BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penjadwalan Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Pencarian Jarak Terpendek Lokasi Wisata di Provinsi Sumatera Utara Menggunakan Algoritma Ant Colony Optimization (ACO)

IMPLEMENTASI ALOKASI JADWAL MATA PELAJARAN SMU MENGGUNAKAN ALGORITMA KOLONI SEMUT (AKS)

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

STUDI PERBANDINGAN ALGORITMA CHEAPEST INSERTION HEURISTIC DAN ANT COLONY SYSTEM DALAM PEMECAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

JURNAL IT STMIK HANDAYANI

ANT COLONY OPTIMIZATION

LANDASAN TEORI. Bab Konsep Dasar Graf. Definisi Graf


Penyelesaian Traveling Salesperson Problem dengan Menggunakan Algoritma Semut

BAB III IMPLEMENTASIALGORITMA GENETIK DAN ACS PADA PERMASALAHAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

OPTIMALISASI TRAVELLING SALESMAN WITH TIME WINDOWS (TSPTW) DENGAN ALGORITMA SEMUT

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian dalam pekerjaan. Dalam melakukan pemasangan kabel perlu

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

Artikel Ilmiah oleh Siti Hasanah ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing.

Pemanfaatan Algoritma Semut untuk Penyelesaian Masalah Pewarnaan Graf

BAB 2 LANDASAN TEORI. Perancangan sistem merupakan penguraian suatu sistem informasi

BAB IV ANALISIS MASALAH

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Desain Rute Terpendek untuk Distribusi Koran Dengan Algoritma Ant Colony System

Penyelesaian Masalah Travelling Salesman Problem Menggunakan Ant Colony Optimization (ACO)

PENENTUAN RUTE OPTIMAL PADA KEGIATAN PENJEMPUTAN PENUMPANG TRAVEL MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Ant Colony Optimization

PENCARIAN RUTE TERPENDEK OBJEK WISATA DI MAGELANG MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO)

Algoritma Koloni Semut dan Manfaatnya untuk Menentukan Jalur Pengumpulan Sampah

SISTEM ALOKASI PENYIMPANAN BARANG PADA GUDANG

ALGORITMA SEMUT PADA PENJADWALAN PRODUKSI JOBSHOP

Jl. Ir. M. Putuhena, KampusUnpatti, Poka-Ambon, Maluku

ANALISIS ALGORITMA HYBRID ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) DAN LOCAL SEARCH UNTUK OPTIMASI PEMOTONGAN BAHAN BAKU

VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

BAB III ALGORITMA ANT DISPERSION ROUTING (ADR)

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMBUATAN SKEMA JALUR ANGKUTAN KOTA PALU BERDASARKAN PENCARIAN LINTASAN DENGAN BOBOT MAKSIMUM MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM (ACS)

PENCARIAN JALUR TERPENDEK MENGGUNAKAN ANT COLONY SYSTEM (KASUS: PARIWISATA KOTA BOGOR)

ALGORITMA GENETIC ANT COLONY SYSTEM UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM

Aplikasi dan Optimasi Kombinatorial pada Ant Colony

OPTIMASI RUTE ARMADA KEBERSIHAN KOTA GORONTALO MENGGUNAKAN ANT COLONY OPTIMIZATION. Zulfikar Hasan, Novianita Achmad, Nurwan

ANALISIS ALGORITMA SEMUT UNTUK PEMECAHAN MASALAH PENUGASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN HAK CIPTA ABSTRAK...

STUDI KOMPARATIF ALGORITMA ANT DAN ALGORITMA GENETIK PADA TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

PENDUKUNG SISTEM PEMASARAN DENGAN ALGORITMA ANT COLONY ABSTRAK

PERENCANAAN SUMBER DAYA PADA PROYEK DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANT COLONY

PENYUSUNAN PENJADWALAN UJIAN MENGGUNAKAN ALGORITMA RANK BASED ANT SYSTEM INTISARI

Optimasi pada Rute Truk Peti Kemas dengan Algoritma Optimasi Koloni Semut

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu bertambah disetiap tahunnya. Hal ini dapat menimbulkan semakin. memperoleh keuntungan yang maksimal, maka diperlukan

