MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

dokumen-dokumen yang mirip
MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KELOR, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KALITOPO, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK KAJANG, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK BEKOL, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK MANTING, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2004

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Morfologi Umum Primata

Evaluasi Rehabilitasi Merak Hijau (Pavo muticus) Dari Hasil Sitaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Seksi Karangtekok

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MENGENAL BEBERAPA PRIMATA DI PROPINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM. Edy Hendras Wahyono

2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi ilmiah simpai sebagai berikut :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

I. PENDAHULUAN. menguntungkan antara tumbuhan dan hewan herbivora umumnya terjadi di hutan

Pola Aktivitas Harian Lutung (Presbytis cristata, Raffles 1821) di Hutan Sekitar Kampus Pinang Masak, Universitas Jambi

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

BAB I PENDAHULUAN. endemik pulau Jawa yang dilindungi (Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Ujicoba Pembibitan Ceriops tagal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

BAB III. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Monyet ekor panjang merupakan mamalia dengan klasifikasi sebagai berikut

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

I. PENDAHULUAN. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

SURVEY POTENSI SUMBER BIBIT / BENIH JENIS RUMPUT PAKAN SATWA DI SEKSI KONSERVASI WILAYAH III KARANGTEKOK

BENTUK INTERAKSI INTRASPESIFIK LUTUNG BUDENG (Trachypithecus auratus) DI KAWASAN HUTAN ADINUSO KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG

STUDI JENIS TUMBUHAN PAKAN KELASI (Presbitis rubicunda) PADA KAWASAN HUTAN WISATA BANING KABUPATEN SINTANG

JUMLAH INDIVIDU DAN KELOMPOK BEKANTAN (Nasalis larvatus, Wurmb) Di TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM KABUPATEN KAPUAS HULU

POTENSI KEANEKARAGAMAN JENIS MAMALIA DALAM RANGKA MENUNJANG PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan REHABILITASI SAVANA BEKOL DENGAN PEMBERANTASAN GULMA. Oleh : TIM PENGENDALI EKOSISTEM HUTAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 2005

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Alam Hayati dan Ekosistemnya pengertian Taman Nasional adalah kawasan pelestarian

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

OWA KELAWAT (Hylobates muelleri) SEBAGAI OBYEK WISATA PRIMATA DI TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA

BAB V PROFIL SATWALIAR GUNUNG PARAKASAK

BAB I. PENDAHULUAN. spesies dilindungi atau untuk mendukung biodiversitas, tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

BAB III METODE PENELITIAN

Laporan Kegiatan Pengendali Ekosistem Hutan. Pengamatan Kondisi Sumber Air Tempat Minum Satwa Di Taman Nasional Baluran. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

KEANEKARAGAMAN HAYATI. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman Genetis Keanekaragaman ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (FAO, 1991). Hutan tropis ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. endangered berdasarkan IUCN 2013, dengan ancaman utama kerusakan habitat

6 Hewan dan tumbuhan langka di dunia dan keterangannya diantaranya sbb:

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi DISUSUN OLEH : DYDIK SETYAWAN E

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

Transkripsi:

LAPORAN KEGIATAN Pengendali Ekosistem Hutan MONITORING KEBERADAAN LUTUNG (Trachypithecus auratus cristatus) DI BLOK SUMBERBATU, RESORT BAMA SEKSI KONSERVASI WILAYAH II BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN 2005

