24 PARAKAN DI TEMANGGUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V. Resume kerusakan benda uji pengujian material dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut. Tabel V-1 Resume pola kerusakan benda uji material


BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. 3.1 Pendekatan. Untuk mengetahui besarnya pengaruh kekangan yang diberikan sengkang

Studi Perbandingan Beberapa Jenis Penampang Buckling Restrained Braces Akibat Beban Aksial dengan Program Bantu Finite Element Analysis

BAB II LANDASAN TEORI

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Kondisi geografis Indonesia terletak di daerah dengan tingkat kejadian gempa

Latar Belakang : Banyak bencana alam yang terjadi,menyebabkan banyak rumah penduduk rusak

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

sendiri dan daya dukung beban yang dapat dipikulnya, yaitu cukup kecii jika langsing, sehingga menjadi kurang menguntungkan pada perilaku respon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beban mati, beban hidup dan beban gempa yang bekerja pada struktur bangunan. tak terpisahkan dari gedung (SNI ).

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

HAHII TINJAUAN PUSTAKA. Untuk bangunan bertingkat banyak, pada dasamya mempunyai kesamaan

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS STRUKTUR ATAS KE VII

Transkripsi:

BAB II DASAR TEORI II.1 TEORI UMUM JEMBATAN Pada dasarnya jembatan terdiri dari 2 komponen utama, yaitu komponen superstruktur dan substrukturnya. Superstrukturnya berupa deck/beam pada jembatan, sedangkan substrukturnya berupa pier dan pondasi pada jembatan. Jembatan juga dapat dibagi menjadi beberapa subsistem, yaitu : Frame longitudinal yang dipisahkan oleh expansion joint. Multicolumn atau single column yang menumpu pada pondasi. Abutment. Hal yang harus diperhatikan dalam mendesign jembatan antara lain adalah tipe jembatan, material jembatan, dimensi dari member jembatan, estetika jembatan ( harus diselidiki dulu apakah dapat mengurangi efek dari gempa ). Faktor estetika tidak dapat dijadikan alasan yang utama dalam menggunakan frame dan komponen lainnya yang tidak diinginkan dalam struktur tahan gempa. Pada bagian pier, tinggi pier diusahakan agar sama sepanjang jembatan. Tinggi pier yang tidak sama dapat menyebabkan kekakuan yang bervariasi di antara pier, sehingga menyebabkan pier yang lebih kaku mengalami kerusakan terlebih dahulu. Pier dengan cross section yang sama, namun tingginya lebih rendah akan memerlukan daktilitas yang lebih tinggi. Kekakuan dan kekuatan pier juga diusahakan sama pada semua arah. Perbedaan kekakuan dan kekuatan pada arah longitudinal dan transversal mengimplikasikan inefisiensi struktur. Panjang bentang jembatan juga diharapkan pendek. Bentang yang panjang dapat membuat beban aksial pada kolom menjadi besar, sehingga berpotensi mengurangi daktilitas kolom. 4

Hal lain yang perlu diperhatikan pada jembatan adalah hubungan antara span dan support nya, juga kecukupan panjang dudukan untuk girder pada supportnya. Hal ini dimaksudkan agar bagian dari superstruktur ini tidak keluar/lepas dari supportnya pada saat gempa besar terjadi, yaitu pada saat displacement pada kolom jembatan terjadi. Hubungan antara pier dengan beamnya dapat digunakan bearing atau menggunakan moment resisting connection. Keuntungan menggunakan moment resisting connection adalah cocok untuk pier yang langsing atau untuk jembatan yang pendek.. Jika ada momen di dasar kolom, maka potensi dari sendi plastis pada ujung atas kolom menciptakan lokasi tambahan untuk disipasi energi selama gempa terjadi. Kerugian dari koneksi ini adalah bahwa dengan adanya hubungan momen antara kolom dan superstruktur, maka momen gempa akan berimpak ke superstruktur dalam respons longitudinal. Jenis koneksi joint berikutnya adalah menggunakan bearing. Keuntungan menggunakan bearing support adalah bahwa superstruktur tidak menerima transfer momen gempa dari kolom juga lebih panjangnya perioda natural yang dihasilkan jika menggunakan bearing. Kerugian menggunakan bearing support adalah design menjadi lebih sensitive terhadap perpindahan akibat gempa. Displacement terbesar yang terjadi jika menggunakan bearing lebih besar daripada menggunakan monolithic connection karena kekakuan yang terjadi lebih kecil. Pada jembatan diharapkan terjadinya perilaku daktail dan keruntuhan yang terjadi pada kolom, dan menjaga/mencegah dari keruntuhan secara getas. Terjadinya perilaku getas pada kolom pada dasarnya berhubungan dengan kelangsingan dari kolom, gaya yang ditransfer dari kolom ke elemen yang berdekatan, dan design geser pada kolom. Untuk memastikan bahwa deformasi inelastic terjadi hanya pada daerah detailed plastic, maka ini penting untuk menentukan kapasitas moment maksimum yang mungkin terjadi di daerah sendi plastis. 5