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI ALGORITMA BWAS PADA APLIKASI SISTEM INFORMASI TRANSPORTASI UNTUK PERENCANAAN DISTRIBUSI YANG OPTIMAL

ALGORITMA ANT COLONY OPTIMIZATION (ACO) UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) SKRIPSI. Oleh : Agus Leksono J2A

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI 2.1 Penjadwalan Kuliah

Algoritma. Untuk. Problem Dengan. Vehicle. Window. Jasa

Kata kunci : Penjadwalan, Ant colony, Algoritma

Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

ALGORITMA MULTIPLE ANT COLONY SYSTEM PADA VEHICLE ROUTING PROBLEM WITH TIME WINDOWS SKRIPSI

Edu Komputika Journal

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI METODE ANT COLONY OPTIMIZATION UNTUK PEMILIHAN FITUR PADA KATEGORISASI DOKUMEN TEKS

Matematika dan Statistika

PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI OPTIMASI PEMASANGAN KABEL DENGAN METODE ANT COLONY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Algoritma Hybrid Ant Colony Optimization dalam Menyelesaikan Permasalahan Capacitated Minimum Spanning Tree. Tamam Asrori ( )

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal diciptakan, komputer hanya difungsikan sebagai alat hitung

PENGGUNAAN ALGORITMA ANT COLONY SYSTEM DALAM TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) PADA PT. EKA JAYA MOTOR

PERGERAKAN AGEN CERDAS PADA PEMODELAN GAME EDUKASI DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA ANT SYSTEM KONSENTRASI PENEMUAN JALUR KE PASAR TRADISIONAL

IMPLEMENTASI DAN ANALISA KINERJA ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) DALAM PENYELESAIAN MULTIPLE TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (MTSP)

Implementasi Algoritma MAX-MIN Ant System pada Penjadwalan Mata Kuliah

Optimasi Multi Travelling Salesman Problem (M-TSP) Menggunakan Algoritma Genetika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENEMUAN JALUR TERPENDEK DENGAN ALGORITMA ANT COLONY. Budi Triandi

Penggunaan Graf dalam Algoritma Semut untuk Melakukan Optimisasi

Penerapan Algoritma Ants Colony System(ACS) Untuk Menentukan Rute Terpendek Pengiriman Barang pada P.T. Pos Indonesia. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis dan Implementasi Ant Colony Algorithm untuk Clustering

Penerapan Algoritma Ant System dalam Menemukan Jalur Optimal pada Traveling Salesman Problem (TSP) dengan Kekangan Kondisi Jalan

Perbandingan Algoritma Dijkstra Dan Algoritma Ant Colony Dalam Penentuan Jalur Terpendek

ALGORITMA SEMUT UNTUK PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

BAB I PENDAHULUAN. Traveling Salesman Problem (TSP) dikenal sebagai salah satu masalah

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

APLIKASI TRAVELLING SALESMAN PROBLEM DENGAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI ALGORITMA SEMUT UNTUK PENCARIAN RUTE TERPENDEK BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGGABUNGAN ANT SYSTEM ALGORITHM DAN GENETIC ALGORITHM DALAM PENGATURAN JADUAL KULIAH

OPTIMASI PENJADWALAN CERDAS MENGGUNAKAN ALGORITMA MEMETIKA

BAB II KAJIAN TEORI. semut, dan travelling salesman problem. Teori graf digunakan untuk menerapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dinaikkkan tegangannya untuk meminimalisir rugi-rugi daya, kemudian energi listrik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Proses distribusi barang dari suatu tempat ke tempat