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan fakta yang ada, flora dan fauna merupakan bagian dari peran hidup manusia sebagai sarana penunjang dalam kehidupannya. Ketergantungan kegiatan manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam cenderung semakin meningkat, baik terhadap flora maupun fauna, sehingga tidak disadari banyak jenis tumbuhan dan satwa liar telah dan atau menuju kepunahan. Baluran dipergunakan sebagai daerah perburuan liar selama ± 500 tahun. Pada tahun 1928 A.H. Loedeboer menyatakan Baluran sebagai daerah konservasi untuk melindungi hidupan liar didalamnya. Pada tahun 1937, direktur Kebun Raya Bogor K.W. Wadermann menetapkan Baluran sebagai suaka alam dan berubah menjadi Taman Nasional pada tahun 1982. Taman Nasional Baluran sebagai satu-satunya kawasan konservasi (salah satu 5 taman nasional tertua di Indonesia) yang memiliki savana terluas di Pulau Jawa (sebagai replika savana di Afrika) dengan banteng (Bos javanicus) sebagai maskot utamanya. Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi kita untuk melestarikan dan melindungi kawasan tersebut. Disamping itu, keanekaragaman jenis flora maupun fauna sebagai pendukung komponen ekosistem utamanya sangat tinggi dan beragam jumlah maupun jenisnya, yang diantaranya yaitu : rusa, kerbau liar, kijang, ajag, macan tutul, burung merak, lutung; yang kesemuanya masuk dalam kategori satwa dilindungi. Maka dari itu, keberadaan lutung (Trachypithecus auratus cristatus) perlu kiranya didukung oleh data yang lebih lengkap dan akurat. Berpijak dari keadaan tersebut maka kegiatan ini sangat diperlukan dalam memperoleh data yang berkesinambungan. B. Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan ini adalah memberikan gambaran dan sekaligus dalam rangka pengumpulan data yang terbaru tentang lutung (Trachypithecus auratus cristatus), di Taman Nasional Baluran. Sedangkan tujuannya yaitu untuk mengetahui home range dan habitat Lutung. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Klasifikasi Sejarah paleofauna menunjukkan bahwa 2 spesies primata telah punah dari Pulau Jawa, yaitu orang utan (Pongo pygmaeus) dan siamang (Shymphalangus syndactylus). Saat ini masih terdapat 5 spesies primata yaitu owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), kukang (Nycticebus coucang), lutung (Trachypithecus auratus) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Diantaranya ada 2 species yang endemik yaitu owa jawa dan surili, serta satu subspecies yang endemik yaitu lutung (Trachypithecus auratus cristatus). Adapun taksonomi dari lutung yaitu : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Klas : Mamalia Ordo : Primata Subordo : Antropoidea Familia : Cercopithecidae Subfamili : Colobinae Genus : Presbytis Subgenus : Trachypithecus Spesies : Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821) Lutung / budeng / Ebony leaf monkey atau di Indonesia lebih dikenal dengan lutung (Sunda), lutung dan budeng (Jawa), petu, hiredeng (Bali). 2. Morfologi Menurut Written, 1982 dalam Bismark, 1993, lutung mempunyai panjang tubuh dari ujung kepala sampai tungging, jantan dan betina dewasa rata-rata 517 mm dan panjang ekornya rata-rata 742 mm. Sedangkan berat tubuhnya rata-rata 6,3 kg. Warna rambut hitam, diselingi dengan warna keperak-perakan. Bagian ventral berwarna kelabu pucat dan kepala menyembul jambul. Anak lutung yang baru lahir berwarna kuning jingga tidak berjambul. Setelah meningkat dewasa warnanya berubah menjadi hitam kelabu. Primata yang tergolong arboreal ini mempunyai bentuk ibu jari yang besar, morfologi telapak tangan berupa segitiga dan datar merupakan adaptasi lutung untuk dapat hidup di pohon. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 3

