Pesantren, organisasi modern Islam, masa penjajahan.

dokumen-dokumen yang mirip
POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

I. PENDAHULUAN. pesantren terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

2. BAB II TINJAUAN UMUM

PELEMBAGAAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA. Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag. sendiri. Jadi, hukum Islam mulai ada sejak Islam ada. Keberadaan hukum Islam di

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan sistem pendidikan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa:

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang sedang dan akan. mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lewat peperangan, seperti Mesir, Irak, Parsi dan beberapa daerah lainnya. proses Islamisasi itu adalah pendidikan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kegiatan adalah suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya tidak

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB V KESIMPULAN. permasalahan yang dibahas. Dalam kesimpulan ini penulis akan memaparkan. telah dikaji. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh individu maupun masyarakat secara luas. teknologi telah melahirkan manusia-manusia yang kurang beradab.

I. PENDAHULUAN. oleh Durkheim (Betty Schraf, 1995), bahwa fungsi agama adalah. mempertahankan dan memperkuat solidaritas dan kewajiban sosial pada

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hlm Tim Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam, Pola Pembelajaran di Pesantren,

BAB I PENDAHULUAN. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring bertambahnya manusia dan tuntutan hidup dalam bermasyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan-

PENDAHULUAN. Sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang, pondok pesantren merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan koperasi di Negara-negara Eropa Barat dan Jepang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. jauh lebih banyak dan lebih komplek dibandingkan pada masa-masa sebelumnya.

PERANAN YAYASAN PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD DESA SUMBEREJO KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN LUMAJANG

BAB I PENDAHULUAN. Islam dalam Kurun Modern, (Jakarta: LP3ES, t.th.), h Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Secara garis besar pendidikan Agama Islam yang diberikan di sekolah atau. keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah Swt.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. media atau saluran tertentu. (A. Muis, 2001 : 37) Masyarakat dapat mendengarkan informasi tentang kesehatan, pendidikan,

PONDOK PESANTREN DALAM UNCERTAINTY SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA

LRC. Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang dikatakan selalu berbenturan dengan aspek sosial budaya

I. PENDAHULUAN. Margakaya pada tahun 1738 Masehi, yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150.

BAB IV PERANAN MAJELIS TAKLIM AL-HAQ WAL HAŻ DALAM MEMBINA MORAL REMAJA PONCOL

DAFTAR PUSTAKA. Asmuni, Syukri. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al Ihsan, 1985.

BAB I PENDAHULUAN. jasmaniah dan rohaniah berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. rangka memenangkan persaingan tersebut. Dengan globalisasi disemua

BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan. bebas dan kasus penyimpangan lainnya.

POLA PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. tempat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama Islam. Pesantren dalam

BAB VI PENUTUP. implikasi teoritik, dan keterbatasan studi sebagai berikut: 1. Model integrasi Ma had Sunan Ampel Al-Aly ke dalam sistem pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu ibadah wajib. Selain zakat fitrah yang menjadi kewajiban setiap

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan

PESANTREN: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA. Adi Fadli (Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tentu Negara akan lemah dan hancur. Sikap dan tingkah laku. dan membentuk sikap, moral serta pribadi anak.

DINAMIKA PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN DI INDONESIA. Oleh: Zulhimma 1. Kata Kunci: Dynamic, evolution, boarding school and Indonesia

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan manusia dapat dibedakan dengan makhluk-makhluk lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sudah mengetahui dan memiliki nilai-nilai hidup, norma-norma kesusilaan,

BAB V PEMBASAHAN. paparkan di bab I,IV, dan VI, di Tehap selanjutnya adalah pembahasan. Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pondok Pesantren TPI Al Hidayah Plumbon Limpung

MONITORING DAN EVALUASI DI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai satu atau. lebih, sehingga terjadi interaksi antar individu.