PENYELESAIAN MULTI-DEPOT MULTIPLE TRAVELING SALESMAN PROBLEM MENGGUNAKAN K-MEANS DAN ANT COLONY OPTIMIZATION

PENJADWALAN PROSES PRODUKSI MENGGUNAKAN ANT COLONY ALGORITHM

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan 2.1.1 Definisi Penjadwalan Kegiatan Belajar Mengajar Penjadwalan terkait pada aktivitas dalam hal untuk membuat sebuah jadwal. Sebuah jadwal adalah sebuah tabel dari kegiatan-kegiatan yang disusun berdasarkan waktu kapan aktivitas tersebut ditempatkan. Kegiatan ini biasanya pertemuan antar beberapa komponen pada sebuah waktu dan tempat yang sama. Jadwal harus memenuhi beberapa persyaratan dan memenuhi keinginan semua orang yang terlibat sebaik mungkin. Waktu dari aktivitas harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada salah satu komponen pun memliki lebih dari satu kegiatan pada waktu yang sama [15]. Penjadwalan kegiatan belajar mengajar merupakan pengaturan perencanaan belajar mengajar yang meliputi mata pelajaran, guru, waktu dan tempat pada sekolah. Pada umumnya penjadwalan kegiatan belajar mengajar disajikan dalam sebuah tabel hari dalam seminggu yang terdiri dari slot waktu yang terdiri dari mata pelajaran, hari, jam, serta pengajar yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Tiga pembagian dari penjadwalan akademik (academic timetables) [11], antara lain : 1. Penjadwalan Sekolah (School Timetabling) Pada penjadwalan sekolah setiap kelas memiliki mata pelajaran tertentu serta memiliki ruangan tertentu dimana proses kegiatan belajar mengajar dilaksanakan. Pada dasarnya isi dari jadwal diatur oleh kurikulum dimana jumlah dari waktu tiap mata pelajaran yang diajar dalam seminggu sering ditetapkan secara nasional. Setiap kelas terdiri dari seorang pengajar, yang harus ditempati saat pelajar tiba di sekolah hingga meninggalkan sekolah dan memiliki seorang guru tertentu yang akan bertanggung jawab atas kelas tersebut dalam sebuah periode waktu tertentu. Pengajar biasanya dialokasikan di awal proses penjadwalan, yang menjadi masalah adalah

menyesuaikan pertemuan dari pengajar dengan kelas untuk slot waktu tertentu sehingga setiap pengajar tertentu mengajar tiap kelas yang diwajibkan kepadanya. Setiap kelas atau pengajar tidak dapat terlibat lebih satu pertemuan pada saat waktu yang bersamaan. 2. Penjadwalan Mata Kuliah (Course Timetabling) Penjadwalan mata kuliah mencakup kumpulan scheduling dari perkuliahan, dimana dalam setiap mata kuliah diberikan sejumlah ruangan dan periode waktu. Karakteristik penjadwalan mata kuliah, antara lain: a. Setiap mahasiswa dapat memiliki jumlah mata kuliah yang berbeda. b. Ketersediaan ruangan berperan sangat penting. c. Jika dua ruangan memiliki mahasiswa yang sama, maka ruangan tidak dapat dijadwalkan pada waktu yang sama. 3. Penjadwalan Ujian (Exam Timetabling) Karakteristik penjadwalan ujian, antara lain: a. Hanya ada satu ujian untuk tiap objek (mata kuliah). b. Ada banyak batasan yang berbeda, contohnya pada hari yang sama ada mahasiswa yang memiliki ujian yang sangat banyak dan berurutan waktunya tetapi ada juga yang tidak. c. Satu ujian dapat memiliki lebih dari satu ruangan. 2.1.2 Batasan-Batasan dalam Masalah Penjadwalan Dalam masalah penjadwalan memiliki beberapa macam batasan yang dapat menyebabkan output yang dihasilkan menjadi salah. Dalam menerapkan batasan dalam suatu masalah, biasanya tidak terlalu sama untuk setiap masalah [3]. Batasan tersebut terdiri dari : 1. Edge constraint Edge constraint adalah batasan yang mengatur dua kejadian tidak boleh menempati satu slot waktu yang sama. Contohnya pada hari Senin jam 07.30 sampai 08.10 tidak mungkin guru A mengajar di ruang kelas 1-A dan mengajar di ruang kelas 5-A.

