BAB IV HASIL DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB III PERANCANGAN MODEL KANAL DAN SIMULASI POWER CONTROL DENGAN MENGGUNAKAN DIVERSITAS ANTENA

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB II POWER CONTROL CDMA PADA KANAL FADING RAYLEIGH

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISISNYA

KINERJA SISTEM OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS) LAPORAN TUGAS AKHIR. Oleh: YUDY PUTRA AGUNG NIM :

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISA HASIL SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMODELAN SISTEM

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA

KINERJA TEKNIK TRANSMISI OFDM MELALUI KANAL HIGH ALTITUDE PLATFORM STATION (HAPS)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

Kinerja Teknik Transmisi OFDM melalui Kanal HAPS (High Altitude Platform Station)

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

OFDM : Orthogonal Frequency Division Multiplexing

Estimasi Doppler Spread pada Sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan Metode Phase Difference

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang 1.2. Perumusan Masalah

Jurnal JARTEL (ISSN (print): ISSN (online): ) Vol: 3, Nomor: 2, November 2016

Unjuk kerja Trellis Code Orthogonal Frequency Division Multiplexing (TCOFDM) pada kanal Multipath Fading (Andreas Ardian Febrianto)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori Teknologi Radio Over Fiber

BAB III MODEL SISTEM CLOSED-LOOP POWER CONTROL PADA CDMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. perang ataupun sebagai bagian dari sistem navigasi pada kapal [1].

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Modulasi. S1 Informatika ST3 Telkom Purwokerto

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Spektrum dan Domain Sinyal

SISTEM TRANSMISI MULTICARRIER ORTHOGONAL CDMA Sigit Kusmaryanto

PERBANDINGAN KINERJA ANTARA OFDM DAN OFCDM PADA TEKNOLOGI WiMAX

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Sistem Komunikasi HAPS

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

Analisa Kinerja Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

Presentasi Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

BAB II PROPAGASI SINYAL. kondisi dari komunikasi seluler yaitu path loss, shadowing dan multipath fading.

Sistem Telekomunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Simulasi Dan Analisa Efek Doppler Terhadap OFDM Dan MC-CDMA

STUDI OFDM PADA KOMUNIKASI DIGITAL PITA LEBAR

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1

BAB III DISCRETE FOURIER TRANSFORM SPREAD OFDM

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Modulasi Digital: PSK dan ASK

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: A-111

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

BAB II DASAR TEORI. sebagian besar masalahnya timbul dikarenakan interface sub-part yang berbeda.

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

BABII. LANDASAN TEORI

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

SISTEM KOMUNIKASI CDMA Rr. Rizka Kartika Dewanti, TE Tito Maulana, TE Ashif Aminulloh, TE Jurusan Teknik Elektro FT UGM, Yogyakarta

Modulasi adalah proses modifikasi sinyal carrier terhadap sinyal input Sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, siny

6.2. Time Division Multiple Access (TDMA)

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

UNJUK KERJA FREQUENCY HOPPING PADA KANAL SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK YANG MENGALAMI RAYLEIGH FADING INTISARI

BAB 3 ALGORITMA DAN MODEL 2K FFT-IFFT CORE

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Modulasi Sudut / Modulasi Eksponensial

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Multiple Access

BAB I 1.1 Latar Belakang

Analisa Power Spectral Density pada Sistem Orthogonal Wavelet Division Multiplexing Berbasis Wavelet Packet

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

Sub Sistem Pemancar Pada Sistem Pengukuran Kanal HF Pada Lintasan Merauke-Surabaya

KINERJA TEKNIK SINKRONISASI FREKUENSI PADA SISTEM ALAMOUTI-OFDM

Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA. dengan Teknik Alamouti-STBC. Oleh Sekar Harlen NIM:

BAB II NOISE. Dalam sistem komunikasi, keberhasilan penyampaian informasi dari pengirim

