KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 3 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA DAN TEKNIK PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT

Bagaimana Undang-Undang Dibuat

-2-3. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. 4. Badan Legis

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH YANG BERASAL DARI GUBERNUR

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NASIONAL NOMOR '6 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

, No.2010 Indonesia Nomor 5234); 3. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tent

Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. Penyusunan Rancangan. Peraturan. Pencabutan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL. No.04,2015 Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, pembentukan, produk hukum, daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 14 TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

2017, No Eselon I, dan Keputusan Pimpinan Unit OrganisasiEselon I di Lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah tidak sesuai dengan tata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENJELASAN 1. Proses Penyusunan Rancangan Undang - Undang 2. Penyusunan RUU Berdasarkan Program Legislasi Nasional ( Prolegnas )

2016, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga P

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

2017, No sehingga perlu diganti dengan Peraturan Menteri yang baru; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huru

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM.

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 15 TAHUN 2015 TENTANG PROSEDUR PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 13 TAHUN 2010

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan (Lembaran Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 11 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2010 SERI D.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 3. Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreat

- 1 - LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 15 TAHUN 2010

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 91 TAHUN 1999 (91/1999) TENTANG JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM NASIONAL

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia T

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI LEMBAGA SANDI NEGARA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BERITA NEGARA. KEMEN-ATR/BPN. Produk Hukum. Pembentukan dan Evaluasi. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah

2017, No Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 N

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2010 NOMOR 16

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015

2 Rancangan Peraturan Menteri di Kementerian Ketenagakerjaan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Ne

Transkripsi:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan koordinasi dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan pada umumnya dan peningkatan hasil guna dalam penyiapan Rancangan Undang-undang pada khususnya, dipandang perlu menyempurnakan kembali tata cara mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah sebagaimana diarahkan dalam Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1970; Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TATA CARA MEMPERSIAPKAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG. BAB I PRAKASA PENYUSUNAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG Pasal 1 (1) Menteri atau Pimpinan Lembaga Non Departemen yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disingkat Pimpinan Lembaga, dapat mengambil prakasa penyusunan Rancangan Undang-undang untuk mengatur masalah yang menyangkut bidang tugasnya. (2) Prakasa penyusunan Rancangan Undang-undang wajib dimintakan persetujuan terlebih dahulu kepada Presiden dengan disertai penjelasan selengkapnya mengenai konsepsi pengaturan yang meliputi : a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan; c. pokok-pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur; dan d. jangkauan dan arah pengaturan.

Pasal 2 Dalam rangka pengharmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi yang akan dituangkan dalam Rancangan Undang-undang, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang wajib mengkonsultasikan terlebih dahulu konsepsi tersebut dengan Menteri Kehakiman serta Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait. Pasal 3 (1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang, dapat pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai Rancangan Undang-undang yang akan disusun. (2) Penyusunan rancangan akademik dilakukan oleh Departemen atau Lembaga pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen Kehakiman dan pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Perguruan Tinggi atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu. Pasal 4 (1) Untuk kelancaran pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri Kehakiman mengkoordinasikan konsultasi diantara pejabat yang secara teknis menguasai permasalahan yang akan diatur dan ahli hukum dari Departemen atau Lembaga pemrakarsa Rancangan Undang-undang, Sekretariat Negara dan Departemen, serta Lembaga lainnya yang terkait. (2) Dalam hal Rancangan Undang-undang tersebut memerlukan rancangan akademik, maka rancangan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dijadikan bahann pembahasan dalam forum konsultasi. (3) Dalam kegiatan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula diundang para ahli dari lingkungan perguruan tinggi, dan organisasi di bidang sosial, politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya, sesuai dengan kebutuhan. (4) Menteri Kehakiman menugaskan salah satu satuan kerja di lingkungan Departemen Kehakiman untuk fungsional bertindak sebagai penyelenggara forum konsultasi yang bersifat permanen antar Departemen atau Lembaga. Pasal 5