2. Ordering constraint Ordering constraint adalah batasan yang menjaga urutan kejadian dalam timetable. Contoh mata pelajaran A harus dilakukan sebelum mata pelajaran B. Biasanya masalah batasan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan penjadwalan menjadi lebih rumit. 3. Event-spread constraint Event-spread constraint adalah batasan yang mengatur penyebaran kejadian pada suatu timetable. Contoh dalam menjalani ujian, seorang siswa diperbolehkan max 3 mata pelajaran yang diujikan dalam 1 hari. 4. Present specification and exclusion Present specification and exclusion adalah menentukan terlebih dahulu slot waktu yang akan digunakan oleh suatu kejadian sebelum proses pencarian solusi dilakukan. Contoh mata pelajaran agama digabung dengan kelas 1-A dan 1-B maka akan ditentukan waktu yang sama untuk kedua kelas tersebut agar tidak terganggu untuk menyusun mata pelajaran yang lain. 5. Capacity constraint Capacity constraint adalah batasan yang berhubungan dengan kapasitas ruangan. Untuk masing-masing kelas hanya boleh diisi sebanyak 40 siswa. 6. Hard and soft constraint Hard constraint adalah batasan yang sama sekali tidak boleh dilanggar, sedangkan soft constraint adalah batasan yang diusahakan semaksimal mungkin tidak dilanggar namun jika dilanggar, hal tersebut masih dapat diterima. 2.1.3 Penyelesaian Penjadwalan Penyelesaian penjadwalan dapat menggunakan metode-metode yang berhubungan dengan optimasi. Berdasarkan penelitian sebelumnya beberapa peneliti telah berhasil menyelesaikan penjadwalan dengan menggunakan algoritma-algoritma optimasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Krzysztof Socha, Michael Samples dan Max Manfrin dalam penyelesaian penjadwalan (timetable) di universitas menggunakan algoritma Ant. Dalam penelitiannya mereka menggunakan algoritma Ant dasar dan variasinya (Max Min Ant System / MMAS). Kedua algoritma tersebut diujui untuk tiga kasus penjadwalan dan menyimpulkan bahwa variasi MMAS lebih baik kinerjanya dibandingkan dengan algoritma Ant dasar [13]. Penelitian yang dilakukan oleh Ivan Ghoseiri dan Fahimeh Kemorshedsolouk dalam penyelesaian penjadwalan kereta api menggunakan Ant Colony System. Dalam penelitiannya mereka menggunakan model matematis dan berdasarkan pada ACS dalam penyelesaian penjadwalan. Masalah penjadwalan ini berdasarkan pada masalah pencarian rute terpendek atau travelling salesman problem (TSP). Dalam TSP kotakota direpresentasikan sebagai kereta api. Penjadwalan dilakukan dengan menggunatkan urutan serta memindahkan bentrokan yang terjadi. Contoh numerik diberikan dalam ukuran kecil dan juga besar dapat diselesaikan penggunakan ACS serta dibandingkan solusi optimum untuk mengecek kualitas dan ketelitian hasil dari penjadwalan. Perbandingan solusi ditunjukkan bahwa penggunaan ACS dalam penjadwalan kereta api memperoleh hasil yang bagus dan dapat menghemat waktu [5]. Penelitian yang dilakukan oleh Eley dalam penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian menggunakan variasi dari algoritma Ant. Dalam penelitiannya pendekatan Ant Colony dapat menyelesaikan permasalahan penjadwalan ujian di universitas. Pendekatan Ant Colony dapat menyelesaikan masalah optimasi kombinatorial. Dalam penelitiannya dibandingkan dua variasi algoritma Ant yaitu Max-Min dan AntCol dan dengan modifikasi algoritma perwarnaan graph [2]. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmat Selamet dalam penyelesain masalah penjadwalan kuliah di universitas menggunakan variasi dari algoritma Ant. Dalam penelitiannya menggunakan Rank Based Ant System (RBAS) untuk merancang sebuah perangkat lunak penjadwalan untuk mata kuliah, dosen dan mahasiswa di universitas. Algoritma ini ditemukan oleh Bullnheimer pada tahun 1997. RBAS