3. Habitat dan Penyebarannya Satwa benar-benar menyeleksi habitat yang sesuai untuk kehidupannya, tapi perlu dimengerti bagaimana satwa melakukan seleksi terhadap apa yang disukainya. Hal demikian dapat terjadi disebabkan 2 hal, yang pertama adalah secara genetik setiap individu dapat bereaksi terhadap keadaan lingkungan sehingga dapat menimbulkan upaya pemilihan. Yang kedua adalah adanya hubungan antar jenis atau kelompok serta proses belajar yang dimulai sejak dari satwa masih muda atau belajar dari pengalaman yang didapat dari individu yang lebih tua. (Written, 1982 dalam Bismark, 1983) Sudah menjadi teori umum bahwa sumber dan penyebaran pakan berkaitan erat dengan pola home range primata. Adanya keragaman struktur fisik tumbuhan dan keragaman jenisnya baik secara terpisah atau bersama-sama akan menyediakan berbagai relung yang potensial dalam sebaran satwa. Adanya perbedaan tinggi dari jenis tumbuhan menurut umur maupun jenis dan sifat tumbuhnya menciptakan stratifikasi hutan seperti adanya bentuk dan tipe tajuk. Keadaan struktur hutan ini berpengaruh pada ketersediaan makanan primata sesuai dengan relung ekologinya, seperti terlihat pada ketinggian tempat masing-masing primata di pohon (Oates, 1977 dalam Bismark, 1983) Jenis lutung {Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)} dapat ditemukan di Bangka, Belitung, Kep. Riau, Kalimantan Timur dan Selatan, Sumatera bagian Selatan termasuk juga Jawa Timur, Bali dan Lombok. 4. Perilaku Perilaku satwa, termasuk primata, dapat dikelompokkan atau dibagi ke dalam katagori-katagori yang didasarkan pada fungsinya yang meliputi perilaku pemeliharaan, perilaku makan, orientasi dan navigasi dan beberapa perilaku sosial baik interspesifik maupun intraspesifik yang juga disebut sosiobiologi (Slater, 1990 dalam Setyawan, 1996). Dalam melakukan aktivitas sehari-hari lutung mempunyai jadwal tertentu dari kegiatannya sehari-hari, seperti yang dilakukan jenis-jenis satwa lainnya. Penggunaan waktu tersebut cenderung sama dari hari ke hari, namun dapat berubah cukup banyak bila ada faktor yang mempengaruhi kehidupan primata seperti ketersediaan pakan dan kondisi cuaca yang berubah. Lutung {Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)} hidup dalam kelompok yang terdiri atas 6 20 individu dengan beberapa jantan. Kelompok ini memiliki daerah territorial dan mempertahankan daerahnya terhadap kelompok lainnya. Lutung jantan mampu melakukan teriakan keras yang diikuti lompatan. Jantan-jantan melompat ke cabang-cabang pohon dan mengguncangkannya. Perilaku ini sering ditemukan ketika dua kelompok saling bertemu sehingga konfrontasi antar kelompok tidak dapat dihindarkan (Nowalk & Paradiso, 1983 dalam Setyawan, 1996). E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 4

Cara mengambil makanan dilakukan oleh lutung dengan beberapa cara : a. memakan langsung dengan mulutnya jika makanan berupa pucuk daun yang langsung dapat digigit. b. meraih anak ranting / tangkai daun dengan tungkai dengan kemudian memasukkan ke dalam mulut. c. memetik dahulu untuk makanan berupa buah. d. Lutung dikenal sebagai monyet pemakan daun. Jenis makanannya terdiri dari buah, daun, dan biji-bijian serta tunas daun. Menurut Written (1982) dalam Bismark (1983), komposisi makanan lutung terdiri dari 50 % daun, 32 % buah, 13 % bunga dan sisanya bagian tumbuhan lain dan serangga. 5. Status Dilindungi Keberadaan lutung {Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)} di Indonesia merupakan jenis primata yang dilindungi. Status dilindungi tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan Nomor : 733/Kpts-II/1999 tentang Penetapan lutung (Trachypithecus auratus cristatus) sebagai Satwa Yang Dilindungi. Salah satu pertimbangan dalam penetapan status dilindungi ini karena populasi jenis satwa ini telah mengalami penurunan dan keberadaannya di alam terancam punah. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 5