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

Ma'had al Jamiáh dan Pembinaan Karakter Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Sinar Baru, Surabaya, 1997, hlm. 2.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRUKSI PEMIKIRAN DALAM PENDIDIKAN. Secara umum para ahli pendidikan dalam mendefinisikan pendidikan

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

BAB I PENDAHULUAN. Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah seorang ulama, tokoh pendidikan, dan juga merupakan

Idiologi Pendidikan, Pustaka Rizki Putra, Semarang, Cet Pertama. 2007, hal. 11.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MANAJEMEN PERENCANAAN PONDOK PESANTREN, KUALITAS DAN KUANTITAS SANTRI

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam harus dapat menjadi

Pendidikan Agama Islam

PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN MODERN

BAB I PENDAHULUAN. (Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1998) hlm 8. 1 Departemen Agama RI, Pedoman Pembinaan Pokok Pesantren,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menghiraukan penderitaan bangsa yang dijajah. Indonesia merupakan salah satu

Transkripsi:

PESANTREN, ORGANISASI MODREN ISLAM DI MASA PENJAJAHAN Oleh: Nurul Aini * Abstrak pesantren didirikan atas dasar kesadaran akan kewajiban dakwah islamiyah, yaitu menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam serta mencetak para ulama atau da i. Pada zaman penjajahan, pesantren sebagai organisasi modren Islam banyak menghadapi rintangan dan hambatan dari pemerintah kolonial walaupun demikian semasa penjajahan Jepang pesantren diterima bangsa Jepang sebagai mitra dalam memajukan pendidikan. Dari perkembangan selanjutnya pesantren semakin eksis sebagai lembaga pendidikan Islam. Dimana dengan materi, metode serta sistem pendidikan yang sesuai dan selaras dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sehingga pesantren dapat diakui sebagai dasar dan sumber pendidikan nasional. Akhirnya sebagai organisasi modren Islam pesantren mampu membangkitkan sifat inisiatif untuk responsif terhadap perkembangan bagsa Indonesia Kata-kata kunci: Pesantren, organisasi modern Islam, masa penjajahan. A. Pendahuluan Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia. Dalam perkembangannya pondok pesantren mengalami dinamika sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia. Pada awalnya pondok pesantren bersifat tradisional non klasikal dengan metode sorongan dan wetonan dan materi khusus mempelajari agama. Sebagai pendidikan Islam tertua Pesantren berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan ummat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1 Pada saat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah, pesantren mengalami berbagai hambatan dan rintangan, namun tetap eksis sebagai * Dosen Tetap STAI Darussalam dan Ketua Jurusan Tarbiyah STAI Darussalam. 1 Abdul Azis Dahlan (ed), Ensiklopedi Islam. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996, Cetakan ke-3 Jilid 4, h. 99. 47

lembaga pendidikan Islam yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pondok pesantren dengan kepemimpinan dan kharisma ulama serta santri sebagai murid yang setia dengan segala kesederhanaannya terbukti mampu menyelamatkan umat Islam Indonesia dari kehancuran, walau telah dijajah hampir 350 tahun baik oleh penjajah Belanda maupun Jepang. Setelah Indonesia merdeka Pesantren mengalami perubahan-perubahan baik dari segi materi maupun metode pendidikannya. Sehingga Pesantren mampu menampakkan diri sebagai salah satu organisasi modren Islam di masa penjajahan. Pesantren di Indonesia mengikuti perkembangan zaman dengan tidak menghilangkan tradisi pesantren, sebab jika tidak maka eksistensi pesantren sebagai pencetak kader-kader ulama dan organisasi Islam modren akan pudar. Dalam hal ini pesantren sebagaimana yang dikatakan Azyumardi Azra bahwa tugas pokok yang dipikul pesantren selama ini, pada esensinya adalah mewujudkan manusia dan masyarakat muslim Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dalam kaitan ini, secara lebih khusus lagi, pesantren bahkan diharapkan berfungsi lebih dari itu. Ia diharapkan dapat memikul tugas yang tak kalah pentingnya, yakni melakukan reproduksi ulama. Dengan kualitas keislaman, keimanan dan akhlaknya, para santri diharapkan memainkan fungsi ulama, dan pengakuan keulamaan mereka biasanya pelan-pelan tapi pasti akan datang dari masyarakat. Selain itu, pesantren juga bertujuan menciptakan manusia muslim yang mandiri dan ini kultur pesantren yang cukup menonjol yang mempunyai swakarya dan swadaya. 2 2 Azyumardi Azra, Dilema Pesantren Menghadapi Globalisasi, dalam Saifullah Ma shum (ed), Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat ini. Yayasan Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri, Jakarta, 1998, h. 136-137. 48