II.2 PENULANGAN PADA JEMBATAN Tulangan pada jembatan beton terdiri dari tlangan memanjang ( longitudinal/tulangan penahan moment ), dan tulangan transversal ( penahan geser ). Tulangan transversal mempunyai 2 fungsi. Yang pertama adalah mengekang beton, sehingga meningkatkan kekuatan tekan beton, dan memberikan kapasitas regangan tekan yang lebih tinggi. Fungsi yang kedua adalah mengekang tulangan tekan longitudinal agar terhindar dari buckling [3]. Kapasitas dari rotasi kolom secara plastis, dan kapasitas dari daktilitas member bergantung pada section geometrinya dan jumlah dari distribusi tulangan transversal. Pada jembatan beton, design harus diusahakan agar tulangan mudah dipasang pada tempat yang ditentukan, tidak terlalu rapat, dan memungkinkan beton untuk dicor dan dipadatkan secara baik [1]. Akibat gempa yang kuat, disarankan deformasi inelastic terjadi pada struktur di atas pondasi, mengingat bahwa perbaikan pondasi akan sangat sulit dan mahal. Kolom yang berhubungan dengan ujung footing/pilecap harus memiliki tulangan transversal,dan tulangan ini harus dipanjangkan sampai footing/pilecap. Ketika gempa mengakibatkan gaya ke atas/uplift force pada batas elemen dari kolom/structural wall, maka tulangan lentur harus dipasang pada footing/pilecap untuk menghindari reaksi dari kombinasi beban yang terjadi [1].. Pile, pier, caisson yang menahan beban tarik harus mempunyai tulangan longitudinal. Tulangan longitudinal ini harus didetailkan untuk mentransfer gaya tarik di dalam pilecap sampai ke elemen structural (kolom/structural wall) [1].. Selama gempa terjadi, pile mengalami lentur yang sangat besar pada titik discontuinitynya, terutama pada daerah tepat di bawah pilecap dan daerah dekat dengan tanah lunak. Kebutuhan akan kekangan berupa tulangan di bagian atas pile 6