III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan Adapun alat yang dipakai dalam kegiatan ini adalah : 1. Kompas 2. Binokuler 3. Kamera 4. Crysten meter 5. Haga 6. Clipboard 7. Alat tulis 8. Tally sheet B. Cara Kerja 1. Survei lokasi kegiatan yang dijadikan pengamatan. 2. Menentukan blok / daerah lokasi sebaran dan sekaligus lokasi sebagai sampel pengamatan berdasarkan hasil survei pendahuluan untuk pengamatan lutung (Trachypithecus auratus cristatus). 3. Melakukan pengamatan dan mencatat seluruh aktivitas lutung (Trachypithecus auratus cristatus) dari pagi hari hingga sore hari. 4. Menganalisa aktivitas dan perilaku lutung (Trachypithecus auratus cristatus) tersebut. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung adalah satwa arboreal yang hampir keseluruhan aktivitasnya dilakukan di atas pohon, sedangkan ditinjau dari penggunaan waktu untuk kegiatan harian lutung termasuk satwa diurnal yaitu aktivitas hidupnya dilakukan pada siang hari. Menurut Lim dan Sasekumar (1979) dalam Lekagul dan McNeely (1977) mengatakan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap lutung di Semenanjung Malaya ternyata lutung lebih banyak menggunakan waktunya pada tengah hari untuk kegiatan di pohon yaitu makan dan istirahat. Pengamatan perilaku dan pergerakan lutung (Trachypithecus auratus cristatus Raffles (1821)) di Blok Sumberbatu, Resort Bama Seksi Konservasi Wilayah II Bekol. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut dikarenakan asumsi sebagai berikut : Tingkat gangguan terhadap keberadaan dan aktivitas satwa lutung relatif kecil Lokasi ini merupakan pusat aktivitas lutung kesehariannya (banyak buah / pohon yang disukai). Aktivitas harian lutung bila tanpa gangguan (berjalan normal) hampir sama antara kelompok yang satu dengan yang lainnya. B. Hasil Kegiatan Tanggal : 24 25 Juli 2005 Waktu ( Jam ) Mulai : 06.00 Selesai : 17.00 Lokasi : Sumber batu Nama pengamat : 1. Yusuf Hernawan 2. Siswanto Kondisi Habitat Jenis Pohon Kelompok : Prepat (Sonneratia alba) Ditemukan Spesifikasi jenis pohon (tinggi., bentuk tajuk, ada/tidak buah) Vegetasi sekitar (dan jarak dengan satwa ditemukan) : Tinggi Total: 42 m Bebas cabang : 30 m Diameter ( ) : 215 cm Tajuk : melebar bentuk oval 1. Nyamplung ( 5 m) 5. Ketapang (15 m) 2. Rhizophora apiculata (28m) 6. Asam (10 m) 3. Malengan (35 m) 7. Bunut (10 m) 4. Popohan (35 m) Identifikasi Kelompok Jumlah kelompok Jantan Betina Anak Total 2 4 2 8 Spesifikasi kelompok : 1 albino dewasa jantan (mis. jenis albino, dll) E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 7

e.1. Perilaku Dalam perilaku makan lutung jantan lebih cepat dalam makan, seperti makan buah prepat, sedangkan lutung betina agak lambat. Waktu istirahat, lutung di lokasi sumber batu diamati lutung dewasa / induk lebih banyak diam sedangkan anak lutung loncat kesana-kemari (+ 5 menit). Kemudian kembali ke gendongan / pangkuan induknya yang sebelumnya anak memberi isyarat muka ke induknya dan anak lutung langsung loncat kearah induk. Berbeda halnya lutung jantan yang nampak cenderung soliter dan lebih banyak porsi istirahatnya dibandingkan betina. Pada saat kondisi ada gangguan, lutung sebagian berpencar dengan jarak + 100 meter, tidak jauh dari titik dimana lutung ditemukan, kemudian akan berkumpul kembali ke tempat semula di saat kondisi dirasa aman. e.2. Kondisi habitat Lokasi Sumber Batu merupakan ekosistem hutan pantai yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove, dengan penyebaran vegetasi yang cukup rapat dan tajuk yang saling bersinggungan. Beberapa jenis vegetasi yang ditemui sebagai habitat lutung yaitu pohon nyamplung, Rhizophora apiculata dan malengan cenderung dijadikan tempat istirahat karena terlindung dari terik matahari dan angin, kondisi pohon tidak terlalu tinggi dan ukuran sedang. Vegetasi lain yang digunakan yaitu popohan (ketinggian + 30 meter, sedang berbunga), apak (ketinggian + 35 meter, sedang berbuah), prepat (ketinggian + 42 meter, sedang berbuah), asam dan bunut (rata-rata ketinggian + 20 meter, bunut sedang berbuah sedangkan asam banyak daun muda). e.3. Jalur edar Pergerakan lutung dimulai + jam 05.00 dan langsung bergerak ke arah pohon sumber pakan. Pada jam 06.00 ditemukan di pohon prepat sedang makan, kemudian bergerak kearah utara menuju pohon nyamplung, rhizophora, malengan dan prepat (lain pohon). Kemudian ke arah barat menuju pohon asam dan bunut pada siang hari untuk makan. Selanjutnya bergerak balik ke arah semula datang hingga ke lokasi / pohon awal beraktivitas. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 8

