BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAN INFORMASI KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MALANG 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENILAIAN STATUS GIZI BALITA (ANTROPOMETRI) Saptawati Bardosono

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi adalah prosedur yang dilakukan untuk memberikan kekebalan. tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin

ASPEK MEDIS DAN KEAMANAN VAKSIN KOMBINASI PENTABIO. Dominicus Husada

METODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB II TINJAUAN TEORI. meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu. terbentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem

BAB II TINJAUAN TEORI

Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2005). Imunisasi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, yang. pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan kegiatan yang ada dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

BAB I PENDAHULUAN. sampai mengancam jiwa (Ranuh, dkk., 2001, p.37). dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari 7-10 sesudah imunisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab utama kematian anak-anak di dunia. Pada negara berkembang hampir

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Lienda Wati, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Developments Program), Indonesia menempati urutan ke 111

SATUAN ACARA PENYULUHAN IMUNISASI DPT

HUBUNGAN STATUS GIZI BERDASARKAN INDEKS ANTROPOMETRI TUNGGAL DAN ANALISIS LANJUT DATA RISKESDAS 2007 YEKTI WIDODO & TIM

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya asupan zat gizi yang akan menyebabkan gizi buruk, kurang energi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap status gizi anak. upaya kesehatan masyarakat lainnya.

5 Imunisasi Dasar Lengkap Terbaru Untuk Bayi Beserta Jadwal Pemberiannya

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

Statistika ITS Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. satu diantaranya adalah pencegahan penyakit. Sebagai upaya

1 Universitas Indonesia

METODE PENELITIAN 1 N

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Antropometri adalah : 7 Tabel 1.1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Keadaan gizi bayi ditentukan dari hasil pengukuran Antropometri dengan menggunakan indeks BB/U dan menggunakan rujukan WHO- NCHS. 7 Upaya penyediaan data dan informasi status gizi bayi terutama kurang energi protein (KEP secara nasional telah di lakukan sejak pelita IV. Salah satu kegiatan sehubungan dengan penyediaan data adalah pemantauan status gizi (PSG). Kegiatan PSG dimulai dengan suatu proyek panduan di tiga propinsi yaitu Jawa Tengah, Sumatra Barat,dan Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilakukan pada tahun 1985 dengan tujuan untuk mempelajari cara memperoleh gambaran status gizi pada tingkat kecamatan guna memantau perkembangan status gizi. 7 Dalam praktek pengukuran antropometri yang paling banyak digunakan adalah berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) atau panjang badan ( PB), (Jeliffe, 1966). Kadang-kadang digunakan pula lingkar lengan atas (LLA) atau lingkar kepala (LK). 7 Parameter Antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks Antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti pada hasil seminar Antropometri 1975. Di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam negri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD yang disesuaikan untuk Indonesia (100% baku Indonesia = 50 persentil baku Harvard) dan untuk (LLA) digunakan baku WOLANSKI. 7 Berdasarkan ukuran baku tersebut, penggolongan status gizi menurut indeks

Penggolongan Keadaan Gizi Menurut Indeks Antropometri Ambang batas baku untuk STATUS GIZI keadaan gizi berdasarkan indeks BB/U TB/U BB/TB Gizi baik >80% >90% >90% Gizi kurang 71-80% 81-90% 81-90% Gizi buruk 60% 70% 70% (sumber ; Yayah K. Husaini. Atropometri Sebagai Indeks Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Medika, No. 8 tahun XXIIII, 1997 Dalam pengukuran indeks Antropometri sering terjadi kerancuan, hal ini akan mempengaruhi intepretasi status gizi yang keliru. Masih banyak pakar yang berkecimpung di bidang gizi belum mengerti makna dari beberapa indeks antropometri. Perbedaan penggunaan indeks tersebut akan memberikan gambaran prevalensi status gizi yang berbeda. 8 Dalam pemantauan status gizi penduduk penggunaan gabungan indeks Antropometri sangat bermanfaat bagi proses perumusan kebijakan, perencanaan maupun pengelolaan program gizi. 9 Dari berbagai jenis indeks Antropometri untuk mengintepretasikannya dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan antar ahli gizi. Ambang batas dapat disajikan dalam tiga cara, yaitu 7 : 1. Persen terhadap median Nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas. Dengan lima klasifikasi status gizi dengan indeks BB/U : - Gizi lebih = > 120% median BB/U - Gizi baik = 80% - 120% median BB/U - Gizi sedang = 70% - 79,9% median BB/U - Gizi kurang = 60% - 69% median BB/U - Gizi buruk = < 60% median BB/U 2. Persentil Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah persentil. Persentil 50 sama dengan median, atau nilai tengah dari jumlah populasi yang berada diatasnya dan setengahnya berada di bawahnya.

