PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM JAMINAN HALAL (S J H)

SERTIFIKASI HALAL OLEH LPPOM DAN MUI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) adalah

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

MANUAL SISTEM JAMINAN HALAL [PERUSAHAAN ]

Persyaratan Sertifikasi Halal. Kebijakan dan Prosedur HAS 23000:2

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL DI RUMAH POTONG AYAM (Studi Kasus Pada Industri Daging Ayam) WIWIT ESTUTI

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

MANUAL Sistem Jaminan Halal

apoteker123.wordpress.com 1 dari 5 DAFTAR PERIKSA Halal Assurance System 23000:1 PERTANYAAN PERIKSA HASIL PERIKSA

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. energi. Makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia haruslah makanan. dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah ayat 172:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKANAN DAN MINUMAN DALAM ISLAM OLEH : SAEPUL ANWAR

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

III. TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KIAT MEMILIH PRODUK HALAL

BAB III USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

Sistem manajemen mutu Persyaratan

III. METODE PENELITIAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perubahan perilaku konsumen, kebijakan pemerintah, persaingan bisnis, hanya mengikuti perkembangan penduduk namun juga mengikuti

-1- DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. Populasi umat Muslim di seluruh dunia saat ini semakin meningkat.

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PEDOMAN KNAPPP 01:2005. Kata Pengantar

Penerapan skema sertifikasi produk

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Manual SJH. Dokumen perencanaan yang menggambarkan cara perusahaan memenuhi 11 kriteria SJH Berfungsi sebagai panduan bagi perusahaan

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ketentuan Pasal 1 Angka (1) Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INFORMASI SERTIFIKASI ISO 9001

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1.

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

PT INTEGRITA GLOBAL SERTIFIKAT PANDUAN SERTIFIKASI PRODUK LEMBAGA SERTIFIKASI PRODUK

Penerapan skema sertifikasi produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 58/Permentan/OT.140/8/2007 TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL

MIA APRIANTHY ( )

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

AUDIT INTERNAL UNTUK MENJAWAB 11 KRITERIA SJH

Penerapan Skema Sertifikasi Produk

BAB I PENDAHULUAN. Agroindustri semakin berkembang pesat. Seiring dengan berkembangnya

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB IV ANALISIS STANDAR SERTIFIKASI PENYEMBELIHAN HALAL DAN URGENSINYA. A. Analisis Terhadap Standar dan Prosedur Sertifikasi Penyembelihan Halal

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang

Jurnal EduTech Vol. 3 No.2 September 2017 ISSN: e-issn:

PERSYARATAN SERTIFIKASI F-LSSM

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Terbitan Nomor : 4 Desember 2012

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL DI RUMAH POTONG AYAM (Studi Kasus Pada Industri Daging Ayam) WIWIT ESTUTI

III. METODE PENELITIAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

NOMOR 215 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG SERTIFIKASI PRODUK HASIL KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Agama Islam sebagai raḥmatallil ālamīn sesungguhnya telah

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

Skema sertifikasi produk

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB VI JAMINAN KEHALALAN DAN MEKANISMENYA

PEDOMAN DAN PROSEDUR PENETAPAN FATWA

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

FATWA MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG STUNNING, MERACUNI, MENEMBAK HEWAN DENGAN SENJATA API DAN KAITANNYA DENGAN HALAL,

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR 0027 TAHUN 2005 TENTANG

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK OLAHAN KOMODITAS PERTANIAN UNGGULAN DAERAH

Checklist Audit Mutu ISO 9001:2008

Penerapan skema sertifikasi produk Garam Komsumsi Beryodium(13.10)

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

Menimbang : Mengingat :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

CODES OF PRACTICE. 1. Pendahuluan

Transkripsi:

