II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Jalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Jalan

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

TINJAUAN PUSTAKA Karakter Lanskap Kota

BAB VII PENGHIJAUAN JALAN

ANALISIS DAN SINTESIS

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

Persyaratan Teknis jalan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

PERENCANAAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI IDENTITAS KOTA BANJARNEGARA E. JUNATAN MUAKHOR

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Pe rancangan

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap. Lanskap Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ruang Terbuka Hijau Perkotaan. Ruang terbuka hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang -ruang terbuka

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS SINTESIS

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Keselamatan Jalan

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Rambu Peringatan Rambu Petunjuk. Rambu Larangan. Rambu Perintah dan Rambu Lokasi utilitas umum

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gambar 26. Material Bangunan dan Pelengkap Jalan.

Gambar 2. Bagan fungsi jalur hijau

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KONSEP. marmer adalah Prinsip Sustainable Architecture menurut SABD yang terangkum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

5. Konsep Urban Design Guidelines yang Memperhatikan Kebutuhan Pejalan Kaki Usia Kanak-Kanak dan Usia Lanjut

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

Penempatan marka jalan

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB III LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

Gambar 5.1. Zoning Ruang (sumber:konsep perancangan.2012)

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

ANALISIS SINTESIS Aspek Fisik Letak, Luas dan Batas-batas Tapak Aksesibilitas dan Sistem Transportasi

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BAB V KONSEP PERANCANGAN. Konsep dasar perancangan beranjak dari hasil analisis bab sebelumnya yang

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

V. KONSEP Konsep Dasar Pengembangan Konsep

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB V KONSEP. mengasah keterampilan yaitu mengambil dari prinsip-prinsip Eko Arsitektur,

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

LINGKUNGAN DAN UKURAN JL. YOS SUDARSO SITUASI LOKASI SITE. 173,5 m. 180 m. 165 m. 173 m

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Lanskap Simonds (1983) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses penyusunan kebijaksanaan atau merumuskan apa yang harus dilakukan, untuk memperbaiki keadaan masa mendatang. Ketidakberhasilan suatu rencana adalah dikarenakan kurang mendalamnya penghayatan terhadap tapak atau feel of the land dan kurang diperhatikannya aspek sosial, khususnya pengguna. Lebih lanjut Nurisjah dan Pramukanto (1995) mengemukakan bahwa perencanaan lanskap adalah salah satu tahapan yang penting guna mendapatkan suatu rancangan lanskap yang fungsional, estetik, dan lestari. Pekerjaan perencanaan umumnya berorientasi jangka panjang dan bertujuan untuk kesejahteraan manusia. Sustainability merupakan tujuan ideal yang ingin dicapai oleh setiap perencana yang berorientasi pada perencanaan penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya alam. Menurut Simonds (1983), proses perencanaan dan perancangan dalam arsitektur lanskap terdiri atas beberapa tahap, yaitu commission, research,analysis, synthesis, construction, dan operation. Commission adalah tahap paling awal dimana klien menyatakan keinginan atau kebutuhannya serta mendefinisikan pelayanan dalam suatau kontrak kerja sehingga diperoleh suatu kesepakatan. Research adalah tahap survei untuk mengumpulkan semua data yang dibutuhkan melalui wawancara, pengamatan langsung maupun fotografi. Tahap analysis merupakan tahap menganalisis tapak, mengkaji tentang peraturan pemerintah, ketentuan standar, potensi dan kendala serta membuat program pengembangan tapak. Synthesis merupakan tahap analisa perbandingan, pengkajian dampak, akomodasi, konsolidasi dan metode-metode pengimplementasian yang akan digunakan. Construction adalah tahap pelaksanaan dengan mempersiapkan dokumen, kontrak kerja supervise dan pengecekan pelaksanaan. Operation merupakan tahap akhir penyelesaian proyek yang terdiri dari kunjungan periodik, penyesuaian dan pengembangan, observasi penampilan serta pembelajaran.

