II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

ANALISIS GANGGUAN PETIR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI TEGANGAN EKSTRA TINGGI 500 kv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

III. METODE PENELITIAN

OPTIMASI JARAK MAKSIMUM PENEMPATAN LIGHTNING ARRESTER SEBAGAI PROTEKSI TRANSFORMATOR PADA GARDU INDUK. Oleh : Togar Timoteus Gultom, S.

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II PEMAHAMAN TENTANG PETIR

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

PERCOBAAN - I PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari tiga bagian utama : pusat-pusat

BAB II BUSUR API LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

BAB II ARUS BOCOR DAN KELEMBABAN UDARA

PENGARUH POSISI STUB ISOLATOR TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR PIRING GELAS

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

Bab 4 SALURAN TRANSMISI

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi listrik untuk keperluan manusia akan semakin meningkat

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENENTUAN LETAK OPTIMUM ARRESTER PADA GARDU INDUK (GI) 150 kv SIANTAN MENGGUNAKAN METODE OPTIMASI

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum. Pada dasarnya suatu gangguan ialah setiap keadaan sistem yang menyimpang

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

Penentuan Nilai Impedansi Pembumian Elektroda Batang Tunggal Berdasarkan Karakteristik Response Impuls

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

BAB II TEORI DASAR GELOMBANG BERJALAN DAN PEMBUMIAN (PENTANAHAN)

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

Bab 3 SALURAN TRANSMISI

RINGKASAN DAN LATIHAN - - LISTRIK STATIS - LISTRIK STATI S

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

Studi Penempatan Titik Pentanahan Kawat Tanah pada Penyulang Serangan

Materi ajar. Kapasitor

Vol.3 No1. Januari

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

Dasman 1), Rudy Harman 2)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyaluran daya listrik akan terjadi rugi-rugi daya penyaluran dan

Bahan Listrik. Isolator Padat

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

STUDI PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PETIR EKSTERNAL DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

EVALUASI ARRESTER UNTUK PROTEKSI GI 150 KV JAJAR DARI SURJA PETIR MENGGUNAKAN SOFTWARE PSCAD

BAB III LIGHTNING ARRESTER

BAB I PENDAHULUAN. dibangkitkan oleh sebuah sistem pembangkit perlu mengalami peningkatan nilai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN ARRESTER GARDU INDUK 150 KV UNGARAN PT. PLN (PERSERO) APP SEMARANG

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

STUDI PERFORMANSI PERLINDUNGAN SAMBARAN PETIR PADA SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 150 KV UNTUK BERAGAM KARAKTERISTIK SAMBARAN

ULANGAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2015 KELAS XII. Medan Magnet

PENGARUH DIAMETER PENAMPANG ELEKTRODA CINCIN PERATA TERHADAP DISTRIBUSI TEGANGAN PADA ISOLATOR RANTAI

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kv Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

MODUL PRAKTIKUM PENGUKURAN BESARAN LISTRIK

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

Analisa Rating Lightning Arrester Pada Jaringan Transmisi 70 kv Tomohon-Teling

BAB II SALURAN TRANSMISI

STUDI PENGARUH KORONA TERHADAP SURJA. TEGANGAN LEBIH PADA SALURAN TRANSMISI 275 kv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan bagian peralatan yang terhubung secara fisik dengan tanah. berfungsi sebagai penggantung atau penopang konduktor [2].

Analisis Kinerja Lightning Arester Pada Jaringan Transmisi 150 kv Sistem Minahasa Khususnya Pada Penyulang Kawangkoan - Lopana

Oleh: Dedy Setiawan IGN SatriyadiI H., ST., MT. 2. Dr. Eng. I Made Yulistya N., ST., M.Sc

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM :

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

RINGKASAN MATERI TEGANGAN DAN TAHANAN LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI IMPULS

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

Perancangan Perangkat Lunak Untuk Mendeteksi Tingkat Keandalan SUTET Terhadap Sambaran Petir Dengan Metode 2 Titik

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

PT PLN (Persero) PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN. SUTT/SUTET Dan ROW. Belajar & Menyebarkan Ilmu Pengetahuan Serta Nilai Nilai Perusahaan