Upaya pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang-undang diarahkan pada perwujudkan keselarasan konsepsi tersebut dengan ideologi negara, tujuan nasional berikut aspirasi yang melingkupi, Undang-Undang Dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, Undang-undang lain yang telah ada berikut segala peraturan pelaksanaannya, dan kebijakan lainnya yang terkait dengan bidang yang akan diatur dalam Rancangan Undang-undang tersebut. Pasal 6 (1) Apabila keharmonisasian, kebulatan dan pemantapan konsepsi tidak dapat dihasilkan dalam forum konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri Kehakiman dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa bersama-sama Menteri Sekretaris Negara melaporkan kepada Presiden untuk mendapatkan keputusan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disertai penjelasan mengenai perbedaan pendapat atau pandangan yang ada. (3) Keputusan yang diberikan oleh Presiden dalam masalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sekaligus merupakan persetujuan terhadap pemrakarsa Rancangan Undang-undang. Pasal 7 Dalam hal telah diperoleh keharmonisan, kebulatan, dan pemantapan konsepsi, menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa secara resmi mengajukan permintaan persetujuan prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang kepada Presiden dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2). Pasal 8 Persetujuan Presiden terhadap prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang diberitahukan secara tertulis oleh Menteri Sekretaris Negara kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan tembusan Menteri Kehakiman. BAB II PANITIA ANTAR DEPARTEMEN DAN LEMBAGA Pasal 9 (1) Berdasarkan persetujuan prakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 atau Pasal 7, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa membentuk Panitia ANtar Departemen dan Lembaga yang diketahui pejabat yang ditunjuknya,

selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Panitia Antar Departemen, untuk menyususn Rancangan Undang-undang tersebut. (2) Permintaan keanggotaan Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan langsung oleh Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, Menteri atau Pimpinan Lembaga yang terkait dengan materi yang akan diatur, dalam waktu tujuh hari kerja setelah diterimanya surat Menteri Sekretaris Negara mengenai pemberitahuan persetujuan prakarsa. (3) Permintaan keanggotaan Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), disertai salinan usul prakarsa yang telah memperoleh persetujuan Presiden, konsepsi yang akan dituangkan dalam Rancangan Undang-undang tersebut dan hal-hal lain yang dapat memberikan gambaran mengenai materi yang akan diatur. (4) Menteri atau Pimpinan Lembaga yang diminta, menugaskan ahli hukum, dan pejabat senior lainnya yang secara teknis menguasai permasalahan yang akan diatur dalam Rancangan Undang-undang. (5) Penyampaian nama ahli hukum dan pejabat senior sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah tanggal penerimaan surat permintaan. (6) Surat Keputusan pembentukan Panitia ANtar Departemen telah ditetapkan paling lambat tiga puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya surat Menteri Sekretaris Negara mengenai pemberitahuan persetujuan pemrakarsa. Pasal 10 Kepala Biro Hukum atau Kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga pemrakarsa, secara fungsional bertindak sebagai Sekretaris Panitia ANtar Departemen. Pasal 11 (1) Panitia Antar Departemen menitikberatkan pembahasan pada permasalah yang bersifat prinsip seperti kelengkapan objek yang akan diatur, jangkauan dan arah pengaturan. (2) Kegiatan perancangan secara teknis dilaksanakan oleh Biro Hukum atau satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada Departemen atau Lembaga pemrakarsa yang secara fungsional bertindak sebagai Sekretaris Panitia Antar Departemen. (3) Hasil perumusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), selanjutnya disampaikan kepada Panitia Antar Departemen untuk diteliti kesusuaiannya dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati. (4) Para pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) wajib secara berkala atau sewaktu-waktu menyampaikan laporan kepada dan meminta

petunjuk langsung dari Menteri atau Pimpinan Lembaga mengenai perkembangan penyusunan Rancangan Undang-undang, permasalahan yang dihadapi, dan permintaan keputusan atau petunjuk mengenai permasalahan tersebut. Pasal 12 (1) Panitia Antar Departemen secara berkala melaporkan perkembangan penyusunan Rancangan Undang-undang dan permasalahan yang dihadapi kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa untuk memperoleh pengarahan. (2) Panitia menyampaikan hasil perumusan akhir Rancangan Undang-undang kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan disertai penjelasan secukupnya. BAB III KONSULTASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG Pasal 13 (1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa menyampaikan Rancangan Undang-undang yang dihasilkan Panitia kepada Menteri Kehakiman dan Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait untuk memperoleh pendapatnya dan pertimbangan terlebih dahulu. (2) Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 14 ayat (3), pendapat dan pertimbangan dapat pula diminta kepada Perguruan Tinggi dan organisasi di bidang sosial, politik profesi atau kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan. (3) Tembusan permintaan pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara. Pasal 14 (1) Menteri atau Pimpinan lembaga terkait menyampaikan pendapat dan pertimbangan atas Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan tembusan kepada Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara. (2) Penyampaian pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lambat tiga puluh hari kerja sejak tanggal diterimanya permintaan pendapat dan pertimbangan. (3) Dalam hal pendapat dan pertimbangan dimintakan kepada pihak-pihal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), maka salinan pendapat dan

