BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
2013 PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK JARIMATIKA TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERKALIAN ANAK TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. (tigabelas) tahun. Menurut Piaget sebagaimana dikutip Heruman lebih lanjut,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE JARIMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERKALIAN. Khotna Sofiyah

BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. memahami setiap materi pelajaran yang diberikan, (3) selalu bersikap aktif

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia itu sendiri (Dwi Siswoyo,dkk, 2007: 16). Oleh karena itu pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI MEDIA PENGGARIS RAPITUNG. Devi Afriyuni Yonanda Universitas Majalengka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

BAB I PENDAHULUAN. adanya jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusiawi, material, fasilitas dan perlengkapan, dan prosedur yang saling

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2016 Volume 25 Nomor 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelajaran matematika dimata siswa kelas I MI Ittihadil Ikhwan

BAB I PENDAHULUAN. Masykur dan Fathani (2007:43) menjelaskan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan, berbagai upaya dilakukan pemerintah diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. Menyelesaikan soal cerita matematika merupakan keterampilan yang. matematika SD, SMP, SMA dan sederajat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pembelajaran Matematika dengan Teknik Jarimatika. adalah unsur kombinasi yang tersusun meliputi unsur unsur manusiawi,

PENGGUNAAN METODE K JART UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM OPERASI HITUNG PERKALIAN BILANGAN CACAH

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kegiatan proses belajar mengajar. Keberhasilan dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjadi (dalam Heruman 1 ), hakikat Matematika adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

EFEKTIVITAS METODE JARIMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG SISWA SEKOLAH DASAR KELAS III. Ratna Puspita Indah STMIK Duta Bangsa Surakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menganggapnya sebagai pelajaran favorit, bukan hal yang sulit untuk

OPTIMALISASI PENGGUNAAN JARIMATIKA UNTUK PENINGKATAN KETRAMPILAN BERHITUNG PEMBAGIAN BILANGAN BULAT POSITIF SKRIPSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

kehidupan. Di Indonesia semua orang tanpa terkecuali berhak untuk yang menegaskan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak mendapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Penerapan Metode Jarimatika Untuk Meningkatkan Hasil Belajar. Matematika Pada Siswa Kelas II SDN 48 Ampenan Tahun Pelajaran 2015/2016

. BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenein yang berarti

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Kemampuan pemahaman konsep matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu upaya bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 PENGARUH MED IA PUZZLE KERETA API D ALAM MENYAMBUNGKAN SUKU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK D OWN SYND ROM

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS II D I SD N HARAPAN 1 BAND UNG

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Menghitung. 1. Pengertian Kemampuan Menghitung. Menurut kamus besar bahasa Indonesia kemampuan memiliki kata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan sarana yang tepat dalam. pendidikan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan, sikap/prilaku,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu ada dalam kehidupan manusia. Belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan lebih lanjut. (Pasal 1 ayat 14 menurut UU No. 20 Tahun 2003)

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, maka dari itu matematika dimasukkan sebagai salah satu mata

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

TEKNIK BERHITUNG DENGAN MENGGUNAKAN JARIMATIKA GUNA MENDUKUNG KECERDASARAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB II LANDASAN TEORI

PERBEDAAN PENGGUNAAN METODE JARIMATIKA DAN METODE EXSPOSITORY

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. memusatkan, dan dalam bentuk kata bentuk kata benda, concentration artinya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran di Sekolah Dasar (SD).

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN JARIMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PERKALIAN PADA SISWA KELAS III SD

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN 3 KESU PADA MATERI OPEREASI PERKALIAN DAN PEMBAGIAN MELALUI IMPLEMENTASI METODE GASING

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan siswa pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Peran guru

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. setiap invidu dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan berkembangnya zaman

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk menggali dan menimba pengetahuan lebih lanjut. Melalui

II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadi dalam diri seseorang dan interaksi dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. usaha itu ternyata belum juga menunjukan peningkatan yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar siswa. Sukar dicerna, sulit dipahami, rumit dipelajari, dan

JURNAL. Diajukan untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar Sarjana. Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Matematika. Oleh JOAN PURNAMA MANAPA

Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika dengan Metode Jaritmatika

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR MENGGUNAKAN METODE JARIMATIKA PADA MATERI PERKALIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan UUD 1945 alinea keempat adalah mencerdaskan kehidupan

BAB II KAJIAN TEORI A. TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN. 1. Teori Belajar. Menurut Tim Penyusun (2008: 23) belajar adalah berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Materi penjumlahan pada kelas rendah adalah materi yang harus benarbenar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Skripsi Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Oleh: AMBAR SUSILOWATI A

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

METODA JARIMATIKAMENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA BERHITUNG PERKALIAN DI KELAS II SDN SALEP. EEN ROHAENI,S.Pd.SD

PENERAPAN ALJABAR DALAM TEKNIK MENGHITUNG PERKALIAN DUA BILANGAN Oleh : Musthofa Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Karena pada hakikatnya, pendidikan merupakan usaha manusia untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 PEMBELAJARAN MATEMATIKA 2.1.1 Belajar Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Menurut Hamalik (2007: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification strengthening of behaviornthrogh experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan tingkah lakunya. Menurut Hamalik (2007 : 32). Belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapat kepuasannya dan belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang melalui pengalaman yang dilakukan dalam suasana yang menyenangkan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. 2.1.2 Mengajar Banyak para ahli mencoba merumuskan istilah mengajar ditinjau dari sudut pandang masing-masing. Rumusan dan tinjauan tersebut kebanyakan berlainan dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. 6

7 Menurut Sudjana (1989:29) mengajar adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar peserta didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik melakukan proses belajar. Menurut Nasution (1987:4) mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar peserta didik dengan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar 2.1.3 Hakekat Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, dimana mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau peserta didik sendiri. Pembelajaran tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan peserta didik dalam belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar dikelas. Menurut Poerwodarminto (1992:14), pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang belajar. Menurut Corak dalam Ismail (2003:1) pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Menurut Karmawati (2008) berpendapat bahwa matematika merupakan suatu pengetahuan yang diperoleh melalui belajar, baik yang berkenaan dengan jumlah, ukuran-ukuran, perhitungan dan sebagainya yang menyatakan dengan angka-angka atau simbol-simbol.

8 Menurut Poerwodarminto (1992:96), matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola sehingga menjadikan seseorang belajar matematika dan proses tersebut tidak sepenuhnya berpusat dari guru matematika sebagai pendidik. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada peserta didik dalam mencari pengalaman tentang metematika sehingga adanya perubahan tingkah laku yang sesuai dengan pengetahuan matematika itu sendiri 2.2 LANGKAH LANGKAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR Merujuk dari berbagai pendapat para ahli matematika sekolah dasar dalam mengembangkan kreativitas kompetensi peserta didik maka guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengejarkan matematika, guru harus memahami bahwa kemampuan setiap peserta didik berbedabeda, serta tidak semua peserta didik menyenangi mata pelajaran matematika. Menurut Heruman (2007:2) Kosep-konsep pada kurikulum matematika sekolah dasar dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar (penanaman konsep), pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Berikut ini adalah pemahaman pembelajaran yang ditekankan pada konsep-konsep matematika. 1. Penanaman konsep dasar Yaitu pembelajaran suatu konsep baru matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Kita dapat mengetahui konsep ini dari isi kurikulum, yang dicirikan dengan kata mengenal

9 pembelajaran penanaman konsep dapat merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif peserta didik konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam pembelajaran konsep dasar ini alat peraga diharapkan dapat digunakan untuk membantu kemampuan pola pikir peserta didik. 2. Pemahaman konsep Yaitu pembelajaran lanjutkan dari penanaman konsep yang bertujuan agar peserta didik lebih memahami suatu konsep matematika. 3. Pembinaan keterampilan Yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran pembinaan bertujuan agar peserta didik lebih trampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. 2.3 KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR Peserta didik sekolah dasar umumnya berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget dalam Hudoyo (1990 : 19) mereka berada pada fase operasional konkrit (kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan obyek yang bersifat konkrit). Perkembangan kognitif peserta didik sekolah dasar masih terikat dengan obyek konkrit yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, peserta didik memerlukan alat bantu yaitu berupa alat peraga, agar lebih cepat difahami dan dimengerti oleh peserta didik. Dalam matematika setiap kosep baru yang abstrak perlu segara diberi penguatan agar mengendap dan bertahan lama dalam memori peserta didik, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk itu diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan muda dilupakan peserta didik.