mengkombinasikan algoritma Ant dengan pemberian rangking pada setiap solusi yang ada. Rangking tersebut didasarkan pada kualitas dari solusi tersebut. Setiap iterasi pada algoritma ini akan mengerjakan sesuai dengan urutan rangking. Solusi terbaik akan menghasilkan perubahan terbesar pada tingkat pheromone, ketika solusi berikutnya mengupdate pheromone dan menurunkan jumlahnya secara linier menurut rangking mereka. Dengan menggunakan algoritma ant dengan metode berbasis rangking, mampu menghasilkan masalah penjadwalan dengan baik [12]. Penelitian yang dilakukan oleh Antonio Fenandez dalam pembangunan aplikasi penyusunan jadwal kuliah menggunakan algoritma semut. Aplikasi penjadwalan mata kuliah ini berdasarkan pada proses acak algoritma semut dan local search terbukti dapat membantu menyelesaikan kasus penjadwalan mata kuliah dengan cepat dan efisien [4]. 2.2 Ant Colony Optimization (ACO) Algoritma ant colony ini terinspirasi oleh penelitian terhadap perilaku koloni semut. Semut adalah serangga yang bersifat sosial. Mereka hidup pada suatu koloni yang mempunyai perilaku survival (mempertahankan hidup) bersama koloninya. ACO termaksuk teknik pencarian multi agent untuk menyelesaikan permasalahan optimasi, khususnya kombinatorial, yang terinspirasi tingkat laku semut dalam suatu koloni. Pertama kali diperkenalkan oleh Marco Dorigo pada tahun 1991 sebagai thesis PhDnya yang kemudian di publikasikan dengan nama Ant System (AS). 2.2.1 Konsep Dasar Ant Colony Optimization (ACO) Perilaku semut yang menarik dalam dunia nyata adalah ketika mereka mencari makan dimana mereka dapat menemukan jalur terpendek antara sumber makanan dan sarang mereka. Ketika berjalan dari sumber makanan ke sarang dan sebaliknya, semut meletakkan suatu zat (yang disebut pheromone) di sepanjang jalur yang mereka lalui. Pheromone berasal dari kata fer (membawa) dan hormon. Dengan demikian, pheromone bisa diartikan pembawa hormon, yaitu suatu hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang bisa memberikan isyarat kimiawi.

Ketika mencari makan, pada awalnya semut akan berkeliling di daerah sekitar sarangnya secara acak. Begitu mengetahui ada makanan, semut itu akan menganalisa kualitas dan kuantitas makanan tersebut dan membawa beberapa bagaian ke sarangnya. Dalam perjalanannya, mereka meninggalkan jejak berupa sejumlah zat kimia, yang disebut pheromone. Pheromone ini akan membimbing semut lain untuk menemukan sumber makanan. Jumlah pheromone yang ditinggalkan oleh semut bergantung pada jumlah makanan yang ditemukan. Semakin banyak makanan yang didapat, semakin banyak pula pheromone yang ditinggalkan. Sehingga semakin banyak semut yang melewati suatu jalur, semakin kuat pula jejak pheromone yang terkumpul di jalur tersebut [14]. Pheromone adalah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, pheromone menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies). Proses peninggalan pheromone ini dikenal sebagai stigmergy, sebuah proses memodifikasi lingkungan yang tidak hanya bertujuan untuk mengingat jalan pulang ke sarang, tetapi juga memungkinkan para semut berkomunikasi dengan koloninya. Seiring waktu, bagaimanapun juga jejak pheromone akan menguap dan akan mengurangi kekuatan daya tariknya. Lebih lama seekor semut pulang pergi melalui jalur tersebut, lebih lama jugalah pheromone menguap. Pada gambar dibawah ini mengilustrasikan proses dari stigmergy. Semut menggunakan pheromone untuk menemukan jalur terpendek antara dua ujung yang dihubungkan dengan dua cabang yaitu bawah (yang lebih pendek) dan atas(yang lebih panjang).