6 Perencanaan lanskap terdiri atas tahapan-tahapan proses yang saling menyambung, dimulai dari survei sumber-sumber yang telah ada seperti keadaan lanskap, manusia, dan aktivitas pekerjaan masyarakat. Perencanaan yang baik tidak dimulai dari suatu pemikiran yang abstrak dan rencana yang dipaksakan, tetapi harus dimulai dengan pengetahuan akan kondisi awal tapak dengan segala kemungkinannya (Munford dalam Simonds, 1983). Proses perencanaan yang baik haruslah merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait serta saling menunjang. Proses ini merupakan suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal suatu lahan, keadaan yang diinginkan, serta cara dan model terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah dan Pramukanto, 1995). 2.2 Lanskap Jalan Setiap jalan, baik jalan desa atau jalan tol adalah kegiatan yang unik dalam mendesain dan memiliki karakteristik daerah dan memiliki fungsi yang berbedabeda. Dalam perencanaan jalan pada setiap tipe jalan dan besarnya ukuran jalan mengikuti prinsip yang berkaitan. Menentukan keterkaitan yang paling masuk akal berimplikasi dengan hubungan dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Jalan akan terbentuk diantaranya untuk menyediakan akses ke pusat aktivitas dan area pusat pemukiman. Pembentukan jalan dipengaruhi bentuk topografi serta pertumbuhan dan kesesuaian vegetasi di dalam lanskap. Fasilitas dibangun pada daerah milik jalan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jalan (Simonds, 1983). Menurut DPR RI 2004, jalan dikelompokan menurut peranannya menjadi empat tipe, yaitu: 1. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, ditempuh dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang melayani angkutan pengumpulan atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

7 3. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, ditempuh dengan kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Dalam DPR RI 1985 dijelaskan mengenai bagian-bagian jalan, yaitu: 1. Daerah Manfaat Jalan (Damaja), merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan yang diperuntukan bagi: a. Badan jalan yaitu jalur lalu lintas dengan atau tanpa median jalan. Bagian ini hanya diperuntukkan bagi arus lalu lintas dan pengamatan terhadap konstruksi jalan. b. Ambang pengaman yaitu bagian yang terletak paling luar dari damaja hanya untuk mengamankan konstruksi jalan. c. Saluran tepi jalan yaitu bagian yang hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air, agar badan jalan bebas dari pengaruh genangan air. d. Bangunan utilitas yang mempunyai sifat pelayanan wilayah pada sistem jaringan jalan yang harus ditempatkan di luar Damija, seperti trotoar, lereng, timbunan dan galian, gorong-gorong, dan lain sebagainya. 2. Daerah Milik Jalan (Damija), merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang diperuntukkan bagi Damaja dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari, serta kebutuhan ruang untuk pengamanan jalan. 3. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja), merupakan ruang sepanjang jalan di luar Damija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang diperuntukan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. Simonds (1983) menyatakan, hal yang perlu diperhatikan adalah luas dan lebar daerah milik jalan (Damija). Damija dimanfaatkan sebagai area pelebaran jalan, bahu jalan, kemiringan tepi dan saluran air. Damija juga menyediakan ruang

8 penyangga untuk menutupi pemandangan sekitar yang tidak bagus, memberi naungan dan membingkai pemandangan yang indah untuk dilihat. Menurut Simonds (1983), persimpangan adalah titik kekacauan yang maksimal. Pada perencanaan jalur pedestrian, kekacauan sering memberikan indikasi adanya tempat bergembira, aktivitas atau tempat yang memiliki nilai daya tarik yang tinggi atau tempat yang mengharuskan untuk mengurangi kecepatan arus perjalanan atau tempat yang memerlukan perencanaan yang baik sehingga orang tidak akan memotong jalan dan berdesakan. Lebih lanjut DPU (1996) memberikan persyaratan dalam perencanaan penanaman pada lanskap jalan, yaitu: 1. Pada jalur tanaman tepi Jalur tanaman pada daerah ini sebaiknya diletakkan di tepi jalur lalu lintas, yaitu diantara jalur lalu lintas kendaraan dan jalur pejalan kaki (trotoar). Penentuan jenis tanaman yang akan ditanam pada jalur ini harus memenuhi kriteria teknik perletakan tanaman dan disesuaikan dengan lebar jalur tanaman. 2. Pada jalur tengah (median) Lebar jalur median yang dapat ditanami harus mempunyai lebar minimum 0.80 meter, sedangkan lebar ideal adalah 4.00 6.00 meter. Pemilihan jenis tanaman perlu memperhatikan tempat perletakannya terutama pada daerah persimpangan, pada daerah bukaan ( U - turn ), dan pada tempat diantara persimpangan dan daerah bukaan. Begitu pula untuk bentuk median yang ditinggikan atau median yang diturunkan. 3. Pada daerah tikungan Pada daerah ini ada beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam hal menempatkan dan memilih jenis tanaman, antara lain jarak pandang henti, panjang tikungan, dan ruang bebas samping di tikungan. Tanaman rendah (perdu dan semak) yang berdaun padat dan berwarna terang dengan ketinggian maksimal 0.80 meter sangat disarankan untuk ditempatkan pada ujung tikungan. 4. Pada daerah persimpangan Persyaratan geometrik yang ada kaitannya dengan perencanaan lanskap jalan ialah adanya daerah bebas pandangan yang harus terbuka agar tidak