Dalam mengeksiskan Pesantren sebagai organisasi Islam modren di masa penjajahan penuturan Azyumardi Azra tersebut diperkuat oleh Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan nasional sekaligus sebagai Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI yang pertama, berpendapat bahwa pondok pesantren merupakan dasar sumber pendidikan nasional karena sesuai dan selaras dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. 3 B. Pengertian Pesantren Pondok Pesantren berasal dari dua kata, yaitu pondok dan pesantren. Pondok berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti tempat menginap atau asrama. Sedangkan pesantren berasal dari bahasa Tamil, dari kata santri, diimbuhi awalan pe dan akhiran an yang berarti para penuntut ilmu. 4 Kata Pesantren mengandung pengertian asrama atau tempat murid-murid belajar mengaji dan bisa juga disebut pondok. 5 Dalam bahasa Indonesia sering nama pondok dan pesantren dipergunakan juga sebagai sinonim untuk menyebut Pondok Pesantren. 6 Menurut Manfred Ziemek sebagaimana yang dikutip Wahjoetomo, kata pondok berasal dari funduk (Arab) yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, karena pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri yang diimbuhi pe- dan akhiran -an yang berarti menunjukkan tempat, maka artinya adalah tempat para santri. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata sant (manusia baik) 3 Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, h. 185. 4 Muhammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, h. 145. 5 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 1996, h. 762. 6 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial. P3M, Jakarta, 1986, h. 116. 49

dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik. Sedangkan menurut Geertz, pengertian pesantren diturunkan dari bahasa India shastri yang berarti ilmuwan Hindu yang pandai menulis. Maksudnya, pesantren adalah tempat bagi orang-orang yang pandai membaca dan menulis. Gertz menganggap bahwa pesantren dimodifikasi dari pura Hindu. 7 Menurut istilah pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.8 Pesantren adalah suatu bentuk lingkungan masyarakat yang unik dan memiliki tata nilai kehidupan yang positif yang mempunyai ciri khas tersendiri, sebagai lembaga pendidikan Islam. Adapun unsur pokok dari pondok pesantren adalah:1. Kyai 2. Santri 3. Pondok 4. Masjid 5. Kitabkitab klasik. 9 Pondok Pesantren merupakan suatu komunitas tersendiri, dimana kyai, ustadz, santri, dan pengurus pesantren hidup bersama dalam satu lingkungan yang berlandaskan nilai-nilai agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasaan-kebiasaannya sendiri. 7 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan. Gema Insani Press, Jakarta, 1997, h. 70. 8 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. INIS, Jakarta, 1994, h.155. 9 Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Citapustaka Media, Bandung, 2001, h.69. 50

Sistem pendidikan pesantren dapat diselenggarakan dengan biaya yang relatif murah karena semua kebutuhan belajar mengajar disediakan bersama oleh para anggota pesantren dengan dukungan masyarakat sekitarnya. Adapun tujuan dibentuknya pondok pesantren adalah: 1. Mencetak ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat at-taubah ayat 122 yang artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke Medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. 10 2. Mendidik muslim yang melaksanakan syari at agama Para santri yang telah menamatkan pelajarannya, walaupun tidak sampai ke tingkat ulama, setidaknya mereka harus mempunyai kemampuan melaksanakan syari at agama secara nyata dalam rangka mengisi, membina dan mengembangkan suatu peradaban dalam persfektif Islami. 3. Mendidik agar objek memiliki keterampilan dasar yang relevam dengan terbentuknya masyarakat beragama. 11 10 Departemen Agama RI. Al-Qur an dan Terjemahnya. Toha Putra, Semarang, 1985, h. 302. 11 Yusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam. Gema Insani Press, Jakarta, 1995, h.183. 51