Gambar 2.1 Perjalanan semut menemukan sumber makanan (Sumber:Menentukan Jalur Terpendek Menggunakan Algoritma Semut, Muttakhiroh) 1. Gambar 2.1.a diatas menunjukkan ada dua kelompok semut yang akan melakukan perjalanan. Satu kelompok diberi nama L yaitu kelompok yang berangkat dari arah kiri merupakan sarang semut dan kelompok yang lain diberi nama R berangkat dari arah kanan yang merupakan sumber makanan. Kedua kelompok semut dari titik berangkat sedang dalam posisi pengambilan keputusan jalan sebelah mana yang akan diambil. Kelompok L membagi dua kelompok lagi. Sebagian melalui jalan atas dan sebagian lagi melalui jalan bawah. Hal tersebut juga berlaku untuk kelompok semut R. 2. Gambar 2.1.b dan gambar 2.1.c menunjukkan bahwa kelompok semut berjalan pada kecepatan yang sama dengan meninggalkan pheremone atau jejak kaki di jalan yang telah dilalui. Pheromone yang ditinggalkan oleh kumpulan semut yang melalui jalan atas telah mengalami banyak penguapan karena semut yang melalui jalan atas berjumlah lebih sedikit dari pada jalan yang di bawah. Hal ini dikarenakan jarak yang ditempuh lebih panjang daripada jalan bawah. Sedangkan pheromone yang berada di jalan bawah, penguapannya cenderung lebih lama. Oleh karena itu, semut yang melalui jalan bawah lebih banyak daripada semut yang melalui jalan atas.

3. Gambar 2.1.d menunjukkan bahwa semut-semut yang lain pada akhirnya memutuskan untuk melewati jalan bawah karena pheromone yang ditinggalkan masih banyak. Sedangkan pheromone pada jalan atas sudah banyak yang menguap sehingga semut-semut tidak memilih jalan atas tersebut. Semakin banyak semut yang melalui jalan bawah makan semakin banyak semut yang mengikutinya. Demikian juga dengan jalan atas, semakin sedikit semut yang melalui jalan atas, maka pheromone yang ditinggalkan semakin berkurang bahkan hilang. Dari sinilah kemudian terpilih jalur terpendek antara sarang dan sumber makanan. Hal ini berarti bahwa semakin banyak semut yang mengikuti sebuah jalur maka semakin bertambah menariklah jalur tersebut untuk dilalui. Probabilitas dimana seekor semut memutuskan untuk mengikuti suatu jalur meningkat dengan banyaknya semut yang lebih dulu menggunakan jalur tesebut [9]. Fenomena di atas diadopsi oleh Marco Dorigo ke dalam sebuah teknik komputasi yang dinamakan Ant System (AS). Tetapi, terdapat tiga perbedaan antara AS dengan koloni semut yang ada di dunia nyata, yaitu: 1. Semut buatan pada AS memiliki memory, sedangkan semut yang sesungguhnya tidak punya memory; 2. Semut buatan tidak sepenuhnya buta seperti semut yang sesungguhnya; dan 3. Semut buatan hidup di dalam lingkungan dimana waktu bersifat diskrit (bukan kontinu) [14]. 2.2.2 Varian Algoritma ACO Para ahli sudah mengusulkan beragam algoritma ACO berbeda. Tabel berikut ini menampilkan Sembilan vairan ACO secara kronologis dari tahun 1991 hingga 2001 [14]. Tabel 2.1 Sembilan varian ACO yang diusulkan oleh para ahli. Algoritma Penemu Tahun Ant System (AS) Dorigo et al. 1991 Elitist AS Dorigo et al. 1992