pertimbangan tersebut disampaikan kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa kepada Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah diterimanya setiap pendapat dan pertimbangan tersebut. Pasal 15 (1) Menteri Kehakiman membantu mengolah seluruh pendapat dan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 secara bersama-sama dengan pendapat dan pertimbangannya, dan menyampaikan secara terkonsolidasi kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa, dengan tembusan kepada Menteri Sekretaris Negara. (2) Dalam hal Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dan Menteri Kehakiman melihat adanya perbedaan diantara pendapat dan pertimbangan tersebut, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dengan dibantu Menteri Kehakiman dan Menteri Sekretaris Negara secepatnya menyelesaikan perbedaan tersebut dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. (3) Apabila upaya penyelesaian tersebut tetap tidak memberikan hasil, Menteri Sekretaris Negara bersama-sama Menteri Kehakiman dan Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan permasalahan tersebut dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. (4) Perumusan ulang Rancangan Undang-undang dilakukan Menteri atau Pimpina Lembaga pemrakarsa bersama-sama Menteri Kehakiman. Pasal 16 Apabila Rancangan Undang-undang tersebut telah memperoleh kesepakatan, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa mengajukan Rancangan Undang-undang tersebut kepada Presiden. Pasal 17 (1) Apabila Presiden menilai bahwa Rancangan Undang-undang tersebut masih mengandung beberapa permasalahan yang berkaitan dengan aspek tertentu di bidang ideologi-politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum, atau pertahanan keamanan, Menteri Sekretaris Negara mengundang Menteri Kehakiman, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa serta Menteri atau Pimpinan Lembaga yang terkait untuk menyelesaikannya. (2) Apabila dipandang perlu, Menteri Sekretaris Negara dapat mengundang Perguruan Tinggi, organisasi di bidang sosial, politik, profesi, atau kemasyarakatan lainnya untuk diikutsertakan dalam upaya penyelesaian

tersebut. (3) Dalam hal diperlukan perumusan ulang, Menteri Sekretaris Negara menyampaikan kembali Rancangan Undang-undang tersebut kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa untuk dirumuskan kembali bersama-sama Menteri Kehakiman. (4) Rancangan Undang-undang disampaikan kembali kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa kepada Menteri Sekretaris Negara dengan tembusan kepada Menteri Kehakiman. Pasal 18 Menteri Sekretaris Negara melaporkan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 kepada Presiden dan sekaligus mempersiapkan Amanat Presdien bagi penyampaiannya kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. BAB IV PENYAMPAIAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEPADA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pasal 19 (1) Dalam Amanat Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ditegaskan hal-hal yang dianggap perlu antara lain: a. Sifat penyelesaian Rancangan Undang-undang yang dikehendaki; b. Cara penanganan atau pembahasannya, dalam hal Rancangan Undang-undang yang disampaikan lebih dari satu; c. Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Tembusan Amanat Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Wakil Presiden para Menteri Koordinator, Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa dan Menteri Kehakiman. (3) Untuk keperluan pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri atau PImpinan Lembaga pemrakarsa memperbanyak Rancangan Undang-undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan.

Pasal 20 (1) Dalam hal pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat, Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden wajib menyampaikan laporan perkembangan pembahasan Rancangan Undang-undang tersebut secara berkala kepada Presiden. (2) Apabila dalam pembahasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat masalah yang bersifat prinsipil dan arah pembahasannya akan mengubah isi serta arah Rancangan Undang-undang, Menteri mewakili Presiden wajib terlebih dahulu melaporkannya kepada Presiden dengan disertai saran pemecahannya yang diperlukan, untuk memperoleh keputusan. BAB V TATA CARA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG YANG DISUSUN DAN DISAMPAIKAN OLEH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT Pasal 21 Rancangan Undang-undang yang disusun Dewan Perwakilan Rakyat dan disampaikan kepada Presiden, dilaporkan oleh Menteri Sekretaris Negara disertai saran mengenai Menteri yang akan ditugasi untuk mengkoordinasikan pembahasannya dengan Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait. Pasal 22 Menteri Sekretaris Negara menyampaikan Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kepada Menteri yang ditugasi Presiden untuk mengkoordinasikan pembahasannya berikut petunjuk-petunjuk Presiden mengenai Rancangan Undang-undang yang bersangkutan, dengan mengikutsertakan Menteri Kehakiman. Pasal 23 (1) Menteri yang ditugasi mengkoordinasikan pembahasan Rancangan Undang-undang secepatnya membentuk Panitia Antar Departemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 untuk membahas dan menyiapkan pendapat, pertimbangan, serta saran penyempurnaan yang diperlukan. (2) Panitia Antar Departemen menyelesaikan tugasnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pembentukannya, dan melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Menteri yang ditugasi mengkoordinasi

