MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS V SD NEGERI NO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PENGUASAAN KONSEP-KONSEP FISIKA. M. Gade ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996). Menurut Bloom dalam Winkel

BAB II KAJIAN TEORITIS

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB 1I KAJIAN PUSTAKA Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

ZULFA SAFITRI A54F100040

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. bersifat membentuk atau merupakan suatu efek.

KHAIRUL ANWAR* DAN RIZKY CHAIRU RAMADHAN** *Ketua Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED ** Mahasiswa Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Pasal 3 mengenai

BAB II PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdahulu yang relevan dengan variabel-variabel yang diteliti sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS

YANIK SULISTYANI SDN Ngletih Kec.Kandat Kab.Kediri

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DI KELAS V SD

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI LISTENING BAHASA INGGRIS SISWA KELAS IX.E SMP NEGERI I BAJENG

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA MATA PELAJARAN PKN DI KELAS V SDN NO MEDAN DELI

kata kunci: bimbingan teknis, pendekatan kontekstual, dan mutu guru.

BAB II PEMBELAJARAN CONTEXTUAL, PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA, MATERI MENYELESAIKAN MASALAH BERKAITAN DENGAN PECAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB II KAJIAN TEORI. dalam konteks pembelajaran di kelas menyatakan bahwa Partisipasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SAINS (IPA) DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA. A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Wujud Benda Pada Siswa Kelas IV SDN 3 Siwalempu Melalui Pendekatan

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB II KAJIAN TEORI. kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar. 1. memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman

PENINGKATAN KEMAMPUAN MELAKUKAN PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN MELALUI METODE MAKE A MATCH

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Jeffry Gagah Satria Frigatanto

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara psikologis, Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

Jurnal Cakrawala Pendas, Vol. 2, NO. 1 Januari 2016 ISSN:

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISCOVERY PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Kemampuan Menulis. menghasilkan sebuah tulisan. memberdayakan pengetahuan dan perasaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN PENDEKATAN CTL BERBANTUAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA

BAB II KAJIAN TEORI. proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. 1. menemukan dirinya dalam diri orang lain.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA DI KELAS IVSDN BINJAI TIMUR

Kata kunci: Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Hasil belajar matematika ranah afektif dan ranah kognitif.

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN MEDIA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN BANGUN RUANG PADA SISWA KELAS V SDN GUMILIR 04 TAHUN AJARAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ISRINA ENDANG WIDIASTUTI A54D090003

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI ENERGI PANAS

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN TALKING STICK PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS V SD NEGERI TG.

Oleh: Siti Halimah SD Negeri 01 Sembon, Karangrejo, Tulungagung

BAB II LANDASAN TEORI. suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh seseorang untuk

Juli Mania Sembiring 1, Edy Surya 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hadiati (2001:34) mendefenisikan kemampuan

LEMMA VOL I NO. 2, MEI 2015

PENERAPAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS IV SD NEGERI MEDAN ESTATE

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUALSISWA KELAS IV SDI RAI TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NEGERI NO.

Runtut Prih Utami, M.Pd 1, Fajar Nur Aktorika Dwi Saputri 2

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

ROSLIANA SITOMPUL* DAN DEBBIE GUSTRINI ARUAN**

MUHAMMAD A. DJAKARIA NIM ABSTRAK

Naskah Publikasi PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN EKSPLORATORY DISCOVERY PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI DEMAKIJO

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Djojoesoediro (2010) istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

Menyiapkan Pendidik Yang Melek Hukum Terhadap Perlindungan Anak

MENINGKATKAN KREATIVITAS BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT DALAM PELAJARAN IPA DI KELAS IV SD NEGERI CINTA RAKYAT

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF DALAM IPS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga manusia itu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Pendidikan adalah proses

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis yang senantiasa. dari kemajuan ilmu dan teknologi yang menuntut lembaga-lembaga untuk

Transkripsi:

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS V SD NEGERI NO. 015897 BUNTU PANE RAMLI SITORUS DAN ERTILA SIBURIAN Jurusan PPSD Prodi PGSD FIP UNIMED ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan pendekatan kontekstual pokok bahasan penjumlahan pecahan pada kelas V SD Negeri 015897 Buntu Pane. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah : a) Rendahnya hasil belajar siswa pada pembelajaran Matematika pada pokok bahasan Penjumlahan Pecahan, b) Rendahnya minat belajar siswa dalam pembelajaran Matematika pada pokok bahasan Penjumlahan Pecahan, c) Kurangnya pendekatan pembelajaran dalam meningkatkan minat belajar siswa. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ketercapaian setiap indikator mencapai persentase mulai dari 34,7% - 95,6% yaitu dari perubahan siklus I dan siklus II. Maka dalam penelitian membuktikan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual yang maksimal akan mampu mempengaruhi minat belajar siswa pada mata pelajaran Matematika pokok bahasan Penjumalahan Pecahan terhadap minat belajar siswa. Penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran Matematika dapat meningkatkan minat belajar siswa kelas V SD Negeri 015897 Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan Tahun Ajaran 2010/ 2011. Kata kunci : Minat belajar, pendekatan kontekstual, MM PENDAHULUAN Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan baik, karena tidak ada daya tarik baginya. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar. Belajar timbul karena adanya minat yang timbul dari dalam diri seseorang dan juga dapat timbul karena adanya pengaruh orang lain, seperti orang tua atau guru. Sehubungan dengan minat, Slameto (2003: 180) menyatakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Winkel (1996: 188) menyatakan bahwa minat diartikan sebagai kecenderungan subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Sardiman (2009: 112) menyatakan bahwa minat belajar yang ada pada diri siswa adalah tekun dalam menghadapi tugas belajar, tidak mudah putus asa, tidak cepat puas terhadap hasil belajar yang diperoleh, tidak tergantung pada orang lain, tidak cepat bosan tekun mengerjakan tugas yang diberikan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Minat belajar seseorang dapat dilihat dari ketertarikan untuk belajar dan partisipasi dalam suatu kegiatan belajar. 2. Minat belajar tersebut ditandai dengan indikator kehadirannya, pemanfaatan waktu belajar, keterlibatan dalam kelompok belajar, minat matematika dalam pokok bahasan penjumlahan pecahan dan minat diskusi. 9

3. Minat belajar dapat diartikan sesuatu yang tersembunyi dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu dalam bentuk kegiatan bekerja dan mengalami apa yang ada dilingkungan dengan ciri-ciri tekun, ulet, tidak mudah putus asa serta tidak cepat puas dan tidak bergantung dengan orang lain. LANDASAN TEORITIS Departemen Pendidikan Nasional (2003: 5) dalam bahasa latin Matematika berasal dari kata manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Sedangkan, menurut bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, kemudian menurut istilah, Somardyono (2004: 5) menyatakan bahwa matematika adalah produk dari pemikiran intelektual manusia. Ciri utama Matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep Matematika. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting dalam\ mempelajari matematika. Penerapan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur dan komunikatif pada siswa. Slameto (2003: 54) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar diri individu. Adapun faktorfaktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : A. Faktor-faktor intern adalah : 1. Faktor jasmaniah, meliputi : faktor kesehatan dan cacat tubuh. 2. Faktor psikologis, meliputi : inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dn kesiapan. 3. Faktor kelelahan, meliputi : lemah lunglainya tubuh, kelesuan dan kebosanan. Faktor-faktor ekstern adalah : 1. Faktor keluarga, meliputi : cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. 2. Faktor sekolah, meliputi : metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung dan tugas rumah. 3. Faktor masyarakat, meliputi : kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. 10

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi minat belajar yaitu faktor-faktor intern dan faktor-faktor ekstern. PEMBAHASAN Banyak metode ataupun strategi yang digunakan para guru dalam upaya meningkatkan minat belajar ini dalam PBM. Salah satunya adalah pendekatan kontekstual yang dapat membantu guru mengarahkan dan membimbing siswa dalam belajar yang bermakna. Pendekatan ini tidak mengharuskan siswa mengkonstruksikan pengetahuan di dalam diri mereka sendiri. Hal ini dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan lebih efektif. Pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL) dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Sanjaya (2009: 253) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual merupakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi dan kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapakannya dalam kehidupan mereka. Sardiman (2009: 222) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata siswa, yang dapat mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari dengan penerapannya dalam kehidupan para siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan demikian pembelajaran tersebut akan memotivasikan dirinya sebagai pihak yang memerlukan bekal untuk hidupnya nanti. Jadi pada hakekatnya pendekatan ini memotivasi siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Komponen-Komponen Pendekatan Kontekstual Di Kelas Sanjaya (2008: 267) sesuai dengan karakterisitiknya, pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu: Konstruktivisme Kontruktivisme (constructivisme) adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstrukvisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterprestasikan objek tersebut. Pengetahuan ini tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu mengkonstruksinya. Menemukan (Inquiry) Menemukan (inquiry) merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah 11

mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Bertanya (Questioning) Belajar pada hakikatnya bertanya dan menjawab pertanyaan. Dalam proses pembelajaran pendekatan kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing siswa dapat menemukan sendiri. Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk : 1) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi; 2) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar; 3) merangsang keingintahuaan siswa terhadap sesuatu; 4) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan; 5) membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu. Masyarakat Belajar (Learning Community) Dalam kelas pendekatan kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar dan yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada orang lain. Pemodelan (Modelling) Pemodelan (modelling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan. Modelling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran pendekatan kontekstual, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisasi. Refleksi (Reflection) Refleksi (reflection) adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadiankejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Biasa terjadi melalui proses refleksi siswa kaan memperbaharui pengetahuan yang telah ada dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya. Penilaian Nyata ( Authentic Assessment) Penilaian Nyata ( Authentic Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Dalam pembelajaran kontekstual dapat dikatakan siswa dapat 12

didorong untuk mengerti apa makna belajar, apa manfaatnaya dan bagaimana mencapainya. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa untuk mencapainya, tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas menjadi kondusif untuk belajar siswa. Jadi pengetahuan atau keterampilan itu akan dikemukakan oleh siswa sendiri, bukan apa kata guru. Secara garis besar penerapan kontekstual dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Bahwa anak akan lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan apa adanya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar (Learning Community). 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan. 7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Kelebihan Dan Kelemahan PembelajaranPendekatan.Kontekstul. Sanjaya (2009: 258) menyatakan bawa kelebihan dan kelemahan pembelajaran pendekatan kontekstual sebagai berikut : Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan real. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap antara hubungan pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran pendekatan kontekstual menganut aliran konstrukvisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstrukvisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal. Kelemahan-Kelemahan Pendekatan Kontekstual Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam pendekatan kontekstual guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan atau keterampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seorang dipengaruhi oleh tingkat perkembangan atau keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian guru bukanlah instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangan. Materi Pelajaran Penjumlahan Pecahan Pecahan adalah bagian dari keseluruhan. Bilangan pecahan adalah bilangan yang lambangnya dapat ditulis 13

a dengan dimana a disebut sebagai b pembilang dan b disebut sebagai penyebut pecahan. Aturan penjumlahan bilangan pecahan adalah : 1. Penjumlahan dua buah pecahan yang penyebutnya sudah sama, maka kedua pecahan itu bisa langsung dijumlahkan. Contoh : 2 3 2 3 5 1) + = = = 1 5 5 5 5 Kesimpulan : a b + = c c 4 6 2) 10 4 + 10 6 = 10 a b c 10 = = 1 10 2. Apabila dua buah pecahan yang penyebutnya saling berbeda dijumlahkan, maka terlebih dahulu lambang kedua pecahan itu diganti dengan lambang yang penyebutnya sama. Contoh : 1 2 5x 1 3x2 5 1) + = + = + 3 5 15 15 15 6 11 = 15 15 3 2 7x 2) + = 5 7 353 10 31 = 35 35 + 5x2 35 21 = + 35 Menurut Kemmis dan Mc. Tanggart langkah awal dalam PTK adalah penjajakan atau identifikasi terhadap masalah yang akan di teliti. Dalam pelaksanaan tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan observasi di Sekolah Dasar Negeri 015897 Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan. Kelas yang di observasi adalah kelas V. Dalam pelaksanaan ini peneliti melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa saat berada di kelas dengan menggunakan alat bantu berupa daftar cheklis untuk melihat gejala minat siswa yang ditandai dengan semangat dan kemauannya untuk belajar tanpa ada yang menyuruh, yang di lihat dalam bentuk tinggi rendahnya kemauan siswa dalam mengikuti pelajaran, bagaimana siswa memanfaatkan waktu belajarnya, sebesar apa kemauan siswa untuk mengulang pelajaran kembali, sebesar apakah minat siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran dan sebesar apa siswa itu menyenangi pelajaran Matematika khususnya pokok bahasan Penjumlahan Pecahan. Berdasarkan daftar cheklis dari setiap indikator yang telah ditetapkan hampir rata-rata siswa memiliki minat belajar yang rendah, hal ini dapar dilihat berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas V SD N 015897 Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan. Bahwa sebagian besar siswa tidak suka dan tidak berminat dengan pelajaran Matematika sehingga siswa mencari kesibukan yang lain untuk mengatasi kejenuhannya terhadap pelajaran tersebut. 14