10 2.4 METODE FINGERMATHIC 2.4.1 Sejarah Dari hasil wawancara dengan kepala RPC cabang Gresik Safit, S.Pd, Ch, Cht. Beliau mengatakan bahwa sejarah fingermathic berawal dari kepedulian seorang ibu yang bernama septi peni wulandani terhadap materi pendidikan anak-anaknya. Setelah anak saya yang pertama menguasai kemampuan baca di usia 2,5 tahun, tibalah saatnya untuk memasuki gerbang pengenalan berhitung. Banyak metode saya pelajari, tetapi semuanya memakai alat bantu dan kadang membebani memori otaknya. Setelah itu saya mulai tertarik dengan jari sebagai alat bantu yang tidak perlu dibeli, dibawa kemana-mana dan ternyata juga mudah dan menyenangkan. Anak-anak saya menguasai metode ini dengan menyenangkan dan menguasai keterampilan berhitung. Akhirnya penelitian dari hari ke hari untuk mengotakatik jari hingga ke perkalian dan pembagian, serta mencari uniknya berhitung dengan keajaiban jari dan kami menamakannya Jarimatika atau yang lebih dikenal sekarang fingermathic. 2.4.2 Kelebihan metode fingermathic Dibandingkan dengan metode lain, metode fingermathic aritmatika lebih menekankan pada penguasaan konsep terlebih dahulu baru ke cara cepatnya, sehingga anak-anak menguasai ilmu sacara matang. Selain itu metode ini disampaikan secara fun, sehingga anak-anak akan merasa senang dan gampang bagaikan tamasya belajar. Metode ini sangat mudah diterima anak. Mempelajarinya pun sangat mengasyikkan, karena fingermathic tidak membebani memori otak dan alat nya selalu tersedia. Bahkan saat ujian kita tidak perlu khawatir alat nya akan disita atau ketinggalan karena alatnya adalah metode jari tangan kita sendiri. Beberapa Keunggulan jarimatika menurut Wulandani (2006: 5) sebagai berikut :

11 1. Cepat hasil perhitungannya. 2. Nyata hasilnya langsung bisa kita dilihat di jari kita. 3. Menggembirakan anak saat digambarkan. 4. Tidak memberatkan memori otak. 5. Tidak memerlukan alat hitung. 6. Prakris dan selalu dibawah kemana-mana. 7. Bersifat universal. 8. Alatnya gratis. Adapun kelemahan jarimatika adalah : 1. Peserta didik harus menghafalkan formasi tangan dalam fingermathic. 2. Peserta didik harus memahami konsep teman kecil dan teman besar. 3. Peserta didik harus menghafal pasangan dalam konsep teman kecil dan teman besar 2.4.3 Metode berhitung dengan fingermathic berhitung Dalam fingermathic, sebelum menggunakan jari untuk anak-anak harus memahami terlebih dahulu cara penggunaan jarinya. Menurut Wulandani (2006 : 10), ada beberapa hal yang perlu difahami dalam mengaplikasikan jari tangan sebagai alat bantu berhitung yaitu : 1. Memahami perbedaan antara bilangan dan lambang bilangan. 2. Memahami konsep berhitung. 3. Jari tangan kanan mewakili bilangan satuan. 4. Jari tangan kiri mewakili bilangan puluhan. 5. Jari tangan terbuka dipahami sebagai operasi penjumlahan. 6. Jari tangan tertutup difahami sebagai operasi pengurangan. Dalam menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan dengan teknik menyimpan dan meminjam dengan menggunakan metode fingermathic maka peserta didik perlu dilatih dengan beberapa rumus dalam fingermathic diantaranya saudara besar. Ketika peserta didik dapat memahami rumus tersebut maka dalam menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan dengan teknik menyimpan dan meminjam peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam proses berhitung penjumlahan satuan yang hasilnya lebih dari 10 dan ketika ada pengurangan dengan cara