PEMELIHARAAN DAN PERTIMBANGAN PENEMPATAN ARRESTER PADA GARDU INDUK 150 KV PT. PLN (PERSERO) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Petir 1. Proses Pembentukan Petir Petir merupakan suatu peristiwa peluahan muatan listrik di atmosfir. Pada suatu keadaan tertentu dalam lapisan atmosfir bumi terdapat gerakan angin ke atas (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin rendah tekanan suhunya. Uap air mengkondensasi menjadi titik air dan membentuk awan. Angin keras dengan kecepatan 30000 40000 kaki yang bertiup ke atas membawa awan lebih tinggi. Pada ketinggian lebih dari 5 km, partikel uap air dan partikel aerosol yang ada di awan akan membeku menjadi kristal kristal es dan kemudian turun lagi karena adanya gravitasi bumi. Karena air mengalami pergerakan acak vertikal dan horizontal, maka terjadilah pemisahan muatan listrik. Tetesan air yang berada di bagian atas awan biasanya bermuatan positif dan di bagian bawah bermuatan negatif. Akibat adanya awan yang bermuatan akan timbul muatan induksi pada permukaan bumi, hingga timbul medan listrik. Mengingat dimensinya, bumi dianggap rata

6 terhadap awan, maka permukaan bumi dan awan dapat dianggap sebagai dua keping plat kondensator. Dengan demikian terjadi akumulasi muatan di awan yang polaritasnya berbeda dengan permukaan bumi. Jika medan listrik yang terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi pelepasan muatan. Pada saat itulah terjadinya petir awan ke tanah. Attitude, km Suhu, C. 14 12 10 8 6 4-64 -55-45 -33-18 -7 2 0 +30 Gambar 1: Persebaran muatan positif dan negatif di dalam awan menurut D.J Malan 2 +5 2 Kondisi ketidakmantapan di dalam atmosfer, dapat saja timbul akibat pemisahan tidak seperti diatas. Misalnya muatan yang terjadi berpisah ke arah horizontal, yang kemudian menimbulkan pelepasan muatan antara dua awan. Atau pemisahan muatan vertikal tersebut terjadi sebaliknya, hingga arah peluahan muatan atau petir juga terbalik. Dari Physic Of Lightning D.J. Malan tahun 1963

7 2. Tahapan Perambatan Petir Petir awan ke tanah merupakan tembus listrik transien yang berlangsung dalam selang waktu ratusan mikrodetik dan merambat sepanjang beberapa kilometer dari awan ke permukaan bumi. Petir awan ke tanah berawal dari daerah sela antara daerah bermuatan positif P di dasar awan dan daerah bermuatan negatif N di atasnya. Elektron daerah N awan bergerak ke bawah menetralkan muatan positif di daerah P awan. Proses ini dikenal dengan proses peluahan awal. Selanjutnya elektron merambat menuju permukaan bumi dan menimbulkan lidah petir. Lidah petir yang pertama disebut pelopor awal. Arah langkah lidah petir berubah-ubah, sehingga rambatan petir tidak lurus dan patah-patah. Pelopor akan terus merambat selama pusat muatan di awan mampu memberikan muatan ke ujung pelopor melebihi kuat medan udara 6. Seluruh kejadian peluahan petir disebut kilat. Dan dapat terjadi selama 0,5 hingga 1 detik. Satu kilat terdiri dari beberapa peluahan, di antaranya 3 atau 4 pulsa arus tinggi yang disebut sambaran. Pada petir di dalam awan, yang merupakan peluahan yang terjadi di dalam satu awan (awan cumulonimbus), tanpa kontak langsung dengan permukaan bumi. Peluahan petir jenis ini merambat antara daerah N bermuatan negatif dengan daerah P bermuatan positif di atasnya. Tipe peluahan petir yang lainnya adalah petir awan ke awan. Petir awan ke awan terjadi antara dua awan cumulonimbus yang berbeda muatan. 6 Ketika lidah petir mendekati permukaan tanah atau suatu objek, proses attachment terjadi. Yaitu adanya pelopor yang memiliki polaritas positif bergerak ke atas dari permukaan tanah atau suatu objek, mengejar lidah petir. Hal ini terjadi akibat adanya beda potensial yang tinggi. Saat kedua pelopor ini bertemu di titik sambar dan terjadi sambaran balik. Pelopor positif ini akan terus bergerak ke awan untuk menetralkan muatan negatif awan. Dari Gelombang berjalan dan Proteksi Surja TS Hutauruk tahun 1991.

