Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel

dokumen-dokumen yang mirip
Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

patokan subsidi (Mean of Pajak BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Biro

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

JIKA SUBSIDI BBM DIPATOK RP PER LITER

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Simulasi Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) tahun 2014

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

Ketidakwajaran perhitungan Pemerintah dan DPR (dugaan markup), terkait rencana kenaikan harga BBM 2012

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Faktor Minyak & APBN 2008

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

PENERAPAN PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TERKAIT BBM BERSUBSIDI

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

24/11/2014. ICW - Catatan Kritis terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

MENGELOLA SUBSIDI ENERGI, MENJAGA KESEIMBANGAN ANGGARAN IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC WAKIL SEKJEN DPP PARTAI GOLKAR BID. ESDA

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Subsidi BBM pada APBN. Komposisi Subsidi pada APBN 55% 50% 44% 44% 43% 35% 33% 33% APBN APBN LKPP LKPP LKPP APBN. Perkembangan Subsidi BBM ( )

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Subsidi dan Tata Kelola Keuangan Negara: Inefektif dan Manipulatif

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

1. Tinjauan Umum

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI DISCLAIMER

Kenaikan Harga Minyak Mentah Dunia 1

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

Disampaikan pada Seminar Membuka Sumbatan Investasi Efisiensi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang Kebijakan dan Regulasi

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Potret Kinerja Migas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi penggunaan BBM (bahan bakar minyak) di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

PENELAAHAN BESARAN SUBSIDI BIODIESEL. Agus Nurhudoyo

SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK PADA APBN-PERUBAHAN 2005

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. tetap rendah. Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization)

KEBIJAKAN KONVERSI BAHAN BAKAR GAS UNTUK KENDARAAN BERMOTOR

Negara Hadapi Risiko Likuiditas

SURVEI PERSEPSI PASAR

DUKUNGAN FISKAL BAGI PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PUBLIK

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Kebijakan Harga BBM dan Dampak pada APBN, Ekonomi dan Sosial

ANALISIS MASALAH BBM

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

MUNGKINKAH ADA HARGA BBM BERAZAS KEADILAN DI INDONESIA?

Bukan berarti rencana tersebut berhenti. Niat pemerintah membatasi pembelian atau menaikkan harga BBM subsidi tidak pernah berhenti.

Copyright BPH Migas 2014, All Rights Reserved

2015, No Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhi

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Dalam periode 2005

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURVEI PERSEPSI PASAR

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi di Indonesia masih terpusat di pulau Jawa.Hal tersebut. dikarenakan pusat perekonomian terbesar masih berada di Pulau Jawa.

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Ne

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURVEI PERSEPSI PASAR

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Transkripsi:

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel I M A N S U G E M A I N T E R N A T I O N A L C E N T E R F O R A P P L I E D F I N A N C E & E C O N O M I C S I N S T I T U T P E R T A N I A N B O G O R

OUTLINE 2 Kesalahan 1: prodoction & consumption mismatch Kesalahan 2: mensubsidi energi mahal untuk orang kaya Kesalahan 3: membiayai subsidi dengan utang Kesalahan 4: mengadopsi formula yang berisiko tinggi Memperbaiki kesalahan: strategi jangka pendek dan jangka menengah-panjang

Kesalahan 1: Production & Consumption Mismatch 3

Energy mix (2013) 4

Energy unit price (USD/BOE), 2013 5

Energy unit cost (2013) energy mix X unit price 6

Implikasi terhadap neraca perdagangan Trade Balance Total Oil&Gas Non O&G 2010Q1 4,848 1,142 3,706 2010Q2 4,572 967 3,605 2010Q3 5,439 988 4,450 2010Q4 6,445 135 6,310 2011Q1 7,442 365 7,077 2011Q2 6,090 (1,399) 7,489 2011Q3 7,137 409 6,729 2011Q4 3,481 (25) 3,506 2012Q1 1,826 (884) 2,710 2012Q2 (1,972) (1,156) (816) 2012Q3 830 (779) 1,609 2012Q4 (2,397) (2,421) 24 2013Q1 (985) (2,855) 1,870 2013Q2 (4,050) (2,104) (1,946) 2013Q3 (2,663) (2,626) (36) 2013Q4 1,646 (2,124) 3,770 2014Q1 1,332 (2,621) 3,953 7 There is no easy way to improve trade balance in the short run: The oil and gas deficits will continue to worsen as domestic production of oil and gas continue to decline and at the same time the consumption continue to increase The non-oil surplus have to be increased, but that would depend on competitiveness and world demand In the near term, the government will maintain weak exchange rate to stimulate export and to tighten imports (artificial competitiveness)