C. Pembahasan 1. Perilaku Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, primata melakukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari kelompok lutung mempunyai jadwal tertentu, seperti yang biasanya dilakukan jenis-jenis satwa lainnya. Pemanfaatan waktu yang digunakan lutung cenderung sama dari hari ke hari (ritme harian) dengan asumsi tidak ada gangguan dari luar yang mempengaruhi aktivitas harian tersebut. Aktivitas tersebut meliputi kegiatan yang dilakukan lutung pada saat mereka bangun tidur dan bergerak-berpindah dari satu pohon ke pohon yang lain hingga kembali ke pohon / lokasi tempat tidur lagi (bisa pohon yang sama maupun berbeda). Selama pengamatan berlangsung kelompok lutung yang diamati ditemukan pada awal pengamatan di pohon dan dengan jalur edar relatif sama. Rata-rata pengamatan dimulai pukul 06.00 dan berakhir pukul 17.00. Pada awal pengamatan kelompok lutung, mereka sebagian besar ditemukan pengamat sedang melakukan aktivitas makan. Sebelum melakukan aktivitas pergerakan menjelajahi jalur edar kelompok tersebut. Secara umum yang dilakukan lutung dalam aktivitas makannya yaitu : memilih buah / daun yang akan dimakan, menarik ranting yang terdapat buah atau daun yang hendak dimakan dan kemudian memakannya apabila ada buah atau ranting yang jatuh /lepas dari tanah, tidak diambil / dibiarkan saja. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 9

Setelah cukup puas makan, lutung kemudian istirahat yang dilakukan baik di pohon lokasi pakan maupun bergerak terlebih dahulu ke pohon yang dianggap lebih nyaman / cocok untuk istirahat. Pada saat istirahat lutung memilih tempat / posisi yang nyaman, yaitu mencari batang (terutama percabangan) yang cukup besar dengan duduk maupun tengkurap pada batang pohon tersebut. Selama waktu istirahat, terdapat anggota kelompok yang mengawasi keadaan sekeliling, biasanya dilakukan anggota kelompok jantan. Dalam mempertahankan daerah jelajah / teritori, apabila terdapat gangguan baik dari kelompok lutung yang lain maupun gangguan yang lain, mereka akan melakukan perlawanan. Bentuk aktivitas mempertahankan diri dan kelompok tersebut dilakukan baik secara langsung (kontak fisik / berkelahi) maupun dengan isyarat teriakan. Aktivitas mempertahankan diri yang dijumpai yaitu : anggota kelompok yang terdapat di pohon tersebut, satu persatu meninggalkan pohon, akan tetapi 1-3 ekor bertahan dipohon tersebut sambil mengawasi perkembangan situasi. Apabila gangguan berlangsung mereka akan melakukan perlawanan dan apabila gangguan telah pergi, anggota yang meninggalkan pohon akan kembali ke pohon tersebut. apabila terdapat gangguan dari kelompok yang mereka akan melawan dengan mengejar bahkan berkelahi hingga kelompok pengganggu tersebut lari dengan radius yang diperkirakan aman atau diluar daerah teritorinya. 2. Habitat Satwa liar memerlukan tempat-tempat yang dapat digunakan dalam aktivitas seharihari untuk mencari makan, minum, bermain, berkembang biak dan berlindung / istirahat. Tempat-tempat yang fungsinya semacam itu membentuk suatu kesatuan yang disebut habitat. Dalam pemilihan habitatnya, kelompok lutung melakukan seleksi terhadap daya dukung yang terdapat di lokasi tersebut. Faktor - faktor yang mempengaruhi primata dalam memilih habitatnya antara lain : ketersediaan pakan faktor keamanan dari pemangsa (predator) kondisi cuaca persaingan dengan kelompok yang lain. Kelompok lutung yang diamati di Taman Nasional Baluran pada kesempatan kali ini, sebagian besar berada di hutan pantai dan berbatasan langsung dengan hutan mangrove. Lokasi yang termasuk dalam kategori kelompok hutan dataran rendah merupakan habitat yang paling disukai, sehingga paling banyak jenis primata, terutama lutung, hidup di lokasi ini. Tipe ekosistem tersebut mempunyai sumber pakan yang sangat banyak dan bervariasi terutama buah-buahan yang hampir selalu ada sepanjang tahun. Dalam pemilihan ruang / strata hutan, lutung mempunyai kebiasaan dan menempati ruang pada lapisan tajuk yang paling atas (arboreal). Kondisi di lokasi pengamatan yang E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 10