National Centre For Health Statistic (NCHS) merekomendasikan persentil ke lima sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik. 3. Standar deviasi unit Standar deviasi unit disebut juga Z-Skor. WHO menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. - 1 SD unit (1 Z Skor) kurang lebih sama dengan 11% dari median BB/U - 1 SD unit (1 Z Skor) kira- kira 10% dari median BB/U - 1 SD unit (1Z Skor) kira- kira 5% dari median TB/U Untuk klasifikasi status gizi berdasarkan baku antropometri perlu ada batasanbatasan (cut-off point). Pembagian tersebut didasarkan pada baku rujukan WHO NCHS yaitu : 1. Gizi lebih : > 2,0 SD baku WHO NCHS 2. Gizi baik : - 2 SD s/d + 2 SD 3. Gizi kurang : < - 2 SD 4. Gizi buruk : < - 3 SD 7 Dalam pembahasan tentang status gizi ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antar satu dengan lain. Ketiga pengertian tersebut adalah 8 : 1. Proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh dan produksi energi. Proses ini disebut gizi nutrion. 2. Keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi di satu pihak dan pengeluaran oleh organisme di pihak lain. Keadaan ini disebut nutriture. 3. Tanda-tanda tau penampilan yang diakibatkan oleh nutriture dapat terlihat melalui variabel tertentu. Hal ini disebut status gizi nutritional status. 6

Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Namun dalam kenyataannya sampai saat ini didalam masyarakat masih terdapat penderita tingkat kekurangan gizi. Masalah gizi tersebut merupakan refleksi konsumsi energi dan zat gizi zat-zat gizi lain yang belum mencukupi kebutuhan tubuh. 8 Dalam penilaian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi maka harus ada ukuran baku (reference). Baku Antropometri yang banyak digunakan adalah baku Harvard; 1959, Sementara itu kegiatan pemantauan status gizi yang dikelola direktorat dinas gizi masyarakat menggunakan baku WHO. 9 Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO. Beberapa klasifikasi umum yang digunakan adalah klasifikasi Gomez, klasifikasi Wellcome Trust, klasifikasi Waterlow, klasifikasi Jeliffe, Klasifikasi Bengoa, klasifikasi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI dan klasifikasi cara WHO. 7 1. Klasifikasi GOMEZ (1956) Baku yang digunakan oleh Gomez adalah baku rujukan Harvard. Indeks yang adigunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U). sebagai baku patokan digunakan persentil 5. Gomez mengklasifikasikan status gizi yaitu normal, ringan sedang dan berat. 2. Klasifikasi Wellcome Trust Baku yang digunakan adalah baku Harvard.