8 Dua tipe petir terakhir ini sangat jarang terjadi, dan sulit dikenali karena kedua petir ini mengacu kepada petir yang berada di dalam awan. Durasi waktu perambatan petir di dalam awan lebih pendek apabila dibandingkan dengan petir awan ke awan. B. Gelombang Impuls Û S 0,9 Û Muka Ekor u(t) 0,5 Û 0,3 Û t (a) T s T f Û Û 0,9 Û S u(t) 0,5 Û t T CR (b) T h Gambar 2. Parameter tegangan uji impuls standar (a). tegangan impuls petir (b). tegangan impuls pensaklaran (switching)

9 Dengan : : Amplitudo arus puncak (ka) u(t) : Tegangan (kv) T r = T CR : Waktu muka gelombang (µs) T s = T h S : Waktu ekor gelombang (µs) : Titik puncak Gelombang impuls ini mempunyai bentuk gelombang aperiodik yang diredamkan (damped aperiodic) seperti pada waktu pelepasan muatan sebuah kapasitor melalui sebuah tahanan yang induktif. Gelombang yang dibangkitkan ini memiliki bentuk curam pada muka gelombang dan ekor gelombangnya memiliki bentuk yang pendek. Definisi muka gelombang (wave-front) dan ekor gelombang (wave-tail) ditetapkan dalam standar-standar sedemikian rupa sehingga kesukaran untuk menetapkan permulaan gelombang dan puncak gelombang dapat diatasi. Muka gelombang didefinisikan sebagai bagian dari gelombang yang dimulai dari titik nol sampai titik puncak, sedangkan sisanya disebut ekor gelombang. Tegangan impuls petir dinyatakan dengan bentuk 1,2/50 µs yang berarti suatu tegangan impuls mempunyai nilai T r = 1,2 µs ± 30 % dan T s = 50 µs ± 20 %. Pada kondisi lain, untuk mengamati tegangan impuls akibat pensaklaran (switching) yang jauh lebih besar waktu mukanya daripada impuls petir tidak akan lagi menemui kesulitan. Karena penentuan titik asal 0 yang tepat dan penentuan puncak S yang tepat dapat digunakan untuk pembakuan atau standar. Untuk pengujian dengan tegangan impuls pensaklaran (switching) sering digunakan

10 bentuk gelombang impuls 250/2500 µs yang berarti bahwa nilai waktu muka sebesar T cr = 250 µs ± 20 %. dan waktu ekornya sebesar T h = 2500 µs ± 60 %. Besarnya waktu ekor tegangan impuls pensaklaran dapat juga diberi simbol T d yakni waktu dengan nilai tegangan sesaat lebih besar dari 0,9 sebagai pengganti dari nilai T h. Pada kondisi lainnya kurva-kurva tegangan impuls petir sering mengandung osilasi frekuensi tinggi dengan amplitudo yang tidak melebihi 0,05 Û pada daerah puncak maksimumnya. C. Menara Saluran Transmisi Pada suatu sistem tenaga listrik, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga udara digunakan sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya dan untuk menyangga kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara atau tower. Antara menara listrik dan kawat penghantar disekat oleh isolator. Konstruksi tower besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang paling banyak digunakan di jaringan PLN, karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya, harganya yang relatif lebih murah

11 dibandingkan dengan penggunaan saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah. Suatu menara atau tower listrik harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya, antara lain yaitu: - Gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan). - Gaya tarik akibat rentangan kawat. - Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower. Menara transmisi dapat dipresentasikan sebagai berikut : Gambar 3 Representasi menara saluran udara tegangan tinggi Dimana :

12 V t adalah kecepatan propagasi petir yang sama dengan kecepatan cahaya sebesar 300 m/µs. Z t jika menara berbentuk silinder adalah : Dimana : Z t adalah Impedansi Surja Menara R adalah Tahanan Damping L adalah Induktansi Damping α adalah Koefisien Damping γ adalah Koefisien Attenuasi

13 r 1 h 1 h 2 h 3 h h 4 Gambar 4 Menara jenis cone Dan jika menara tidak berbentuk silinder melainkan berbentuk cone, maka Z t adalah : [ { }] Dimana r 1, r 2, r 3 adalah radius puncak, tengah dan dasar menara adalah tinggi menara dari tengah ke puncak menara adalah tinggi menara dari dasar ke tengah menara