Kesalahan 2: Mensubsidi energi mahal untuk orang kaya 8 60 % subsidi BBM dinikmati oleh 20% keluarga decile teratas Unit (juta) Subsidi (%) Sepeda motor 83.2 40% Mobil 12.3 53% Lainnya 2.5 7% Pemilik mobil adalah orang kaya

Kesalahan 3: membiayai subsidi dgn utang 9 201 0 201 1 201 2 201 3 201 4 201 5 LKPP LKPP LKPP LKPP APBNP RAPBN A. Pendapatan Negara dan Hibah 995.3 1,210.6 1,338.1 1,438.9 1,635.4 1,762.3 I. Pendapatan Dalam Negeri 992.2 1,205.3 1,332.3 1,432.1 1,633.1 1,758.9 1. Penerimaan Perpajakan 723.3 873.9 980.5 1,077.3 1,246.1 1,370.8 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 268.9 331.5 351.8 354.8 386.9 388.0 II. Penerimaan Hibah 3.0 5.3 5.8 6.8 2.3 3.4 B. Belanja Negara 1,042.1 1,295.0 1,491.4 1,650.6 1,876.9 2,019.9 I. Belanja Pemerintah Pusat 697.4 883.7 1,010.6 1,137.2 1,280.4 1,379.9 a.l. subsidi BBM,BBG, LPG 82.4 165.2 211.9 210.0 246.5 291.1 II. T ransfer Ke Daerah dan Dana Desa 344.7 411.3 480.6 513.3 596.5 640.0 C. Keseimbangan Primer 41.5 8.9 (52.8) (98.6) (106.0) (103.5) D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) (46.8) (84.4) (153.3) (211.7) (241.5) (257.6) tanpa subsidi BBM, BBG, LPG 35.6 80.8 58.6 (1.7) 5.0 33.5 E. Pembiayaan 91.6 130.9 175.2 237.4 241.5 257.6 I. Pembiayaan Dalam Negeri 96.1 148.7 198.6 243.2 254.9 281.4 II. Pembiayaan Luar negeri (neto) (4.6) (17.8) (23.5) (5.8) (13.4) (23.8) Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 44.71 46.55 21.86 25.72

Kesalahan 4: Mengadopsi skema subsidi yang berisiko tinggi 10 160 140 120 100 80 60 40 20 0 WTI USD per barrel (kiri) Linear (WTI USD per barrel (kiri)) Rp per USD (kanan) 13000 12000 11000 10000 9000 8000 7000 6000 Tiga sumber risiko subsidi BBM: (1) harga minyak dunia, (2) nilai tukar dan (3) kuota Harga minyak dunia: dalam jangka panjang cenderung meningkat terus. Volatilitas, bisa terjadi dalam jangka pendek Nilai tukar: fluktuasi jangka pendek sangat tajam. Kuota: cenderung meningkat terus 50 45 40 35 Kuota subsidi BBM (juta KL) 46.4 46 44.8 41.4 38.2 Implikasi: subsidi cenderung meningkat dalam jangka panjang, dan sulit untuk memprediksinya dalam jangka pendek. 30 2010 2011 2012 2013 2014

cenderung membengkak dan tak terkendali 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 Realisasi subsidi BBM BBG LPG (Rp Triliun) 82.4 165.2 211.9 210.0 246.5 Nilai subsidi membengkak 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir: rata-rata pertumbuhan 36% per tahun atau 3 kali lipat pertumbuhan penerimaan negara (beban tumbuh lebih cepat dibanding kemampuan menanggung beban) Kenaikan harga di thn 2013, gagal menurunkan beban di thn 2014 Tabel: realisasi selalu meleset dari asumsi 0.0 2010 2011 2012 2013 2014 Realisasi 2015 dengan menggunakan devisasi pada thn: RAPBN 2015 2010 2011 2012 2013 2014 Deviasi Nilai tukar 0-113 79-384 860 1100 Harga minyak 0-0.6 16.5-7.7-2 0 Realisiasi dengan menggunakan deviasi pada thn sebelumnya: Nilai tukar 11,900 11,787 11,979 11,516 12,760 13,000 Harga minyak 105.0 104.4 121.5 97.3 103.0 105.0 Subsidi (Rp/liter) 4,238 4,089 5,860 3,222 4,748 5,147 Beban subsidi (Rp miliar) 199,817 192,785 276,290 151,919 223,871 242,704 Deviasi beban subsidi Subsidi (Rp/liter) - (149) 1,622 (1,016) 510 910 Beban subsidi (Rp miliar) - (7,032) 76,473 (47,898) 24,054 42,888 Kalau deviasi 2010-2014 kita gunakan, kemungkinan realisasi RAPBN 2015 akan berada di kisaran Rp 152 triliun s/d Rp 276,3 triliun. Implikasi: sulit untuk menebak beban subsidi BBM