Dengan demikian tujuan pesantren dapat dilihat dari dua segi, yaitu: 1. Tujuan khusus, adalah mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat. 2. Tujuan umum, adalah membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya. 12 Masing-masing tujuan pesantren tersebut banyak mempunyai perbedaan dikarenakan bajyak jenis dan kategorisasi pesntren. Menurut Abdul azis dan Saifullah Ma sum bahwa selama ini orang sering membuat kategorisasi pesantren di Indonesia secara sederhana ke dalam dua bentuk, yaitu pesantren salaf dan pesantren modern. Pesantren salaf sering juga diidentikkan dengan pesantren tradisional, sehingga pesantren yang tidak tergolong salaf dikategorikan sebagai pesantren modern. 13 Dilihat dari metode pendidikan yng diterapkan, pesantren di Indonesia setidaknya bisa dikelompokkan menjadi tiga bentuk. Pertama, bentuk salaf murni, dengan karakter ciri-ciri tertentu, yakni pesantren yang semata-mata hanya mengajarkan atau menyelenggarakan pengajian kitab kuning yang dikategorikan ma tabarah, dan sistem pendidikan yang diterapkan adalah sistem sorogan atau bandongan. Kedua, bentuk salaf yang dikombinasikan dengan sistem lain (tidak murni). Yaitu pesantren selain menyelenggarakan pengajian kitab kuning juga membuka pendidikan dengan sistem madrasati (klasikal). Ketiga, bentuk pesantren non-salaf, yaitu pesantren yang selalu program pendidikannya disampaikan dengan 12 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, h. 24. 13 Abdul Azis & Saifullah Ma shum, Karakteristik Pesantren Indonesia dalam Saifullah Ma shum (ed), Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini. Yayasan Islam al-hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri, Jakarta, 1998, h. 43. 52

sistem klasikal dan tidak membuka pengajian kitab kuning sebagai materi pelajaran yang utama. 14 Sebagai organisasi Islam moderan karakteristik pesantren di Indonesia dapat diuraikan sederhana sebagai berikut: Rata-rata pesantren, dengan tipe apapun, tidak memiliki rencana induk pengembangan secara tertulis. Kalaupun ada, kebanyakan rencana induk tersebut tersimpan dalam benak atau pikiran pendiri atau pengasuhnya. Faktor penyebabnya banyak, antara lain karena pembuatan pola atau perencanaan kegiatan pendidikan berjangka panjang belum menjadi tradisi dalam pengelolaan kelembagaan pesantren. Hal ini terjadi, karena adanya pertimbangan praktis dari para pengasuh, dengan pengelolaan secara sederhana saja lembaga pendidikan yang diasuh sudah bisa berkembang, kenapa mesti membuat rencana induk segala. Dengan kata lain, aspek perencanaan, sebagai salah satu unsur vital dalam kegiatan manajemen, belum dipandang sebagai suatu kebutuhan penting bagi pengembangan pesantren. 15 Di samping itu, juga karena tiadanya tenaga perencana, keterbatasan kemampuan mengelola sebuah organisasi formal, kecenderungan bersikap reaktif dari pada proaktif, keterbatasan sumber dana, dan lain-lain. Implikasi yang ditimbulkan dari tidak adanya rencana induk pesantren, antara lain tampak pada perumusan tujuan dan misi pesantren yang terkesan sangat umum dan longgar. Tujuan yang diterapkan sering tidak dapat diukur secara kuantitatif dan bahkan secara kualitatif. Hampir di semua pesantren, para santri dididik dengan tujuan menjadi calon ulama yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam. Tidak tampak tujuan spesifik dan khas suatu pesantren, sehingga membedakan (tujuan) antara satu pesantren dengan pesantren lain. 16 14 Ibid. 15 Ibid., h. 26. 16 Ibid., hlm. 46. 53

