EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

REKAMAN DATA LAPANGAN

GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA

St. Hastuti Sabang*, Adi Maulana*, Ulva Ria Irvan* *) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng

INVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH SORONG KOTA SORONG, PAPUA BARAT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

BAB II GEOLOGI REGIONAL

EKSPLORASI SUMBER DAYA MINERAL ENDAPAN NIKEL LATERIT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB II GEOLOGI REGIONAL

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. (Sulawesi Selatan) (Gambar 1.1). Setiawan dkk. (2013) mengemukakan bahwa

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Raden Ario Wicaksono/

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Bab II Geologi Regional

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

JTM Vol. XVI No. 3/2009

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

memiliki hal ini bagian

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

BAB II TINJAUAN UMUM

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

ANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA

FASIES BATUBARA FORMASI WARUKIN ATAS DAERAH TAPIAN TIMUR, KP PT. ADARO INDONESIA KALIMANTAN SELATAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER DAYA NIKEL LATERIT DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Ediar Usman

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

Transkripsi:

EKSPLORASI AWAL NIKEL LATERIT DI DESA LAMONTOLI DAN LALEMO, KECAMATAN BUNGKU SELATAN, KABUPATEN MOROWALI, PROPINSI SULAWESI TENGAH Sri Ayu Ningsih Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstract The exploration area is included in the administration area in the village of Lalemo (UTM 0436240, 9652332) and in the village of Lamontoli (UTM0433380, 9652752) District of South Bungku, Morowali regency, Central Sulawesi. Judging from the results of laboratory analysis of the nickel content in the block A are the highest found on the point A12 which is the 1.22 located at a depth of 3 m, of the results of drilling in 4(four) point location, low levels with a relatively shallow depth. Based on a sample of handauger and Test Pit, it is known nickel content for block B high enough because there are standards above 1.8 are eligible in to do the exploitation. After conducting the survey, there are many serpentine rock outcrops exposed on the surface that has experienced a high degree of weathering. As for the block C should be considered again because relatively low levels, there are only a few wells that already meet the standard that is above 1.8. Keywords : levels of nickel, handauger, Test Pit, serpentine rock. Sari Daerah eksplorasi termasuk kedalam wilayah administrasi Desa Lalemo (UTM 0436240, 9652332) dan Desa Lamontoli (UTM0433380, 9652752) Kecamatan Bungku selatan, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Dilihat dari hasil analisis laboratorium kadar nikel di block A yang tertinggi terdapat pada titik A12 yaitu 1,22 berada pada kedalaman 3 m, dari hasil pengeboran di 4 titik lokasi, kadarnya rendah dengan kedalamannya yang relatif dangkal. Berdasarkan sampel dari handauger dan Tes Pit, maka diketahui kadar nikel untuk block B cukup tinggi karena ada yang memenuhi standar diatas 1,8 sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan eksploitasi. Setelah melakukan survey tinjau, terdapat banyak singkapan batuan serpentine yang tersingkap diatas permukaan yang sudah mengalami pelapukan tingkat tinggi. Sedangkan untuk block C perlu dipertimbangan lagi karena kadarnya relatif rendah, hanya ada beberapa sumur yang sudah memenuhi standar yaitu diatas 1,8. Kata-kata kunci : kadar nikel, handauger, Tes Pit, batuan serpentine.

PENDAHULUAN Latar Belakang Secara umum, endapan nikel yang terdapat di Lamontoli dan Lalemo merupakan endapan nikel laterit. Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Nikel merupakan mineral yang sangat banyak dicari karena memiliki nilai yang sangat mahal, selain bersifat tahan karat, logam ini juga berfungsi sebagai bahan paduan logam lain membentuk baja. Nikel laterit merupakan sumber bahan tambang yang sangat penting. Endapan nikel laterit terbentuk dari hasil pelapukan dari batuan induk dari jenis ultrabasa. Kegiatan Eksplorasi merupakan tahapan yang menentukan untuk kegiatan Eksploitasi selanjutnya. Permasalahan Di desa Lamontoli dan desa Lalemo, Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah, secara regional menunjukkan adanya potensi sumber daya nikel laterit, oleh sebab itu penulis melakukan eksplorasi awal untuk mengetahui kualitas dan kuantitas nikel laterit didaerah tersebut. Tujuan Tujuan dari penyusunan jurnal ini adalah untuk mengetahui potensi sumber daya nikel laterit yang meliputi kualitas dan kuantitas, dimana kualitas dilihat dari analisis kadar Ni dan Fe, sedangkan kuantitas dihitung dari cadangan atau volume nikel laterit tersebut. Ruang Lingkup Pembahasan ini melingkupi kegiatan pengeboran dangkal dan pengeboran dalam, analisis kadar Ni dilaboratorium, penyebaran lateritya hingga penentuan prospek dan tidak prospeknya endapan laterit tersebut. Metode Penulisan Melakukan pemetaan untuk menentukan daerah prospek zona laterit dan juga lokasi titik bor pada block A dan C. Melakukan pemboran dangkal dengan menggunakan alat handauger dan Tes pit pada block B meliputi 4 titik yaitu dengan kedalaman bervariasi dari 1-10 m. Melakukan pemboran dalam pada titik zona prospek laterit dengan menggunakan mesin Jackro 100 pada block A dan C. kegiatan pemboran dalam ini meliputi set up rig, Running (pemboran dalam), dan treatment sampel. Melakukan pengeringan sampel untuk hasil dari pemboran dangkal dan pemboran dalam serta dilanjutkan dengan analisis laboratorium untuk menetukan kadar nikel (Ni) pada setiap titik pemboran. Lokasi Lokasi paling banyak ditemukan nikel laterit ada di Indonesia Timur, namun ada juga di Kalimantan. Secara administrasi terletak pada Desa Lamontoli dan Desa Lalemo, Kecamatan Bungku Selatan, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah, berada sekitar 246 Km sebelah Timur Kota Kendari.

Gambar 1. Lokasi keterdapatan nikel laterit di Indonesia Gambar 2. Peta lokasi daerah penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Geologi Regional Tektonik Sulawesi terdiri dari 3 bagian berdasarkan tektonik seting pembentukannya : 1. Bagian utara pulau Sulawesi termasuk dalam magmatic arc yang masih aktif hingga sekarang. 2. Bagian timur dan timur laut merupakan fragmen dari mikro kontinen yang bergerak dari bagian utara Australia kraton yang saling bersinggungan pada sisi bagian barat dan barat daya. 3. Sisi selatan merupakan bagian dari sunda land. 4. Lokasi penelitian terletak pada bagian timur dan timur laut karena tumbukan lempeng dan tergeser oleh sesar sorong maka daerah penelitian sangat komplek. Gambar 3. Tatanan tektonik Indonesia Bagian Timur (diambil dari Satyana, 2006) Stratigrafi Stratigrafi regional terdiri dari 1 kelompok batuan yaitu Batuan Ofiolit (Ku) dan 2 formasi yaitu Formasi Matano (Tmpp) dan Formasi Salodik (Tems). Batuan Ofiolit ( Ku) Terdiri dari batuan-batuan ultramafik yaitu peridotit, harzburgit, dunit, gabro dan serpentinit. Satuan batuan ini berumur Kapur. Penyebaranya hampir meliputi 15% dari pada wilayah area konsesi tersebar di bagian selatan dan sebagian di bagian utara area konsesi.

Formasi Salodik ( Tems) Terdiri dari batuan Gamping yaitu Kalsilutit dan gamping ooid. Satuan ini memiliki umur Oligosen, tersebar pada daerah utara hingga tengah dari area konsesi sebesar 75% dari total keseluruhan semua area konsesi. Formasi Matano (Km) Formasi ini berumur Kapur Akhir Paleosen, terdiri atas kalsilutit bersisipan dengan lempung dan rijang. Qa Endapan ini berumur kuarter, terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lempung. Batuan Sedimen Batuan Sedimen meliputi batuan konglomerat, batupasir, dan batulempung Batu konglomerat memiliki butiran krakal dan berbentuk rounded dan memiliki fragmen batuan beku, semen yang mengikat batuan ini adalah silica, batuan ini diendapkan pada lingkungan darat. Batupasir memiliki besar butir kasar dan berbentuk sub rounded. Batupasir ini berwarna abuabu jika keadaan fresh dan berwarna putih jika keadaan lapuk. Sedangkan batugamping berwarna putih dan masih nampak molusca, karena tidak ditemukannya lapisan dibatuan ini maka batugamping ini termasuk batugamping non klastik. Batuan Beku Batuan beku ini terdiri dari batuan beku peridotit, hazburgit dan serpentinit. Batuan beku ini memiliki warna gelap dan jika lapuk berwarna hitam kehijauan. Batuan beku ini memiliki memiliki tekstur yang halus, mineral batuan ini tidak nampak dengan mata telanjang maka termasuk afanitik. Batuan ini termasuk homokristalin karena kristal batuan ini menyeluruh maka termasuk dalam lepidoblastik, kekerasan batuan ini < 7,5%. Gambar 4. Kolom stratigrafi regional area konsesi

Struktur Geologi Daerah penelitian termasuk ke dalam sabuk Ofiolit Sulawesi Timur (Kadarusman, 2004). Dimana Ofiolit Sulawesi Timur tersebar mulai dari lengan timur Sulawesi hingga lengan selatan Sulawesi. Ofiolit Sulawesi Timur ini berasal dari punggungan tengah samudera (mid oceanic ridge) dan oceanic plateau Pasifik yang teralih-tempatkan. Pada dasarnya daerah lengan timur Sulawesi memiliki jenis batuan yang sangat bervariasi. Dimana di setiap daerah tidak selalu tersusun dari batuan dan stratigrafi yang sama. Basement terdiri dari beberapa jenis batuan, pada daerah Komplek Lamasi batuan dasarnya berupa batuan sediment klastik berumur Mezosoik yang memiliki kontak sesar dengan batuan diatasnya yaitu batuan beku basaltik. Sulawesi bagian timur tersusun oleh dua zona melange yang terangkat sebelum dan sesudah Miosen. Melange yang terletak pada bagian selatan dan barat tersusun dari batuan sekis yang berorentasi ke arah tenggara dengan disertai beberapa batuan ultrabasa relatif kecil yang penyebarannya terbatas. Pembentukan Nikel Laterit Proses pembentukan endapan nikel laterit ini diawali dari proses pelapukan batuan ultramafik yaitu seperti peridotit, serpentinit dan dunit dengan kandungan mineral olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi sehingga sangat mudah mengalami proses pelapukan karena mineral mineral tersebut tidak stabil. Sebelum terbentuk profil nikel laterit yang terdiri dari bedrock, saprolit, dan limonit, pada awalnya semua merupakan satu kesatuan bedrock yang tersingkap dipermukaan. Bedrock tersebut merupakan bagian dari kelompok batuan ofiolit yang ada di Sulawesi dan merupakan cikal bakal terbentuknya endapan nikel laterit pada area konsesi dan sekitarnya. PEMBAHASAN Dari hasil pemetaan daerah zona prospek laterit, lokasi terbagi menjadi 3 block yaitu block A, B dan C, dari ke-3 block ini dapat mengetahui penyebaran Laterit yang dominan di Block B dan C serta sebagian berada di block A yang penyebarannya tidak terlalu luas. Dari ketiga block ini, fokus pemboran di lakukan pada block A dan block C saja. BLOCK A Mesin yang digunakan untuk melakukan pengeboran di block A adalah Jackro 100. Pada block A jumlah pengeboran yang dilakukan adalah 3 titik dengan ketebalan laterit mencapai 2 m, bagian bawahnya sudah dijumpai bedrock berupa batugamping kristalin yang sangat kompak sehingga pemboran diblock A dihentikan. Tidak semua block A memiliki ketebalan laterit 2 m, dan ada yg lebih dari 2 m. Hal ini menyebabkan pengeboran dialihkan ke block C. Hasil analisis sampel pengeboran pada block A di ketahui kadar nikel (Ni) yang tertinggi terdapat di titik bor A-19 pada kedalaman 1 m yaitu 0,60.

Gambar 5. Peta lokasi titik bor di block A Gambar 6. Peta stratigrafi titik bor di block A

BLOCK B Pada block B dilakukan Uji Pengeboran dengan alat handauger dan Tes Pit pada 2 titik. Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar nikel (Ni) yang tertinggi terdapat di titik GR-1 yaitu 1,83 pada kedalaman 8 m dan kadar terendah pada kedalaman 3 m dengan kadar 0,88. Penyebaran lateritnya berada dipunggungan bukit, dengan kondisi litologi yang memiliki kandungan serpentine yang sangat tinggi yang telah mengalami pelapukan lanjut, sehingga menyebabkan kadar nikelnya tinggi. Gambar 7. Peta lokasi titik bor di block B BLOCK C Lokasi di block C memiliki luasan 11,75 Ha. Kenampakan relief perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 19 sampai 55 mdpl, slope rata rata 5 0 sampai 23 0, dilokasi penyelidikan banyak terdapat rawa dan sungai. Pada pemboran pada block C, mesin yang digunakan adalah Jackro 100. Jumlah keseluruhan titik diblock C adalah 129 titik, sedangkan yang berhasil dibor adalah 52 titik dengan total depth keseluruhan adalah 691,12 m dan diblock C ada 4 titik dengan total kedalaman 19.86 m, sisanya terkendala masalah izin lahan. Penyebaran laterit umumnya utara-selatan, dengan ketebalan rata-rata sekitar 4 m, sedangkan saprolit mempunyai ketebalan rata-rata 7 m. Pada kedalaman rata-rata sekitar 11 m dijumpai bedrock berupa batugamping, breksi dan konglomerat. Dari

hasil analisis pengeboran 56 titik di block C diketahui kadar nikel (Ni) tertinggi adalah di titik bor C-3 yaitu 1,03 pada kedalaman 8 m, serta titik bor C-37 yaitu 1,25 pada kedalaman 6 m. Gambar 8. Peta lokasi titik bor di block C Gambar 9. Peta lokasi penyebaran laterit di lokasi block C

Gambar 10. Peta 3D titik bor block C menggunakan Rockworks Gambar 11. Penampang stragrafi lokasi block C setelah di modelling KESIMPULAN Dilihat dari hasil analisis laboratorium kadar nikel di block A yang tertinggi terdapat pada titik A12 yaitu 1,22 berada pada kedalaman 3 m. Dari hasil pengeboran 4 titik kadarnya rendah dan kedalamanya yang relatif dangkal maka pengeboran diblock A bagian barat disarankan untuk ditutup atau tidak prospek dan difokuskan ke block A bagian selatan serta selanjutnya mengarah ke block B. Dari hasil analisis laboratoruim berdasarkan sampel dari handauger dan Tes Pit maka diketahui kadar nikel untuk block B cukup tinggi karena ada yang memenuhi standar diatas 1,8 sehingga memenuhi syarat untuk dilakukakan eksploitasi. Setelah melakukan survey tinjau dilihat banyak singkapan batuan serpentine yang tersingkap diatas permukaan yang sudah mengalami pelapukan tingkat tinggi.

Sedangkan untuk block C perlu dipertimbangan lagi karena kadarnya relatif rendah, hanya ada beberapa sumur yang sudah memenuhi standar yaitu diatas 1,8 sedangkan kebanyakan sumur lainnya, kadarnya rendah. Jadi kesimpulan untuk block C adalah tidak prospek untuk dieksploitasi karena penyebarannya tipis. DAFTAR PUSTAKA Aflan. Z., 2010., Geologi dan Estimasi Cadangan dengan Metode Ordinary Kriging pada Endapan Nikel Laterit di Bukit TLC 4 Pomala Wilayah Penambangan PT Aneka Tambang., Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tesis tidak dipublikasikan) Ahmad. W., 2005., Nickel Laterites., PT INCO, Indonesia Golightly, J.P., 1979, Geology Of Soroako Nickeliferous Laterite Deposite, Int. Laterite Simp, New Orleans. Sulasmoro. B., 1985., Buletin: Kajian Nikel., Departemen Pertambangan dan energi. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Pusat Pengembangan Teknologi Mineral., Bandung Waheed, A., 2002. Nickel Laterites-A Short Course : Chemistry, Mineralogy, and Formation of Nickel Laterites (tidak dipublikasikan ).