14 r 1 h 1 h r 2 h 2 r 2 Gambar 5 Menara jenis Silinder D. Isolator Isolator berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara kawat penghantar (konduktor) dengan tiang atau tanah. Umumnya dielektrik isolator terbuat dari bahan porselen, gelas, kertas, dan karet silikon (silicon rubber). Jepitan Logam Semen Porselen Tonggak Logam Gambar 6 Penampang isolator piring

15 Terlihat bahawa dari Gambar 6 diatas bahwa bagian utama dari isolator terdiri dari bahan dielektrik, jepitan logam, dan tonggak logam serta semen sebagai perekat jepitan logam dan tonggak logam dengan dielektrik. Menurut lokasi pemasangan, isolator terdiri dari isolator pasangan dalam (indoor) dan isolator pasangan luar (outdoor) dan Secara konstruksi isolator terdiri dari isolator pendukung dan isolator gantung (suspension). Isolator pendukung terdiri dari isolator pin, post, dan pin-post. Jenis isolator yang digunakan pada saluran udara tegangan tinggi pada umumnya adalah jenis isolator gantung (suspension). Isolator gantung (suspension) sering disebut juga isolator piring. Isolator ini terdiri dari badan porselin yang diapit oleh elektroda-elektroda. Maka isolator memiliki sejumlah kapasitansi. Pada gandengan isolator terpasang spark gap pada kedua ujung isolator yang dipasang sedemikian rupa seperti terlihat pada Gambar 8 Sehingga busur api tidak dapat mengenai isolator saat lompatan api terjadi. Karena itu isolator saluran dimodelkan dengan suatu kapasitansi yang terpasang pararel dengan saklar kerjanya terkontrol oleh tegangan. Gambar 7 Isolator gantung (suspension)

16 SPARK GAP SPARK GAP Lengan SPARK GAP Renteng Isolator Gambar 8 Renteng isolator Nilai kapasitansi tipikal untuk isolator gantung adalah 80 pf/unit, sedangkan untuk isolator pin nilai kapasitansinya adalah 100 pf/unit. Apabila pada sebuah string isolator terdapat 10 (sepuluh) isolator pin maka kapasitansi ekivalennya adalah 100/10 = 10 pf/string. Gambar 9 model isolator E. Kawat Penghantar 1. Kapasitansi dan Reaktansi Kapasitif a. Rangkaian Fasa Tunggal Bila ada dua kawat paralel dipisahkan oleh media isolasi akan terbentuk kapasitor, jadi mempunyai sifat untuk menyimpan muatan listrik. Bila suatu perbedaan tegangan dipertahankan antara kedua kawat maka muatan-muatan listrik pada kawat-kawat tersebut mempunyai tanda-tanda yang berlawanan. Sebaliknya bila

17 muatan listrik pada kedua kawat dipertahankan dengan tanda yang berlawanan, perbedaan tegangan akan timbul antara kedua kawat tersebut. Pandanglah suatu saluran fasa tunggal dengan dua penghantar paralel berjarak d 12 dengan jari-jari masing-masing r l dan r 2 seperti pada Gambar 10. Dengan e 12 adalah beda potensial antara kawat 1, kawat 2, dan penghantar mendapat muatan masing-masing q 1 dan q 2, maka kapasitansi antara dua penghantar tersebut diekspresikan sebagai berikut: Dimana : C 12 = kapasitansi antara dua kawat (Farad) q 1 = muatan penghantar 1 (C) e 12 = beda potensial antara kawat 1, kawat 2 (Volt) r 1 = jari jari kawat (meter) d 12 = jarak antara dua kawat (meter) h = tinggi kawat dari tanah d 12 r 1 q 1 r 2 q 2 Gambar 10 Saluran fasa tunggal dengan dua penghantar paralel

18 Prosedur lain adalah dengan memandang suatu titik yang jauh yang berpotensial nol sebagai suatu elektroda kapasitor dan kemudian kapasitansi antara tiap kawat dengan titik tersebut diperhitungkan, maka akan diperoleh dua kapasitor antara tiap kawat dan titik yang mempunyai potensial nol. Tetapi antara kedua kawat pada kedua kapasitor yang terlihat pada Gambar 11 terhubung seri. C 1 Netral C 2 Gambar 11 Titik netral kapasitansi Titik dengan potensial nol disebut titik netral kapasitansi (capacitance neutral point). Bila sistem itu simetris, titik netral berada tepat di tengah-tengah kedua kawat itu. Sehingga : Dimana: C 1 = kapasitansi kawat 1 terhadap netral, C 2 = kapasitansi kawat 2 terhadap netral. Jumlah kapasitansi antara kawat 1 dan kawat 2 yang terhubung seri,