Menurut Zamakhsyari Dhofier bahwa secara garis besar, lembagalembaga pesantren pada dewasa ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu: 1. Pesantren Salafi yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. 2. Pesantren Khalafi yang telah memasukkan pelajaran-pelajaran umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkan. 17 Banyak pesantren di Indonesia yang menerapkan sistem Salaf karena ingin tetap mengakui ulama-ulama dahulu yang saleh dan menjaga keaslian ajaran Islam dengan mengikuti ulama-ulama Salafush-shalihin yang istiqomah di dalam memegang teguh ajaran Islam dan tetap menjaga ciri khas pesantren itu sendiri sebab pesantren memegang prinsip yang sangat tepat yaitu memelihara hal-hal yang sudah baik dan mengambil halhal yang lebih baik. 17 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandang Hidup Kiai. LP3ES, Jakarta, 1994, h. 41. 54

C. Sejarah Pesantren Menurut Wahjoetomo terus terang, tak banyak referensi yang menjelaskan tentang kapan pondok pesantren pertama berdiri dan bagaimana perkembangannya pada zaman permulaan. 18 Tetapi bahwa pesantren salaf telah ada di Indonesia sejak masuknya Islam diakui adanya sebagaimana yang dilakukan oleh para wali songo yang menyebarkan Islam Indonesia, mereka mendirikan pesantren untuk mengajari murid-muridnya akan ilmu-ilmu agama. Menurut Karel A. Steenbrink bahwa secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren dilihat dari segi bentuk dan sistemnya, berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah dipergunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu di jawa. Setelah Islam masuk dan tersebar di Jawa, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri halnya mengaji bukanlah berasal dari istilah Arab, melainkan dari India. Demikian juga istilah pondok, langgar di Jawa, surau di Minangkabau dan rangkang di Aceh bukanlah istilah Arab, tetapi dari istilah yang terdapat di India. 19 Selain alasan terminologi, persamaan bentuk antara pendidikan Hindu di India dan pesantren dapat dianggap sebagai petunjuk untuk menjelaskan asal-usul sistem pendidikan pesantren. Soegarda Poerbakawatja misalnya, menyebut persamaan itu dalam penyerahan tanah oleh negara bagi kepentingan agama yang terdapat dalam tradisi Hindu. Selanjutnya dia melihat beberapa unsur yang dapat dikemukakan baik dalam sistem pendidikan Hindu maupun pesantren di Indonesia yang tidak dijumpai dalam sistem pendidikan Islam yang asli di Mekkah. Unsur tersebut antara lain, seluruh sistem pendidikannya bersifat agama, guru 18 Ibid, Wahjoetomo. 19 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. LP3ES, Jakarta, 1994, h. 20-21. 55

tidak mendapatkan gaji, penghormatan yang besar terhadap guru dan para murid yang pergi meminta-minta ke luar lingkungan pondok. Akhirnya dia juga menyebutkan letak pesantren yang didirikan di luar kota, dapat dijadikan alasan untuk membuktikan asal-usul pesantren dari Hindu. 20 Menurut Karel A. Steenbrink ada beberapa aspek yang menunjukkan bahwa alasan-alasan untuk menyatakan asal-usul pesantren dari Hindu tidak cukup kuat. Beberapa unsur yang dikemukakan Soegarda Poerbakawatja yang mengatakan bahwa sistem pendidikan pesantren berasal dari Hindu bukan Islam, ternyata kurang tepat, sebab sistem tersebut dapat diketemukan dalam dunia Islam. Begitu pula kebiasaan para santri untuk sering mengadakan perjalanan yang diketemukan pada masa pra Islam di Jawa, ternyata dapat ditemukan juga dalam tradisi Islam. 21 Menurut Mahmud Yunus yang dikutip Karel A. Steenbrink menyatakan bahwa asal usul pendidikan individual yang dipergunakan dalam pesantren serta pendidikan yang dimulai dengan pelajaran bahasa Arab, ternyata dapat diketemukan di Bagdad ketika menjadi pusat dan ibu kota wilayah Islam. 22 Adat kebiasaan atau begitu pula tradisi menyerahkan tanah oleh negara bagi pendidikan agama, dapat ditemukan dalam sistem wakaf. Selanjutnya untuk unsur-unsur lainnya dapat ditemukan juga dalam kebudayaan Islam. Mengenai istilah yang dipergunakan, memang bukan dari istilah Arab, walaupun asal usul istilah pondok mungkin berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti pesanggrahan atau penginapan bagi orang yang bepergian. Tetapi hal itu toh terlalu sederhana kalau istilah yang tidak diberi cap Arab bukan berasal dari Islam. 23 20 Ibid., h. 21. 21 Ibid., h. 22. 22 Ibid. 23 Ibid. 56