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan diuraikan hasil simulasi pengaruh K - factor pada kondisi kanal yang terpengaruh Delay spread maupun kondisi kanal yang dipengaruhi oleh frekuensi Doppler. Kinerja dari keseluruhan system yang digunakan dilihat berdasarkan jumlah bit error rate (BER) pada beberapa SNR yang digunakan. Semakin kecil nilai BER maka kinerja system semakin baik. Untuk mempermudah penulisan makan secara garis besar hasil simulasi akan dibagi menjadi dua bagian besar yaitu pengaruh K factor pada kondisi kanal yang dipengaruhi Delay Spread dan pengaruh K factor pada kondisi kanal yang dipengaruhi oleh frekuensi Doppler. 4.2 Pengaruh K-factor pada Kondisi Kanal yang Dipengaruhi Time Delay Spread Hasil simulasi pengaruh K factor ( perbedaan sudut elevasi pengirim dan penerima) dengan berbagai perbedaan bitrate [0.5 1 2 4] Mbps sinyal yang dikirim ditunjukkan oleh Gambar 4.1 Gambar 4.9. Hasil simulasi menunjukkan kinerja BER pada masing- masing K factor dengan perbedaan variasi bitrate pada frekuensi Doppler 50 Hz. Kita akan melihat pengaruh K factor pada kondisi kanal yang dipengaruhi time delay spread dimana Coherence bandwidth sangat berpengaruh pada kondisi kanal seperti ini. 50

4.2.1 K factor = 1.4 ( Sudut elevasi 10 0 ) Gambar 4.1 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 1.4 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.1 Perbandingan kinerja BER pada K factor 1.4 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps ) BER pada SNR 20 db 0. 5 0.0108 1 0.0217 2 0.0383 4 0.0768 Terlihat sangat jauh perbedaan BER saat system bekerja pada bitrate 0.5 Mbps dan bitrate 4 Mbps. Pada bitrate 0.5 Mbps terjadi 108 bit error ketika dilakukan pengiriman bit sebanyak 10000 bit. Sedangkan untuk bitrate 4 Mbps terjadi 768 error dengan pengiriman bit yang sama. 51

4.2.2 K factor 2.0 (Sudut Elevasi 20 0 ) Gambar 4.2 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 2.0 dengan bitrate yang berbeda. Tabel 4.2 Perbandingan kinerja BER pada K factor 2.0 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps ) BER pada SNR 20 db 0. 5 0.0065 1 0.0132 2 0.0264 4 0.0531 Pada K factor 2.0 (sudut elevasi 20 0 ) terlihat tidak ada perubahan yang cukup segnifikan mengubah BER walaupun memang terjadi perbaikan BER pada masing- masing bitrate. Namun rentang BER antara bitrate 0.5 Mbps dengan 4 Mbps terlihat sangat jauh dibandingkan dengan sebelumnya. 52

4.2.3 K factor = 2.3 ( Sudut elevasi 30 0 ) Gambar 4.3 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 2.3 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.3 Perbandingan kinerja BER pada K factor 2.3 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps ) BER pada SNR 20 db 0. 5 0.0048 1 0.0096 2 0.0199 4 0.0399 Pada K factor 2.3 (sudut elevasi 30 0 ) memperlihatkan performa yang semakin baik. Pada bitrate 0.5 Mbps terjadi perbaikan 17 bit dibandingkan dengan K factor 2.0 (sudut elevasi 20 0 ) dan 60 bit jika dibandingkan dengan K factor 1.4 (sudut elevasi 10 0 ). 53

4.2.4 K factor = 2.7 ( Sudut elevasi 40 0 ) Gambar 4.4 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 2.7 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.4 Perbandingan kinerja BER pada K factor 2.7 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps ) BER pada SNR 20 db 0. 5 0.0025 1 0.0057 2 0.0119 4 0.0247 Pada K factor 2.7 ( sudut elevasi 40 0 ) juga memperlihatkan performa yang semakin baik. Pada bitrate 0.5 Mbps terlihat perbaikan bit sebanyak 23 bit dibandingkan dengan bitrate pada K factor 2.3. Terlihat juga bahwa ketika bitrate semakin besar maka bit error rate (BER) juga semakin meningkat. 54

4.2.5 K factor = 4.6 ( Sudut elevasi 50 0 ) Gambar 4.5 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 4.6 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.5 Perbandingan kinerja BER pada K factor 4.6 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps) BER pada SNR 10 db BER pada SNR 15 db 0.5 0.0046 0.0004 1 0.0066 0.0012 2 0.0089 0.0026 4 0.0181 0.0057 Pada K factor 4.6 (sudut elevasi 50 0 ) perbaikan kinerja system sangat berubah drastis. Terlihat dari grafik untuk keadaan SNR 15 db pada bitrate 0.5 Mbps hanya terdapat 4 bit error ketika kita mengirim bit sebanyak 10000 bit. Kondisi ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan bitrate pada K factor sebelumnya (sudut elevasi kurang dari 50 0 ). 55