19 Dan Bila r 1 = r 2, sebagaimana biasanya dalam saluran-saluran tenaga listrik, maka : Di dalam satuan praktis, menghitung kapasitansi per km untuk h = 1.000 meter, ln diganti menjadi log serta untuk kawat udara = 8,855 x 10-12 F/m. Dengan mengsubstitusi harga harga tersebut ke persamaan (14) diperoleh : Dalam Persamaan (15) r 1 dan d 12 dapat dianggap sama. Tetapi untuk praktisnya, dalam penjelasan disini r 1 dan d 12 dalam meter. Bila gelombang berbentuk sinus, maka reaktansi kapasitif kawat 1 ditulis : atau,

20 atau, Dimana: Bila f = 50 Hertz, maka: b. Rangkaian Fasa Tiga 1 r 1, q 1 d 31 d 12 r3, q 3 3 d 23 Gambar 12 Rangkaian fasa tiga 2 r 2, q 2

21 Di dalam praktiknya yang paling sering dihadapi adalah rangkaian-rangkaian fasa tiga. Pada Gambar 12 dapat dilihat suatu rangkaian fasa tiga dengan jarak antar kawat masing-masing d 12, d 13, dan d 23. Kapasitansi saluran dapat ditulis sebagai berikut: Dimana, dan atau Dengan demikian, reaktansi kapasitif dapat ditulis:

22 2. KONDUKTOR BERKAS (BUNDLED CONDUCTORS) Pada saluran tegangan ekstra tinggi (EHV), yaitu pada tegangan-tegangan yang lebih tinggi dari 230 kv, rugi-rugi korona, terutama interfensi dengan saluran komunikasi sudah sangat besar bila saluran transmisi itu hanya mempunyai satu konduktor per fasa. Untuk mengurangi gradien tegangan, dengan demikian mengurangi rugi-rugi korona dan interfensi dengan saluran komunikasi, jumlah konduktor per fasa dibuat 2, 3, 4, atau lebih. Saluran yang demikian disebut saluran transmisi dengan konduktor berkas (bundled conductor transmission line). Dengan menggunakan dua atau lebih konduktor per fasa, maka reaktansi saluran juga akan lebih kecil dan kapasitas hantar bertambah besar. a. Reaktansi Induktif 1 A 2 3 n B 1 2 3 n d AB d BC d AC 1 2 3 n C Gambar 13 Konduktor berkas fasa tiga

23 Reaktansi induktif sistem fasa tiga dengan konduktor berkas dimana setiap berkas terdapat n buah penghatar seperti dapat dilihat pada Gambar 13 diekspresikan sebagai berikut: Dengan demikian reaktansi induktif saluran dinyatakan oleh : Dimana : = meter, dan meter b. GMR (Geometric Mean Radius) GMR konduktor berkas dimana subkonduktor mempunyai jarak-jarak yang sama dan terletak pada suatu lingkaran dengan radius R, dapat diturnkan sebagai berikut: Bila pada saluran terdapat 2 buah subkonduktor, atau n = 2 (Gambar 14), maka: GMR = = = = GMR dari subkonduktor. (27)

24 A B C S d AB d BC d AC Gambar 14 Dua buah subkonduktor Bila 3 buah subkonduktor, atau n = 3 (Gambar 15), maka: R r 1 S Gambar 15 Tiga buah subkonduktor Bila 4 buah subkonduktor, atau n = 4 (Gambar 16), maka: ( )

25 S S R S S Gambar 16 Empat buah subkonduktor Bila n buah subkonduktor, maka diperoleh bentuk umum: c. Reaktansi Kapasitif Reaktansi kapasitif konduktor berkas dapat ditulis sebagai berikut: Bentuk persamaan untuk X d1 telah diberikan dalam persamaan (32) sebagai berikut: Persamaan untuk dapat ditulis sebagai :