12 meminjam, dengan kata lain metode fingermathic akan memudahkan peserta didik Dalam menyelesaikan soal penjumlahan dan pengurangan dengan teknik menyimpan dan meminjam. 2.5 MATERI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN Menurut Wulandani (2006 : 43), dalam teknik jarimatika penjumlahan terdapat istilah teman kecil dan teman besar. Teman kecil yang berarti dua bilangan yang jumlahnya 5. Adapun pasangan dalam teman kecil sebagai berikut : Teman kecil 1 adalah 4 Teman kecil 2 adalah 3 Teman kecil 3 adalah 2 Teman kecil 4 adalah 1 Selain itu juga terdapat rumus untuk teman kecil yaitu sebagai berikut: + 4 = - 1 + 5 [ tambah 4 dioperasikan sebagai kurang 1 tambah 5 ] + 3 = - 2 + 5 [ tambah 3 dioperasikan sebagai kurang 2 tambah 5 ] + 2 = - 3 + 5 [ tambah 2 dioperasikan sebagai kurang 3 tambah 5 ] + 1 = - 4 + 5 [ tambah 1 dioperasikan sebagai kurang 4 tambah 5 ] teman besar yang berarti dua bilangan yang jumlahnya 10. Adapun pasangan dalam teman besar sebagai berikut : Teman besar 1 adalah 9 Teman besar 2 adalah 8 Teman besar 3 adalah 7 Teman besar 4 adalah 6 Teman besar 5 adalah 5 Teman besar 6 adalah 4 Teman besar 7 adalah 3 Teman besar 8 adalah 2 Teman besar 9 adalah 1

13 Karena bilangan 1 sampai 4 adalah bilangan yang memiliki dua teman yaitu teman kecil dan teman besar, maka cara membedakannya yaitu dengan cara melihat faktor yang ditambah, jika faktor yang ditambah adalah bilangan 1 sampai 4 maka mengunakan teman kecil dan jika bilangan yang digunakan adalah bilangan 6 sampai 9 maka menggunakan teman besar. Selain itu juga terdapat rumus untuk teman besar yaitu sebagai berikut: + 9 = - 1 + 10 [ tambah 9 dioperasikan sebagai kurang 1 tambah 10 ] + 8 = - 2 + 10 [ tambah 8 dioperasikan sebagai kurang 8 tambah 10 ] + 7 = - 3 + 10 [ tambah 7 dioperasikan sebagai kurang 7 tambah 10 ] + 6 = - 4 + 10 [ tambah 6 dioperasikan sebagai kurang 6 tambah 10 ] + 5 = - 5 + 10 [ tambah 5 dioperasikan sebagai kurang 5 tambah 10 ] + 4 = - 6 + 10 [ tambah 4 dioperasikan sebagai kurang 6 tambah 10 ] + 3 = - 7 + 10 [ tambah 3 dioperasikan sebagai kurang 7 tambah 10 ] + 2 = - 8 + 10 [ tambah 2 dioperasikan sebagai kurang 2 tambah 10 ] + 1 = - 9 + 10 [ tambah 1 dioperasikan sebagai kurang 9 tambah 10 ] Menurut Prasetyono, (2008 : 37) dalam jarimatika terdapat aturan formasi jari pada operasi penjumlahan : X= faktor penambah penerapan jarimatika + 9 = kurang 1 tambah 10 (- 1 + 10) + 8 = kurang 2 tambah 10 (- 2 + 10) + 7 = kurang 3 tambah 10 (- 3 + 10) + 6 = kurang 4 tambah 10 (- 4 + 10) + 5 = kurang 5 tambah 10 (- 5 + 10) + 4 = kurang 6 tambah 10 (- 6 + 10) + 3 = kurang 7 tambah 10 (- 7 + 10) + 2 = kurang 8 tambah 10 (- 8 + 10) + 1 = kurang 9 tambah 10 (- 9 + 10) Contoh : 1. 74 + 19 = (70 + 10) + (4 + 9) = 93 Untuk menyelesaikan soal tersebut yang harus dilakukan yaitu :

