BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu modal yang sangat penting dalam pembangunan. Upaya peningkatan kesehatan masyarakat menjadi salah satu tujuan utama seluruh bangsa di dunia. Dalam kesepakatan global yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs), kesehatan mendapat perhatian yang sangat besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut. Selain itu, perbaikan masalah gizi juga tertuang dalam sasaran RPJMN 2015-2019 dengan target prevalensi stunting adalah 28% (Bappenas R.I, 2014). Namun pada kenyataannya hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan adanya peningkatan prevalensi stunting sebesar 1,8% yaitu dari 35,6% pada tahun 2010 menjadi 37,2% pada tahun 2013. Menurut WHO 2010 hal ini merupakan masalah yang berat karena prevalensi pendek berada pada rentang 30-39 persen (Kemenkes R.I, 2013). Untuk mengatasi masalah tersebut, Indonesia telah bergabung dalam Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) Movements bersama 27 negara lain sejak tahun 2011. Di Indonesia gerakan tersebut dikenal dengan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK) (Bappenas R.I, 2013a). Peningkatan prevalensi stunting juga terjadi di Provinsi Bali sebesar 2,3% yaitu dari 29,3% pada tahun 2010 menjadi 31,6% pada tahun 2013 (Kemenkes R.I, 1
2 2013). Kabupaten Klungkung merupakan salah satu kabupaten di Privinsi Bali yang merupakan kabupaten paling kecil ke 2 dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kodya di Bali. Namun dari hasil Riskesdas tahun 2007, Kabupaten Klungkung memiliki prevalensi stunting sebesar 28,3% yang berada pada urutan ke 6 (Depkes R.I, 2009b). Kabupaten Klungkung terdiri dari 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Dawan, Banjarangkan, Klungkung dan Nusa Penida. Kecamatan Klungkung merupakan kecamatan terkecil dari 4 (empat) Kecamatan tersebut. Berdasarkan hasil pelaksanaan operasi timbang di Kabupaten Klungkung yang diadakan pada Agustus 2013 diperoleh hasil stunting sebesar 5,90% di Puskesmas Klungkung I yang merupakan tertinggi kedua dibandingkan dengan puskesmas lainnya di Kabupaten Klungkung (Dinkes Klungkung, 2013). Pada penelitian sebelumnya, yang dilakukan di Puskesmas Klungkung I pada tahun 2014 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak balita umur 12-59 (Susanti, 2014). Berdasarkan pada 1000 HPK, masih banyak faktor yang dapat menjadi faktor resiko stunting selain masalah tersebut. Masalah stunting dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsungnya adalah pemenuhan akan asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan faktor tidak langsungnya salah satunya adalah ketersediaan pangan keluarga yang terkait dengan pola asuh anak seperti pemberian ASI eksklusif dan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) serta pangan yang bergizi seimbang khususnya bagi ibu hamil (Bappenas R.I, 2013b). Berdasarkan WHO tahun 2011, MP-ASI yang baik tidak hanya harus memperhatikan kualitas dan kuantitas namun juga harus memperhatikan waktu pemberian yang tepat yaitu diberikan pada usia
3 anak 6 bulan ke atas. Usia makan pertama merupakan faktor resiko terhadap kejadian stunting pada balita (Meilyasari dan Isnawati, 2014). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 pemberian makanan prelakteral di Indonesia adalah 44,3% dan di Provinsi Bali adalah 42% ini berarti masih banyak anak yang telah mendapatkan MP-ASI dibawah 6 bulan (Kemenkes R.I, 2013). Penelitian yang dilakukan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon Kabupaten Kendal menyatakan panjang badan lahir pendek, usia kehamilan dan usia makan pertama merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12 bulan (Meilyasari dan Isnawati, 2014). Faktor panjang badan lahir pendek sebagai faktor risiko juga ditunjukkan pada penelitian di Kecamatan Pati yang menyatakan bahwa faktor risiko kejadian stunting adalah prematuritas dan panjang badan lahir pendek (Anugraheni dan Kartasurya, 2012). Prevalensi panjang badan lahir pendek