pembahasan Rancangan Undang-undang. (3) Panitia Antar dsepartemen melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12, serta bertugas membantu Menteri yang ditugasi Presiden untuk mewakilinya dalam pembahasan Rancangan Undang-undang tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 24 Menteri yang ditugasi untuk mengkoordinasi pembahasan Undang-undang berkewajiban: 1. mengkonsultasikan Rancangan Undang-undang dengan disertai pendapat, pertimbangan serta saran penyempurnaan yang diajukan Panitia Antar Departemen kepada Menteri atau Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait. 2. menyelesaikan seluruh proses konsultasi hingga pelaporan Rancangan Undang-undang kepada Presiden diselesaikan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penerimaan surat Menteri Sekretaris Negara mengenai penyampaian Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Pasal 25 (1) Presiden menyampaikan kembali Rancangan Undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan Amanat Presiden yang berisikan penerimaan untuk membahas lebih lanjut Rancangan Undang-undang atau tidak menerimaannya. (2) Dalam hal Presiden menerima Rancangan Undang-undang untuk dibahas lebih lanjut, dalam Amanat disebutkan Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-undang yang bersangkutan di Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Menteri yang ditugasi untuk mewakili Presiden dalam pembahasan Rancangan Undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat memperhatikan ketentuan Pasal 20. BAB VI PENGESAHAN, PENGUNDANGAN DAN PENYEBARLUASAN UNDANG-UNDANG Pasal 26

(1) Menteri Sekretaris Negara menyiapkan naskah Rancangan Undang-undang yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya mengajukan kepada Presiden guna memperoleh pengesahan. (2) Dalam hal Rancangan Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih terdapat kesalahan teknik penulisan, Menteri Sekretaris Negara dapat melakukan perbaikan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Menteri Sekretariat Negara mengundangkan Undang-undang tersebut dengan menempatkannya dalam Lembaran Newgara. Pasal 27 (1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa kewajiban secepatnya menyebarluaskan jiwa, semangat dan substansi Undang-undang tersebut kepada masyarakat. (2) Kegiatan penyebarluasan pemahaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara bersama-sama dengan Menteri Kehakiman dan Menteri Penerangan. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 28 (1) Persetujuan prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang juga merupakan persetujuan bagi penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Keputusan Presiden dan peraturan lainnya yang diperlukan, sebagai peraturan pelaksanaannya, yang pelaksanaannya dilakukan sebagai satu kesatuan kegiatan. (2) Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan paling lambat satu tahun setelah pengundangan Undang-undang yang bersangkutan. (3) Seluruh proses penyusunan rancangan peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan tata cara yang sama dengan penyusunan Rancangan Undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 18.

Pasal 29 Bentuk Rancangan Undang-undang Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Keputusan Presiden beserta pedoman teknik penyusunan peraturan perundang-undangan pada umumnya, ditetapkan tersendiri dengan Keputusan Presiden. Pasal 30 Untuk memberi waktu bagi penyebarluasan pemahaman Undang-undang tersebut berikut segala peraturan pelaksanaannya, dan memberi kesempatan yang wajar kepada masyarakat untuk memahaminya, penentuan saat mulai berlaku efektif Undang-undang dan peraturan pelaksanaanya dapat ditetapkan tanggal yang lain dari tanggal pengundangan Undang-undang tersebut. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 Terhadap prakarsa penyusunan Rancangan Undang-undang yang telah memperoleh persetujuan tetapi kegiatan penyusunan Rancangan Undang-undang yang bersangkutan belum berlangsung pada saat Keputusan Presiden ini mulai berlaku, maka segala kegiatan penyusunan Rancangan Undang-undang tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Presiden ini. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, maka Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 33 Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 1998 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE