ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Oleh: DEVI AMBARRINI WAHYUNINGTIYAS K100110011 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2015
2
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 COST-EFFECTIVENESS ANALYSIS OF INPATIENT HYPERTENSION THERAPY AT RSUD Dr. MOEWARDI IN 2014 Devi Ambarrini Wahyuningtiyas*, Suharsono, dan Arifah Sri Wahyuni Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jalan A. Yani Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura, Surakarta, Jawa Tengah 57162 ABSTRAK Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung seperti infark miokard, stroke, gagal jantung dan kematian. Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin meningkat. Perlu dilakukan analisis efektivitas biaya agar dapat membantu dalam pengambilan keputusan pemilihan obat yang efektif secara manfaat dan biaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya medik langsung dan menganalisis obat antihipertensi yang cost-effective bagi pasien hipertensi rawat inap di RSUD Dr.Moewardi tahun 2014. Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif. Data yang diambil merupakan data retrospektif yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi berdasarkan data rekam medis. Data yang diambil untuk analisis efektifitas biaya adalah data efektifitas terapi antihipertensi dan biaya medik langsung. Hasil penelitian menunjukkan, biaya medik langsung terkecil dikeluarkan oleh pasien yang menggunakan kombinasi ACEI-Diuretik pada ruang perawatan kelas III dengan biaya medik langsung sebesar Rp903.481,62. Biaya medik langsung terbesar dikeluarkan oleh pasien yang menggunakan kombinasi ARB-Diuretik pada ruang perawatan VIP dengan biaya medik langsung sebesar Rp6.896.247,00. Terapi antihipertensi yang paling cost effective berdasar ACER adalah kombinasi golongan ACEI-BB yang digunakan oleh pasien di ruang perawatan kelas III dengan nilai ACER sebesar Rp10.180,36. Terapi antihipertensi yang cost-effective berdasarkan ICER untuk tiap ruang perawatan adalah, ACEI-BB untuk ruang perawatan kelas III, CCB-BB untuk pasien di ruang perawatan kelas II, CCB-Diuretik untuk pasien di ruang perawatan VIP, dan ACEI-Diuretik untuk pasien di ruang perawatan intensif Kata kunci : Hipertensi, pasien rawat inap, analisis efektivitas biaya ABSTRACT Hypertension is a major risk factor for heart disease such as myocardial infarction, stroke, heart failure and death. Health financing in Indonesia has increased. Cost-effectiveness analysis is needed to assist in decision these medicines are effective in benefits and costs. This study aims to determine the direct medical costs and analyze cost-effective of antihypertensive drug for hypertensive patients hospitalized in the Hospital Dr.Moewardi Surakarta in 2014. This research is non-experimental research with descriptive design. The data taken is retrospective data carried out in the Hospital Dr. Moewardi based medical records. Data were taken for analysis of cost-effectiveness is data antihypertensive therapy effectiveness and direct medical costs. The results showed, the smallest direct medical costs incurred by patients using a combination of ACEI-Diuretics on inpatient unit class III with direct medical costs of Rp903.481,62. The largest direct medical costs incurred by patients using ARB-diuretic combination on the VIP ward with direct 3
medical costs of Rp6.896.247,00. The most cost effective antihypertensive therapy based on ACER is a combination of ACEI-BB used by patients in the inpatient unit class III with a value of ACER Rp10.180,36. The most cost-effective antihypertensive therapy by ICER for each inpatient unit is, ACEI-BB for inpatient room class III, CCB-BB to patients in the inpatient unit Class II, CCB-diuretics for patients in the VIP ward, and ACEI-diuretics for patients in intensive care Keywords: Hypertension, inpatients, cost-effectiveness analysis PENDAHULUAN Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung seperti infark miokard, stroke, gagal jantung dan kematian. Menurut JNC-VII, hampir satu milyar orang menderita hipertensi di dunia. Tiga juta orang meninggal tiap tahun karena hipertensi (Chobanian et al., 2003). Hipertensi juga menyumbang 4,4% beban penyakit secara global dan prevalensinya sama antar negara maju dan negara berkembang (Wisløff et al., 2012). Angka kejadian hipertensi di Indonesia cenderung meningkat. Pada tahun 2001 8,3% penduduk menderita hipertensi kemudian pada tahun 2004 27,5% penduduk Indonesia menderita hipertensi (Rahajeng, 2009). Prevalensi hipertensi bervariasi menurut umur, ras, pendidikan, dan banyak variabel lain. Hipertensi arteri yang berkepanjangan dapat merusak pembuluh darah di dalam ginjal, jantung, dan otak, serta dapat mengakibatkan peningkatan insiden gagal ginjal, penyakit koroner, gagal jantung dan stroke (Katzung, 2001). Seseorang dikatakan hipertensi ditandai dengan tekanan darah 140/90 mmhg. Pengobatan hipertensi bertujuan mendapatkan target tekanan darah dalam rentang yang normal, yaitu 140/90 mmhg pada berbagai kondisi pasien. Khusus pasien hipertensi dengan diabetes mellitus dan penyakit ginjal, tekanan yang dicapai adalah 130/80 mmhg (Chobanian et al., 2003). Pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin meningkat, hal ini terjadi akibat penerapan teknologi, banyaknya pasien yang tidak diimbangi jumlah tenaga kesehatan, pembayaran tunai langsung pada tenaga kesehatan, semakin banyaknya penyakit kronik dan degeneratif serta adanya inflasi. Peningkatan biaya tersebut dapat mengancam akses dan mutu pelayanan kesehatan oleh karena itu perlu dicari solusi untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan (Andayani, 2013). Harga dari obat antihipertensi sangat bervariasi, sehingga harga obat menjadi salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan untuk mempertimbangkan penggunaan obat bagi pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis efektivitas biaya agar dapat membantu dalam pengambilan keputusan pemilihan obat yang efektif secara manfaat dan biaya (Wisløff et al., 2012) 4
METODOLOGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan deskriptif. Data yang diambil merupakan data retrospektif yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi berdasarkan data rekam medik. Data yang diambil untuk analisis efektifitas biaya adalah data efektifitas terapi antihipertensi dan biaya medik langsung. Batasan Definisi Operasional 1. Obat antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah. 2. Analisis efektifitas biaya adalah perbandingan efektifitas biaya dibandingkan dengan biaya medik langsung pada pasien. 3. Biaya medik langsung ( Direct Medical Cost) meliputi biaya rawat inap (terdiri atas biaya rekam medik, biaya pelayanan ruangan, biaya tindakan medis, biaya alat kesehatan, konsultasi dokter, visite dokter), biaya laboratorium, biaya obat antihipertensi dan biaya obat nonhipertensi. 4. Target terapi antihipertensi sesuai dengan target terapi yang ada di JNC VII yaitu 140/90 mmhg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan 130/80 mmhg untuk hipertensi dengan komplikasi diabetes mellitus atau kelainan ginjal (Chobanian et al., 2003) 5. Perubahan tekanan darah adalah nilai tekanan darah yang diukur oleh dokter pada saat awal terapi antihipertensi hingga akhir perawatan rawat inap (pasien pulang) 6. Efektivitas adalah tercapainya penurunan tekanan darah setelah mengkonsumsi obat antihipertensi yang diukur dengan persentase pasien yang mencapai target terapi. Alat dan Bahan 15 Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar pengumpulan data, data rincian biaya rawat inap pasien, dan data rincian harga obat pasien yang didapatkan dari bagian Pengelolaan Pendapatan RSUD Dr. Moewardi. Bahan penelitian ini berasal dari rekam medik pasien, data rincian biaya rawat inap pasien, dan data rincian harga obat pasien. 5
Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah pasien rawat inap yang terdiagnosa hipertensi di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014 yang mendapatkan terapi antihipertensi kombinasi selama masa rawat inap dengan obat antihipertensi yang sama. Pengambilan data dengan non-random sampling dengan teknik purposive sampling. Populasi dan sampel harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut : 1) Pasien hipertensi yang menjalani rawat inap dengan usia 18 tahun. 2) Pasien rawat inap umum dengan biaya mandiri. 3) Pasien menggunakan obat antihipertensi kombinasi yang sama selama masa rawat inap dengan pertimbangan untuk mengukur biaya dan efektivitas dari obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien. 4) Diagnosa utama pasien adalah hipertensi dengan atau tanpa penyakit penyerta. Penyakit penyerta pasien yaitu Diabetes Melitus, Chronic Kidney Disease, penyakit kardiovaskuler (angina, stroke, acute miokard infark, gagal jantung) asma, dan hepatomegali.. Jalannya Penelitian Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi. Tahap tahap penelitian sebagai berikut : 1. Pengumpulan sampel dilihat dari daftar pasien hipertensi rawat inap umum yang ada di instalasi Rekam Medik, kemudian dicatat nomor rekam medik untuk mendapatkan rekam medik pasien. 2. Pencatatan data rekam medik meliputi identitas pasien, diagnosa,obat antihipertensi yang digunakan, tekanan darah pasien, ruang perawatan serta lama perawatan pasien dirumah sakit. 3. Data biaya medik langsung dicatat dari rincian biaya rawat inap dan rincian harga obat yang didapat dari bagian Pengelolan Pendapatan. 4. Menghitung biaya medik langsung yang dan menganalisis data efektivitas obat. 5. Melakukan analisis efektivitas biaya dengan membandingkan biaya medik langsung dan efektivitas obat. Analisis efektifitas biaya dilakukan dengan metode ACER dan ICER 6
Teknik Analisis Analisis data dilakukan dengan teknik observasi dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari instalasi rekam medik dan bidang pengelolaan Pendapatan menggunakan lembar pengumpulan data. Data yang dicatat pada lembar pengumpulan data meliputi nomor rekam medis, identitas pasien (usia, jenis kelamin, tanggal masuk dan keluar rumah sakit, riwayat penyakit, diagnosa dan pola pengobatan), tes laboratorium yang dilakukan, perincian biaya pengobatan dan perawatan (berdasarkan harga dan tarif yang berlaku pada tahun 2014) meliputi biaya rawat inap (terdiri atas biaya rekam medis, biaya pelayanan ruangan, biaya tindakan medis, biaya alat kesehatan, konsultasi dokter, visite dokter) dan biaya laboratorium. Setelah data-data terkumpul, dilakukan penghitungan biaya medik langsung pada tiap-tiap pasien, kemudian data biaya medik tersebut dijumlah per-golongan terapi dan dirata-rata. Data biaya medik langsung tersebut dapat digunakan untuk menghitung Average Cost-Effectiveness Ratio (ACER) sebagaimana pada rumus perhitungan 1. = (1) Biaya pada ACER merupakan rata-rata biaya medik langsung dari tiap obat yang dikelompokkan berdasar ruang perawatan, sedangkan efektivitas terapi adalah tercapainya penurunan tekanan darah setelah mengkonsumsi obat antihipertensi yang diukur dengan persentase pasien yang mencapai target terapi hipertensi ( 140/90 mmhg untuk hipertensi tanpa komplikasi dan 130/80 mmhg untuk hipertensi dengan komplikasi diabetes mellitus atau kelainan ginjal) dari populasi pasien yang menggunakan obat. Hasil dari CEA dapat disimpulkan dengan Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER) sebagaimana pada rumus perhitungan 2. Jika hasil perhitungan ICER menunjukkan hasil negatif atau semakin kecil, maka suatu alternatif obat dianggap lebih efektif dan lebih murah, sehingga dapat dijadikan rekomendasi pilihan terapi (Andayani, 2013). = =... (2) (Thompson, 2011) 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Angka Kejadian Hipertensi Angka kejadian penyakit hipertensi rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014 adalah 1950 pasien, baik pasien umum maupun BPJS. Diambil 45 pasien umum yang memenuhi kriteria inklusi. Demografi Pasien Hipertensi Berdasarkan data yang diperoleh, pasien dikelompokkan berdasarkan usia, jenis kelamin derajat penyakit, diagnosis hipertensi, dan diagnosis penyakit penyerta. Distribusi pasien hipertensi yang dirawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014 terdapat pada tabel 5. Tabel 5 Distribusi pasien hipertensi berdasarkan usia, jenis kelamin, derajat penyakit, lama rawat inap, diagnosa penyakit, dan penyekit penyerta pada pasien hipertensi rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Keterangan Jumlah Persentase (%) Usia 18-45 46-65 > 65 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Derajat Penyakit Hipertensi tipe1 Hipertensi tipe 2 Lama Rawat Inap 1-5 hari 6-10 hari 11-15 hari > 15 hari Ruang Perawatan Kelas III ( Mawar,Melati,Tulip) Kelas II ( Anggrek) Ruang VIP Ruang Perawatan Intensif Diagnosis Hipertensi Dengan Penyakit Penyerta Tanpa Penyakit Penyerta Penyakit Penyerta Diabetes Mellitus Penyakit Kardiovaskular Chronic Kidney Disease Stroke Vertigo Asma Hepatomegali 8 27 10 27 18 13 32 17 20 5 3 23 7 4 11 38 7 16 12 4 2 2 1 1 17,78% 60,00% 22,22% 60% 40% 28,89% 71,11% 37,78% 44,44% 11,11% 6,67% 51,11% 15,56% 8,89% 24,44% 84,44% 15,56% 39,42% 31,71% 12,60% 4,48% 4,48% 2,83% 4,48% Berdasarkan tabel 5, hipertensi banyak terjadi pada pasien laki-laki. Kelompok usia yang paling banyak menderita hipertensi adalah 46-65 tahun (60,00%) kemudian lebih dari 65 tahun 8
(22,22%) dan paling sedikit pada kelompok usia 18-45 tahun (17,78%). Hal ini dapat dikarenakan angka kejadian hipertensi meningkat pada pada kelompok umur diatas 40 tahun, karena dengan bertambahnya umur tekanan darah semakin meningkat akibat pengapuran dinding pembuluh yang menyebabkan elastisitas dinding pembuluh bertambah (Rahardja & Tjay, 2002). Derajat hipertensi pasien menunjukkan 13 dari 45 pasien menderita hipertensi tipe 1 (28,89%) dan 32 pasien menderita hipertensi tipe 2 (71,11%). Sebanyak 20 pasien menjalani rawat inap 6-10 hari (44,44%), 17 pasien menjalani rawat inap 1-5 hari (37,78%), 5 pasien menjalani rawat inap 11-15 hari (11,11%), dan 3 pasien menjalani rawat inap lebih dari 15 hari (6,67%). Dilihat dari distribusi ruang perawatan pasien sebanyak 23 pasien (51,11%) dirawat di ruang kelas III (Mawar, Melati dan Tulip), 7 pasien (15,56%) dirawat di ruang kelas II (Anggrek), 4 pasien (8,89%) dirawat di ruang VIP (Paviliun Cendana) dan sebanyak 11 pasien (24,44%) menjalani perawatan di ruang perawatan intensif (Aster). Tabel 5 juga menunjukkan diagnosis hipertensi. Dari keseluruhan pasien, 38 orang (84,44%) menderita hipertensi dengan penyakit penyerta dan 7 orang (6,67%) mengalam i hipertensi tanpa penyakit penyerta. Penyakit penyerta paling banyak pada pasien hipertensi adalah diabetes mellitus sebanyak 16 pasien 19 (39,42%), kemudian disusul penyakit kardiovaskular sebanyak 12 pasien (31,71%), Chronic Kidney Disease 4 pasien (12,60% ). Penyakit stroke, vertigo dan hepatomegali masing-masing 2 pasien (4,48%). Penyakit dengan persentase paling kecil adalah asma dengan 1 pasien (2,83%). Banyak pasien yang menderita penyakit penyerta diabetes mellitus, karena diabetes mellitus merupakan salah satu penyebab hipertensi (Dipiro et al., 2008). Selain itu semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi pula faktor untuk mencetuskan penyakit kardiovaskuler, stroke, dan gagal ginjal (Chobanian et al., 2003) Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi Gambaran pengobatan yang dijalani di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 dengan diagnosa hipertensi dapat dilihat pada tabel 6. Obat yang paling banyak digunakan adalah captopril yang diresepkan pada 32 pasien (71,12%). Banyak pasien yang menerima resep captopril karena, obat-obatan golongan ACEI utamanya captopril merupakan antihipertensi untuk penanganan hipertensi pada penderita diabetes mellitus, gagal ginjal, infark miokard dan stroke (Dipiro et al., 2008). 9
Tabel 6. Persentase Gambaran obat Antihipertensi pada pengobatan Hipertensi Pasien Rawat Inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Golongan Obat Jenis Obat Jumlah Persentase (N=45) ACEI Captopril 32 71,12% Ramipril 4 8,89% Lisinopril 2 4,44% Diuretik Furosemid 15 33,33% CCB Amlodipin 25 55,56% Nifedipin 1 2,22% Beta Blocker Bisoprolol 10 22,22% ARB Valsartan 2 4,44% Candesartan 1 2,22% Kombinasi obat yang paling banyak digunakan adalah kombinasi ACEI dan CCB yang diresepkan pada 22 pasien (48,89%), kemudian ACEI- Diuretik yang diresepkan pada 10 pasien (22,22%) dan ACEI-BB yang diresepkan pada 6 pasien (13,33%). Kombinasi ACEI -CCB memang bukan pilihan utama pada pengobaan hipertensi, namun kombinasi ACEI-CCB cukup efektif dalam menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan kombinasi ACEI-Diuretik (Jamerson & Arbor, 2003). Pemilihan obat dalam pengobatan hipertensi tidak semuanya termasuk pengobatan yang rasional. Salah satu contohnya penggunaa Beta-blocker pada pasien diabetes mellitus yang dapat menghambat penyerapan insulin dan memperburuk kontrol glikemik (McGill, 2009). Keseluruhan pasien menerima terapi kombinasi, karena sebagian besar pasien memiliki penyakit penyerta. Tabel 7 memuat distribusi pasien dengan kombinasi golongan obat Tabel 7. Persentase distribusi pasien berdasarkan kombinasi golongan obat di RSUD Dr. Moewardi tahun Analisis Efektivitas Biaya Biaya Medik Langsung 2014 Kombinasi Golongan Jumlah Pasien Persentase (N=45%) ACEI CCB 22 48,89% ACEI Diuretik 10 22,22% ACEI BB 6 13,33% CCB BB 4 8,89% ARB-Diuretik 3 6,67% Perhitungan biaya medik langsung pada pasien hipertensi yang menjalani rawat inap di RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2014. Terdapat empat komponen biaya yang ada dalam tabel 8 yaitu biaya rawat inap, biaya laboratorium, harga obat hipertensi dan harga obat lain yang digunakan pasien. 10
Tabel 8. Rekapitulasi biaya medik langsung selama rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Ruangan Kombinasi Gol Obat Komponen Biaya (Rp) Biaya Rawat Inap Kelas III ACEI-CCB 615.836 ± 301.796,41 ACEI-Diuretik 483.218,75 ± 406.713,80 ACEI-BB 368.250 ± 17.250 Biaya Laboratorium 446.825,92 ± 242.170,24 426.995,25 ± 311.608,88 558.500 ± 558.500 Harga Obat Antihipertensi Harga Obat Lain 8.287,38 ± 183.964,23 ± 6.069,05 189.225,44 20.655 ± 81.617,87 ± 13.149,33 47.002,76 7.808 ± 3.168 78.478 ± 69.786 Total Biaya 1.254.961,23 ± 524.407,30 903.481,62 ± 801.622,00 1.018.036 ± 88.295,99 Kelas II ACEI-CCB 1.002.368 ± 744.233 ± 10.227 ± 9.969 108.080 ± 1.864.909,167 ± 997.756,55 522.793 517.611 48.311 CCB-BB 1.440.000± 0 311.500 ± 0 9.280 ± 0 68.864 ± 0 1. 829.644 ± 0 Ruang VIP ACEI-CCB 2.247.000 ± 0 453.000 ± 0 2920 ± 0 67.000 ± 0 2.769.920 ± 0 CCB-Diuretik 2.234.583 ± 934.708 ± 202.092 ± 130.488 619.193 ± 6.896.247 ± 4.836.737 1.615.953 793.963 470.582 Ruang ACEI-CCB 1.446.750 ± 983.500 ± 31.804 ± 21.070 161.266 ± 2.623.320,5 ± 769.248,5 Perawatan 570.750 139.750 37.678 Intensif ACEI-Diuretik 1.358.000 ± 0 596.000 ± 0 21.165 ± 0 123.543 ± 1.358.000 ± 0 29.567 ACEI-BB 1.209.740 ± 579.655 ± 14.182 ± 8.685,46 113.942 ± 2.113.089 ± 489.431,24 405.218 279.478 36.943,45 CCB-BB 1.292.750 ± 0 743.000 ± 0 17.400 ± 0 133.354 ± 2.186.504 ± 31.830,00 30.670 Biaya rawat inap meliputi biaya rekam medis, biaya pelayanan kamar, biaya tindakan medis, biaya alat kesehatan, konsultasi dokter, dan biaya visite dokter baik dokter umum maupun spesialis. Biaya laboratorium merupakan biaya yang digunakan untuk tes laboratorium. Harga obat hipertensi merupakan biaya yang dikeluarkan pasien untuk obat antihipertensi, sedangkan harga obat lain merupakan biaya yang dikeluarkan pasien untuk obat selain obat antihipertensi Dilihat dari tabel 8, biaya medik langsung terkecil adalah kombinasi ACEI Diuretik pada pasien yang dirawat di Kelas III yaitu Rp903.481,62. Biaya medik yang paling besar harus dikeluarkan oleh pasien yang menggunakan kombinasi antihipertensi ARB-Diuretik yang dirawat di ruangan Cendana yaitu sebesar Rp6.896.247, selain obat antihipertensi yang digunakan cukup mahal seluruh pasien yang yang menggunakan ARB-Diuretik dirawat diruang VIP, sehingga membutuhkan biaya medik langsung yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pasien yang ada di ruangan lainnya. Efektivitas Terapi Efektivitas terapi antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi rawat inap dilihat dari penurunan tekanan darah pasien pada awal pasien masuk rumah sakit dan saat pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit. 11
Tabel 9. Persentase efektivitas terapi antihipertensi pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Ruangan Kombinasi Golongan Obat Jumlah Pasien Jumlah Pasien Yang Mencapai Target Tekanan Darah Efektifitas (%) Kelas III ACEI-CCB 13 11 84,62% ACEI-Diuretik 8 6 75% ACEI-BB 2 2 100% Kelas II ACEI-CCB 6 5 83,33% CCB-BB 1 1 100% Ruang VIP ACEI-CCB 1 0 0% CCB-Diuretik 3 2 66,67% Ruang Perawatan ACEI-CCB 2 2 100% Intensif ACEI-Diuretik 2 2 100% ACEI-BB 5 4 80% CCB-BB 2 2 100% Persentase efektivitas terapi dihitung berdasarkan jumlah pasien yang mencapai target penurunan tekanan darah dibandingkan dengan keseluruhan jumlah pasien yang dikelompokkan berdasarkan ruang perawatan dan kombinasi golongan obat yang digunakan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 9. Penggunaan kombinasi obat ACEI-Diuretik pada pasien yang dirawat di ruang VIP menunjukkan efektivitas 0%, karena dari satu pasien yang dirawat diruangan tersebut tidak menunnjukkan penurunan tekanan darah. Kombinasi CCB-Diuretik pada pasien yang menjalani rawat inap di ruang VIP juga menunjukkan efektivitas yang kecil yaitu 66,67%. Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ACER Penilaian analisis efektivitas biaya menggunakan metode ACER bertujuan untuk membandingkan total biaya suatu program atau alternatif pengobatan dibagi dengan keluaran klinis untuk menghasilkan perbandingan yang mewakili biaya tiap hasil klinis yang spesifik dan independen dari pembanding. Berikut ini adalah perhitungan ACER pada beberapa kombinasi obat antihipertensi di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014. Nilai ACER paling tinggi ditunjukkan oleh kombinasi obat ARB-Diuretik pada pasien yang dirawat diruangan VIP sebesar Rp103.438,54. Nilai ACER yang paling rendah adalah kombinasi obat ACEI-BB pada pasien yang dirawat diruangan kelas III yaitu sebesar Rp10.180,36. Kombinasi ACEI-CCB pada pasien yang dirawat diruangan Cendana menunjukkan nilai 0% sehingga tidak dapat dianalisis 12