3. Klasifikasi Waterlow Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan kronis. Beliau berpendapat bahwa defisit berat badan terhadap tinggi badan mencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan wasting (kurus-kering).defisit tinggi menurut umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat lama. Akibat yang ditimbulkan adalah anak menjadi pendek stunting untuk umurnya. 4. Klasifikasi Jeliffe Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur. Pengkategoriannya adalah kategori I,II,III dan IV. 5. Klasifikasi Bengoa Bengoa mengkalsifikasikan KEP, yaitu KEP I, KEP II dan KEP III. Indeks yang digunakan adalah berat badan meurut umur. 6. Klasifikasi menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI Klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan mendi 5 yaitu : gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS. 7. Klasifikasi cara WHO. Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan cara waterlow. Indikator yang digunakan meliputi BB/TB dan BB/U, TB/U. B. Pengetahuan Ibu Pengetahuan ibu adalah asumsi bahwa semakin tinggi pengetahuan akan semakin mudah pula menerima rangsangan perubahan keadaan disekitarnya dan menentukan kemudahan ibu dalam menerima setiap pembaharuan serta makin cepat tanggap terhadap kondisi lingkungannya. 10 Pengetahuan ibu merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat (Blum:1974). Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan tingkat pengetahuan ibu maka intervensi atau upaya yang ditujukan pada faktor perilaku ini sangat strategis. 10

Pengetahuan ibu merubah perilaku, pendidikan, pangan dan gizi agar ibu dapat melakukan cara-cara praktek yang baik seperti yang diharapkan, pengetahuan saja belum mampu membuat ibu mengubah perilakunya. Untuk itu masih diperlukan motivasi dan perhatian agar ibu mau mengubah pola hidup untuk mempunyai pengetahuan tentang imunisasi dan mengenai zat-zat gizi dan bahan makanan yang bergizi bagi bayinya. Studi mengenai proses belajar dan berubah pandangan atau pendapat dilakukan oleh Beal dan Bohlen tahun 1959, untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dan status gizi bayinya mencakup beberapa fase 10 : 1. Kesadaran (Awareness) yaitu orang yang menjadi sadar terhadap pandangan atau pendapat atau cara-cara baru. 2. Minat (Interest) yaitu orang yang telah menyadari pandangan baru itu kemudian mempunyai keinginan atau minat ingin mengetahui lebih lanjut. 3. Penilaian (Evaluation) yaitu orang yang bersangkutan kemudian dapat menimbang (menilai) untung rugi dari hal baru tersebut. 4. Mencoba (Trial) yaitu melakukan percobaan kecil akan kegunaannya. 5. Penerapan atau penolakan (Adaption or rejection) yaitu setelah mengetahui dan mendapatkan hasil percobaan baru, individu mau menerapkan atau menolaknya. 10 Upaya agar ibu berperilaku dengan cara persuasif, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran dan sebagainya melalui pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku dan status pendidikan ibu adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku dan status pendidikan ibu dipengaruhi 3 faktor utama, yaitu 10 : 1. Faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap ibu terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan ibu terhadap hal-hal yang berkaitan dengan status gizi bayi. Disesuaikan dengan tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.