4.2.6 K factor = 6.4 ( Sudut elevasi 60 0 ) Gambar 4.6 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 6.4 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.6 Perbandingan kinerja BER pada K factor 6.4 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps) BER pada SNR 10 db BER pada SNR 15 db 0.5 0.0029 0.0001 1 0.0037 0.0002 2 0.0050 0.0006 4 0.0097 0.0013 Pada K factor 6.4 (sudut elevasi 60 0 ) untuk bitrate yang sama yaitu pada bitrate 0.5 Mbps SNR 10 db memperlihatkan performa yang hampir sama dengan kondisi pada K factor 2.7 (sudut elevasi 40 0 ) pada SNR 20 db yaitu memiliki BER= 0.0025 = 25 x 10-4. Terjadi gain SNR sebesar 10 db. 56

4.2.7 K factor = 9.2 ( Sudut elevasi 70 0 ) Gambar 4.7 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 9.2 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.7 Perbandingan kinerja BER pada K factor 9.2 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps ) BER pada SNR 10 db 0. 5 0.0016 1 0.0022 2 0.0027 4 0.0050 Jika pada K factor 6.4 (sudut elevasi 60 0 ) untuk bitrate 0.5 Mbps grafik simulasi menunjukkan kinerja system dengan BER= 29 x 10-4 pada SNR 10 db maka pada K factor 9.2 (sudut elevasi 70 0 ) menunjukkan performa yang hampir sama yaitu menunjukkan kinerja system dengan BER = 27 x 10-4 pada SNR 10 db untuk bitrate 2 Mbps. 57

4.2.8 K factor = 12.2 ( Sudut elevasi 80 0 ) Gambar 4.8 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 12.2 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.8 Perbandingan kinerja BER pada K factor 12.2 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps ) BER pada SNR 10 db 0. 5 0.0012 1 0.0015 2 0.0016 4 0.0031 Pada K factor 12.2 (sudut elevasi 80 0 ) menunjukkan perilaku yang sama dengan kondisi pada K factor 9.2 (sudut elevasi 90 0 ) yaitu pada SNR 10 db, 58

kinerja system untuk bitrate 2 Mbps pada K factor 12.2 dan bitrate 0.5 Mbps pada K factor 9.2 menunjukkan BER = 16 x 10-4. 4.2.9 K factor = 16.8 ( Sudut elevasi 90 0 ) Gambar 4.9 Grafik kinerja BER terhadap SNR pada K factor 16.8 dengan bitrate yang berbeda Tabel 4.9 Perbandingan kinerja BER pada K factor 16.8 dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps ) BER pada SNR 10 db 0. 5 0.0009 1 0.0009 2 0.0009 4 0.0018 59

Pada K factor 16.8 ( sudut elevasi 90 0 ) menunjukkan performa system yang paling baik diantara semua. Juga pada kondisi bitrate dari 0.5 Mbps 2 Mbps menunjukkan kinerja system sama yaitu BER= 9 x 10-4 dan pada bitrate 4 Mbps kinerja system mengalami penurunan sebesar dua kali bit error dari keadaan pada bitrate 0.5 Mbps 2 Mbps. Dari keseluruhan system terlihat bahwa berubahnya K factor akan mempengaruhi kinerja system. Semakin besar bertambahnya K factor juga akan mempengaruhi semakin besar perbaikan pada system. Namun yang menarik dilihat adalah pengaruh K factor ini pada kondisi dimana kondisi kanal dipengaruhi oleh multipath time delay spread. Pada kondisi ini kita akan melihat pengaruh K factor pada kondisi kanal yang mengalami flat fading maupun frekuensi selective fading. Pada simulasi ini akan dilihat pengaruh multipath delay karena berubahnya laju bit atau bitrate sinyal yang dikirim. Gambar 4.10 Fading skala kecil berdasarkan Multipath Time Delay Spread Kanal multipath dapat diturunkan dari power delay profile yang merupakan daya relatif antara sinyal yang diterima pada waktu tunda tertentu (delay) bila dibandingkan dengan daya referensi. Power delay profile didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata suatu daya sesaat pada suatu area lokal untuk menunjukkan nilai rata-rata power delay profile skala kecil. 60