Tabel 10. Perhitungan ACER kombinasi obat antihipertensi di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 Ruangan Kombinasi Golongan Obat Total Biaya ( C ) Efektifitas (E) ACER ( C/E) Kelas III ACEI-CCB 1.254.961,23 84,62% 14.830,55 ACEI-Diuretik 903.481,62 75% 12.046,42 ACEI-BB 1.018.036 100% 10.180,36 Kelas II ACEI-CCB 1.864.909,167 83,33% 22.379,80 CCB-BB 1.829.644 100% 18.966,44 Ruang VIP ACEI-CCB 2.769. 0% 0 CCB-Diuretik 6.896.247 66,67% 103.438,54 Ruang ACEI-CCB 2.623.320,5 100% 26.233,20 Perawatan ACEI-Diuretik 1.358.000 100% 13.580 Intensif ACEI-BB 2.113.089 80% 26.413,62 CCB-BB 2.186.504 100% 21.865,04 Maksud dari angka-angka dalam ACER adalah setiap peningkatan 1% efektivitas dibutuhkan biaya sebesar ACER. Misalkan pada kombinasi ACEI-Diuretik pasien ruangan kelas III, berarti setiap peningkatan 1% efektivitas dari kombinasi tersebut membutuhkan biaya sebesar Rp12.046,42. Dalam ACER semakin kecil nilai ACER maka obat tersebut semakin costeffective, sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi obat ACEI-BB ruangan kelas III adalah obat yang paling cost-effective untuk terapi antihipertensi pada pasien rawat inap. Perhitungan Efektivitas Biaya Berdasarkan ICER Rasio perbedaan biaya dari 2 alternatif terapi dengan perbedaan efektivitas antara 2 alternatif merupakan definisi dari ICER. Meskipun analisis dengan ACER telah memberikan informasi yang bermanfaat, ciri khas dari analisis efektivitas biaya adalah analisis dengan menggunakan ICER (Andayani, 2013). Perhitungan analisis efektivitas biaya menggunakan ICER dilakukan untuk memberikan beberapa pilihan alternatif yang dapat diterapkan. Pemilihan alternatif jenis perawatan dapat disesuaikan dengan pertimbangan dana atau tersedia tidaknya jenis alternatif tersebut. Analisis efektivitas biaya dengan menggunakan metode ICER dapat diketahui besarnya biaya tambahan untuk setiap perubahan satu unit efektivitas biaya. Selain itu, untuk mempermudah pengambilan kesimpulan alternatif mana yang memberikan efektivitas biaya terbaik (Depkes RI, 2013). Perhitungan pada tabel 11 menunjukkan analisis ICER untuk tiap ruangan perawatan yang kemudian dikelompokkan menjadi per golongan obat yang digunakan pada tiap ruangan tersebut. Hasil dari perhitungan ICER tersebut dapat memberikan rekomendasi alternatif terapi yang dapat digunakan pada pasien hipertensi yang dirawat di tiap ruangan perawatan. 13
Tabel 11. Hasil perhitungan ICER kombinasi obat antihipertensi di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 Ruangan Kombinasi Golongan Obat Total Biaya ( C ) Efektifitas (E) ΔC ΔE ICER (ΔC/ΔE) Kelas III ACEI-Diuretik 903.481,62 75% 903.481,62 75% 12.046,42 ACEI-CCB 1.254.961,23 84,62% 351.479,61 9,62% 36.536,34 ACEI-BB 1.018.036 100% - 236.925,23 15,38% - 15.404,76 Kelas II ACEI-CCB 1.864.909,167 83,33% 1.846.909,167 83,83% 22.379,80 CCB-BB 1.896.644,00 100% 31.734,83 16,7% 1.900,29 Ruang VIP ACEI-CCB 2.769. 0% 2.769.920 0 0 CCB-Diuretik 6.896.247 66,67% 4.126.327 66.67 61.891,8 Ruang ACEI-BB 2.113.089 80% 2.113.089 80% 26.413,62 Perawatan ACEI-Diuretik 1.358.000 100% -755.089 20% -37.754,45 Intensif ACEI-BB 2.186.504 100% 828.504 0 0 ACEI-CCB 2.623.320,5 100% 436.816,5 0 0 Kombinasi golongan obat yang paling Cost-effective untuk pasien pada ruang perawatan kelas III adalah kombinasi ACEI-BB karena kombinasi tersebut menunjukkan hasil negatif yaitu -15.404,76. Hasil ICER kombinasi ACEI-BB tersebut lebih kecil dari pembandingnya yaitu ACEI-CCB dan ACEI-Diuretik. Pasien yang dirawat di ruang perawatan kelas II direkomendasikan menggunakan kombinasi CCB-BB karena kombinasi golongan tersebeut paling Cost-effective. Pasien di ruang perawatan intensif direkomendasikan menggunakan ACEI- Diuretik. Hasil perhitungan ICER kombinasi obat ACEI-Diuretik menunjukkan hasil negatif yaitu -37.754,45 dan lebih kecil dari ketiga pembandingnya. Hasil analisis ICER dari ACEI-CCB pada pasien yang dirawat di ruang VIP menunjukkan nilai 0, namun efektivitas dari obat tersebut 0 atau sama sekali tidak efektif sehingga tidak dapat dianalisis maka, pembandingnya yaitu kombinasi CCB-BB menjadi kombinasi obat yang Cost-effective untuk pasien yang dirawat di ruang VIP. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga tidak bisa mengungkapkan kenyataan yang terjadi dilapangan secara lengkap. Oleh karena itu, dalam pembahasan peneliti hanya mampu melakukan asumsi-asumsi jika data yang diperoleh benar sesuai dengan kenyataan. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini bersifat umum, karena pasien hipertensi tidak dikelompokkan berdasarkan diagnosa penyakit penyerta dan jenis obat 14
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Besar biaya medik langsung yang dikeluarkan pasien selama rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014 diketahui biaya medik terkecil dikeluarkan oleh pasien yang menggunakan kombinasi ACEI-Diuretik pada ruang perawatan kelas III dengan biaya medik langsung sebesar Rp903.481,62. Biaya medik langsung terbesar dikeluarkan oleh pasien yang menggunakan kombinasi ARB-Diuretik pada ruang perawatan VIP dengan biaya medik langsung sebesar Rp6.896.247,00. 2. Terapi antihipertensi yang paling cost effective berdasar ACER adalah kombinasi golongan ACEI-BB yang digunakan oleh pasien diruang perawatan kelas III dengan nilai ACER sebesar Rp10.180,36. Terapi antihipertensi yang cost-effective berdasarkan ICER untuk tiap ruang perawatan adalah, ACEI-BB untuk ruang perawatan kelas III, CCB-BB untuk pasien di ruang perawatan kelas II, CCB-Diuretik untuk pasien di ruang perawatan VIP, dan ACEI- Diuretik untuk pasien di ruang perawatan intensif. Saran Untuk kedepannya akan lebih baik jika penelitian analisis efektivitas biaya dilakukan lebih spesifik dengan mengelompokkan masing-masing jenis obat, ruang perawatan, dan jenis penyakit agar dapat mengetahui efektifitas biaya yang spesifik pada jenis obat, ruang perawatan dan jenis penyakit tertentu. DAFTAR PUSTAKA Andayani, T.M., 2013, Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta, Bursa Ilmu. Chobanian, A., Bakris, G. & Black, H., 2003, The Seventh Report of The Joint National Committee on : Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, USA, Departement of Health and Human Service. Depkes RI, 2013, Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi, Jakarta, Kemenkes RI. Dipiro, J.T., Robert L, T. & Gary C, Y., 2008., Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. In USA: The Mc. Graw Hill Company. Jamerson, K.A. & Arbor, A., 2003, The First Hypertension Trial Comparing the Effects of Two Fixed-Dose Combination Therapy Regimens on Cardiovascular Events : Avoiding 15
Cardiovascular Events Through Combination Therapy in Patients Living With Systolic Hypertension. The Journal of Clinical Hypertension, V(Iv), pp.29 35. Katzung, B.G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik 3rd ed., Jakarta: Salemba Medika. McGill, J.B., 2009,Reexamining Misconceptions About Beta-blocker In Patients With Diabetes, Clinical Diabetes Journal, 27(1), pp.36 46. Rahajeng, E. & Tuminah, S., 2009, Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia, Majalah Kedokteran Indonesia, 59(12). Thompson, C.P., 2011. What is cost-effectiveness? Education for health, 24(3), p.573. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22267352. Tjay, T.H. & Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting ( Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya) Edisi V., Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wisløff, T., Selmer, R.M. & Halvorsen, S., 2012, Choice Of Generic Antihypertensive Drugs For The Primary Prevention Of Cardiovascular Disease A Cost-Effectiveness Analysis,p BMC cardiovascular disorders, 12(1), p.26. 16