Tabel 2.1 Sembilan varian ACO yang diusulkan oleh para ahli. (lanjutan) Ant-Q Gambardella & Dorigo 1995 Ant Colony System Dorigo & Gambardella 1996 MAX-MIN AS Stutzle & Hoos 1996 Rank-based AS Bullnheimer et al. 1997 ANTS Maniezzo 1999 BWAS Cordon et al. 2000 Hyper-cube AS Blum et al. 2001 Pada penelitian ini salah satu varian ACO yang digunakan untuk penyelesaian penjadwalan kegiatan belajar mengajar adalah Ant Colony System (ACS). 2.2.3 Ant Colony System (ACS) Ant Colony System (ACS) juga merupakan perbaikan dari AS yang asli. ACS diperkenalkan oleh Gambardella dan Dorigo pada tahun 1996 [1]. Pada ACS, semut berfungsi sebagai agen yang ditugaskan untuk mencari solusi terhadap suatu masalah optimasi. Pada awalnya ACS dibangun untuk menyelesaikan masalah TSP, tetapi pada perkembangannya ACS juga diaplikasikan pada permasalahan optimasi kombinatorial seperti masalah vehicle routing problem, sequential ordering, dan penjadwalan. Secara informal, ACS bekerja sebagai berikut : pertama kali, sejumlah m semut ditempatkan pada sejumlah n titik berdasarkan beberapa aturan inisialisasi (misalnya, secara acak). Setiap semut membuat sebuah tur dengan menerapkan sebuah aturan transisi status secara berulang kali. Selagi membangun turnya, seekor semut juga memodifikasi jumlah pheromone (sejumlah informasi yang ditinggalkan oleh semut di tempat yang dilalui dan menandai jalur tersebut) pada ruas-ruas yang dikunjunginya dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone lokal. Setelah semut-semut mengakhiri tur mereka, jumlah pheromone yang ada pada ruas-ruas dimodifikasi kembali (dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global). Dalam membuat tur, semut dipandu oleh informasi heuristic (mereka lebih memilih ruas-ruas yang pendek) dan oleh informasi pheromone. Sebuah ruas dengan jumlah

pheromone yang tinggi merupakan pilihan yang sangat diinginkan. Kedua aturan pembaruan pheromone itu dirancang agar semut cenderung untuk memberi lebih banyak pheromone pada ruas-ruas yang harus mereka lewati. Tujuan utama dari peng-update-an lokal adalah untuk diversifikasi pencarian yang dilakukan oleh semut-semut yang berurutan selama satu iterasi. Dengan menggunakan cara ini, hasil pencarian akan menjadi lebih bervariasi. Penurunan intensitas pheromone pada busur-busur yang dilewati selama satu iterasi membuat semut-semut yang berurutan memilih busur lain sehingga menghasilkan solusi-solusi yang beragam. Hal ini memperkecil kemungkinan beberapa semut menghasilkan solusi-solusi yang sama persis (identik) selama satu iterasi. Terdapat tiga karakteristik utama dari ACS, yaitu : aturan transisi status, aturan pembaharuan pheromone lokal, dan aturan pembaharuan pheromone global. 1. Aturan transisi status Aturan transisi status yang berlaku pada ACS adalah sebagai berikut: seekor semut yang ditempatkan pada titik t memilih untuk menuju ke titik v, kemudian diberikan bilangan pecahan acak q dimana 0 q 1, q 0 adalah sebuah parameter yaitu Probabilitas semut melakukan eksplorasi pada setiap tahapan, dimana (0 q 1) dan p k (t,v) adalah probabilatas dimana semut k memilih untuk bergerak dari titik t ke titik v. Jika q q 0 maka pemilihan titik yang dituju menerapkan aturan yang ditunjukkan oleh persamaan (1) temporary (t, u) = [τ(t, u i )]. [η(t, u i )] β, i = 1,2,3,, n v = max{[τ(t, u i )]. [η(t, u i ) β ]}. (1) dengan v = titik yang akan dituju sedangkan jika q > q 0 digunakan persamaan (2) v = p k (t, v) = dengan η(t, u i ) = [τ(t,v)].[η(t,v) β ] n i=1[τ(t,u i )].[η(t,u i ) β ] 1 jarak (t,u i ) (2) dimana τ(t, u) adalah nilai dari jejak pheromone pada titik (t, u), τ(t, u) adalah fungsi heuristic dimana dipilih sebagai invers jarak antara titik t dan u, β merupakan sebuah