Implikasi kebijakan Skema subsidi yang sekarang berlaku adalah skema harga tetap: pemerintah menetapkan harga eceran dan akibatnya besaran subsidi tidak bisa dipastikan. Pemerintah menanggung tiga risiko: harga minyak dunia, yang dalam jangka panjang meningkat terus disertai volatilitas jangka pendek. Pemerintah sama sekali tidak memiliki instrumen untuk mengendalikan harga dunia Nilai tukar yang seringkali memiliki volatilitas besar dalam jangka pendek Kuota volume yang cenderung meningkat sesuai dengan daya beli masyarakat Secara alamiah, beban subsidi meningkat dan sulit diprediksi Skema harga tetap tidak cocok dengan upaya penurunan beban subsidi BBM Perlu diadopsi skema lain untuk bisa secara efektif menurunkan beban

Jangka pendek: Pilihan kebijakan Kenaikan harga Beralih ke skema subsidi per liter tetap Beralih ke skema subsidi proporsional Jangka menengah: Konversi BBM ke CNG Sistem insentif/disinsentif pajak kendaraan bermotor 13

Perbedaan mendasar 3 skema subsidi Thn 2014 Thn 2015 Selisiih Harga patokan 9,288 10,288 1,000 Skema harga tetap Harga konsumen 6,500 6,500 - Harga sebelum pajak 5,909 5,909 - Subsidi sebelum pajak 3,379 4,379 1,000 Subsidi + pajak (Rp/liter) 3,717 4,817 1,100 Skema Subsidi per liter tetap Subisidi per liter 3,717 3,717 - Subsidi sebelum pajak 3,379 3,379 - Harga sebelum pajak 5,909 6,909 1,000 Harga Konsumen 6,500 7,600 1,100 Skema Subsidi proporsional Proporsi subsidi 0.40 0.40 - Subsidi per liter 3,717 4,117 400 Subsidi sebelum pajak 3,379 3,743 364 Harga sebelum pajak 5,909 6,545 636 Harga konsumen 6,500 7,200 700 250 240 230 220 210 200 190 46.4 210 46 Thn 2013 Thn 2014 Konsumsi BBM Jt KL 246.5 Subisidi Rp T 46.6 46.4 46.2 46 45.8 Skema subsidi harga tetap: harga ditetapkan pada level tertentu (mis Rp 6500/liter), tidak tergantung pada harga dunia maupun nilai tukar. Konsekuensinya, bila harga patokan naik maka nilai subsidi otomatis naik (lihat Tabel, kenaikan harga patokan sebesar Rp 1000 menyebabkan kenaikan subsidi sebelum pajak sebesar Rp 1000/liter. Dalam kasus 2013 ke 2014 (lihat grafik), kenaikan harga Premium Rp 2000/liter dan solar Rp 1000 per liter, tidak serta merta menurunkan beban subsidi di tahun 2014. Konsekuensi: kalaupun harga BBM dinaikan di penghujung tahun 2014, belum tentu beban subsidi turun di 2015. Skema subsidi per liter tetap: kenaikan harga patokan seluruhnya ditanggung konsumen sehingga beban subsidi dapat dibuat pasti, apakah mau diturunkan atau dinaikan. Skema ini menjamin stabilitas APBN, tapi profil inflasi yang terlalu tinggi mungkin akan melemahkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi. Subsidi proporsional: merupakan jalan tengah dimana rakyat tetap terlindungi dari kenaikan harga yang terlalu tinggi, dan APBN dapat dijaga dalam batas yang aman

Simulasi Montecarlo: Baseline 300 280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 Hasil Montecarlo 228.7 171.0 258.9 140.8 Optimis Moderat Pesimis 284.0 199.8 115.6 Simulasi Montecarlo 5 juta kali Baseline: harga minyak mentah (105 USD/barrel), nilai tukar (Rp 11 900/USD), dan kuota (47,15 juta kiloliter). Minyak tanah sebanyak 0.85 juta kiloliter tidak diperhitungkan dalam simulasi. Skenario: optimis, moderat dan pesimis lihat tabel di halaman sebelumnya Interpretasi: Simulasi Montecarlo memberikan informasi tentang rentang beban subsidi BBM tahun 2015 dari angka terendah sampai yang tertinggi untuk setiap skenario Optimis (koefisien variasi historis terendah): beban subsidi akan berada pada rentang Rp 171 triliun (bawah) sampai Rp 228.7 triliun (atas) dengan rataan Rp 199,8 triliun Moderat (koefisien variasi rataan historis): beban subsidi akan berkisar antara Rp 140.8 triliun sampai Rp 258.9 triliun dengan rataan Rp 199,8 triliun Pesimis (koefisien variasi historis tertinggi): beban subsidi akan berkisar antara Rp 115.6 triliun sampai Rp 284 triliun dengan rataan Rp 199.8 triliun Implikasi: semakin volatile harga dunia dan nilai tukar, semakin tidak pasti besaran subsidi BBM dan semakin tinggi pula risiko fiskal