2. Faktor Pemungkin (enabling factors) Mencakup ketersediaan sarana dan prasarana seperti air bersih, tempat pembuangan sampah dan ketersediaan makanan yang bergizi. 2. Faktor penguat (reinforcing factors) Meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama (toga), sikap dan perilaku ibu termasuk petugas kesehatan. Pegetahuan ibu tentang kesehatan sebagai bagian atau cabang dari ilmu kesehatan, juga mempunyai dua sisi yakni sisi ilmu dan sisi seni. Dari sisi seni yakni praktisi atau aplikasi, pendidikan kesehatan merupakan penunjang bagi programprogram kesehatan lain. artinya setiap program kesehatan misalnya pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, imunisasi, sanitasi lingkungan, kesehatan ibu dan anak dan sebagainya, perlu ditunjang atau dibantu oleh pendidikan, kesehatan (di Indonesia sering disebut penyuluhan kesehatan). oleh sebab itu WHO pada awal tahun 1980-an menyimpulkan bahwa pengetahuan dan pendidikan kesehatan tidak mampu mencapai tujuannya, apabila hanya memfokuskan pada upaya-upaya perubahan perilaku saja. Pengetahuan dan pendidikan kesehatan harus mencakup pula perubahan lingkungan (fisik dan sosial budaya, politik, ekonomi dan sebagainya). 11 C. Imunisasi Imunisasi adalah tekhnik pembentukan kekebalan tubuh secara aktif dengan memasukkan kuman atau vaksin yang sudah dilemahkan kedalam tubuh dengan harapan tubuh membentuk zat anti bodi terhadap kuman atau vaksin yang dimasukkan. 12 Tujuan utama imunisasi atau vaksinasi adalah tekhnik pembentukan kekebalan tubuh secara aktif dengan memasukkan kuman atau toksin yang sudah dilemahkan kedalam tubuh dengan harapan tubuh membentuk zat antibodi terhadap kuman atau toksin yang dimasukkan. 13 Imuisasi perlu dipacu terhadap jenis antibodi atau jenis sel imun yang benar. Antibodi yang diproduksi oleh imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba ekstraseluler dan produknya (toksin). Sistem imun adalah suatu sistem yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zatyang dihasilkannya, yang bekerjasama secara kolektif

yang sedang sakit. 12 Tabel 1.2 dan terkoordinasi untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya yang masuk ke dalam tubuh. 12 Ada 2 macam imunisasi, yaitu 12 : 1. Imunisasi aktif Pemberian kuman atau racun yang telah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. 2. Imunisasi Pasif Penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Manfaat imunisasi adalah merupakan cara yang termurah, teraman, termudah dan terbaik untuk mencegah anak anda terjangkit penyakit yang berbahaya dan mengancam jiwanya. Tidak ada satu jenis vaksinpun yang dapat memberikan perlindungan mutlak 100%. Oleh karena itu hindarkanlah kontak dengan anak lain Jadwal imunisasi pada bayi VAKSIN PEMBERIAN INTERVAL UMUR BCG 1x - 0-11 bulan DPT 3x 4 minggu (minimal) 2-11 bulan POLIO (OPV) 4x 4 minggu (minimal) 0-11 bulan CAMPAK 1x - 9-11 bulan HEPATITIS B 3x 1 dan 6 bulan dari suntikan pertama Sumber : Markum A.H, 1997, Imunisasi, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia edisi ke dua. 12 0-11 bulan B. Jenis Imunisasi Yang Diberikan Pada Bayi Beberapa jenis imunisasi wajib yang harus diberikan pada bayi, antara lain sebagai berikut 12 :

1. Vaksin BCG Pemberian imunisasi BCG bertijuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tubercolusis. Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus Calmette Guerrin) yang masih hidup dan telah dilemahkan. Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir sampai usia 12 bulan, sebaiknya diberikan pada bayi 0-2 bulan. BCG cukup diberikan 1 kali saja. 12 2. Vaksin DPT (Diphteri, Pertussis, Tetanus) a. Diphteria Penyakit Diphteria disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Corynebacterium diphtheriae. Anak yang terjagkit akan mengalami demam tinggi, selain itu ada tonsil (amandel) atau tenggorok terlihat selaput putih kotor. Seorang anak akan terjangkit apabila ia berhubungan langsung dengan penderita dipteria atau orang sebagai pembawa kuman (carier). b. Pertussis Adalah penyakit batuk rejan atau lebih dikenal dengan batuk 100 hari. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Bordetella pertussis. Penyakit ini cukup parah bila diderita balita atau bayi bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi berumur kurang dari 1 tahun. Gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus, sukar berheti, muka menjadi merah dan kebiruan, keluar air mata. Batuk seperti ini terutama terjadi pada malam hari. c. Tetanus Tetanus disebabkan oleh kuman tetanus yaitu Clostridium tetani. Kuman ini dapat berkembang dan membentuk racun yang berbahaya. Racun ini merusak susunan saraf tulang belakang yang menjadi dasar timbulnya gejala penyakit. Gejala tetanus yang khas adalah kejang dan kaku secara menyeluruh, otot dinding yang teraba keras dan tegang seperti papan, mulut kaku dan sukar dibuka sertya muka yang menyeringai. Manfaat pemberian imunisasi ini adalah untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit Diphteria, Pertussis (batuk rejan) dan Tetanus. Vaksin ini dibuat dari toksin kuman Diphteria yang dilemahkan, sedangkan vaksin rejan terbuat dari kuman Bordetella pertussis yang telah dimatikan. Sedangkan vaksin tetanus dibuat dari toksin kuman Tetanus yang telah dilemahkan. Diberikan 3 kali

