I. PENDAHULUAN. dan berwibawa dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat yang

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN

I. PENDAHULUAN. Ibukota Negara dan Ibukota Propinsi. Sebagai Ibukota Propinsi Jakarta

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Perbedaan tersebut berkaitan dengan luas wilayah yang terbatas, kompleksitas. jumlah penduduk dengan mobilitas yang tinggi.

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 9 TAHUN 2002 SERI : D NOMOR : 7 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2002

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 38 SERI D

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR. TAHUN. TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI PAMEKASAN,

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

KEPPRES 49/2001, PENATAAN LEMBAGA KETAHANAN MASYARAKAT DESA ATAU SEBUTAN LAIN

FERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2000 TENTANG DEWAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

pelaksanaan pemerintahan terbebas dari praktek-praktek KKN,

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2003 NOMOR 4 SERI D

1. PENDAHULUAN. tiga prasyarat yaitu kompetisi didalam merebutkan dan mempertahankan

PERATURAN DESA NANGGUNG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NANGGUNG

I. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG DEWAN KOTA/KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. militer Jepang dan masih ada hingga saat ini, ketika masa penjajahan Jepang

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB 4 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi SKPD VISI

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

Tugas Pokok dan Fungsi Kecamatan Cicendo

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai Negara,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. adalah tempat tinggal tetap, baik sendiri maupun berkeluarga. Jika dilihat dari

I. PENDAHULUAN Sebagai ibukota negara, Jakarta telah mengalami

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang berdayaguna, berhasil guna, bersih dan. bertanggungjawab, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 29

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG RUKUN TETANGGA (RT) DAN RUKUN WARGA (RW) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 7 TAHUN 2009

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DESA SUKARAJA NOMOR : TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN RT DAN RW DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara

d) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; dan e) membina pemerintahan kelurahan di wilayah kerjanya.

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BAB II GAMBARAN PELAYANAN KECAMATAN KIARACONDONG KOTA BANDUNG. 2.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung

KEPALA DESA MARGOMULYO KABUPATEN BLITAR PERATURAN KEPALA DESA MARGOMULYO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH. hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu.

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi dan mobilitas penduduk menjadi dua hal yang tidak dapat

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

TUGAS POKOK DAN FUNGSI ORGANISASI

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHJUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2001 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 17 TAHUN 2010 T E N T A N G

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DHARMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN ORGANISASI KECAMATAN BANDUNG WETAN KOTA BANDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya merealisasikan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa dengan melibatkan peran serta swasta dan masyarakat yang berorientasi pada kepentingan publik, serta merupakan bagian dari pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan UU No. 32 tahun 2004; UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN; UU No.34 tahun 1999 tentang Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara RI; dan Inpres No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, maka arah dan kebijakan Pemerintahan Daerah harus mampu melakukan perubahan mendasar secara internal, dengan berorientasi pada perubahan dan perkembangan lingkungan masyarakatnya. Hal tersebut juga dilakukan untuk memberdayakan segenap potensi yang dimiliki demi kemakmuran seluruh masyarakat. Masyarakat melalui unsur organisasi RT memiliki peran sebagai wadah pelayanan kebutuhan untuk memperoleh kenyamanan, kebersihan lingkungan, menjaga ketertiban dan keharmonisan bertetangga serta menjembatani kebutuhan masyarakat dengan program pembangunan Pemerintah Daerah. Pertumbuhan dan pemekaran wilayah kota Jakarta menurut Ramto dalam Alisjahbana (2004) menjelaskan bahwa gejala pertumbuhan dan pemekaran kota yang lebih cepat ternyata telah menimbulkan berbagai benturan nilai-nilai sosial, sehingga memerlukan sistem administrasi, wewenang yuridiksi dan dinamisasi yang berbeda dengan wilayah yang bukan perkotaan. Oleh karena itu, dampak perkembangan kota memerlukan pengelolaan secara tepat.