cukup tinggi di Indonesia yaitu sebesar 20,2%, walaupun di Provinsi Bali persentasenya dibawah persentase nasional (9,7%) namun hal tersebut tetap menjadi masalah di masyarakat yang tidak bisa diabaikan (Kemenkes R.I, 2013). Masalah stunting tidak hanya disebabkan oleh faktor risiko setelah anak tersebut dilahirkan, namun juga ditentukan dari saat janin berada dalam kandungan. Penelitian yang dilakukan oleh Sartono di Yogjakarta menunjukkan ada hubungan bermakna antara Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil dengan kejadian stunting usia 6-24 bulan dimana KEK pada ibu hamil 1,47 kali meningkatkan risiko terjadinya stunting (Sartono, 2013). Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan kejadian KEK pada ibu hamil di Provinsi Bali sebesar 10,1% sedangkan Kabupaten Klungkung sendiri memiliki persentase KEK lebih dari setengahnya yaitu sebesar
4 5,58%. UPT. Puskesmas Klungkung I merupakan penyumbang terbesar ibu hamil dengan KEK yaitu sebesar 36 orang ibu hamil (6,36%) (Dinkes Klungkung, 2013). Selain permasalahan KEK, ibu hamil juga berisiko terkena anemia. Anemia pada ibu hamil akan mengakibatkan pertumbuhan janin yang terlambat, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah serta dapat menyebabkan bayi lahir prematur yang dapat menyebabkan kejadian stunting pada balita (Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA, 2012; Anugraheni dan Kartasurya, 2012; Meilyasari dan Isnawati, 2014). Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1% (Kemenkes R.I, 2013). Kabupaten Klungkung memiliki persentase anemia sebesar 5,93% dan UPT. Puskesmas Klungkung I merupakan Puskesmas yang memiliki persentase anemia ibu hamil tertinggi kedua dibandingkan puskesmas lainnya yaitu sebesar 3,71% (Dinkes Klungkung, 2013). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu diteliti mengenai hubungan status gizi ibu saat hamil, panjang badan lahir, berat badan lahir dan umur awal pemberian MP-ASI dengan keadaan stunting anak balita umur 24-59 bulan di UPT. Puskesmas Klungkung I. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan status gizi ibu saat hamil, panjang badan lahir, berat badan lahir dan umur awal pemberian MP-ASI dengan keadaan stunting anak balita umur 24-59 bulan di UPT. Puskesmas Klungkung I?
5 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum : Untuk mengetahui hubungan status gizi ibu saat hamil, panjang badan lahir, berat badan lahir dan umur awal pemberian MP-ASI dengan keadaan stunting anak balita umur 24-59 bulan di UPT. Puskesmas Klungkung I. 1.3.2 Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui karakteristik sampel dan responden 2. Untuk mengetahui faktor ibu dalam kejadian stunting 3. Untuk mengetahui faktor anak dalam kejadian stunting 4. Untuk mengetahui hubungan kadar hemoglobin ibu saat hamil dengan kejadian stunting. 5. Untuk mengetahui hubungan LILA Ibu saat hamil dengan kejadian stunting. 6. Untuk mengetahui hubungan panjang badan lahir dengan kejadian stunting. 7. Untuk mengetahui hubungan berat badan lahir dengan kejadian stunting. 8. Untuk mengetahui hubungan umur pertama pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting. 1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi pembuat kebijakan (Pemerintah) Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijakan untuk perbaikan gizi khususnya untuk menurunkan prevalensi balita pendek (stunting).
6 b. Bagi masyarakat Dapat memberikan tambahan informasi kesehatan khususnya kesehatan anak balita untuk mencegah terjadinya stunting. c. Bagi peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan serta meningkatkan kemampuan dalam menganalisa masah yang ada khusunya mengenai masalah stunting. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian merupakan penelitian Gizi Kesehatan Masyarakat dengan ruang lingkup status gizi ibu saat hamil, panjang badan lahir, berat badan lahir dan umur awal pemberian MP-ASI serta keadaan stunting anak balita umur 24-59 bulan di UPT. Puskesmas Klungkung I.