dikarenakan terjadinya beberapa keruntuhan di daerah ini pada saat gempa terjadi. Tulangan transversal dibutuhkan di daerah ini untuk menghasilkan suatu kedaktilitasan [1]. II.3 KONSEP STRONG BEAM WEAK COLUMN Bangunan yang dirancang untuk tahan gempa menekankan pada aspek daktilitas struktur yang baik, dan kemampuan untuk mempunyai energi disipasi yang baik. Pada jembatan, bagian struktur yang dirancang untuk mengalami sendi plastis terlebih dahulu adalah bagian kolom/pier nya ( strong beam-weak column ). Sendi plastis tidak boleh terjadi pada superstruktur karena sulit untuk diperiksa dan diperbaiki, dan juga kerusakan pada pada superstruktur dapat mengakibatkan jembatan tidak dapat beroperasi, oleh karena itu sendi plastis sebaiknya terjadi di kolom, atau pier. Untuk memastikan bahwa kolom mengalami kedaktilitasan, maka deformasi yang getas agar dihindari. Contohnya akibat gempa yang besar kolom telah mencapai kapasitas gesernya, yang mana kapasitas lenturnya belum tercapai. Hal ini sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan keruntuhan secara getas, kekuatan dan kekakuan kolom dapat menurun secara drastis, sedangkan kekuatan lenturnya belum tercapai [3]. Pendetailan pada daerah yang dirancang mengalami sendi plastis ini sangat penting untuk memastikan tercapainya daktilitas yang dibutuhkan. Untuk jembatan dengan single-column atau multiple column, maka sendi plastis diharapkan terjadi di daerah kolom, tidak di daerah pondasi (footing/pile cap/pile), karena akses yang lebih mudah untuk mengadakan pengecekan dan perbaikan pada kolom. Kolom yang direncanakan mengalami sendi plastis ini disarankan untuk dipasang penyokong lateral. Pada bagian ini juga diadakan pembatasan terhadap beban aksial terfaktor, hal ini dikarenakan adanya efek dari kombinasi beban gempa yang kuat dan beban permanent yang bekerja [3].. 7

Ketika koneksi hubungan antara superstructure dan substructure bersifat monolitik, sering terjadi bahwa kapasitas lentur dari superstructure tidak cukup untuk membuat sendi plastis pada kolom, terutama jika movement joint pada superstructure terletak berdekatan dengan kolom [3].. Untuk jembatan beton, komponen strukturalnya harus proporsional terhadap kerusakan inelastic yang langsung pada kolom, pier, dan abutmen. Superstruktur harus tetap bersifat elastic pada saat komponen substrukturnya mengalami respons inelastic. Koneksi dari superstruktur-substruktur untuk cap yang nonintegral dapat didesign untuk bersatu untuk menghasilkan respons inelastic pada superstruktur. Girder, dan kolom harus didesain untuk meminimalisir tegangan pada joint. Momen tahanan pada joint harus mempunyai kapasitas geser untuk mentransfer momen plastis maksimumnya dan juga gesernya tanpa terjadinya tegangan yang berlebihan pada joint. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menambah kekuatan pada cap beam sampai batas yang dibutuhkan agar tercapainya sendi plastis di kolom. Cara lain adalah dengan dengan mengurangi gaya gempa pada cap beam yaitu dengan menambah alat atau elemen tertentu. Salah satunya ialah dengan memberikan link beam pada jembatan dengan multicolumn. Link beam berfungsi untuk menghubungkan antar kolom-kolomnya ( link beam adalah seperti beam, dipasang untuk menghubungkan 2 kolom, letak link beam adalah di bawah beam jembatan II.4 KERUSAKAN PADA JEMBATAN Contoh Kerusakan yang terjadi pada jembatan : Kerusakan pada superstruktur 8

Gambar II.1 Kerusakan pada beam akibat span unseating Gambar di atas menunjukkan kerusakan pada beam yang diakibatkan oleh span unseating pada movement joint. Hal ini disebabkan oleh pergerakan relatif dari span pada arah longitudinal melebihi lebar dudukannya. Hal ini sangat dihindari, karena yang diharapkan sendi plastis terjadi pada kolom, tidak pada beam, karena hal ini dapat mengakibatkan kendaraan yang berada di atas span tersebut dapat jatuh ke bawah. Gambar II.2 Buckling pada Diafragma Gambar di atas menunjukkan terjadinya buckling pada diafragma jembatan, hal ini masih diperbolehkan karena beam utama pada jembatan tidak failure. Gambar II.3 Rotasi superstruktur akibat bearing mengalami kegagalan 9

Gambar di atas menunjukkan kerusakan pada beam yang disebabkan oleh superstruktur berotasi akibat bearing mengalami kegagalan. Kerusakan pada substruktur Gambar II.4 Kerusakan pada pier akibat kegagalan pengelasan tulangan Gambar di atas adalah kegagalan pada kolom yang diakibatkan oleh kegagalan pada pengelasan tulangan. Gambar II.5 Kerusakan pada pier akibat kegagalan geser Gambar di atas menunjukkan kerusakan pada kolom akibat kegagalan geser. 10