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK DAGING AYAM DI RUMAH POTONG AYAM 1 WAHYUNI AMELIA WULANDARI 2, WIWIT ESTUTI 3 dan GUNAWAN 2 2 BPTP Bengkulu, Jl. Irian Km 6,5 Kota Bengkulu 38119 3 Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Padang, Jl. Raya Siteba, Nanggalo, Padang, Sumbar ABSTRAK Salah satu upaya yang dilakukan industri pangan untuk memenuhi harapan konsumen akan produk yang halal, aman dan bermutu adalah dengan menerapkan sistem jaminan halal secara efektif. Oleh karena itu perlu untuk mempelajari penerapan sistem jaminan halal yang dilaksanakan di Rumah Potong Ayam (RPA) dan mengembangkan konsep model sistem jaminan halal dalam bentuk manual halal, Standard Operating Procedure halal, Guideline halal, dan Work Instruction halal di RPA dan merancang model deskriptif sistem jaminan halal dan Haram Critical Control Point (HrACCP) di Rumah Potong Ayam serta mengembangkan konsep model sistem jaminan halal untuk akreditasi dan sertifikasi halal. Pengembangan konsep model sistem jaminan halal di RPA dapat mengadopsi ISO 9000 versi 2000 dan Pedoman Sistem Jaminan Halal menurut Apriyantono et al. (2003), Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal menurut LP POM MUI (2004) dan Panduan Penyusunan Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) menurut BSN (2002). Penerapan sistem jaminan halal dilakukan dalam bentuk pemenuhan dokumen manual halal, dokumen SOP halal, Guideline halal, dan WI halal serta pelaksanaannya menunjukkan bahwa konsep model yang telah dikembangkan sesuai untuk digunakan sebagai standar baku dalam menyusun sistem jaminan halal di RPA. Kata kunci: Konsep model, halal, produk daging ayam, RPA PENDAHULUAN Pada tahun 2000 penduduk Indonesia berjumlah 201.241.999 orang dan 177.528. 777 orang atau sebanyak 88% adalah Muslim (BPS, 2000). Oleh karena jumlah umat Islam yang mayoritas tersebut, maka sangat perlu untuk memperoleh produk pangan yang halal. Berkaitan dengan daging dan produkproduknya, umat Islam hanya dapat mengkonsumsi daging yang berasal dari hewan yang halal dan disembelih dengan cara yang benar sesuai dengan syari at Islam. Menurut Undang-undang RI No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen, pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label. Pada Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang label dan iklan pangan, pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada label. Rumah potong ayam (RPA) adalah tempat dimana ayam disembelih, dibersihkan bulunya untuk selanjutnya dipasarkan ke konsumen. Masih banyak RPA yang kurang memperhatikan prosedur penyembelihan yang benar. Kondisi ini diperparah dengan adanya sikap produsen atau pedagang yang sering merugikan konsumen, misalnya menjual ayam bangkai atau daging ayam yang diawetkan dengan formalin (pengawet yang tidak diijinkan digunakan untuk pangan). Analisis kemungkinan terjadinya keharaman sebagai satu rangkaian proses produksi sangat kritis perlu diperhatikan, mengingat daging ayam merupakan salah satu produk yang rawan kehalalannya, maka perlu adanya penelitian pengembangan konsep model sistem jaminan halal untuk produk daging ayam di RPA. 197

TEKNIK PENYEMBELIHAN Pada penyembelihan hewan secara modern, dimana ternak yang disembelih sangat banyak dalam satu waktu, maka seringkali penyembelihan dilakukan dengan mesin. Ada beberapa ulama yang membolehkan penyembelihan dilakukan dengan mesin asalkan tetap dibacakan basmalah untuk setiap hewan, dan sebagian lagi membolehkan membacakan basmalah di awal penyembelihan. Akan tetapi ada sebagian lagi ulama yang tidak membolehkan penyembelihan dilakukan dengan mesin, penyembelihan dilakukan dengan cara manual dan harus dibacakan basmalah setiap hewan. Pada hewan besar seperti sapi dan kambing, biasanya penyembelihan dilakukan satu per satu secara manual walaupun dibantu dengan alat untuk memegangi hewan pada waktu akan disembelih, dengan demikian yang sering menjadi perdebatan adalah ternak ayam. Ada suatu cara untuk melemahkan ayam sebelum disembelih agar pada waktu disembelih hewan dalam keadaan tenang tidak banyak bergerak-gerak, cara ini disebut stunning atau pemingsanan. Beberapa orang percaya bahwa metode stunning ini dapat menghasilkan mutu daging yang lebih baik. Selain itu dengan dilakukan pemingsanan sebelu penyembelihan adalah agar penyembelihan terasa lebih manusiawi karena hewan menjadi tidak banyak berontak. Ada beberapa cara stunning yang biasa dilakukan yaitu: (1) dengan mengalirkan gas CO 2 (2) dengan penyetruman (menggunakan listrik) biasanya dilakukan pada babi dan (3) dengan penembakan pada bagian kepala (paling banyak dilakukan untuk hewan besar seperti sapi dan kambing). Pada ayam dikenal dua cara stunning yaitu dengan penyetruman (electrical stunning) dimana ayam dilewatkan dalam air yang dialiri listrik dan dengan menggunakan gas CO 2.. Masalah stunning pada ayam sebelum penyembelihan ini ada ulama yang membolehkan, tetapi lebih banyak yang tidak membolehkan. Ulama yang membolehkan dengan satu syarat yaitu ayam tidak mati sebelum disembelih. KONSEP MODEL DESKRIPTIF SISTEM JAMINAN HALAL Konsep model deskriptif sistem jaminan halal di RPA adalah model yang menggambarkan keterkaitan antara faktorfaktor dalam proses produksi pemotongan ayam untuk menghasilkan produk daging ayam yang halal dalam meningkatkan daya saing produk dan perusahaan (Gambar 1). Model ini menggunakan pendekatan proses yang melibatkan kegiatan identifikasi, interaksi antara proses dan pengelolaan proses-proses tersebut. Menurut BADAN STANDARISASI NASIONAL (2000) pendekatan proses menekankan kepada pentingnya (1) memahami dan memenuhi persyaratan, (2) kebutuhan untuk mempertimbangkan proses dalam pengertian nilai tambah, (3) memperoleh kinerja proses dan keefektifannya dan (4) perbaikan berkesinambungan proses berdasarkan pengukuran obyektif. Model pendekatan proses terdiri atas tujuan, pelanggan, masukan, proses, hasil, luaran dan pengukuran umpan balik. Tujuan dari proses produksi pemotongan ayam adalah untuk menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan atau memuaskan pelanggan, yaitu produk daging ayam yang halal. Oleh karena itu, identifikasi kebutuhan konsumen oleh produsen pangan harus dilakukan sebagai salah satu masukan dalam proses. Produsen pangan dalam proses produksinya harus menerapkan suatu sistem yang dapat menjamin proses yang dilakukan dan produk yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan pelanggan. Untuk menjamin proses sesuai dengan persyaratan halal, maka diterapkan sistem jaminan halal. Sistem ini terdiri atas manual halal, SOP halal, Guideline halal dan WI halal. Sistem HrACCP adalah pendekatan sistem yang digunakan untuk memberikan jaminan kehalalan produk. Sistem ini terdiri atas penerapan 6 prinsip HrACCP yaitu (1) identifikasi bahan haram atau najis, (2) penetapan titik-titik kontrol kritis keharaman, (3) prosedur monitoring, (4) pembuatan lembar status preventif dan tindakan koreksi, (5) pencatatan dokumentasi dan (6) prosedur verifikasi. 198

S J H Manual Halal - Kebijakan Halal - Sasaran Halal - Deskripsi Produk - Organisasi Halal - Persyaratan Dasar Kehalalan - Pembelian - Diagram Alir Proses Produksi - Analisa Haram dan Penetapan CCP - Control Measure - Audit Halal - Personel dan Pelatihan - Perubahan Dokumen - Prosedur Pengaduan - Prosedur Penarikan Kembali SOP Halal - SOP Pembelian - SOP Produksi - SOP Penyimpanan - SOP Inspeksi QC - SOP Analisis dan penetapan CCP - SOP Sistem Audit Halal Internal Guideline Halal - Guideline Pembelian - Guideline Penerimaan - Guideline Produksi - Guideline Audit Halal - Guideline Karyawan WI Halal WI Pembelian WI Penerimaan WI Killing dan Bleeding WI Operasi Mesin Stunning WI Produksi WI Audit Halal Internal WI Prosedur Pengaduan dan Penarikan kembali K e b u t u h a n K o n s u m e n M u s l i m Masukan - Bahan baku - Prosedur - Informasi - SDM - Pabrik dan Peralatan Proses Produksi - Penerimaan - Pemingsanan - Penyembelihan - Penirisan darah - Pencelupan air panas - Pencabutan bulu - Pengeluaran jeroan - Pencucian - Pemotongan - Pengemasan - Penyimpanan - Distribusi Prinsip HrACCP - Identifikasi bahan haram najis - Penetapan CCP - Prosedur monitoring - Lembar status preventif dan tindakan koreksi - Dokumentasi - Prosedur verifikasi Penerapan Dokumen SJH dan HrACCP - Manual halal - SOP halal - Guideline halal - WI halal -Prinsip HrACCP Penerapan Pelaksanaan SJH dan HrACCP - Manajemen sistem jaminan halal - Fasilitas fisik dan peralatan produksi - Pemesanan dan pemilihan ayam hidup - Cara berproduksi - Karyawan dan Internal audit halal Umpan balik Luaran Daging ayam halal Evaluasi dan Peningkatan terus menerus H a s i l Keterangan : : Proses penambahan nilai : Sistem terpisah/parsial : Sistem terintegrasi/holistik Gambar 1. Model deskriptif SJH dan HrACCP di RPA 199

PENGEMBANGAN KONSEP MODEL SISTEM AKREDITASI DAN SERTIFIKASI HALAL Untuk menjamin kehalalan suatu produk daging tidak saja cukup dengan penerapan sistem jaminan halal yang ada di RPA. Jaminan kehalalan suatu produk yang dihasilkan oleh RPA diwujudkan dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk daging ayam tersebut, yang dengan sertifikatnya tersebut produsen dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya setelah memperoleh izin dari Badan POM. Masalahnya, bagaimana menjamin bahwa sertifikat halal tersebut telah memenuhi kaidah syariah yang ditetapkan dalam penetapan kehalalan suatu produk pangan, khususnya dalam hal produksi halal di RPA yang dalam hal ini akan berkaitan dengan kompetensi lembaga yang mengeluarkan sertifikat, standar halal yang digunakan, personil yang terlibat dalam sertifikasi dan auditing dan yang tak kalah pentingnya adalah mekanisme sertifikasi halal itu sendiri. Selain perhatian terhadap sistem sertifikasi halal yang ada, jaminan suatu produk halal juga sangat berkaitan dengan kompetensi lembaga yang melakukan akreditasi pada lembaga sertifikasi halal yang ada. Dengan demikian, diperlukan adanya suatu standar dan sistem yang dapat menjamin kebenaran hasil sertifikasi halal dan akreditasi halal. Sistem ISO 9000 dan sistem jaminan halal Pada dasarnya suatu sistem manajemen yang diterapkan dalam menjamin sesuatu, seperti mutu atau halal secara prinsip sama. Akan tetapi berbeda dengan mutu yang merupakan konsensus manusia dalam mendefinisikan mutu suatu produk, dalam masalah halal, ketentuan halal ditetapkan oleh yang Maha Kuasa kemudian melalui para ulama dan ilmuan ketentuan itu diterjemahkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Di samping itu dampak pengharaman suatu produk akan jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan dampak ketidaksesuaian mutu suatu produk, oleh karena itu dalam menerapkan sistem manajemen untuk menjamin kehalalan suatu produk harus sesempurna mungkin, sehingga produk yang dihasilkan terjamin kehalalannya sepanjang waktu (APRIYANTONO et al., 2003). Perusahaan yang telah menerapkan ISO 9000 mendapat kesempatan untuk berusaha dan bersaing dipasar bebas dalam era globalisasi. Standar sistem mutu ISO 9000 mempunyai pengaruh yang baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang dan mempunyai penerapan taktis ataupun strategis yang bertujuan untuk mempengaruhi baik kemampuan bersaing maupun mutu. Dengan melihat adanya kemampuan bersaing dan kemampuan mutu pada produk yang dihasilkan dengan menerapkan ISO 9000 memberikan pemikiran baru tentang kemungkinan akan adanya kemampuan yang lebih baik lagi apabila aspek halal menjadi atribut mutu yang dapat meningkatkan juga kemampuan bersaing produk, sehingga diperlukan adanya sistem jaminan halal pada suatu produk. TUJUAN JAMINAN MUTU VS JAMINAN HALAL Tujuan sistem mutu adalah memberikan keyakinan bahwa produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan memenuhi persyaratan mutu pembeli. Mutu sebagaimana diinterpretasikan oleh ISO 9000, merupakan perpaduan antara sifat-sifat dan karakteristik yang menentukan sampai seberapa jauh keluaran dapat memenuhi kebutuhan pembeli. Pembeli yang menentukan sifat-sifat dan karakteristik apa yang penting. Pembeli yang menilai sampai seberapa jauh sifat-sifat dan karakteritik keluaran memenuhi kebutuhannya (HADIWIARDJO, 1996). Pada halal penentuan sifat dan karakteristik produk yang diinginkan konsumen adalah yang sesuai dengan ajaran agama Islam, sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan adanya sistem jaminan halal adalah untuk menghindari masyarakat muslim dari produk atau barang yang haram. Dengan adanya sistem jaminan halal ini memberikan kepercayaan kepada konsumen muslim untuk mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh industri pangan dalam hal ini adalah RPA. Proses sertifikasi halal di RPA Lembaga yang mengakui lembaga pemeriksa halal (LP POM MUI Pusat) adalah 200

Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kerja LP POM MUI Pusat pada awalnya berdasarkan SK. No. 018/MUI/I/1989. Pengakuan terhadap lembaga sertifikasi halal (LP POM MUI Daerah) dilakukan oleh LP POM MUI Pusat, berbeda dengan persyaratan dalam sistem sertifikasi mutu ISO, proses akreditasi dalam sistem ini dilakukan oleh ISO Akreditator (Komite Akreditasi Nasional). Untuk mendapatkan sertifikat halal dari MUI, maka RPA harus mengajukan permohonan pengajuan sertifikat halal dan melengkapi berbagai persyaratannya. Prosedur yang dilakukan pertama-tama adalah pihak RPA mengajukan sertifikat halal dengan mengisi formulir yang telah disediakan LP POM MUI, yaitu formulir permintaan sertifikat halal, formulir pernyataan bahan baku produk, dan formulir pernyataan dari RPA. Surat pengajuan sertifikat halal yang disampaikan ke LP POM MUI harus disertai dengan lampiran yang terdiri dari sistem mutu termasuk panduan mutu, SOP, spesifikasi bahan baku (ayam potong), dan dokumen lain yang dapat mendukung kehalalan produknya. Pada saat pengajuan sertifikat halal, produsen harus menandatangani surat pernyataan tentang kesediaannya untuk menerima tim audit halal gabungan MUI- Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan memberi contoh produk (daging ayam siap olah), bahan penolong, untuk dapat diperiksa di laboratorium LP POM MUI. Setelah semua formulir beserta lampirannya dikembalikan, maka LP POM MUI akan memeriksa kelengkapannya. Bila semua telah lengkap, maka LPPOM MUI akan melakukan pemeriksaan ke lokasi RPA dalam hal ini LP POM MUI sebagai auditor. Hasil pemeriksaan tersebut akan dievaluasi melalui rapat tenaga ahli MUI dan diserahkan kepada Komisi Fatwa MUI untuk ditentukan kehalalannya. Setelah mendapat fatwa halal dari komisi fatwa MUI sertifikat halal akan dikeluarkan oleh MUI. RPA yang telah mendapatkan sertifikat halal dapat mengambil sertifikat halalnya di LP POM MUI setelah melunasi seluruh biaya sertifikasi yang telah ditentukan. Diagram alir proses sertifikasi halal untuk RPA dapat dilihat pada Gambar 2. Sertifikat halal yang dimiliki oleh RPA berlaku selama 2 tahun, kecuali untuk daging import berlaku untuk setiap kali pengapalan. Dua bulan sebelum masa berlaku sertifikat habis, RPA harus memperpanjang kembali untuk tahun berikutnya. Prosedur perpanjangan sama seperti saat pengajuan awal. Jika produsen (RPA) tidak memperbaharui sertifikat halalnya, maka untuk tahun tersebut tidak diijinkan lagi menggunakan label halal berdasarkan sertifikat yang sudah tidak berlaku tersebut dan akan diumumkan di berita berkala LP POM MUI. Sertifikat halal MUI ini tidak dapat dipindahtangankan, jika hilang harus melapor pada LP POM MUI. Sertifikat halal yang sudah habis masa berlakunya tidak dapat dan tidak boleh digunakan kembali untuk maksud tertentu dan sertifikat halal ini adalah milik MUI. Pencantuman label halal pada produk daging ayam dilakukan dengan mendaftarkan produk yang bersangkutan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). BPOM bersama-sama dengan Departemen Agama dan LP POM MUI kemudian melakukan pemeriksaan terhadap produk yang didaftarkan yaitu secara desk evaluation dan kunjungan ke pabrik (RPA). Hasil pemeriksaan kemudian dirapatkan di LP POM MUI, jika tidak ada masalah maka hasil pemeriksaan dibawa ke komisi Fatwa MUI untuk diperiksa kembali dan jika tidak ada masalah, maka MUI akan mengeluarkan sertifikat halal untuk produk tersebut. Berdasarkan sertifikat halal inilah kemudian BPOM mengizinkan pencantuman label pada produk daging ayam yang didaftarkan. Dalam mengawasi dan memelihara sistem jaminan halal ini RPA memiliki internal auditor halal. Internal auditor halal ini tetap diperlukan untuk melakukan pemeriksaan rutin secara berkala, karena pemeriksaan kehalalan tidak mungkin dilaksanakan oleh LP POM MUI sendiri. Internal auditor halal telah mengikuti pelatihan yang dilakukan oleh LP POM MUI dalam hal ini LP POM MUI juga berfungsi sebagai lembaga yang memberikan pelatihan dan konsultasi halal. PENGEMBANGAN KONSEP SISTEM JAMINAN HALAL Upaya pengembangan untuk membuat konsep sistem jaminan halal di RPA adalah untuk memudahkan dalam merencanakan produk daging ayam yang halal pada kegiatan penyembelihan dan produksi keseluruhannya. 201

Rencana Pengajuan Sertifikat Halal Rencana Sistem Jaminan Halal Penyusunan Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya Pemasyarakatan dan Uji Coba Manual Halal dan Prosedur Baku Pelaksanaannya PRODUSEN (RPA) Audit Internal dan Evaluasi Revisi Pengajuan Sertifikat Halal LP POM MUI Cek Sistem Jaminan Halal Tidak Lengkap Audit dilokasi Produksi Revisi Evaluasi FATWA MUI Revisi Sertifikat Halal Untuk RPA Gambar 2. Diagram alir proses sertifikasi di RPA Sumber: LP POM MUI, 2003. 202