Untuk membandingkan kanal multipath yang berbeda-beda dan mendesain suatu sistem wireless maka dibutuhkan parameter utama pembentuknya yaitu mean excess delay, rms delay spread dan excess delay spread (X db). Parameter diatas dapat diturunkan dari suatu power delay profile. Suatu kanal pita lebar pada umumnya ditentukan oleh mean excess delay( τ ) dan rms delay spread(σ t ). Mean excess delay didefenisikan sebagai : a τ P( τ )τ k τ= = 2 k k k k k 2 ak P( τ k) k k (4.1) Rms delay spread didefenisikan sebagai : 2 2 σ t = τ ( τ ) (4.2) dimana : a τ P( τ )τ 2 k τ = = 2 2 2 k k k k k 2 ak P( τ k) k k (4.3) Dari model Davis [3] yang digunakan sebagai parameter dalam simulasi diperoleh Rms delay spread (σ t ) = 0.21 ns dengan frekuensi korelasi 0.9. maka Coherence Bandwidth dapat dinyatakan sbb: B c 1 50σ = 1 = 0.952 50 0.21ns MHz τ Coherence bandwidth didefenisikan sebagai karakteristik kanal yang memberikan respon flat pada rentang frekuensi tertentu. Flat memiliki pengertian bahwa kanal akan melewatkan seluruh komponen frekuensi tersebut dengan gain dan fasa yang linier. 61

Pada simulasi yang dilakukan bandwidth sinyal yang dikirim akan merepresentasikan kondisi kanal yang terjadi. Jika Bandwidth sinyal (Bs) lebih kecil dari Coherence Bandwidth (Bc) maka terjadi flat fading dan sebaliknya jika Bs lebih besar dari Bc maka terjadi frequency selective fading. Berikut tabel yang menunjukkan perilaku sinyal pada kondisi kanal sbb: Tabel 4.10 Perilaku kanal dengan bitrate yang berbeda Bitrate (Mbps) Bandwidth Sinyal (MHz) Coherence BW (MHz) Perilaku Kanal 0.5 0.25 0.952 Flat fading 1 0.5 0.952 Flat fading 2 1 0.952 Frequency Selective fading 4 2 0.952 Frequency Selective fading Dari keseluruhan hasil simulasi terlihat bahwa semakin meningkat bitrate maka semakin buruk kinerja system. Pada K factor dengan sudut elevasi antara 10 0-40 0 menunjukkan bahwa ketika bitrate dinaikkan dua kali ( dari 0.5 Mbps menjadi 1 Mbps) maka BER bertambah menjadi dua kali. Jika bitrate dinaikkan menjadi 4 kali (menjadi 2 Mbps) maka BER bertambah empat kali BER semula. Namun ketika bitrate dijadikan delapan kali bitrate semula ( 4 Mbps) maka BER bertambah cukup signifikan dari 8-10 kali BER semula. Ini disebabkan karena sinyal bekerja pada kondisi kanal yang frequency selective fading menyebabkan adanya penyebaran waktu dari symbol-simbol yang dikirim melalui kanal mengakibatkan terjadinya ISI. ISI inilah yang menyebabkan BER setiap grafik meningkat. Namun pada K factor dengan sudut elevasi diatas 40 0 peningkatan bitrate justru tidak meningkatkan BER secara signifikan (pada bitrate 1, 2 Mbps). Pada kondisi bitrate 4 Mbps barulah terasa peningkatan BER dua kali BER 62

semula. Kondisi ini juga sama seperti pada K factor dengan sudut elevasi dibawah 50 0 yaitu karena sinyal bekerja pada kanal yang frequency selective fading (2,4 Mbps) dengan perbedaan Bandwidth sinyal dan Coherence Bandwidth yang cukup besar sehingga menyebabkan adanya penyebaran waktu dari symbolsimbol yang dikirimkan. Dengan membandingkan bitrate pada masing-masing K factor. Kita juga dapat melihat overlap kinerja pada masing-masing bitrate pada K factor. Sebagai contoh BER sekitar 25 x 10-3 pada SNR 20 db dapat kita peroleh pada bitrate 1 Mbps pada K factor 1.4 (sudut elevasi 10 0 ), 2 Mbps pada K factor 2.0 (sudut elevasi 20 0 ), 4 Mbps pada K factor 2.7 (sudut elevasi 40 0 ). Untuk BER 50 x 10-4 dapat menggunakan bitrate sebesar 1 Mbps untuk SNR 20 db pada K factor 2.7 (sudut elevasi 40 0 ), bitrate 2 Mbps untuk SNR 10 db pada K factor 6.4 (sudut elevasi 60 0 ), bitrate 4 Mbps untuk SNR 10 db pada K factor 9.2 (sudut elevasi 70 0 ). Dengan kinerja yang sama pada K factor 2.7 dapat menggunakan bitrate dua kali lebih besar untuk K factor 6.4 dan empat kali lebih besar untuk K factor 9.2 dengan menurunkan SNR sebesar 10 db. 4.3 Pengaruh K-factor pada Kondisi Kanal yang Dipengaruhi Doppler Spread Hasil simulasi menunjukkan kinerja BER pada masing- masing K factor dengan perbedaan variasi frekuensi Doppler. Kita akan melihat pengaruh K factor pada kondisi kanal yang dipengaruhi Doppler spread dimana Coherence time (Tc) sangat berpengaruh pada kondisi kanal seperti ini. 63