rata-rata mempunyai jenis-jenis pohon yang tinggi dan tajuk yang cukup rapat dan kompak, dengan ranting / cabang yang cocok sebagai aktivitas lutung. Jenis pohon yang disukai lutung karena mempunyai ciri-ciri : Merupakan pohon yang mempunyai buah dan bisa dimakan. Mempunyai tajuk yang rindang, cabangnya kuat, tingginya lebih dari 15 m dan berdiameter lebih dari 30 cm. Pohon yang tahan dari kering (tidak menggugurkan daun) 3. Jalur edar Setiap jenis primata menunjukkan sebaran yang khas melalui aktivitas hariannya. Lutung di Taman Nasional Baluran memulai aktivitas hariannya dari pukul 05.30 dari lokasi tempat tidur dan mulai bergerak menuju pohon sumber pakan. Dalam ritme hariannya, alokasi waktu paling banyak digunakan untuk istirahat dan mencari makanan. Waktu istirahat yang cukup panjang dilakukan lutung salah satunya untuk memberikan waktu yang optimal dalam mencernakan makanan, karena makanan lutung banyak mengandung selulosa dan toxin dari daun tua dan buah. 4. Analisa Daya Dukung Kawasan Bagi Kelestarian Lutung Kondisi habitat lutung di lokasi Sumberbatu hingga saat ini cukup sesuai dengan perilaku lutung yang bersifat arboreal (memilih tajuk). Karena banyak pohon dengan tajuk yang tinggi, rimbun dan percabangan yang banyak. Jenis pohon-pohon tersebut selain sebagai lokasi beraktivitas juga sebagai pohon sumber pakan. Sumberbatu merupakan lokasi perlintasan manusia dari Bama Kajang, juga banyak aktivitas masyarakat memancing. Gangguan secara tidak langsung tersebut menjadi permasalahan dan kecenderungan yang negatif bagi kelestarian dan kehidupan kelompok lutung di lokasi Sumberbatu. Dampak dari aktivitas manusia di lokasi tersebut juga mengurangi keleluasaan satwa liar untuk beraktivitas, sehingga wilayah jelajah lutung cenderung menjadi lebih sempit dari yang seharusnya. Guna meningkatkan kelangsungan perkembangan populasi lutung di lokasi Sumberbatu, kelestarian berbagai jenis pohon tempat aktivitas dan sumber pakan satwa tersebut harus terjaga. Salah satu upaya lainnya yaitu mengoptimalkan pengelolaan dan antisipasi dini pengaruh gangguan manusia secara langsung di lokasi tersebut. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 11

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Jumlah individu lutung (Trachypithecus auratus cristatus) dalam satu kelompok yang diamati pada Blok Sumberbatu ini berjumlah 8 individu yang terdiri dari 4 betina, 2 jantan dan 2 anak. 2. Jenis pohon yang digunakan sebagai habitat selama pengamatan yaitu : prepat, nyamplung, malengan, asam, bunut, popohan, apak dan beberapa jenis mangrove. B. Saran Pengamatan lutung (Trachypithecus auratus cristatus) di Taman Nasional Baluran hingga saat ini masih belum berjalan secara maksimal. Masih banyak yang perlu dibenahi dan disempurnakan. Oleh karena itu, beberapa hal yang diharapkan dapat dijadikan masukan serta bahan evaluasi dari kegiatan yang telah terlaksana ini adalah : a. Kegiatan pengamatan lutung (Trachypithecus auratus cristatus) perlu dilakukan secara periodik untuk terus memantau pola perilaku dan jalur edarnya sehingga apabila ada gangguan akan lebih mudah penanganannya. b. Hasil pengamatan ini hendaknya dapat digunakan sebagai acuan dalam perlindungan habitat lutung (Trachypithecus auratus cristatus) dari gangguan sehingga dapat melestarikan keberadaan lutung di Taman Nasional Baluran. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 12

DAFTAR PUSTAKA Balai Taman Nasional Baluran. 1995. Laporan Inventarisasi Populasi Primata di Taman Nasional Baluran. Proyek Pengembangan TN Baluran Tahun Anggaran 1995/1996. Banyuwangi. Bismark, M. 1993. Ekologi Makan Primata. Program Studi Pengelolaan Satwa Liar. Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Setyawan, Koen. 1996. Interaksi Antara Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan Lutung (Presbytis cristata) di TN Baluran. FMIPA. Universitas Brawijaya. Malang. E:\@calon PEH hehehe\blogbaluran\kegiatan peh\lutung\monitoringlutungsumberbatu-baluran-05-fix.doc 13