Sistem yang telah dibuat ini meliputi: pendahuluan, definisi, elemen halal untuk RPA. Sistem jaminan halal RPA ini dibuat untuk memudahkan produsen atau pelaku usaha yang bergerak dalam usaha potong ayam dalam menjalankan sistem penyembelihan ayam yang memenuhi syariat agama Islam. Beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam menyembelih ayam adalah (1) orang yang menyembelih adalah orang yang berakal sehat dan beragama Islam, (2) alat yang dipergunakan harus tajam sehingga memungkinkan mengalirnya darah dan terputusnya tenggorokan serta saluran makanan dan minuman, dan (3) menyebut nama Allah. Dalam sistem ini dituangkan beberapa definisi istilah yang mengacu pada Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Produk Halal Tahun 2003 dan Pedoman Produksi Halal (APRIYANTONO et al., 2003) seperti: 1. Halal merupakan sesuatu yang diperkenankan dan diizinkan oleh Allah SWT. 2. Jaminan halal adalah kepastian hukum yang menjamin bahwa produk makanan, minuman, obat, kosmetika dan produk halal lainnya untuk dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat. 3. Kebijakan halal adalah pernyataan tertulis dari pimpinan puncak pelaku usaha yang berupa komitmen atau janji untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara sistem jaminan halal. 4. Sasaran halal adalah hasil produksi yang memenuhi persyaratan halal. 5. Organisasi halal adalah pelaksanaan sistem produksi halal yang terdiri dari perwakilan masing-masing bagian/divisi seperti bagian pembelian, pengendalian mutu, produksi dan pemasaran serta auditor internal halal yang dikoordinasi oleh koordinator halal. 6. Koordinator halal adalah orang yang bertanggung jawab atas seluruh proses yang diperlukan untuk sistem produksi halal agar dapat dilaksanakan dan dipelihara dengan baik. 7. Auditor halal internal adalah orang yang merencanakan dan melaksanakan tanggung jawab audit penyembelihan dan produksi halal dan melaporkan hasil internal audit kepada koordinator halal. 8. Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan pangan tertentu. ELEMEN SISTEM JAMINAN HALAL Elemen yang dibuat dalam sistem jaminan halal yang dikembangkan dari elemen ISO 9000 versi 2000 dan panduan penyusunan rencana sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) menurut BSN (2002). Kebijakan halal Kebijakan halal adalah pernyataan tertulis dari pimpinan puncak pelaku usaha yang berupa komitmen, sebagai upaya untuk memproduksi produk halal (LP POM MUI, 2004). Penyusunan sistem jaminan produk halal ini merupakan hal yang paling utama yaitu komitmen atau janji pihak produsen untuk berproduksi secara halal. Kebijakan halal yang dibuat singkat dan jelas sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh karyawan. Menurut APRIYANTONO et al. (2003) hal yang perlu dicakup dalam kebijakan halal adalah: tujuan, sumber daya yang digunakan, dan komitmen untuk menerapkan sistem jaminan halal secara terus menerus. Sasaran halal Sasaran halal pada RPA harus konsisten dengan kebijakan halal. Sasaran halal adalah hasil produk yang memenuhi persyaratan halal. Menurut APRIYANTONO et al. (2003) sasaran halal yang dimaksud mencakup produk yang tidak mengandung unsur haram, disembelih sesuai dengan syari at Islam, diproses, disimpan, diangkut dan disajikan dengan tidak terkontaminasi oleh unsur haram. Deskripsi produk Deskripsi produk adalah sebuah daftar yang berisikan seluruh jenis produk akhir yang dicakup dalam sistern produksi halal. Isi deskripsi produk dirancang mernenuhi pedoman BSN No. 1004-1999, Undang- 203