9 mengurangi jarak pandang pengemudi. Pada daerah ini pemilihan jenis tanaman dan peletakkannya harus memperhatikan bentuk persimpangan baik persimpangan sebidang maupun persimpangan tidak sebidang. Rambu petunjuk yang baik adalah yang lengkap dan mudah dilihat sehingga dapat memberikan informasi yang benar, diletakan di tempat yang benar dan tentunya konsistensi bentuk yang komprehensif dengan karakter dan kecepatan kendaraan yang diijinkan pada jalan (Simonds, 1983). Beberapa istilah dalam lanskap jalan dijelaskan oleh Dephub (2006), yaitu: 1. Badan jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median dan bahu jalan. 2. Bahu jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, pondasi atas dan permukaan. 3. Trotoar adalah bagian dari badan jalan yang khusus disediakan untuk pejalan kaki. 4. Bundaran adalah persimpangan yang dilengkapi lajur lingkar dan mempunyai desain spesifik, dilengkapi perlengkapan lalu lintas. 5. Alat pemberi isyarat lalu lintas adalah perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan. 6. Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan. 7. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang dengan atau tanpa marka jalan yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor. 8. Rambu adalah salah satu dari perlengkapan jalan, berupa lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan diantaranya sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pengguna jalan. 2.3 Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu bagian dari ruang kota yang sangat penting nilainya, tidak hanya ditinjau dari segi fisik dan sosial, tetapi

10 juga dari penilaian ekonomi dan ekologis. Berbagai fungsi ruang terbuka, rekreatif dan non rekreatif, dapat dikembangkan pada areal RTH ini. Pola dan bentuk RTH kota sangat beragam. Kebutuhan tiap kota tidak sama, tergantung dari permasalahan oleh kota tersebut, dan permasalahan ini merupakan faktor penentu utama dari jumlah dan kualitas RTH yang direncanakan. Dengan diketahuinya jumlah total RTH kota tersebut, pertimbangan selanjutnya adalah penentuan pola RTH secara makro, distribusi di setiap wilayah, bentuk fisik, ekologis, dan/atau estetika serta seleksi vegetasi. (Nurisjah dan Pramukanto, 1995) Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah: 1. Areal perlindungan bagi berlangsungnya fungsi dan penyangga kehidupan, 2. Sarana menciptakan kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan, 3. Sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi, 4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan dari perencanaan, 5. Sarana pendidikan dan penelitian, 6. Habitat satwa dan perlindungan plasma nutfah, 7. Sarana memperbaiki kualitas lingkungan hidup perkotaan, 8. Pengatur sistem air. Elemen lanskap adalah segala sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk lanskap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lanskap yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati. Benda hidup yang dimaksud dengan ialah tanaman, dan yang dimaksud dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu dan elemen-elemen lainnya yang berbentuk padat maupun cair (DPU, 1996). Menurut Carpenter, Walker dan Lanphear (1973), tanaman membantu mengurangi stres yang dihadapi manusia di kota yang disebabkan oleh bising, suhu yang tinggi dan polusi udara. Tanaman merupakan salah satu elemen penghubung dengan elemen lain di ruang terbuka. Penggunaan tanaman pada lanskap kota berhubungan dengan kebutuhan untuk melembutkan elemen bangunan. Perbedaan besar dalam pemilihan tanaman untuk daerah perkotaan adalah tanaman yang ditanam harus bertahan terhadap kondisi lingkungan yang tidak ramah. Hal ini banyak mengurangi jumlah tanaman yang diharapkan saat

