BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perancangan Dunia bermain memang tidak dapat dipisahkan dengan masa kanak-kanak. Bermain bagi anak sangat berperan bagi masa tumbuh kembangnya. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan keterampilan anak sehingga anak lebih siap untuk menghadapi lingkungannya dan lebih siap dalam mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Tedjasaputra, 2001). Banyaknya berbagai macam atau jenis permainan yang disuguhkan pada zaman sekarang sebagian besar pengguna atau penikmatnya adalah anak-anak. Macam atau jenis permainan itu sendiri terbagi menjadi 2 (dua) kategori yaitu Permainan Tradisional dan Permainan Modern. Permainan Tradisional merupakan warisan Budaya Luhur Bangsa Indonesia yang beraneka ragam macam dan jenisnya. Keanekaragaman Permainan Tradisional tersebut disesuaikan dengan budaya daerah setempat. Khususnya Permainan Tradisional Sunda, permainan yang berada di lingkup Provinsi Jawa Barat. Menurut Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal Regional I Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Regional Departemen Pendidikan Nasional Haris Iskandar, Senin (15/12) di Bandung. Pihaknya berhasil mengindentifikasikan 43 jenis permainan tradisional di Jawa Barat. Umumnya permainan dilakukan anak (usia 6-12 tahun) dan hanya 22 jenis permainan bagi anak 4-6 tahun. Selain itu, penelitian yang dilakukan Komunitas Mainan Rakyat Jawa Barat, Hong, berhasil mengidentifikasikan 186 jenis permainan, khususnya daerah selatan dan tengah Jawa Barat. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan semakin canggih pula alat permainan yang dapat dikonsumsi anak. Pada zaman sekarang permainan Tradisional Sunda hampir terpinggirkan atau tergantikan, hal itu disebabkan dengan arus globalisasi atau zaman teknologi yang lebih pesat. Sehingga lebih cenderung anak-anak terdorong dan memilih Permainan Modern. Permainan
Modern yang disuguhkan melalui media elektronik seperti video game dan game online seiring majunya alat atau media berupa komputer yang difasilitasi internet yang hampir dikota-kota besar menggunakannya. Sosiolog dari Universitas Indonesia, Dra. Siti Hidayati menilai video games cukup berdampak buruk pengaruhnya pada sosialisasi anak. Dalam proses sosialisasi, anak butuh teman sebaya untuk bermain. Bermain di sini diartikan sebagai proses belajar bermasyarakat. Ini pasti perlu ruang dan waktu. Parahnya, lahan bermain makin lenyap, sementara waktu pun hilang begitu saja di depan layar video game. Dalam permainan ini, anak berhadapan dengan benda mati. Jadi, tak ada interaksi yang kreatif. (http://bali-post.com/balipostcetak/2006/4/16/kel). Permainan modern juga cenderung bersifat individualis sehingga menghambat anak mengembangkan keterampilan sosialnya. Selama ini ada yang mengukur perkembangan hanya dari sudut kecerdasan dan pencapaian prestasi akademik sekolah, namun dikemudian hari terbukti bahwa di lapangan pekerjaan tingkat kepandaian bukanlah tolak ukur keberhasilan satu-satunya, ada kematangan perkembangan lain yang berpengaruh yaitu kecerdasan emosional Muslimah, 2004. Dulu, mainan sudah jadi hal yang amat penting sehingga ada ahlinya. Ketika itu mainan bukan hal sepele atau sekadar main-main. Justru dari mainan orang belajar bersosialisasi, mengatasi kesepian, mengatur keseimbangan otak, bekerja sama, serta mengenal lingkungan, ujar pendiri komunitas Hong, Muhammad Zaini Alif. Bagi Zaini, inilah perbedaan besar antara permainan masa kini dan mainan tradisional. Tak cuma melatih otak, permainan tradisional juga melatih rasa. Hal itulah yang tidak ada dalam permainan modern. Permainan sekarang banyak yang dibuat untuk melatih kreativitas. Namun, permainan tradisional diciptakan untuk melatih psikomotorik, pedagogis, psikologis, dan banyak hal yang ada dalam diri manusia, Menurut Mohammad Zaini Alif dari Komunitas Hong, ada banyak hal yang bisa diambil dari mainan tradisional. Permainan tradisional memberikan pembelajaran kepada anak mengenai pentingnya menjaga lingkungan,
menghormati sesama, hingga cinta kepada Tuhan. Contohnya adalah permainan Sunda seperti jajangkungan, hatong, celempung, dan kolecer. Bagi anak (usia 6 12 tahun) di Wilayah Perkotaan Bandung khususnya, dimana pada usia tersebut anak dihadapkan kepada kondisi sosial atau interaksi yang lebih luas. Anak mulai dihadapkan pada masa pendidikan Sekolah Dasar (SD). Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia. Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan masyarakat. Menurut Munandar (1999), pendidikan formal di Indonesia terutama menekankan pada pemikiran konvergen, yaitu berfokus pada tercapainya satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah. Murid-murid jarang dirangsang untuk melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang atau untuk memberikan alternatif-alternatif penyelesaian suatu masalah. Hubungan pendidikan dengan permainan merupakan suatu kelengkapan dalam proses pertumbuhan atau perkembangan anak yang satu sama lain saling melengkapi dan perlu adanya keseimbangan. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) merupakan tahapan atau jenjang pendidikan dasar selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Melihat manfaat dari Permainan Tradisonal Sunda sendiri mendorong anak dalam proses pendidikanya diluar. Dengan adanya sebuah kampanye bermaksud mengajak anak (usia 6-12 tahun) dalam memperkenalkan serta memilih permainan yang menunjang proses perkembangannya sekaligus melestarikan kebudayaan lokal, khususnya Permainan Tradisional Sunda.
