BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bencana merupakan suatu kejadian traumatis (McFarlane, 2005). Salah satu

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang. muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Individu pasti akan mengalami proses penuaan (ageing process) yaitu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lansia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014)

BAB I PENDAHULUAN. dapat menemukan potensi tersebut. Seorang anak dari lahir memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Secara historis, Indonesia merupakan Negara dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan Bumi mempunyai beberapa bentuk yaitu datar, berbukit. atau bergelombang sampai bergunung. Proses pembentukan bumi melalui

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ekspresi terhadap pemikiran menjadi kreatif. Permainan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulstiwa dan berada pada

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang jiwa. Banyaknya jumlah bencana alam di Indonesia menjadikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada diantara dua samudera

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG UPI Kampus Serang Nova Sri Wahyuni, 2016

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Goals (MDGs) dengan indikator menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK MELALUI ALAT PERMAINAN EDUKATIF DARI KARDUS BEKAS DI TK GESI I, SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak usia dini (PAUD) formal yaitu Taman Kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan the ring of fire. Wilayah ini berupa sebuah zona

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan

Disusun oleh : WINDITA FITRI ILHAMI A

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lima tahun pertama kehidupan anak adalah masa yang sangat penting karena

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

Vulnerability. (Kerentanan) Praktikum Lapangan Gunung Merapi Mata Kuliah Mitigasi Bencana

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan anak sebanyak-banyaknya. Di masa peka ini, kecepatan. pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia seutuhnya yang dapat dilakukan melalui berbagai. dimasa yang akan datang, maka anak perlu dipersiapkan agar dapat

Oleh Iis Prasetyo, S.Pd

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan (Priambodo, 2009). Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bencana adalah peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia. Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia sebagai negara dengan kategori ekstrem terhadap bencana (Maaplecroft, 2010). Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia antara lain gunung meletus, banjir, tanah longsor dan gempa bumi (Firdaus, 2011). Salah satu bencana yang terjadi di Indonesia tahun 2010 adalah erupsi Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober 2010. Erupsi menyebabkan kerugian harta kekayaan masyarakat setempat, termasuk ternak dan lahan pertaniannya akibat awan panas. Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, erupsi Gunung Merapi juga menelan korban jiwa sebanyak 277 orang (Badan Pusat Statistik DIY, 2012). Erupsi Merapi tahun 2010 termasuk tiga bencana terbesar yang terjadi pada tahun 2010 (Firdaus, 2011). Menurut UU No 24 Tahun 2007, bencana mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak 1

2 psikologis. Dampak psikologis yang ditimbulkan akibat bencana tidak pendek, melainkan bisa memakan waktu hingga lebih 10 tahun ke depan (Pitaloka, 2005). Salah satu populasi yang merasakan dampak psikologis akibat bencana adalah anak-anak. Anak-anak merupakan populasi paling rentan karena sistem neurofisiologi yang masih berubah-ubah dan kemampuan koping yang belum cukup berkembang untuk mengatasi kejadian yang luar biasa (Baggerly, 2008). Setiap tahun, jutaan anak mengalami dan menjadi korban peristiwa traumatik termasuk didalamnya bencana alam (Brown, 2005). Anak-anak yang terpapar bencana lebih berisiko mengalami gangguan mental dibandingkan dengan anak yang tidak terpapar bencana (Zhang, 2010). Pada erupsi Merapi tahun 2010, di wilayah Cangkringan sebanyak 1748 anak-anak menjadi korban dan harus mengungsi (Tira, 2010). Peristiwa semacam itu dapat dipastikan menimbulkan stresor pasca trauma yang secara langsung akan mempengaruhi gangguan kejiwaan (Kaplan, 1995), baik yang mengalami maupun yang menyaksikan (Galambus, 2004). Rusaknya hunian atau tempat tinggal mengharuskan penduduk untuk mengungsi. Berpindahnya seseorang dari tempat asal atau relokasi dapat menimbulkan kesulitan dalam mempertahankan aktivitas, hubungan interpersonal, produktivitas ataupun struktur sosial (Taiban, 2013). Dampak bencana pada anak mempengaruhi tugas perkembangan, sehingga dampak yang ditimbulkan berbeda untuk setiap fase perkembangan anak. Gejala yang muncul pada anak prasekolah dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu: re-experience (intrusif, mimpi buruk), avoiding (menghindar jika ada isyarat