Terdapat perbedaan pendapat tentang kecenderungan karakteristik kehidupan masyarakat kota sebagaimana disampaikan Writh dalam Soekanto (1984) yaitu Terjadinya mobilitas geografis dan sosial secara cepat, menyebabkan kedudukan seseorang tidak stabil dan tidak tentram di dalam lingkungan sosial. Masing-masing pribadi menjalani kehidupan yang seolah-olah berada dalam kotak-kotak yang tertutup. Dilain pihak, menurut para sosiolog berdasarkan hasil studi di Asia dan Afrika dihasilkan kesimpulan bahwa Kehidupan di kota tidak perlu sekuler, terlalu individualis, lugas, dan seterusnya. Faktor faktor kekerabatan, umpamanya, tidak selalu berpudar (Soekanto, 1984). Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat kota atau masyarakat urban pada dasarnya memiliki sifat individual dan sosial. Hanya dimana dan kapan dari kedua sifat tersebut cenderung memberikan dampak positif atau negatif terhadap proses pembangunan. Namun adanya kejadian kerusuhan besar di Jakarta pada tanggal 13-15 Mei 1998, seolah-olah menghapus semua sifat sosial yang dimiliki masyarakat Jakarta. Kejadian dramatis tersebut sekaligus menggambarkan dimensi yang kompleks dan relatif lengkap mengenai situasi kerukunan di Metropolitan (Paulus dalam Hikmat, 2004). Dalam insiden tersebut, terlihat bahwa terdapat ketegangan dan friksi antar masyarakat dan juga dengan pemerintah pada umumnya. Terbukti dengan pembakaran berbagai fasilitas pemerintah, penganiayaan terhadap aparat pemerintah, penjarahan dan pembunuhan warga kaya. Peristiwa tersebut dapat dijadikan suatu pelajaran bagi masyarakat dan Pemerintah Jakarta, bahwa pembangunan selama ini terdapat suatu kesalahan mendasar dan perlu perbaikan 2

secepatnya di bidang publik, guna memulihkan kembali kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah. Kebijakan pembinaan pemerintah selama 30 tahun ini terhadap peran RT/RW masih sebatas untuk kepentingan birokrasi dan alat politik partai tertentu. Pada masa itu menurut Paulus dalam Hikmat (2004), bahwa Pemerintah hanya merasa perlu membagi perannya dengan swasta dalam pembangunan. Partisipasi di masa lalu hanya dibatasi pada peran untuk menunjang kegiatan pemerintah seperti menyumbangkan dana, tenaga, dan hak milik untuk kepentingan suatu proyek. Partisipasi yang paling tinggi nilainya adalah ikut menentukan pilihan dalam kegiatan pembangunan. Situasi kepercayaan sosial di Jakarta belum optimal, ditandai dengan prasangka masyarakat terhadap pemerintah sebagai birokrasi korup dan menyeleweng dan kehadiran swasta juga dicurigai. Sementara dari sisi pemerintah, menganggap masyarakat sebagai pelaku yang sering menimbulkan masalah ketertiban dengan alasan reformasi, mengancam kewibawaan pemerintah secara tidak konstitusional. Setelah krisis multi dimensi mulai terjadi pada tahun 1997 yang ditandai dengan adanya berbagai gejolak sosial di seluruh lapisan masyarakat, Pemerintah Propinsi DKI Jakarta melakukan perubahan kebijakan terhadap pembinaan organisasi RT sebagai organisasi masyarakat dengan di tetapkannya Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2001 tentang Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga di Propinsi DKI Jakarta, isinya antara lain menetapkan tugas dan kewajiban RT/RW yang antara lain adalah menggerakkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan 3

pembangunan fisik, ekonomi, dan sosial yang biayanya bersumber dari swadaya masyarakat dan atau Pemerintah Daerah. Hubungan antara aparat pemerintahan pada tingkat terendah dengan organisasi Rukun Tetangga (RT) bukanlah hubungan atasan bawahan, namun lebih pada hubungan kemitraan yang saling ketergantungan. Hal tersebut RT terbentuk oleh, dari dan untuk masyarakat, dengan memiliki kedudukan sebagai organisasi ketetanggaan berdasarkan wilayah teritorialnya. Oleh karena itu, RT sangat berperan untuk menjembatani peran masyarakat dan pemerintah dalam upaya mencapai tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan seluruh rakyat secara merata dan adil pada semua starata yang berbeda. Di pemukiman sederhana atau mewah, terdapat tingkat keeratan hubungan sosial antar masyarakat dengan pemerintah yang dapat memberikan dukungan positif terhadap peran lembaga RT di lingkungannya. Strata masyarakat Jakarta yang menarik dijadikan contoh penelitian mengenai peran lembaga Rukun Tetangga adalah pemukiman sederhana di Pejaten Timur dan mewah di Pejaten Barat di Kecamatan Pasar Minggu. Pemilihan wilayah RT tersebut berdasarkan pertimbangan pesatnya pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Pasar Minggu sebagai wilayah jalur hijau maupun pemukiman dan terdapatnya jalur kereta api sebagai jalur utama yang memisahkan dua wilayah Kelurahan. Pada saat sekarang, kedua kelurahan tersebut telah mengalami pertumbuhan tingkat ekonomi sosial yang sangat berbeda. Di Pejaten Barat tumbuh menjadi pemukiman mewah dan Pejaten Timur sebagian besar terdiri dari pemukiman sederhana. Kondisi tersebut dapat menggambarkan kesamaan pada teori model pertumbuhan kota yang 4