Gambar 4.11 Grafik kinerja BER terhadap frekuensi Doppler dengan Variasi K factor pada Rb=1 Mbps Gambar 4.12 Grafik kinerja BER terhadap frekuensi Doppler dengan Variasi K factor pada Rb= 2 Mbps 64

Gambar 4.13 Grafik kinerja BER terhadap frekuensi Doppler dengan Variasi K factor pada Rb= 4 Mbps Doppler spread dan coherence time merupakan parameter yang menjelaskan informasi tentang keadaan kanal yang berubah terhadap waktu baik yang disebabkan oleh pergerakan penerima maupun pergerakan benda-benda pada kanal tersebut. Doppler spread, B D, merupakan pengukuran pelebaran spektral frekuensi yang disebabkan oleh sifat kanal yang berubah terhadap waktu. Doppler spread juga didefenisikan sebagai rentang frekuensi dimana spektrum Doppler yang diterima tidak nol. Ketika suatu sinyal dikirimkan dengan frekuensi carrier, f c, maka sinyal akan memiliki komponen pada rentang f c -f d dan f c +f d, dimana f d adalah pergeseran Doppler (Doppler Shift). Nilai dari f d tergantung dari kecepatan dari penerima dan sudut θ antara arah pergerakan penerima dan arah gelombang yang akan diterima. Jika bandwidth sinyal baseband jauh lebih besar dibandingkan B D, maka efek dari pergeseran Doppler dapat diabaikan. 65

Coherence time, T c, merupakan representasi waktu dari pergeseran Doppler dan digunakan untuk menjelaskan karakteristik kanal yang berubah pada domain waktu. Coherence time dan Doppler spread memiliki nilai yang saling berkebalikan satu sama lain. T C 1 (4.4) f m Jika coherence time didefinisikan sebagai waktu dimana fungsi korelasi waktu diatas 50%, maka dapat diambil pendekatan nilai coherence time sebagai berikut : T C 9 16π f (4.5) m Dari keseluruhan system terlihat bahwa berubahnya K factor akan mempengaruhi kinerja system. Semakin besar bertambahnya K factor juga akan mempengaruhi semakin besar perbaikan pada system. Namun yang menarik dilihat adalah pengaruh K factor ini pada kondisi dimana kondisi kanal dipengaruhi oleh Doppler spread. Diilustrasikan oleh gambar berikut ini. Gambar 4.14 Fading skala kecil berdasarkan Doppler Spread Pada simulasi yang dilakukan variasi frekuensi Doppler akan merepresentasikan kondisi kanal yang terjadi. Jika perioda symbol lebih kecil dari coherence time maka kondisi kanal mengalami slow fading dan sebaliknya jika 66

peroda symbol lebih besar dari coherence time maka kondisi kanal mengalami fast fading. Berikut tabel yang menunjukkan perilaku sinyal pada kondisi kanal sbb: Tabel 4.11 Perilaku kanal dengan frekuensi Doppler yang berbeda Frekuensi Doppler Maksimum (Hz) T C 9 (ms) 16π f m Perioda Symbol Perilaku Kanal Ts (µs) 60 7.05 2 Slow fading 100 4.23 2 Slow fading 120 3.525 2 Slow fading 150 2.82 2 Slow fading 190 2.226 2 Slow fading 215 1.967 2 Slow fading 225 1.88 2 Slow fading Dengan kata lain untuk symbol rate yang tinggi seperti pada system transmisi OFDM hampir terpenuhi setiap saat kondisi slow fading. Pada Gambar 4.11 terlihat bahwa pengaruh frekuensi Doppler sangat terasa terutama pada nilai SNR 15 db. Pada nilai SNR ini, naiknya nilai frekuensi Doppler mengakibatkan kinerja BER semakin buruk. Hal ini wajar terjadi karena frekuensi Doppler sebanding dengan pergerakan pengirim atau penerima dalam mengirimkan ataupun menerima data. Semakin besar laju pergerakan ini mengakibatkan spread antara frekuensi carrier yang dikirimkan dengan frekuensi yang diterima semakin besar sehingga mengakibatkan adanya fluktuasi phasa sinyal yang memicu terjadinya error. Namun semakin bertambahnya K factor (sudut elevasi semakin besar) sangat berpengaruh pada perbaikan kinerja system dengan semakin menurunnya nilai BER. 67