3 kejadian traumatis, tidak mampu mengingat kejadian traumatis) dan arrousal (sulit tidur, kewaspadaan berlebih). Anak prasekolah juga menunjukkan adanya perilaku regresi (Brown, 2005). Penelitian Dogan-Ates (2010) menyebutkan bahwa anak prasekolah menunjukkan distres psikologi yang lebih rendah dan sedikit masalah kognitif dibanding dengan anak yang lebih tua. Meskipun demikian, anak prasekolah lebih menunjukkan insiden yang tinggi pada perasaan takutnya, kehilangan kemampuan berbahasa, dan masalah perilaku. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah perilaku yang sering muncul adalah ketergantungan, anak menjadi lebih tergantung pada orang tua, menurunnya kemandirian anak dalam melakukan aktivitas sehariharinya. Coates (2009) menyebutkan bahwa anak-anak dengan usia yang lebih muda menunjukkan gejala yang berbeda dengan anak yang lebih tua atau dewasa. Hal tersebut terlihat dari kognitif anak yang belum sepenuhnya matang sehingga menyebabkan perkembangan anak menjadi rentan dan anak menjadi tergantung dengan pengasuh. Sementara itu, kemandirian anak merupakan hal penting karena merupakan salah satu life skill yang perlu dimiliki. Pada dasarnya setiap anak dilahirkan dengan potensi menjadi mandiri, salah satunya tampak pada keinginan anak untuk mengeksplorasi lingkungannya sejak bayi. Jika anak mengalami gangguan dalam kemandirian, tidak ditangani ataupun dibiasakan sejak dini, hal tersebut dapat berlanjut pada tahapan usia selanjutnya, anak akan tergantung dengan orang lain (Pustaka Familia, 2006).

4 Anak-anak tidak lepas dari kegiatan bermain, karena pada masa ini mereka mencoba untuk mendapatkan hal-hal baru (Kozier, 2008). Kegiatan bermain terbukti membantu anak dalam proses belajar dan menjadi salah satu metode alternatif untuk pendekatan edukasi terhadap anak (Samuelsson, 2008). Permainan berbasis kearifan budaya lokal yang tercermin dalam permainan tradisional masing-masing daerah mampu membantu anak dapat meningkatkan motorik kasar, meningkatkan kemahiran motorik halus, menyusun strategi dan menyelesaikan masalah; kepekaan pada objek disekitarnya; kemahiran bahasa; memupuk bakat kepemimpinan (Menon, 2005). Melalui kegiatan bermain juga mampu meningkatkan kemandirian anak pada usia prasekolah (Sidisah, 2012). Taman Kanak-kanak (TK) Kuncup Mekar merupakan salah satu TK PKK yang berada di Desa Kepuharjo Kecamatan Cangkringan. Kawasan ini berjarak sekitar 10 km dari puncak merapi dan masuk ke dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) II. TK tersebut berdekatan dengan Hunian Tetap (Huntap) Pagerjurang yang merupakan salah satu huntap bagi korban erupsi Merapi tahun 2010. Jarak TK dan huntap kurang lebih berjarak 200 meter, sehingga banyak anak-anak dari huntap yang bersekolah di TK tersebut. TK tersebut juga berada dekat dengan huntap mandiri yang dibangun warga yang berjarak kurang lebih 300 meter dari TK Kuncup Mekar. Anak-anak pada huntap ini merupakan anak anak yang terkena dampak dari relokasi dan harus berpindah tempat tinggal dari tempat asal menuju ke huntap. Berdasarkan studi pendahuluan pada Juli 2013, peneliti melakukan wawancara kepada orang tua dari siswa kurang lebih sejumlah 23 orang. Orang

5 tua mengungkapkan bahwa setelah erupsi Gunung Merapi anak mereka mengalami perubahan dalam hal kemandiriannya. Beberapa orang tua mengungkapkan bahwa anak mereka sulit untuk makan dan harus dibujuk terlebih dahulu, tidur harus ditemani orang tua, anak menjadi penakut, anak inginnya lengket terus dengan orang tua dan melakukan berbagai aktivitas harus ditemani orang tua. Hal tersebut muncul setelah terjadinya erupsi merapi. Berdasarkan paparan di atas, maka perlu untuk dilakukan suatu intervensi untuk mendukung perkembangan kemandirian anak yang tinggal di daerah paska erupsi Merapi sehingga perkembangan anak tidak terganggu. Kegiatan bermain menjadi salah satu alternatif sebagai metode untuk mendukung perkembangan kemandirian anak. Di Taman Kanak-kanak jenis permainan edukatif yang tersedia kurang bervariasi. Dari tahun ke tahun permainan yang tersedia seperti permainan balok, puzzle, kertas lipat. Permainan berbasis kearifan budaya lokal menjadi salah satu alternatif permainan untuk siswa Taman Kanak-kanak dalam mendukung perkembangan, karena setiap kegiatan dan gerakan dalam permainan tersebut mengandung makna tersendiri dan mampu mendukung perkembangan kemandirian anak. Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh permainan berbasis kearifan budaya lokal terhadap tingkat kemandirian pada siswa Taman Kanak-kanak di hunian tetap Cangkringan Sleman.