Persentase 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 56,5 52,1 47,8 39,1 34,7 39,1 30,4 30,4 34,7 21,7 17,3 21,7 21,7 17,3 17,313 13 8,6 8,6 8,6 Indikator Minat A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa : 1. Pada siklus II sudah banyak siswa yang fokus kepada guru yang sedang menerangkan meteri pelajaran. 2. Pada siklus II sudah banyak siswa yang berani tampil dan aktif dalm pembelajaran. 3. Pada siklus II sudah banyak siswa yang ditemukan bisa memanfaatkan waktu belajarnya dengan baik dan tidak mau bermain bila tugasnya belum selesai, sehingga siswa mampu mengerjakan tugasnya dengan maksimal. 4. Pada siklus II dilihat banyak sekali kemajuan bila dilihat dari segi minat belajar yang dimiliki sesuai dengan indikator minat belajar siswa. Pada kegiatan ini peneliti merefleksi dan mengevaluasi semua tahap kegiatan yang telah dilakukan mulai dari pelaksanaan kegiatankegiatan hingga observasi. Dari hasil observasi pada siklus II dapatlah diketahui bahwa minat belajar siswa kelas V bisa dibilang meningkat, hasil tersebut terlihat dari : 1. Ada 4 indikator yang masuk kriteria sangat baik atau besar 20% dari 20 indikator yang ada. Jumlah indikator mengalami peningkatan pada kriteria ini dari awal kegiatan observasi setelah dilakukan tindakan, jumlah siswa mengalami perubahan yang cukup meningkat dari sebelum tindakan yaitu menjadi 20 orang siswa atau naik sekitar 4,3 % untuk indikator siswa memperhatikan guru mengajar, 21 orang siswa atau naik sekitar 34,8% untuk indikator menuyusun kegiatan belajar sehari-hari, 21 orang siswa atau naik sekitar 8,7 untuk indikator mengerjakan PR, 22 orang atau naik sekitar 47,8% untuk indikator memberi tanda pada hal-hal penting. 2. Ada 10 indikator untuk kriteria baik atau sekitar 50% dari 20 indikator yang ada. Jumlah indikator mengalami peningkatan pada kriteria ini dari awal kegiatan observasi berlangsung sebelum dilakukan tindakan. Jumlah siswa mengalami perubahan cukup 15

meningkat dari sebelum tindakan menjadi 17 orang atau naik sekitar 13,1% untuk indikator siswa tidak ribut pada saat pembelajaran berlangsung, 15 orang atau naik sekitar 4,4% untuk indikator menulis pelajaran yang disampaikan guru, 14 orang atau naik sekitar 4,3% untuk indikator mampu mempraktekkan pelajaran sesuai dengan permintaan guru, 16 orang atau naik sekitar 8,7% untuk indikator tidak suka berlama-lama diluar kelas pada saat istirahat sudah berakhir, 14 orang atau naik sekitar 4,3% untuk indikator tidak suka bermain sebelum tugasnya selesai, 16 orang atau naik sekitar 4,3% untuk indikator mengingat apa yang sudah dipelajari dan yang belum dipelajari, 17 orang atau naik sekitar 13,% untuk indikator cepat datang ke sekolah, 17 orang atau naik sekitar 8,7% untuk indikator selalu bersemangat pada saat mengikuti pembelajaran, 16 orang atau naik sekitar 17,4% untuk indikator selalu menulis dan mencatat pelajaran, 15 orang atau naik sekitar 21,8% untuk indikator selalu mengeluarkan pendapat dalam diskusi kelompok. 3. Ada 6 indikator yang berkriteria cukup atau besar 30% dari 20 indikator yang ada. Jumlah indikator mengalami peningkatan pada kriteria ini dari awal kegiatan observasi setelah dilakukan tindakan. Jumlah siswa yang mengalami perubahan cukup meningkat sebelum tindakan yaitu menjadi 13 orang atau naik sekitar 39,2% untuk indikator siswa memanfaatkan waktu istirahat untuk mendiskusikan pelajaran dengan temannya, 12 orang atau naik sekitar 8,7% untuk indikator membaca buku pelajaran setelah pelajaran berakhir, 13 orang atau naik sekitar 8,7% untuk indikator membuat ringkasan setelah pelajaran berakhir, 13 orang atau naik sekitar 4,4% untuk indikator tersedia perlengkapan untuk belajar, 13 orang atau naik sekitar 8,7% untuk indikator sering bertanya, 13 orang atau naik sekitar 17,4% untuk indikator sering menjawab pertanyaan. Dari data observasi pada siklus II dapat dilihat bahwa minat belajar siswa tersebut mengalami peningkatan yang cukup baik pada setiap indikator. Dari hasil observasi diatas dapat dilihat bahwa semua indikator yang ada telah mengalami peningkatan yang cukup baik. Dari 20 indikator yang ada 4 indikator yang mengalami peningkatan hingga mencapai kriteria sangat baik yaitu indikator siswa memperhatikan guru mengajar, menyusun kegiatan belajar sehari-hari, mengerjakan PR, memberi tanda pada hal-hal yang penting. Pada indikator siswa memperhatikan guru mengajar mengalami peningkatan dikarenakan guru selalu memberikan materi pelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dimana suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Peningkatan juga terjadi pada indikator menyusun kegiatan belajar sehari-hari dikarenakan pendekatan kontekstual merupakan strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam 16