Gambar II.6 Kerusakan pada pier akibat local buckling Gambar di atas menunjukkan kegagalan pada kolom akibat terjadinya local buckling pada kolom. Kerusakan-kerusakan pada kolom di atas masih diperbolehkan karena beam tidak mengalami keruntuhan, berarti orang-orang yang berada di atas beam dapat menyelamatkan diri dulu untuk keluar dari jembatan, setelah gempa besar terjadi. Gambar II.7 Kerusakan pada pier akibat gaya lentur Gambar di atas menunjukkan kegagalan pada kolom akibat gaya lentur yang terjadi. Hal ini tidak diharapkan terjadi pada jembatan, karena kolom mengalami keruntuhan yang diikuti oleh keruntuhan beamnya. Sendi plastis dirancang pada kolom, namun kerusakan yang terjadi pada kolom tidak diharapkan kolom mengalami kegagalan sampai roboh, kolom hanya diharapkan mengalami kerusakan yang masih dapat diperbaiki. 11

II.5 RETROFIT PADA JEMBATAN Untuk perbaikan jembatan yang terkena gempa (retrofit ) ada berbagai macam cara. Untuk kerusakan dikarenakan span unseating ( bentang jembatan girdernya lepas dari dudukan jointnya ), dapat dilakukan dengan menginstal kabel penahan melintang sepanjang movement joint. Kerusakan akibat kegagalan kolom dapat diperbaiki dengan memberikan steel jacket pada kolom tersebut. Steel jacket ini dapat bersifat sebagai tulangan transversal untuk meningkatkan kekangan dari sendi plastis dan kekuatan geser dari mekanisme geser truss. Steel jacket ini dapat dipasang mengelilingi kolom, dapat berbentuk lingkaran atau kotak, bagian yang kosong antara steel jacket dan kolom diisi dengan beton. Selain itu perbaikan kolom yang lainnya juga dapat membuat tulangan kolom tambahan mengelilingi kolom. Berikut adalah contoh gambar dari perbaikan kolom. Gambar II.8 Retrofit pada pier Retrofit yang dilakukan pada beam yang rusak, dapat dilakukan dengan meningkatkan kekuatan geser dan lenturnya di atas level tempat terjadinya 12

pembentukan sendi plastis pada kolom. Salah satu caranya adalah dengan memberikan prestressing, menggunakan tendon external yang diangkurkan pada ujung-ujung beamnya. Kerusakan yang terjadi pada joint, dapat diperbaiki dengan menghilangkan beton pada daerah joint, lalu menambahkan additional joint reinforcement. Ukuran dari joint juga dapat ditingkatkan, baik ketebalannya maupun ketinggiannya untuk mengurangi tegangan geser pada joint dan untuk menyediakan tempat untuk perpanjangan angkur untuk tulangan kolom. Pemberian tulangan prestrress pada beam juga dapat mengurangi tegangan tarik pada daerah column-beam joint. Kegagalan pada footing, harus diperbaiki dengan biaya yang mahal. Salah satu cara memperbaikinya adalah dengan menambahkan ukuran dari footing dan untuk menambahkan pile jika dibutuhkan. Tulangan tambahan ini biasanya diletakkan di atas footing yang lama. Tulangan tambahan ini berfungsi untuk mengurangi tegangan geser pada daerah column-footing joint dan akan memberikan kondisi pengangkuran yang lebih baik pada tulangan kolom di footing. Berikut adalah gambar perbaikan footing : Gambar II.9 Retrofit pada footing Untuk menghindari terjadinya kerusakan yang besar akibat gempa, dapat dilakukan dengan menambahkan seismic isolation atau damping device pada struktur yang sudah ada. Jika supoerstruktur menopang pada bearing, maka 13

bearing tersebut dapat diganti dengan special isolation bearing, yang mana dengan penggantian bearing ini respons struktur akibat gempa besar dapat bersifat elastis [3]. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk meretrofit jembatan yang rusak, namun belum dapat dituliskan pada tugas akhir kali ini. Antara lain penambahan bracing-bracing, dan lain-lain. 14