6 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh permainan berbasis kearifan budaya lokal terhadap tingkat kemandirian pada siswa taman kanak-kanak di Hunian Tetap Cangkringan Sleman? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan berbasis kearifan budaya lokal terhadap tingkat kemandirian pada siswa taman kanak-kanak di Hunian Tetap Cangkringan Sleman. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran tingkat kemandirian siswa taman kanak-kanak di Hunian Tetap Cangkringan Sleman. b. Mengetahui perbedaan kemandirian pada siswa taman kanak-kanak di Hunian Tetap Cangkringan Sleman sebelum dan sesudah dilakukan permainan berbasis kearifan budaya lokal. c. Mengetahui perbedaan kemandirian pada siswa taman kanak-kanak di Hunian Tetap Cangkringan Sleman sebelum dan sesudah dilakukan permainan berbasis kearifan budaya lokal pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk:

7 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas ilmu pengetahuan tentang pengaruh permainan berbasis kearifan budaya lokal terhadap tingkat kemandirian pada siswa taman kanak-kanak. 2. Praktis a. Siswa dan orang tua siswa di Hunian Tetap Cangkringan Sleman Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kemandirian siswa taman kanak-kanak dan dapat memberikan wawasan pengetahuan kepada orang tua siswa tentang pengaruh permainan berbasis kearifan budaya lokal terhadap meningkatkan kemandirian anak. b. Bagi staf pengajar Taman Kanak-kanak Penelitian ini diharapkan mampu mendorong staf pengajar di Taman Kanak-kanak di hunian tetap untuk menerapkan permainan berbasis kearifan budaya lokal kepada siswa Taman Kanak-kanak di Hunian Tetap Cangkringan Sleman. c. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan wawasan dan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya sesuai dengan kaidah yang berlaku. E. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang pengaruh permainan berbasis kearifan budaya lokal terhadap tingkat kemandirian pada siswa taman kanak-

8 kanak belum pernah diteliti, tetapi sudah ada penelitian yang hampir sama, diantaranya: 1. Gunawan (2010), penelitian yang berjudul Hubungan Pola Asuh Permisif Dengan Kemandirian Anak Kelas Satu Sekolah Dasar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilakukan terhadap siswa-siswi kelas 1 Sekolah Dasar (SD) YSKI II Semarang sebanyak 67 siswa. Kemandirian anak diukur dengan Skala Kemandirian Anak Kelas Satu Sekolah Dasar, sedangkan pola asuh permisif diukur dengan Skala Pola Asuh Permisif. Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara pola asuh permisif dengan tingkat kemandirian anak. Persamaan dari penelitian ini adalah pada salah satu variabel yang diukur, yaitu sama-sama kemandirian anak. Perbedaannya adalah pada rancangan penelitian yang digunakan. Pada penelitian Gunawan menggunakan pendekatan cross sectional, sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan one group pre-post test design. Subyek pada penelitian Gunawan adalah siswa kelas 1 Sekolah Dasar, sedangkan pada penelitian ini mengambil subyek siswa Taman Kanak-kanak. 2. Pawesti (2012), penelitian yang berjudul Pengembangan Kemandirian Melalui Kegiatan Rutin Pada Anak Kelompok B1 di TK ABA Piyungan. Subyek penelitian ini adalah anak kelompok B1 TK ABA Piyungan yang berjumlah 24 anak. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan rutin dapat mengembangkan kemandirian anak setelah dilakukan tindakan. Persentase