parameter yang mempertimbangkan kepentingan relative dari informasi heuristic, yaitu besarnya bobot yang diberikan terhadap parameter informasi heuristic sehingga solusi yang dihasilkan cenderung berdasarkan nilai fungsi matematis. Nilai untuk parameter β adalah 0. Pada ACS pembaruan pheromone dibagai menjadi 2, yaitu : aturan pembaruan pheromone lokal dan aturan pembaruan pheromone global. 2. Aturan pembaharuan pheromone lokal Dalam melakukan perjalanan untuk mencari jalur terpendek, semut mengunjungi ruas-ruas dan mengubah tingkat pheromone pada ruas-ruas tersebut dengan menerapkan pheromone lokal yang ditunjukkan oleh persamaan (3) τ(t, v) (1 ρ). τ(t, v) + ρ. τ(t, v).. (3) τ(t, v) = 1 L mn. c dimana: L mn c = panjang tur yang diperoleh = jumlah lokasi ρ = parameter dengan nilai 0 sampai 1 τ = perubahan pheromone ρ adalah sebuah parameter (koefisien evaporasi), yaitu besarnya koefisien penguapan pheromone. Adanya penguapan pheromone menyebabkan tidak semua semut mengikuti jalur yang sama dengan semut sebelumnya. Hal ini memungkinkan dihasilkan solusi alternatif yang lebih banyak. Peranan dari aturan pembaruan pheromone lokal ini adalah untuk mengacak arah lintasan yang sedang dibangun, sehingga titik-titik yang telah dilewati sebelumnya oleh tur seekor semut mungkin akan dilewati kemudian oleh tur semut yang lain. Dengan kata lain, pengaruh dari pembaruan lokal ini adalah untuk membuat tingkat ketertarikan ruas-ruas yang ada berubah secara dinamis : setiap kali seekor semut menggunakan sebuah ruas maka ruas ini dengan segera akan berkurang tingkat ketertarikannya (karena ruas tersebut kehilangan sejumlah pheromone-nya), secara

tidak langsung semut yang lain akan memilih ruas-ruas lain yang belum dikunjungi. Konsekuensinya, semut tidak akan memiliki kecenderungan untuk berkumpul pada jalur yang sama. Merupakan sifat yang diharapkan bahwa jika semut membuat tur-tur yang berbeda maka akan terdapat kemungkinan yang lebih tinggi dimana salah satu dari mereka akan menemukan solusi yang lebih baik daripada mereka semua berkumpul dalam tur yang sama. Dengan cara ini, semut akan membuat penggunaan informasi pheromone menjadi lebih baik tanpa pembaharuan lokal, semua semut akan mencari pada lingkungan yang sempit yang terbaik yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Aturan pembaharuan pheromone global Pada sistem ini, pembaruan pheromone secara global hanya dilakukan oleh semut yang membuat tur terpendek sejak permulaan percobaan. Pada akhir sebuah iterasi, setelah semua semut menyelesaikan tur mereka, sejumlah pheromone ditaruh pada ruas-ruas yang dilewati oleh seekor semut yang telah menemukan tur terbaik (ruasruas yang lain tidak diubah). Tingkat pheromone itu diperbarui dengan menerapkan aturan pembaruan pheromone global yang ditunjukkan oleh persamaan (4). τ(t, v) (1 α). τ(t, v) + α. τ(t, v) (4) 1 L gb τ(t, v) = 0 dimana: jika (t,v) ε tur_terbaik τ(t, v) L gb = nilai pheromone akhir setelah mengalami pembaruan lokal = panjang jalur terpendek pada akhir siklus α = parameter dengan nilai antara 0 sampai 1 τ = perubahan pheromone τ(t, v) bernilai 1 L gb jika ruas (t,v) merupakan bagian rute terbaik namun jika sebaliknya τ(t, v) = 0. α adalah tingkat kepentingan relatif dari pheromone atau besarnya bobot yang diberikan terhadap pheromone, sehingga solusi yang dihasilkan cenderung mengikuti sejarah masa lalu dari semut dari perjalanan sebelumnya, dimana nilai parameter α adalah 0, dan L gb adalah panjang dari tur terbaik secara global sejak permulaan percobaan. Pembaruan pheromone global dimaksudkan untuk

memberikan pheromone yang lebih banyak pada tur-tur yang lebih pendek. Persamaan (3) menjelaskan bahwa hanya ruas-ruas yang merupakan bagian dari tur terbaik secara global yang akan menerima penambahan pheromone [8].