ini. 24 Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan dan Jurnal Darussalam, Volume 8, No.1, Januari - Juni 2009 Menurut Karel A. steenbrink bahwa persoalan historis tentang asal usul pesantren tidak dapat diselesaikan dan dipahami seluruhnya, sebelum problematika lainnya diselesaikan terlebih dahulu, yaitu tentang kedatangan Islam di Indonesia kadang-kadang melalui jalan peperangan, tetapi sebagian besar melalui jalan damai, dengan cara menyingkirkan agama lain secara perlahan-lahan. Persoalan ini disinggung karena pembahasan tentang asal usul pesantren mempunyai dampak yang besar bagi model pendidikan pengembangan agama Islam, dan pengembangan Islam di tanah air (khususnya di Jawa) dimulai dan dibawa oleh wali songo, maka model pesantren di pulau Jawa juga mulai berdiri dan berkembang bersamaan dengan zaman Wali Songo. Karena itu, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pondok pesantren yang pertama didirikan adalah pondok pesantren yang didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maulana Maghribi. Ini karena syekh Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada 12 Rabi ul Awal 822 H bertepatan dengan 8 April 1419 M dan dikenal juga sebagai Sunan Gresik adalah orang yang pertama dari sembilan wali yang terkenal dalam penyebaran Islam di Jawa. 25 Dari data ini dapat dilihat bahwa keberadaan pesantren sudah ada semenjak adanya wali songo. Namun kalau menurut data Departemen Agama, pesantren tertua di Indonesia ialah Pondok Pesantren Luhur Dondong Semarang, yang didirikan pada tahun 1906 oleh Kiai Syafi i Pijoro Negoro, konon kiai ini adalah salah seorang komandan pasukan Sultan Agung saat menyerbu Batavia. 26 24 Ibid., h. 23. 25 Ibid, Wahjoetomo. h. 70-71. 26 Tim Kompas, Pesantren: Dari Pendidikan Hingga Politik dalam Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren. Paramadina, Jakarta, 1997, h. 123. 57

Dengan demikian pesantren yang terdata lebih awal adalah pesantren Dodong Semarang sekaligus sebagai pesantren salaf yang pertama terdata di Departemen Agama. D. Pondok Pesantren, Organisadsi Islam Modren Di Masa Penjajahan Pada masa penjajahan Belanda, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, pesantren menyatu dengan kehidupan mereka. Pada saat itu pesantren merupakan tempat belajar yang sangat bergengsi atau idola bagi generasi muda Muslim, anak-anak muslim (yang bukan priyayi) merasa rendah jika mereka tidak dapat memasuki pesantren. Dan keluarga akan bangga memasukkan anaknya ke pesantren apalagi jika pesantren tersebut jauh letaknya yang dipimpin oleh seorang kyai yang terkenal. 27 Pada saat itu pesantren mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena pesantren merupakan alternatif lembaga pendidikan bagi masyarakat dan sebagai organisasi Islam modren. Hal ini menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda, mereka takut perkembangan dan kedudukan organisasi pesantren akan menggoyangkan kekuasaan Belanda di Nusantara. Sejak itu Belanda mulai menghalangi dan menghambat pendidikan dan perkembangan pesantren, bahkan kegiatan keagamaan Islam juga dibatasi, seringkali Dewan Direktur VOC mengeluarkan instruksi kepada gubernur jenderal dan para penasehatnya untuk melarang upacara-upacara keagamaan terbuka yang dilakukan agama selain Kristen. Pada tahub 1651 M, Dewan Kota Batavia mengeluarkan pernyataan bahwa masyarakat Muslim dilarang melakukan pertemuan untuk mengerjakan ibadah, baik terbuka maupun rahasia. Pada tahun 1825 M Belanda menetapkan resolusi yang berisi pembatasan jumlah jama ah haji. Setiap calon jemaah haji harus 27 Ibid, Mastuhu, h. 23. 58