Undang Pangan No. 7 tahun 1996 khususnya mengenai label dan kemasan. Menurut APRIYANTONO et al. (2003) beberapa hal yang perlu dideskripsikan meliputi : nama jenis produk/nama dagang, komposisi produk, cara produksi, cara penyimpanan, cara pengemasan, ukuran dan jenis pengemasan, cara pengangkutan, daya awet, label, cara penyajian, dan cara distribusi. RPA sebaiknya kewajib untuk menginformasikan produk yang dihasilkan dalam bentuk deskripsi produk dari daging ayam yang dihasilkannya. Organisasi halal Dalam menyusun elemen organisasi halal perlu dijelaskan identitas unit usaha, struktur organisasi dan tim jaminan halal. Dalam Identitas/profil unit usaha perlu diinformasikan nama dan alamat, nomor registrasi halal atau lainnya, penanggung jawab produksi dan informasi lain yang diperlukan untuk mengenali unit usaha tersebut. Struktur organisasi manajemen halal disajikan dalam bentuk bagan organisasi, yang menunjukkan garis wewenang dan penetapan fungsi serta uraian tugas personil yang bertanggung jawab terhadap pengembangan, penerapan dan berjalannya sistem manajemen halal dalam unit usaha tersebut yang berkoordinasi dengan koordinator halal. Menurut APRIYANTONO et al. (2003) pimpinan puncak menetapkan seorang pejabat khusus koordinator halal dan internal auditor halal yang beragama Islam dan taat serta memahami persyaratan sistem produksi halal, jika kondisi RPA tidak memungkinkan jabatan koordinator halal dapat dirangkap oleh petugas yang mempunyai tanggung jawab di bidang produksi atau jaminan mutu atau bidang riset dan pengembangan yang beragama Islam. Daftar nama koordinator dan tim internal auditor halal perlu dicantumkan dalam dokumen yang dilengkapi dengan kualifikasi anggota serta posisi dalarn organisasi manajemen halal. Kewenangan dan tugas koordinator halal, serta tugas dan tanggung jawab internal auditor halal juga perlu disertakan agar pembagian dan tugas tidak tertumpu pada satu orang. Persyaratan dasar kehalalan Persyaratan kehalalan yang ditetapkan didasarkan pada hukum syariah. Persyaratan kehalalan tersebut harus dipenuhi apabila suatu unit usaha akan memulai suatu proses produksi dan menerapkan sistem jaminan produk halal yang telah disusun. Ketaatan dalam menerapkan program persyaratan dasar sangat mempengaruhi kehalalan produk yang dihasilkan. Program persyaratan dasar dalam operasionalisasinya meliputi program sanitasi yang diperlukan dalam rangka mencegah terjadinya kontaminasi bahaya yang menyebabkan tidak amannya dan tidak halalnya produk pangan dan program cara berproduksi yang baik dan halal. Program persyaratan dasar ini diwujudkan dalam standar prosedur operasional halal seperti : lokasi, bangunan dan tata ruang, fasilitas sanitasi, peralatan, bahan, proses pengolahan, produk akhir, pekerja, kemasan, penyimpanan dan pendistribusian. Pembelian Pelaku usaha memberikan persyaratan pembelian kepada pemasok yang meliputi : adanya jenis dan contoh bahan pasokan yang akan dibeli alamat pemasok. Pelaku usaha dalam proses pembelian juga berkewajiban memastikan bahan pasokan yang dibeli sesuai dengan persyaratan produksi halal. Hal ini mengacu pada sebagian ketentuan menurut APRIYANTONO et al. (2003). Diagram alir proses produksi (Flow Chart) Diagram alir adalah sebuah diagram yang menggambarkan tahap-tahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk serupa (BSN, 2002). Setiap tahapan dalam proses produksi harus digambarkan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Pembuatan diagram alir perlu memperhatikan keseluruhan proses produksi sejak dari pembelian, pengolahan, penyimpanan dan pendistribusian hingga siap dikonsumsi. 204