9 sebelum tindakan menunjukkan rentang 0-40% (kriteria tidak baik), pada siklus satu meningkat 50% (kriteria kurang baik), dan pada siklus kedua mencapai 87,5% (mencapai indikator keberhasilan). Persamaan dari penelitian ini adalah pada salah satu variabel yang diukur, yaitu kemandirian. Penelitian Pawesti juga sama-sama mengambil sampel siswa TK. Perbedaan terletak pada intervensi yang diberikan. Pada penelitian Pawesti meggunakan intervensi kegiatan rutin, sedangkan pada penelitian ini intervensi yang akan dilakukan adalah permainan berbasis kearifan budaya lokal. 3. Solikhati (2012), penelitian yang berjudul Upaya Meningkatkan kemandirian Anak Menggunakan Pembelajaran Metode Dramatisasi di TK Sunan Gunung Jati. Penelitian Solikhati mengambil subyek sebanyak 20 anak peserta didik kelompok A TK Sunan Gunung Jati Ngrame Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta. Data diperoleh melalui observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa permainan dramatisasi dapat mengembangkan kemandirian anak. Tingkat keberhasilan mencapai 85% yang meliputi peningkatan kemandirian sebagai berikut: 85% dari keseluruhan ank baik dalam maju kedepan kelas, 80% baik dalam mngerjakan tugas yang diberikanoleh guru, 80% baik dalam mengurus diri sendiri dengan sedikit bantuan, 85% baik dalam mau memilih kegiatan pembelajaran, 85% baik dalam menunjukkan kebanggaan terhadap hasil kerjanya dan 85% baik dalam menunjukkan ekspresi wajah saat dramatisasi.

10 Persamaan penelitian Solikhati dengan penelitian ini adalah pada salah satu variabel yang diukur, yaitu kemandirian anak. Subyek penelitian yang diambil juga sama, yaitu siswa TK. Perbedaan terletak pada intervensi yang diberikan, pada penelitian Solikhati menggunakan permainan dramatisasi yang mnenyenangkan, spontan, tanpa paksaan, berlaku berpura-pura, memerankan sesuatu, aturan yang disetujui dan dipatuhi, aktif dan fleksibel, sedangkan pada penelitian ini menggunakan permainan berbasis kearifan budaya lokal. 4. Sidisah (2012), penelitian yang berjudul Meningkatkan Kemandirian Anak Usia 3-4 Tahun Melalui Kegiatan Bermain Peran Di Kelompok Bermain Tunas Melati 1 Celep Kedawung Sragen Tahun Ajaran 2011/2012. Subyek penelitian Sidisah sebanyak 14 anak dengan usia 3-4 tahun. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemandirian anak dalam kegiatan bermain peran yang dapat dilihat melaui 4 deskripsi, yaitu (1) jika anak tidak mencoba, (2) jika anak bisa dengan banyak bantuan, (3) jika anak bisa dengan sedikit bantuan, (4) jika anak mampu. Sebelum dilakukan tindakan, rata-rata tingkat kemandirian adalah 34,1%, dan di akhir tindakan tingkat kemandirian anak rata-rata 80,35%. Persamaan dari penelitian ini adalah dari variabelnya yaitu tingkat kemandirian dan intervensi yang diberikan berupa kegiatan bermain. Perbedaannya terletak pada bentuk bermain yang diberikan kepada anak, pada penelitian Sidisah dengan bermain peran, sedangkan pada penelitian ini dengan permainan berbasis kearifan budaya lokal. Selain itu pada penelitian

11 Sidisah subyek penelitian adalah siswa kelompok bermain, sedang pada penelitian ini subyek penelitian adalah siswa taman kanak-kanak. 5. Werdiningsih (2012), penelitian yang berjudul Pengaruh Humor Permainan kearifan Budaya Lokal Terhadap Kualitas Tidur Pada Lanjut usia Dengan Depresi Di Hunian Sementara Gondang I Sleman Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental dengan rancangan pre-test and posttest control group design. Subyek penelitian sejumlah 80 orang yang terbagi dalam 2 kelompok, 40 orang kelmpok intervensi dan 40 orang lainnya kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh humor permainan kearifan budaya lokal terhadap kualitas tidur lansia dengan depresi. Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan yang signifikan pada skor PSQI antara kelompok intervensi dan kontrol sebelum dan sesudah intervensi. Persamaan dari penelitian Werdinigsih dengan penelitian ini adalah pada bentuk intervensi, yaitu berupa permainan kearifan budaya lokal. Perbedaan terletak pada variabel terikat yang diukur. Pada penelitian Werdinigsih yang diukur adalah kualitas tidur pada lansia dengan depresi, sedangkan pada penelitian ini yang diukur adalah tingkat kemandirian anak prasekolah