pada bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara dua penyuntikan minimal empat minggu, imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 sampai 2 tahun atau kurang lebih satu tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga. 12 3. Vaksin Polio Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis. Cara pemberiannya dengan cara suntikan, pemberian vaksin polio dapat diberikan bersamaan dengan pemberian vaksin BCG, Hepatitis B, dan DPT. 12 4. Vaksin Campak Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan penyakit campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Campak adalah penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian vaksin. Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam kandungan, imunisasi campak cukup dilakukan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan (WHO 1973). 12 5. Vaksin Hepatitis B Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B, penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal dengan penyakit liver. Vaksin terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan HbsAg yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit. 12 Imunisasi ini diberikan dengan cara suntikan dasar sebanyak 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan antara suntikan 1 dan 2. Dana 5 bulan antara suntikan 2 dan 3. imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah imunisasi dasar. 12

C. Pengetahuan ibu Menurut Praktek Imunisasi Pengetahuan ibu mempengaruhi praktek imunisasi bagi bayinya. Pada umumnya bayi memiliki sistem ketahanan tubuh yang lebih rentan terhadap penyakit apabila dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Kewajiban seorang ibu untuk mendapatkan dan melengkapi imunisasi secara penuh dan sempurna sangat penting bagi bayinya. Semakin tinggi pengetahuan ibu tentang imunisasi akan menentukan 10, 14 praktek imunisasi yang baik bagi bayinya. D. Praktek Imunisasi Menurut Status Gizi Praktek imunisasi dan status gizi yang baik sangat dianjurkan, pada umumnya sudah diperhitungkan sesuai faktor variasi kebutuhan adanya praktek imunisasi dengan status gizi yang diberikan untuk meningkatkan kekebalan dan derajat kesehatan yang baik bagi bayinya. Bayi merupakan kelompok usia yang sedang mengalami pertumbuhan dan praktek imunisasi dengan status gizi yang cukup akan memberikan kekebalan pada tubuh untuk mencegah masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh. Jika bayi tidak mendapat praktek imunisasi dan status gizi yang baik akan mengakibatkan cacat seumur hidup atau bahkan kematian pada bayi. 11,13 E. Kerangka Teori Faktor Predisposisi - Pengetahuan ibu - Sikap ibu Faktor pemungkin - Praktek imunisasi - Jarak tempat pelayanan - Pendapatan keluarga Praktek imunisasi bayi Status gizi terpenuhi / baik Faktor penguat - Motivasi petugas - Kedisiplinan petugas - Kelengkapan alat dan kecukupan vaksin F. Kerangka Konsep Sumber : Modifikasi teori Soekidjo Notoatmodjo, 1997 Variabel bebas

Pengetahuan ibu tentang imunisasi Variabel terikat Status gizi Praktek imunisasi bayi G. Hipotesa Berdasarkan permasalahan tujuan penelitian dan sumber pustaka, maka hipotesa yang ingin dibuktikan adalah : 1. Ada perbedaan pengetahuan ibu bayi yang memiliki status gizi normal dengan ibu bayi yang memiliki status gizi KEP. 2. Ada perbedaan praktek imunisasi bayi yang memiliki status gizi normal dengan bayi yang memiliki status gizi KEP.