proses pembelajaran jadi sebaiknya siswa harus benar menyusun kegiatan sehari-harinya, peningkatan juga terjadi pada indikator mengerjakan PR dikarenakan adanya kerjasama guru dengan orang tua siswa dan tertariknya siswa pada pendekatan pembelajaran yang disediakan guru dalam pelajaran, sehingga rasa ingin tahu siswa terhadap materi tersebut motivasinya untuk mengerjakan PR, peningkatan juga terjadi pada indikator memberi tanda pada hal-hal yang penting ini dikarenakan adanya motivasi dari guru kepada siswa untuk belajar dimana memakai pendekatan kontekstual dalam belajar dan mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Faktor penghambat pada penelitian ini adalah belum siapnya siswa menghadapi situasi pembelajaran yang baru diterapkan oleh guru, baik itu dalam hal penggunaan pendekatan kontekstual, tugas-tugas yang diberikan oleh guru, serta instruksi guru yang meminta siswa untuk mengeluarkan pendapat tentang penjumlahan pecahan yang ia ketahui dalam mengerjakan contoh-contoh soal yang diberikan guru kepada siswa didepan kelas. Faktor pendukung selama peneliti ini berlangsung adalah siswa memiliki semangat yang kuat serta minat yang tinggi dalam mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Banyak siswa yang senang mengikuti pelajaran tersebut. Dari hasil temuan yang di dapat oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh penulis adalah minat belajar siswa dapat ditingkatkan melalui penggunaan pendekatan kontekstual dalam pokok bahasan Penjumlahan Pecahan di Kelas V SDN No. 015897 Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan data penelitian yang dilakukan terhadap peningkatan minat belajar siswa dalam pokok bahasan Penjumlahan Pecahan dengan menggunakan pendekatan kontekstual di SD Negeri 015897 Buntu Pane Kecamatan Buntu Pane Kabupaten Asahan maka peneliti membuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Minat siswa SD Negeri 015897 Buntu Pane pada pelajaran Matematika pokok bahasan Penjumlahan Pecahan dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih besar bila dibandingkan dengan persentase tanpa menggunakan pendekatan kontekstual. 2. Rata-rata minat belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan pendekatan kontekstual lebih baik dari pada belajar tanpa menggunakan pendekatan kontekstual. RUJUKAN Ahmadi, Abu, 2004, Psikologi Belajar, Jakarta: PT.Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi, 2003, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 17

Depdiknas, 2003, Http://Typecat.Com/Minat- Belajar-Siswa-Dalam-Mata- Pelajaran-Matematika., 2011, Prinsip Dasar Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar, http://www.depdiknas./belajaronline.com. Dewi, Rosmala, 2009, Penelitian Tindakan Kelas, Medan: Program Pascasarjana UNIMED. Hadibowo, 2010, Cerdas Berhitung, Jakarta: PT. Pustaka Ilmu. Hakim, T, 2004, Belajar Secara Efektif, Jakarta: Puspa Swara. Muhibbin, 1988, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Poerwadarminta, 1993, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Ruseffendi, 1992, Pendidikan matematika 3. RajaGrafindo Persada: Jakarta. Sanjaya, Wina, 2000, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana. Sardiman, 2009, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Slameto. 2003, Belajar dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sudijono, Anas, 2000. Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sumardyono, 2004, Karakteristik Matematika Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Tim Dosen, 2010, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Medan: FIP Universitas Negeri Medan. Tim UPPL, 2010, Pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan Terpadu Tahun Ajaran 2010/ 2011, Medan: UPPL-UNIMED. Usman, Uzer, 2007, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Bumi Aksara. Winkel, W.S, 1996, Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Grasindo.. 18