memiliki paspor yang wajib dibeli dengan harga 110 gulden, jumlah yang sangat besar saat itu. 28 Selama penjajahan, pesantren sebagai organisasi Modren lepas dari perencanaan pendidikan pemerintah Belanda. Menurut mereka sistem pendidikan Islam sangat jelek, baik dilihat dari segi tujuan, metode, maupun dari segi bahasa (Arab) yang dipergunakan untuk mengajar, sehingga sulit untuk dimasukkan dalam perencanaan pendidikan umum pemerintah kolonial. Tujuan Pendidikan Islam menurut Belanda tidak menyentuh kehidupan dunia, metode yang dipakai tidak jelas dan juga kedudukan seorang guru tidak berbeda dengan pemimpin agama, selain itu tulisan Arab tidak sesuai dengan tulisan latin sehingga sulit dimasukkan dalam perencanaan pendidikan mereka.sebaliknya mereka menerima sekolah Zending untuk dimasukkan ke dalam sistem pendidikannya karena secara filosofis dan teknik dianggap lebih mudah, baik tujuan, metode maupun bahasa sesuai dengan nilai-nilai pemerintah Belanda. Untuk menyaingi keberadaan pesantren, Belanda mendirikan sekolah yang diperuntukkan bagi sebagian bangsa Indonesia terutama bagi golongan priyai dan pejabat kolonial, maka sejak saat itu terjadi persaingan antara lembaga pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan Belanda. Akibat adanya larangan, persaingan, dan batasan-batasan yang dibuat Belanda, perkembangan Islam dan pesantren menjadi terhambat, sehingga pemahaman masyarakat tentang ajaran Islam sangat minim dan memprihatinkan. Pengetahuan keislaman masyarakat hanya sebatas khitan, puasa, zakat, haji dan larangan memakan daging babi. Dalam bidang aqidah masyarakat telah menyimpang dari ajaran tauhid seperti memberikan sesajen kepada makhluk-makhluk halus yang menghuni bebatuan, sungai, pohon, kayu dan sebagainya. 28 Ibid, Wahjoetomo, h. 75. 59

Kalangan pesantren sangat benci dengan penjajah Belanda yang menghalangi kebebasan beragama orang-orang Islam. Kebencian itu diwujudkan dalam tiga hal, yaitu: 1. Uzlah atau pengasingan diri. Para kyai yang tidak suka dengan penguasa Belanda, mendirikan atau memindahkan pesantrennya ke desa-desa atau tempat-tempat terpencil yang jauh dari pengaruh kolonial. Dalam posisi uzlah atau hidup terpisah dengan pemerintah kolonial, pesantren terus mengembangkan dirinya dan menjadi tumpuan pendidikan bagi umat Islam di pelosok-pelosok pedesaan. 29 2. Bersikap non kooperatif dan mengadakan perlawanan secara diamdiam Sambil belajar para kyai menanamkan semangat jihad kepada para santrinya untuk menentang penjajah dan membela Islam. Mereka menfatwakan bahwa membela negara dari ancaman orang-orang kafir termasuk bagian dari iman. Fatwa yang lebih keras lagi adalah barangsiapa yang meniru atau mengikuti suatu golongan berarti ia termasuk golongan tersebut. Oleh sebab itu para kyai melarang santrinya mengenakan celana panjang, dasi, sepatu, dan lain-lain, yang dianggap sebagai pakaian orang kafir (Belanda). 30 29 Ibid, Mastuhu, h.22 30 Ibid, Wahjoetomo, h. 78. 60