26 Dan bila persamaan (30) dirobah dengan mengganti r 1 dengan r 1, maka: [ ] Jadi: Atau : [ ] Dimana r 1 adalah radius sub-konduktor. 3. SALURAN GANDA FASA TIGA a. Reaktansi Induktif Saluran Ganda Fasa-Tiga Suatu saluran ganda fasa-tiga mempunyai dua konduktor paralel per fasa dan arus terbagi rata antara kedua konduktor, baik karena susunan konduktor yang simetris maupun karena transposisi. Pada Gambar 17 diberikan potongan dari saluran ganda fasa-tiga. Konduktor konduktor a dan d dihubungkan paralel, demikian juga konduktor-konduktor b dengan e dan konduktor konduktor c dengan f. 1=a d 16 6=f d 12 2=b d 13 d 25 d 23 3=c d 36 4=d Gambar 17 Susunan penghantar suatu saluran ganda fasa tiga

27 Pada umumnya semua konduktor adalah identik dengan radius r 1, jadi: I a = I d, I b = I e, dan I c = I f. Bila saluran 1 jauh dari saluran 2 maka induktansi bersama antara konduktor-konduktor dapat diabaikan. Tetapi pada umumnya kedua saluran itu ditopang pada satu menara, jadi jarak-jarak antara konduktor tidak besar, sehinggta induktansi bersama tidak dapat diabaikan. Sekalipun demikian, dalam praktek, sering diambil impedansi dari saluran ganda itu sama dengan separuh dari impedansi dari satu saluran, dengan kata lain pengaruh dari impedansi bersama itu diabaikan. Dimana: Untuk memperoleh hasil yang lebih teliti sebaiknya memperhitungkan pengaruh dari induktansi bersama dan untuk menghitung reaktansi induktif dari saluran ganda tersebut dapat juga digunakan metode GMR dan GMD yang telah dibahas sebelumnya. Jadi : Dimana :

28 b. Reaktansi Kapasitif Saluran Ganda Fasa-Tiga Sama halnya dengan reaktansi induktif, konsepsi GMD dan GMR dapat juga digunakan untuk menghitung reaktansi kapasitif dari saluran ganda fasa-tiga, dimana GMD sama dengan GMD pada persamaan (40) dan GMR pada persamaan (41) dengan mengganti r 1 menjadi r 1. Dimana: F. PENGETANAHAN MENARA TRANSMISI 1. Tahanan Kaki Menara Untuk melindungi kawat fasa terhadap sambaran langsung dari petir digunakan satu atau dua kawat tanah yang terletak di atas kawat fasa dengan sudut perlindungan lebih kecil 18. Dengan demikian kemungkinan terjadinya loncatan api karena sambaran petir secara langsung dapat diabaikan. Kemungkinan terjadinya loncatan balik karena sambaran kilat secara langsung pada puncak menara atau kawat tanah tetap masih ada, dan untuk menguranginya tahanan kaki menara harus dibuat tidak melebihi 10 Ohm. Tahanan kaki menara 10 Ohm dapat diperoleh dengan menggunakan satu atau lebih batang pengetanahan. Pemilihan

29 penggunaan batang pengetanahan tergantung dari tahanan jenis tanah dimana menara transmisi tersebut berada. Bila menggunakan batang pengetanahan, tahanan kaki menara dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Dimana : R L d = tahanan kaki menara dalam Ohm = tahanan jenis tanah dalam Ohm-m = panjang dari batang pengetanahan dalam meter = diameter batang pengetanahan dalam meter Menurut persamaan diatas, tahanan kaki menara akan berkurang dengan menambah panjang batang pengetanahan. Tetapi hubungan ini tidak langsung dan akan mencapai satu titik dimana penambahan panjang batang pengetanahan hanya akan mengurangi tahanan kaki menara sedikit. Dalam hal ini digunakan batang pengetanahan paralel, persamaan diatas tetap dapat digunakan untuk menghitung tahanan kaki menara, bila variabel d diubah menjadi A dan jari-jari batang pengetanahan sama sesuai dengan persamaan 10.2. Harga A adalah kelipatan batang pengetanahan yang tergantung dari penempatan masing-masing batang pengetanahan sebagai berikut : Penempatan : 2 batang diletakkan dimana saja 3 batang diletakkan membentuk segitiga