14 Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: PERTAMA Tangan kiri tangan kanan Gambar 2.5.1 formasi tangan dalam fingermathic Tangan kiri (buka ibu jari, telunjuk, dan jari tengah) tangan kanan (buka telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking) kemudian tambahkan dengan bilangan kedua yaitu 19 Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: KEDUA Tangan kiri tangan kanan (1) (2) Gambar 2.5.2 formasi tangan dalam fingermathic

15 Dari tahap pertama kemudian akan di tambah dengan bilangan 19 maka tangan kiri berubah menjadi (buka ibu jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis ) karena kita menggunakan teknik menyimpan dan meminjam maka untuk menambah bilangan 9 dalam fingermathic kita gunakan rumus saudara besar, saudara besar 9 adalah 1 maka tangan kanan tutup 1 (kelingking) dan tangan kiri tambah 10 (buka kelingking). Dari sini kita bisa langsung melihat hasil dari penjumlahan 74 + 19 = 93 Di baca 93 Gambar 2.5.3 formasi tangan dalam fingermathic 2. 23 + 19 = (20 + 10) + (3 + 9) = 42 yaitu : Untuk menyelesaikan soal tersebut yang harus dilakukan Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: Tangan kiri PERTAMA tangan kanan Gambar 2.5.4 formasi tangan dalam fingermathic

16 Tangan kiri (bukatelunjuk, dan jari tengah) tangan kanan (buka telunjuk, jari tengah dan jari manis) kemudian tambahkan dengan bilangan kedua yaitu 19 Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: KEDUA Tangan kiri tangan kanan (1) (2) Gambar 2.5.5 formasi tangan dalam fingermathic Dari tahap pertama kemudian akan di tambah dengan bilangan 19 maka tangan kiri berubah menjadi (buka, telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking ) karena kita menggunakan teknik menyimpan dan meminjam maka untuk menambah bilangan 9 dalam fingermathic kita gunakan rumus saudara besar, saudara besar 9 adalah 1 maka tangan kanan beruba menjadi tutup 1 (kelingking) dan tangan kiri

17 tambah 10 (buka kelingking). Dari sini kita bisa langsung melihat hasil dari penjumlahan 23 + 19 = 42 berikut : Di baca 42 Gambar 2.5.6 formasi tangan dalam fingermathic Menurut Wulandani (2006 : 46), dalam fingermathic pengurangan juga terdapat istilah teman kecil dan teman besar adapun pasangan dalam teman kecil sebagai berikut : Teman kecil 1 adalah 4 Teman kecil 2 adalah 3 Teman kecil 3 adalah 2 Teman kecil 4 adalah 1 Selain itu juga terdapat rumus untuk teman kecil yaitu sebagai - 4 = + 1-5 [ kurang 4 dioperasikan sebagai tambah 1 kurang 5 ] - 3 = + 2-5 [ kurang 3 dioperasikan sebagai tambah 2 kurang 5 ] - 2 = + 3-5 [ kurang 2 dioperasikan sebagai tambah 3 kurang 5 ] - 1 = + 4-5 [ kurang 1 dioperasikan sebagai tambah 4 kurang 5 ] Sedangkan pasangan dalam teman besar adalah : Teman besar 1 adalah 9 Teman besar 2 adalah 8 Teman besar 3 adalah 7 Teman besar 4 adalah 6 Teman besar 5 adalah 5