250 230 210 190 170 150 130 110 90 70 50 181.3 124.0 Opsi 1: Menaikan harga BBM 211.6 93.7 Optimis Moderat Pesimis 236.8 199.8 152.7 68.5 Bisakah kenaikan harga premium dan solar sebanyak Rp 1000/liter mengurangi beban subsidi di tahun 2015? Jawaban: Belum PASTI (mirip kasus tahun 2013 ke 2014) Lihat rentang nilai subsidi pada grafik di samping ini Perhitungan pemerintah hanya menyangkut nilai rataan dengan pagu awal Rp 199.8 triliun Kalau hanya mempertimbangkan nilai rataan, maka seolah-olah kenaikan harga BBM sebesar Rp 1000/liter akan menurunkan beban menjadi Rp 152.7 triliun (beban turun Rp 47.1 triliun) Hanya dalam skenario optimis saja beban subsidi dapat dipastikan berada di bawah pagu awal Dalam skenario moderat dan pesimis: tidak ada jaminan bahwa beban subsidi aktual di tahun 2015 akan berada di bawah Rp 199.8 triliun Masalah: kita tidak punya pengetahuan yang cukup tentang skenario yang mana yang akan terjadi di 2015. Kita hanya bisa membuat skenario saja.

Opsi 2: Subsidi per liter 220.0 200.0 180.0 160.0 140.0 120.0 100.0 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000-199.8 156.4 152.7 148.9 Beban subsidi BBM Rp triliun Optimis Moderat Pesimis 8,433 9,303 10,709 7,500 6,610 5,848 4,748 Rentang harga eceran premium Rp/liter Optimis Moderat Pesimis 8,385 9,855 7,475 6,500 5,570 4,773 3,622 Rentang harga eceran solar Rp/liter Optimis Moderat Pesimis Dengan menurunkan subsidi per liter premium dari Rp 3717 menjadi Rp 2717 untuk premium dan dari Rp 5201 menjadi Rp 4201, maka beban subsidi dapat turun di kisaran Rp 148.9 triliun s/d Rp 156.4 triliun. Penghematan dapat dilakukan secara pasti Kelemahan: harga yang dihadapi konsumen dapat berfluktuasi secara tajam, karena konsumen menanggung 100% risiko harga (lihat gambar rentang harga premium dan solar)

Opsi 3: Subsidi proporsional 220.0 200.0 180.0 160.0 140.0 120.0 100.0 220.0 200.0 180.0 160.0 140.0 120.0 Skema subsidi proporsional sederhana 199.8 179.1 171.4 162.3 152.7 143.0 133.9 126.2 Optimis Moderat Pesimis Skema subsidi proporsional fleksibel 199.8 166.1 162.4 158.5 152.7 146.9 142.9 139.2 Dalam skema subsidi proporsional, yang dijadikan target adalah subsidi sebagai proporsi (persentase) dari harga patokan. Kalau kita ingin melakukan penghematan subsidi sebesar Rp 1000/liter, maka proporsi subsidi premium diturunkan menjadi 0.27 dan solar menjadi 0.39. Skema ini menjamin bahwa dalam situasi terburuk sekalipun, penghematan yang terealisasi paling sedikit sekitar Rp 20.7 triliun (kalau beruntung, penghematan bisa mencapai Rp 73.6 triliun). Disamping itu volatilitas harga yang dihadapi rakyat tidak akan seburuk pada skema subsidi per liter. Fleksibilitas: Pada saat harga dunia dan nilai tukar stabil, maka pentargetan nilai subsidi lebih bisa dipastikan (tidak perlu khawatir dengan efek inflasi). Pada saat harga dunia atau nilai tukar terlalu tinggi, maka perhatian dapat difokuskan pada pengurangan efek inflasi. Caranya: fine-tuning melalui rumus umum 100.0 Optimis Moderat Pesimis

Terima Kasih 19