dikemukakan oleh Homer Hoyt (sector Theory) dalam Daldjoeni (1997) yang berpendapat bahwa Pertumbuhan yang paling pesat terjadi di sepanjang jalan pengangkutan dan pada tipe tataguna lahan di daerah koridor tertentu. Pemukiman sederhana di wilayah RT contoh penelitian bagian dari wilayah Kelurahan Pejaten Timur yang terdiri dari warga masyarakat yang memiliki rumah kecil sederhana dengan penataan yang kurang rapi dan sangat padat penduduknya, berpenghasilan rendah dengan infrastruktur yang kurang baik. Pada pemukiman Mewah, di wilayah RT Kelurahan Pejaten Barat terdiri dari warga masyarakat yang memiliki rumah sangat besar dan mewah tidak begitu padat penduduknya serta berpenghasilan tinggi. Dari kondisi yang berbeda di kedua pemukiman di atas, diperlukan peran pengurus RT dan masyarakat dalam meningkatkan kondisi yang dinamis di kelembagaan RT mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pembangunan. Untuk menjawab tantangan dan permasalahan tersebut, maka perlu studi khusus guna memberi masukan dan rekomendasi untuk perbaikan dan peningkatan peran dan akuntabilitas kelembagaan RT. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian ini untuk mengukur seberapa jauh peran dan akuntabilitas lembaga Rukun Tetangga (RT) dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejateraan sosial melalui pembangunan yang berpusat pada rakyat (People Centered Development) dengan cara memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan yang berdasarkan kerukunan, kegotong-royongan dan kekeluargaan antar tetangga dan warga 5

dilingkungannya, sebagaimana sesuai dengan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2001 tentang tugas dan kewajiban RT/RW. Dengan demikian, peneliti dapat memberi masukan dan rekomendasi untuk meningkatkan peran dan akuntabilitas lembaga RT. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka permasalahan tersebut diidentifikasikan sebagai berikut. 1. Bagaimana karakteristik kelembagaan RT dilihat dari kondisi kesekretariatan, kondisi sumber daya manusia dan kondisi wilayah pada pemukiman sederhana dan mewah di Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan? 2. Apakah terdapat perbedaan persepsi menurut tokoh dan warga masyarakat terhadap peran dan akuntablitas lembaga RT pada pemukiman sederhana dan mewah di Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan? 3. Apakah terdapat hubungan yang kuat antara faktor-faktor pendukung tugas pengurus RT terhadap tingkat kepuasan pelayanan lembaga RT berdasarkan persepsi tokoh dan warga masyarakat pada pemukiman sederhana dan mewah di Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan? 1.3. Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji upaya peningkatan peran dan akuntablitas lembaga RT dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan pembangunan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat di DKI Jakarta. 6

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengkaji karakteristik kelembagaan RT dilihat dari kondisi kesekretariatan, sumber daya manusia dan wilayah pada pemukiman sederhana dan mewah di Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. 2. Mengkaji peran dan akuntabilitas lembaga RT menurut tokoh dan warga masyarakat pada wilayah pemukiman sederhana dan mewah di Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. 3. Mengkaji hubungan faktor-faktor pendukung tugas pengurus RT dengan tingkat kepuasan pelayanan lembaga RT menurut tokoh dan warga masyarakat pada wilayah pemukiman sederhana dan mewah di Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Meningkatkan peran dan akuntabilitas lembaga RT sebagai upaya peningkatan partisipasi masyarakat (with the people) dalam pembangunan berpusat pada rakyat (People Centered Development). 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan dalam penelitian dan pengembangan pada kesempatan penelitian yang akan datang atau pada kesempatan lain. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan pendalaman materi perkuliahan Manajemen Sektor Publik, Sosiologi pembangunan dan Masalah Lingkungan serta Analisis Kebijakan Publik. 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dilakukan : 1. Mengkaji karakteristik kelembagaan RT dilihat dari kondisi kesekretariatan, kondisi sumber daya manusia, kondisi wilayah, mengetahui faktor-faktor pendukung kegiatan pengurus RT dalam upaya peningkatan peran dan akuntabilitas lembaga RT menurut tokoh dan warga masyarakat di pemukiman sederhana Kelurahan Pejaten Timur dan pemukiman mewah Kelurahan Pejaten Barat Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. 2. Penelitian dilakukan hingga pada tahap masukan dalam upaya meningkatkan peran dan akuntabilitas kepada lembaga RT dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Implementasi selanjutnya, diserahkan kepada Lembaga RT di pemukiman sederhana Kelurahan Pejaten Timur dan pemukiman mewah Kelurahan Pejaten Barat Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan serta Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dalam upaya peningkatan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di kelembagaan RT. 8