18 Teman besar 6 adalah 4 Teman besar 7 adalah 3 Teman besar 8 adalah 2 Teman besar 9 adalah 1 Karena bilangan 1 sampai 4 adalah bilangan yang memiliki dua teman yaitu teman kecil dan teman besar, maka cara membedakannya yaitu dengan cara melihat faktor yang ditambah, jika faktor yang ditambah adalah bilangan 1 sampai 4 maka mengunakan teman kecil dan jika bilangan yang digunakan adalah bilangan 6 sampai 9 maka menggunakan teman besar. Selain itu juga terdapat rumus teman besar, yaitu sebagai berikut : - 9 = + 1-10 [ kurang 9 dioperasikan sebagai tambah 1 kurang 10 ] - 8 = + 2-10 [ kurang 8 dioperasikan sebagai tambah 8 kurang 10 ] - 7 = + 3-10 [ kurang 7 dioperasikan sebagai tambah 7 kurang 10 ] - 6 = + 4-10 [ kurang 6 dioperasikan sebagai tambah 6 kurang 10 ] - 5 = + 5-10 [ kurang 5 dioperasikan sebagai tambah 5 kurang 10 ] - 4 = + 6-10 [ kurang 4 dioperasikan sebagai tambah 6 kurang 10 ] - 3 = + 7-10 [ kurang 3 dioperasikan sebagai tambah 7 kurang 10 ] - 2 = + 8-10 [ kurang 2 dioperasikan sebagai tambah 2 kurang 10 ] - 1 = + 9-10 [ kurang 1 dioperasikan sebagai tambah 9 kurang 10 ] Menurut Prasetyono, (2008 : 46) adalah dalam jarimatika terdapat aturan formasi jari pada operasi pengurangan : -9 = -10 + 5 4 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 4) -8 = -10 + 5 3 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 3) -7 = -10 + 5 2 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 2) -6 = -10 + 5 1 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 1) -5 = -10 + 5 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan) -4 = -10 + 5 1 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 1) -3 = -10 + 5 2 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 2) -2 =- 10 + 5 3 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 3) -1 = -10 + 5 4 (TUTUP telunjuk kiri, BUKA jempol kanan, kurangi 4)

19 Contoh : 1. 92 79 =... (90-70) - (2-9) = 13 Untuk menyelesaikan soal tersebut yang harus dilakukan yaitu : Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: PERTAMA Tangan kiri tangan kanan Gambar 2.5.7 formasi tangan dalam fingermathic Tangan kiri (buka ibu jari, telunjuk, jari tengah dan kelingking) tangan kanan (buka telunjuk dan jari tengah) kemudian kurangkan dengan bilangan kedua yaitu 79.

20 Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: KEDUA Tangan kiri tangan kanan (1) (2) Gambar 2.5.8 formasi tangan dalam fingermathic Dari tahap pertama kemudian akan di kurangkan dengan bilangan 79 maka tangan kiri berubah menjadi 20 (buka telunjuk dan jari tengah) karena kita menggunakan teknik menyimpan dan meminjam maka untuk mengurangkan bilangan 9 dalam fingermathic kita gunakan rumus saudara besar, saudara besar 9 adalah 1 maka tangan kanan beruba menjadi buka 1 (buka jari manis) dan tangan kiri tutup 10 (tutup jari tengah). Dari sini kita bisa langsung melihat hasil dari penjumlahan 92-79 = 13

21 Di baca 13 Gambar 2.5.9 formasi tangan dalam fingermathic 2. 86 29 =... (80 + 20) + (6-9) = 57 yaitu : Untuk menyelesaikan soal tersebut yang harus dilakukan Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: Tangan kiri PERTAMA tangan kanan Gambar 2.5.10 formasi tangan dalam fingermathic Tangan kiri (buka ibu jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis) tangan kanan (buka ibu jari dan telunjuk) kemudian kurangkan dengan bilangan kedua yaitu 29

22 Peragaan formasi fingermathic sebagai berikut: KEDUA Tangan kiri tangan kanan (1) (2) Gambar 2.5.11 formasi tangan dalam fingermathic Dari tahap pertama kemudian akan di kurangkan dengan bilangan 29 maka tangan kiri berubah menjadi tutup 20 (buka ibu jari dan telunjuk) karena kita menggunakan teknik menyimpan dan meminjam maka untuk mengurangkan bilangan 9 dalam fingermathic kita gunakan rumus saudara besar, saudara besar 9 adalah 1 maka tangan kanan beruba menjadi buka 1 (buka ibu jari, telunjuk dan jari manis, ) dan tangan kiri tutup 10 (tutup telunjuk). Dari sini kita bisa langsung melihat hasil dari penjumlahan 86-29 = 57

Di baca 57 Gambar 2.5.12 formasi tangan dalam fingermathic 23