11 perancangan. Stres yang dihadapi tanaman pada suatu kota berbeda dengan stres yang dihadapi tanaman pada kota lain. Lebih lanjut Carpenter et al (1973) menerangkan beberapa kriteria pemilihan tanaman untuk kota, antara lain: 1. Disesuaikan dengan kebutuhan dan efek khusus, 2. Tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan, 3. Memperlihatkan karakteristik dari tanaman, termasuk ukuran dan bentuk saat dewasa, 4. Sesuai kebutuhan pemeliharaan yang relatif kecil. Tanaman dan elemen arsitektural mempunyai fungsi sebagai penghalang atau penyaring radiasi matahari dan sebagai penaung pada ruang terbuka dan bangunan. Tanaman dan elemen arsitektural tersebut digunakan untuk memodifikasi iklim mikro dengan memberi naungan. Selain itu juga dapat berfungsi sebagai pelindung dari angin dan hujan. Dari berbagai fungsi tersebut, tanaman dan elemen arsitektural dapat meningkatkan kenyamanan di ruang terbuka (Brooks, 1988) Menurut Brooks (1988), perencana tapak harus mengetahui prinsip dasar dari pertumbuhan tanaman: 1. Akar yang dangkal dan harus dikonservasi dalam rumpun, 2. Tanaman dewasa tidak akan bertahan dalam perubahan kondisi habitatnya, 3. Perubahan jumlah air tanah dan iklim mikro dapat menyebabkan hal yang fatal, 4. Wilayah disekitar tanaman tidak boleh tertutup padat karena dapat mengganggu sirkulasi udara, air dan mineral. 2.4 Elemen Mental Map Kota Lynch (1977) dalam Yulianti (1997) menyatakan bahwa ada lima elemen pokok yang biasa digunakan orang untuk membangun citra mental dari sebuah kota, yaitu jalur sirkulasi (paths), bagian wilayah kota (district), batas wilayah (egdes), pusat aktivitas kota (nodes), dan landmark. Paths dapat berupa jalan darat seperti jalan raya, jalur kereta api, dan jalan air seperti jalan sungai. District dapat

12 berupa daerah perkantoran, perumahan, dan pertokoan. Edges dapat berupa sungai, jalur hijau, dinding tembok, atau sesuatu yang menjadi batas suatu wilayah. Nodes dapat berupa area rekreasi dan titik-titik tertentu dimana terkonsentrasi aktivitas manusia seperti halte, persimpangan, dan tempat penyeberangan. Gambar mental map dalam perencanaan lanskap jalan kota Banjarnegara ini, difokuskan pada elemen paths (jalur sirkulasi) dengan tetap mempertimbangkan elemen pokok lainnya, yaitu district, nodes, edges, dan landmark. 2.5 Tanaman Identitas Brooks (1988) menyatakan bahwa, native plants (tanaman asli) adalah tanaman yang asli berasal dari sebuah tapak atau daerah. Beberapa tahun spesies tertentu telah beradaptasi terhadap kondisi iklim wilayah dan menjadi bagian penting dari karakter yang melekat pada tapak. Identifikasi spesies tanaman dapat digunakan sebagai indikator bagaimana memberikan usulan penanaman yang baik dan mengindikasikan modifikasi pada kondisi eksisting yang dibutuhkan. Arti dari penggunaan tanaman asli tidak boleh diacuhkan. Lebih lanjut Brooks (1988) menjelaskan, tanaman asli lebih alami tahan terhadap kekeringan, mereka menyesuaikan diri terhadap variasi musim dalam iklim mikro pada lingkungannya. Perbedaan antara tanaman asli dan tanaman hias adalah tanaman asli setelah ditanam dapat hidup dengan sendirinya tanpa irigasi. Hal yang sebaliknya terjadi pada tanaman hias, mungkin tidak sampai satu atau dua bulan tanpa diberi irigasi tidak dapat bertahan hidup. Branch (1995) dalam Budiarto (2007) menyatakan bahwa vegetasi merupakan unsur fisik kota yang dapat meningkatkan daya tarik/ estetika kota. Lebih lanjut Heath (1988) dalam Budiarto (2007) menjelaskan, kualitas estetika mempunyai kontribusi dalam membentuk karakter dan identitas suatu tempat. Karakter suatu lanskap adalah suatu area yang memiliki keharmonisan (harmony) atau kesatuan (unity) di antara semua elemen lanskap. Dengan lebih lengkap dan jelas kesatuannya, karakter lanskap yang ditimbulkan akan lebih kuat (Simonds, 1983).

13 2.6 Jalur Hijau Jalan Menurut DPU (1996), lanskap jalan adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lanskap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lanskap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lanskap jalan haruslah mempunyai ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan. Lebih lanjut DPU (1996) menyatakan, jalur tanaman adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lanskap lainnya yang terletak di dalam Daerah Milik Jalan (Damija) maupun di dalam Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lanskapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau. Menurut Simonds (1983), penanaman yang baik pada setiap jalan yaitu mempertahankan eksisting vegetasi atau penggunaan vegetasi lokal. Pemilihan biasanya dibutuhkan untuk fungsi arsitektural seperti pagar, vista dan estetika. Pohon, semak, tanaman merambat dan tanaman penutup tanah dikombinasikan untuk menciptakan jalur hijau yang rendah pemeliharaan dan memiliki keindahan lokal. Penanaman juga dilakukan untuk melindungi pada daerah yang memiliki kemiringan dan sebagai kontrol erosi. 2.7 Perencanaan Jalur Hijau Jalan Simonds (1978) mengemukakan bahwa dalam perencanaan jalan sangat penting mempertimbangkan semua fungsi dan keterkaitannya, dimana pergerakan kendaraan diakomodasikan secara aman dengan akses yang menyenangkan, jalur pejalan kaki dan ruang terbuka hijau di depan bangunan tertata sesuai dan dilengkapi dengan semua amenity yang dapat memberikan banyak kesenangan pada kehidupan kota.

14 Lebih lanjut Carpenter et al (1973) menjelaskan, tanaman jalan sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan peraturan kota, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi penanaman dan pemeliharaan tanaman. Metode kontrol melalui peraturan dapat memberi dampak positif atau negatif. Dampak positif dari peraturan terjadi jika pemerintah kota mengambil alih semua kontrol dari perencanaan dan pemeliharaan tanaman jalan, serta dalam pengurangan jumlah tanaman. Sedangkan dampak negatif terjadi jika pemilik tanah mengurangi dan memotong tanaman tanpa memiliki ijin atau menanam tanaman yang menimbulkan masalah, seperti pohon randu karena benihnya dapat mengganggu. Simonds (1978) menyebutkan bahwa dalam perencanaan lanskap jalan harus mempertimbangkan: a. Jarak pandang yaitu jarak pandang horizontal dan vertikal yang cukup untuk waktu observasi minimum 10 detik pada kecepatan jalan yang diijinkan, b. Pembukaan rangkaian pemandangan atau view, penampakan tapak dan bangunan, c. Kemampuan jalan dalam semua kondisi cuaca serta keamanannya, d. Pengenalan topografi, sudut cahaya matahari dan badai, e. Panjang minimal serta gangguan lanskap minimal, f. Pengalaman mengemudi yang menyenangkan. Tanaman merupakan soft material dan dalam peletakannya sebagai pelengkap jalan, tanaman berfungsi untuk membedakan area melalui kualitas lanskap yang unik, melapisi jalur lalu lintas dan memperkuat jajaran path dan jalan raya, memberikan penekanan pada nodes jalur lalu lintas, memberikan peneduhan dan daya tarik, screen atau menutupi pemandangan yang jelek, menghilangkan kesilauan serta mengurangi kebisingan suara. Pada persimpangan jalan harus bersih, tidak boleh ditempatkan tanaman yang dapat menutupi pandangan pemakai jalan untuk alasan keselamatan (Simonds, 1983). Lebih lanjut Simonds (1983) menjelaskan untuk memaksimalkan nilai lanskap maka lanskap jalan yang dirancang baik akan menjaga dan menunjukan pemandangan yang indah untuk mencapai keharmonisan yang sesuai. Sebuah jalan yang baik memberikan rasa nyaman, menarik dan menyenangkan bagi

15 pengguna jalan. Hal ini dicapai memlaui penataan tanaman sebagai penaung dan tanaman yang menarik di jalur pedestrian dan jalur sepeda. Jika tanaman tersebut dibuat secara benar maka tanaman tersebut akan memberikan manfaat sesuai fungsinya. Simonds (1983) menyatakan pintu masuk jalur jalan sebaiknya diletakan pada area yang diinginkan (ujung jalan). Hal tersebut merupakan poin yang logis karena memiliki potensi atau pemandangan yang menarik sepanjang garis awal. Jalur jalan akan menjadi mudah dikenali dengan nomer jalan atau tanda masuk lokasi. Penempatan ini harus dipertimbangkan dalam hubungan kedekatan pintu masuk jalan dan area lanskap sekitar (batas). Membuat pintu gerbang jalan yang atraktif pada tiap perbatasan dan pusat aktivitas. Penanaman pada jalur masuk harus ditata untuk menunjukan area penerimaan yang menarik. Selain itu, menurut Simonds (1983), pada lanskap jalan membutuhkan sesuatu untuk dilihat. Perjalanan yang lambat menyebabkan ketertarikan pada detil penataan. Pada kondisi kecepatan cukup tinggi oarng tidak memperhatikan penataan yang detil. Dalam kecepatan yang rendah orang akan tertarik dalam pergerakannya dan mendapatkan kesenangan dari benda yang dilihat atau dari pengalaman yang diperoleh dalam perjalanan. Lebih lanjut DPU (1996) menyebutkan persyaratan utama yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis tanaman lanskap jalan antara lain: 1. Perakaran tidak merusak konstruksi jalan, 2. Mudah dalam perawatan, 3. Batang/percabangan tidak mudah patah, 4. Daun tidak mudah rontok/gugur. Pada area persimpangan perlu menjaga ruang bebas pandang bagi pengendara. Hindari penggunaan semak dan pohon dengan pola percabangan rendah pada zona pandangan pengendara (Simonds, 1983).