1.2.Masalah Perancangan 1.2.1. Identifikasi Masalah Dari uraian diatas dapat di identifikasikan masalah yang ada, yaitu : a. Pada zaman sekarang Permainan Tradisional Sunda hampir terpinggirkan atau tergantikan. b. Permainan modern juga cenderung bersifat individualis sehingga menghambat anak mengembangkan keterampilan sosialnya. c. Kurangnya minat anak atas pengetahuan dan manfaat tentang Permainan Tradisional Sunda khususnya kota Bandung. 1.2.2. Pembatasan Masalah Masalah dibatasi pada lingkup anak (6-12 tahun) di Bandung terhadap Permainan Tradisional Sunda. 1.2.3. Perumusan Masalah Bagaimana merancang media kampanye yang menarik dan efektif untuk memperkenalkan kembali Permainan Tradisional Sunda terutama kepada anakanak (6-12 tahun) agar mereka bisa memanfaatkan Permainan Tradisional Sunda sebagai Media Pembelajaran Pendidikan. 1.3.Tujuan Perancangan a) Agar anak (6-12 tahun) bisa melestarikan warisan Budaya Luhur Permainan Tradisional Sunda. b) Anak (6-12 tahun) mampu bersosialisasi baik dengan masyarakat luas. c) Pemahaman nilai-nilai positif yang terkandung pada Permainan Tradisional Sunda. 1.4.Manfaat Perancangan 1.4.1. Bagi Keilmuan Semakin memasyarakat keberadaan ilmu Desain Komunikasi Visual (DKV) sebagai salah satu solusi dalam memecahkan berbagai permasalahan sosial melalui komunikasi secara visual dan memberi kontribusi atau masukan yang
berharga untuk menambah wawasan keilmuan Desain Komunikasi Visual (DKV) itu sendiri. 1.4.2. Bagi Pihak-pihak terkait Mendukung Komunitas Hong untuk memperkenalkan kembali Permainan Tradisional kepada anak (6-12 tahun) khususnya di kota bandung. 1.4.3. Bagi Masyarakat khususnya anak-anak Untuk mengetahui bagaimana merancang media kampanye yang menarik dan efektif untuk memperkenalkan kembali Permainan Tradisional Sunda kepada anak-anak (6-12 tahun). Dengan menerapkan prinsip-prinsip Desain Komunikasi Visual dalam strategi kampanye. 1.5.Metode Perancangan Metode yang digunakan dalam perancangan kampanye sosial ini dengan metode penelitian kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif menekankan makna, penalaran, definisi atau suatu situasi (dalam keterikatan konteks tertentu) dan lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. a) Studi kepustakaan Mencari informasi dengan cara mencari buku dan internet. Tujuannya untuk mencari informasi yang akurat dan benar, sehingga rumusan permasalahan dapat terjawab dengan akurat. b) Tinjauan refensial Mencari dari makalah-makalah yang belum dijadikan buku panduan. Tinjauan referensi yang digunakan adalah media cetak, atau media elektronik (internet). c) Observasi lapangan 1. Observasi : Berhubungan melakukan menjungjung kelokasi pusat jl. Bukit Dago Bandung Telpn. 022-255773 Workshop : kmp. Bolang Desa Cibuluh Kec. Tanjungsiang. 2. Wawancara kepada Anggota Komunitas Hong. a. Bapak Zaini : Sebagai Pendiri Komunitas Hong.
b. Ibu Iis : Sebagai Anggota pelaksana Komunitas Hong. c. Bapak Cecep : Sebagai Anggota Komunitas Hong. d) Dokumentasi Melakukan dan mengumpulkan foto dan penelitian video Permainan. Tradisional Sunda dari lapangan maupun media internet.