3. Mengadakan perlawanan fisik menghadapi Belanda Hampir semua perlawanan fisik (peperangan) melawan penjajah mendapat dukungan sepenuhnya di pesantren. Perang-perang besar seperti perang Paderi, perang Diponegoro, perang Banjar, serta perlawananperlawanan rakyat yang bersifat local, tidak terlepas dari peran tokoh-tokoh pesantren. 31 Kegemilangan penjajah Belanda lenyap setelah Jepang berada di Indonesia. Mereka datang ke Indonesia bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai sumber bahan mentah dan tenaga manusia yang sangat berarti. Pada zaman revolusi fisik dalam rangka mencapai kemerdekaan, pesantren merupakan salah satu pusat grilya dalam peperangan melawan Jepang. Banyak santri membentuk barisan Hizbullah yang kemudian menjadi salah satu embrio Tentara Nasional Indonesia (TNI). Di tingkat pimpinan dan melalui jalur perjuangan diplomasi, tidak sedikit kyai-kyai dan pengasuh pesantren yang menjadi pimpinan nasional dan ikut serta memberikan andilnya dalam menegakkan kemerdekaan bangsa. Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Islam lebih lunak, sehingga pendidikan Islam lebih bebas dibandingkan pada masa penjajahan Belanda. Jepang tidak menghiraukan kepentingan agama, yang penting bagi mereka adalah demi keperluan memenangkan perang, dan kalau perlu pemuka agama lebih diberikan keleluasaan dalam mengembangkan pendidikannya. Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang. 32 Pesantren dijadikan sebagai mitra dalam memajukan pendidikan, sehingga pesantren sebagai organisasi modren dalam penjajahan Jepang adalah diperhitungkan. 31 Ibid, Hasbullah. h.149. 32 Ibid., h.64. 61

E. Penutup Demikianlah uraian tentang pesantren, organisasi modren Islam pada masa penjajahan di Indonesia. Pada awalnya pesantren didirikan atas dasar kesadaran akan kewajiban dakwah islamiyah, yaitu menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam serta mencetak para ulama atau da i. Pada zaman penjajahan, pesantren sebagai organisasi modren Islam banyak menghadapi rintangan dan hambatan dari pemerintah kolonial walaupun demikian semasa penjajahan Jepang pesantren diterima bangsa Jepang sebagai mitra dalam memajukan pendidikan. Dari perkembangan selanjutnya pesantren semakin eksis sebagai lembaga pendidikan Islam. Dimana dengan materi, metode serta sistem pendidikan yang sesuai dan selaras dengan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia sehingga pesantren dapat diakui sebagai dasar dan sumber pendidikan nasional. Akhirnya sebagai organisasi modren Islam pesantren mampu membangkitkan sifat inisiatif untuk responsif terhadap perkembangan bagsa Indonesia. 62

DAFTAR PUSTAKA Ali, Muhammad Daud dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999. Azis Abdul & Saifullah Ma shum, Karakteristik Pesantren Indonesia dalam Saifullah Ma shum (ed), Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini. Yayasan Islam al-hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri, Jakarta, 1998. Azra, Azyumardi Dilema Pesantren Menghadapi Globalisasi, dalam Saifullah Ma shum (ed), Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat ini. Yayasan Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri, Jakarta, 1998. Dahlan, Abdul Azis (ed), Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996. Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, Semarang, 1985. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandang Hidup Kiai. LP3ES, Jakarta, 1994. Feisal, Yusuf Amir, Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta:Gema Insani Press, Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. INIS, Jakarta, 1994. Putra, Haidar, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Citapustaka Media, Bandung, 2001. Steenbrink, Karel A, Pesantren Madrasah Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. LP3ES, Jakarta, 1994. Tim Kompas, Pesantren: Dari Pendidikan Hingga Politik dalam Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren. Paramadina, Jakarta, 1997. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 1996. 63

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan. Gema Insani Press, Jakarta, 1997. Ziemek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial. P3M, Jakarta, 1986. 64