30 4 batang diletakkan membentuk segiempat (45) Dimana : r = jari-jari dari masing-masing batang pengetanahan (harus sama) a = jarak antara batang pengetanahan 2. Sistem Pengetanahan Driven Rod Untuk mendapatkan tahanan kaki menara yang kecil maka menara transmisi harus diketanahkan dengan menggunakan satu atau lebih batang pengetanahan (driven rod) atau sistem counterpoise. Sistem pengetanahan Driven Rod merupakan sistem pengetanahan yang menggunakan batang konduktor yang ditanam tegak lurus terhadap tanah. Sistem pengetanahan Driven Rod dapat menggunakan satu batang konduktor atau 4 batang konduktor a. Sistem pengetanahan Driven Rod satu batang konduktor Bila satu batang konduktor dengan panjang l dan memiliki radius r dan ditanam tegak lurus pada tanah, maka tahanan, kapasitansi, dan induktansi dari konduktor besama tanah adalah :

31 b. Sistem pengetanahan Driven Rod empat batang konduktor Bila empat batang konduktor dengan panjang l dan memiliki radius r dan ditanam tegak lurus pada tanah, maka tahanan, kapasitansi, dan induktansi dari konduktor besama tanah adalah : ( ) [ ] Dimana : = permitivitas relatif tanah

32 l S 1 S 2 Gambar 18 Driven Rod empat batang konduktor G. Lompatan Api Balik (Back-Flashover) Lompatan api balik (back-flashover) merupakan fenomena yang terjadi saat kawat tanah (Ground Wire) tersambar petir langsung (Direct Stroke). Besarnya tegangan yang timbul pada isolator transmisi tergantung pada kedua parameter kilat, yaitu puncak dan kecuraman muka gelombang kilat. Tidak semua sambaran kilat dapat mengakibatkan lompatan api balik (back-flashover) pada isolasi saluran. Fenomena ini terjadi apabila saat kawat tanah tersambar petir dan sisa arus yang mengalir ke sistem pengetanahan kembali lagi ke puncak menara melalui menara transmisi dengan berosilasi. Lompatan api balik (back-flashover) pada saluran terjadi bila tegangan yang timbul sangat besar dan melebihi kekuatan tegangan impuls V 50% isolator.

33 Gambar 19 Bekas isolator yang terkena Flashover Dimana : K 1 = 0,4 x L K 2 = 0,71 x L L = panjang renteng isolator t = waktu tembus atau waktu lompatan api (µdet) H. Jumlah Sambaran Kilat Ke Bumi, Lompatan Api Dan Busur Api Jumlah sambaran kilat ke bumi adalah sebanding dengan jumlah hari guruh per tahun atau Iso Keraunic Level (IKL) di tempat itu. Dengan kesepakatan para peneliti bahwa sambaran yang mengenai saluran dekat menara sebesar 60 % dan sisanya 40 % mengenai kawat tanah jauh dari menara sepanjang gawang dan probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api untuk Saluran Udara

34 Tegangan Tinggi (SUTT) adalah : η = 0,86. Untuk menghitung jumlah sambaran kilat yang mungkin menyambar kawat transmisi dapat digunakan persamaan : K sambaran per 100 km/tahun 6 (55) Dimana : IKL = Iso Keraunic Level (Intensitas petir) b = Jarak pemisah antara kedua kawat tanah (meter) = Tinggi kawat tanah pada menara (meter) Untuk menghitung probabilitas total yang menimbulkan gangguan Back- Flashover perlu terlebih dahulu mengetahui probabilitas distribusi harga puncak arus petir dengan menggunakan rumus empiris menurut Anderson-Erksson sebagai berikut : Dimana : = Probabilitas arus petir I = Amplitudo arus petir (ka) Sedangkan hubungan antara waktu muka gelombang arus petir dengan frekuensi terjadinya dapat dilihat pada tabel 1 berikut 6 : Tabel 1 hubungan antara waktu muka gelombang arus petir dengan frekuensi terjadinya Waktu untuk mencapai harga puncak Arus petir (µs) Frekuensi Terjadinya (%) Sampai 0,5 7 1 23 1,5 22 2 48

35 Sehingga jumlah sambaran yang dapat mengakibatkan back-flashover dapat dihitung menggunakan persamaan : Sambaran per 100 km/ tahun 6 (57) Dimana : [ ] 6 Pada saluran udara tegangan tinggi (SUTT) η = 0,85 dan dengan anggapan bahwa jumlah sambaran pada menara 60 % dari seluruh sambaran. Dari : Gelombang berjalan dan Proteksi Surja TS Hutauruk tahun 1991.