Analisa haram dan penetapan pengendalian titik kritis Menurut APRIYANTONO et al. (2003) analisa haram dan penetapan pengendalian titik kritis adalah gambaran suatu proses analisis haram dan penetapan pengendalian titik kritis yang dilakukan oleh suatu tim pada setiap tahapan proses sampai ke tangan konsumen, dengan mempertimbangkan kehalalan produk, cara pencegahan masuknya bahan haram pada proses produksi sampai dengan produk akhir. Proses produksi tersebut meliputi tahap pembelian, penerimaan, pemingsanan, penyembelihan, pencelupan air panas, pencabutan bulu, pengeluaran jerohan, pencucian, penmotongan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. Analisa bahaya keharaman dapat disajikan dalam bentuk matrik dimana tergambarkan suatu proses analisa bahaya keharaman yang dilakukan oleh suatu tim. Pada setiap tahapan proses mempertimbangkan hukum, halalharam dalam agama Islam. Seluruh bahaya dideskripsikan dan dicari penyebabnya kemudian dibuat cara pengendalian/ pencegahan bahaya keharaman tersebut. Tindakan pencegahan ini dibutuhkan terlebih lagi pada proses yang beresiko tinggi. Lembar kerja pengendalian status preventif dan tindakan koreksi Sistem ini sama dengan sistem HACCP hanya elemen dan pertimbangan dalam menentukan titik kritis yang berbeda. Pengembangan sistem ini disebut sistem HrACCP yang menitikberatkan pada pertimbangan kehalalan produk. Sistem HrACCP ini mengadopsi dari tujuh prinsip konsep HACCP versi Codex Alimentarius Commission. Tujuh prinsip yaitu (a) identifikasi semua bahaya dan penetapan resiko, (b) penetapan Critical Control Point (CCP), (c) penetapan batas kritis/limit kritis, (d) pemantauan CCP, (e) tindakan koreksi terhadap penyimpangan, (f) verifikasi, dan (g) dokumentasi. Dengan mengacu pada 7 prinsip dalam HACCP dapat dibuat 6 prinsip HrACCP yaitu : a) identifikasi semua bahan haram dan najis, b) penetapan CCP keharaman, c) membuat prosedur monitoring, d) membuat tindakan perbaikan, e) melakukan pencatatan dan f) melakukan prosedur verifikasi. Operasionalisasi sistem ini diwujudkan dalam bentuk lembar kerja yang disebut lembar kerja status preventif dan tindakan koreksi (control measure) sebagai upaya mencegah dan menindaklanjuti titik-titik kritis keharaman yang diidentifikasikan. Menurut APRIYANTONO et al. (2003) lembar kerja status preventif dan tindakan koreksi menyajikan uraian tentang informasi tentang : lokasi CCP pada tahap proses produksi, faktor-faktor yang mungkin menyebabkan keharaman produk antara lain jenis bahan dan kontaminasi najis, prosedur pemantauan, tindakan koreksi, verifikasi, dan pencatatan. Audit halal Audit halal yang dilakukan adalah audit halal internal dan audit halal eksternal. Audit halal internal dilakukan oleh internal auditor halal yang telah ditunjuk oleh pimpinan. Pihak RPA membuat dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk merencanakan dan menjalankan audit halal internal dalam rangka melakukan verifikasi, apakah sistem produksi halal efektif. Audit halal eksternal dilakukan oleh auditor halal internal bersama LP POM MUI sebagai lembaga pemeriksa halal. Audit dilakukan untuk menilai kesesuaian sistem produksi halal dengan pesyaratan halal. Audit yang dilakukan meliputi audit kelengkapan dokumen halal dan audit pelaksanaan produksi halal tersebut. Hasil audit yang dilakukan akan dilaporkan kepada LP POM MUI setiap 6 bulan sekali, terhitung dari tanggal terbitnya sertifikat halal (LP POM MUI, 2003). PERSONEL DAN PELATIHAN Pelatihan merupakan kunci keberhasilan dalam menerapkan sistem produksi halal. Pelatihan untuk karyawan sangat penting untuk menjamin produk yang dihasilkan selalu halal. Pelatihan lebih diarahkan pada pemahaman karyawan dalam memproduksi yang baik dan halal. Jenis pelatihan yang diperlukan antara lain (a) penyebarluasan kebijakan halal dan kesadaran pentingnya kehalalan, (b) hukum halal-baram dalam Islam yang berkaitan dengan bahan pangan, (c) pengertian dan 205

pemahaman sistem produksi halal yang telah disusun, (d) pelatihan sistem dokumentasi, dan (e) pelatihan audit halal. Perubahan dokumen Perubahan dokumen sistem jaminan halal dapat dicatat dalam bentuk tabel atau matrik. Adapun hal yang perlu dicatat adalah tanggal perubahan, halaman perubahan dan uraian singkat pedoman yang diubah sebelumnya dan sesudah perubahan. Prosedur pengaduan Menurut APRIYANTONO et al. (2003) prosedur pengaduan adalah suatu prosedur untuk menangani dan mencatat keluhan internal dan eksternal serta tindakan koreksi yang dilakukan. Dokumentasi pengaduan konsumen dibuat dalam suatu form yang menguraikan tentang: kode kemasan, tujuan pemasaran, label, pembeli, isi pengaduan, tindakan koreksi, tanggal pengaduan dan penyelesaian pengaduan. Dokumen ditandatangani oleh bagian produksi, pengawasan mutu dan koordinator halal. Prosedur penarikan kembali Prosedur penarikan kembali adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, menempatkan, dan menarik kembali produk yang tidak memenuhi persyaratan halal yang telah beredar di pasar (APRIYANTONO et al. 2003). Dokumen ini dapat berupa form yang berisi tentang: pelanggan yang dituju, alasan penarikan, jenis produk, tanggal produksi, total volume dan tindak lanjutnya. Dokumen ditandatangan oleh koordinator halal dengan berkoordinasi dengan bagian pengawasan mutu. DAFTAR PUSTAKA APRIYANTONO A, HERMANIANTO J, dan NURWAHID. 2003. Pedoman Produksi Halal. Departemen Agama Republik Indonesia. BADAN STANDARISASI NASIONAL. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-9001-2001. Sistem Manajemen Mutu Persyaratan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. BADAN STANDARISASI NASIONAL. 2002. Pedoman 1004-2002 Panduan Penyusunan Rencana Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. HADIWIARDJO BH. 1996. Menuju Pasar Internasional dengan ISO 9000. Jakarta: PT. Ghalia. LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN dan KOSMETIKA. 2003. Pedoman untuk Memperoleh Sertifikat Halal. Jakarta: Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia 206