ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO TERHADAP PERMINTAAN WISATA DI KAWASAN PUNCAK BOGOR LORISA NDELA

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka

I. PENDAHULUAN. global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

BAB I PENDAHULUAN. didefinisikan sebagai peristiwa meningkatnya suhu rata-rata pada lapisan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI WISATAWAN UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI KE PEMANDIAN AIR PANAS CV ALAM SIBAYAK BERASTAGI KABUPATEN KARO

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peningkatan suhu rata-rata bumi sebesar 0,5 0 C. Pola konsumsi energi dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Adapun gambaran umum yang dibahas antara lain kondisi geografis, kondisi

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN DAN OPTIMASI HARGA TIKET TAMAN MARGASATWA RAGUNAN JAKARTA FACHRUNNISA

Iklim Perubahan iklim

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. iklim sudah menjadi pengetahuan yang umum saat ini. Pemanasan global adalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

MAKALAH PEMANASAN GLOBAL

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

PERUBAHAN IKLIM GLOBAL DAN PROSES TERJADINYA EROSI E-learning Konservasi Tanah dan Air Kelas Sore tatap muka ke 5 24 Oktober 2013

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Lampiran 1. Data Hotel/ Villa di Kawasan Puncak Bogor

PENDUGAAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN PADI GAMBUT SERTA ANALISIS SERAPAN KARBON OLEH TANAMAN

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

KERUGIAN FISIK DAN NONFISIK RUMAHTANGGA PESISIR AKIBAT BANJIR PASANG DI KELURAHAN KAMAL MUARA, PENJARINGAN JAKARTA UTARA SRIHUZAIMAH

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU DAYA SAING DAN PREFERENSI WISATAWAN BERWISATA KE KOTA BOGOR. Oleh : KARLINA YULIYANTI H

ANALISIS RISIKO PRODUKSI DAUN POTONG Di PT PESONA DAUN MAS ASRI, CIAWI KABUPATEN BOGOR, JAWABARAT

Makalah Pemanasan Global Dan Perubahan Iklim

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

BAB I PENGANTAR. pola curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara serta peningkatan

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri pariwisata saat ini semakin menjadi salah satu industri yang dapat

Global Warming. Kelompok 10

II. TINJAUAN PUSTAKA. (2009) iklim adalah suatu sistem energi yang memperoleh tenaga dari matahari.

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN WISATAWAN KE KAWASAN WISATA PANTAI CARITA KABUPATEN PANDEGLANG

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

Perubahan iklim dan dampaknya terhadap Indonesia

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

Wiwi Widia Astuti (E1A012060) :Pengetahuan Lingkungan ABSTRAK

IDENTIFIKASI PENGARUH VARIABILITAS IKLIM DI KOTA BOGOR TERHADAP ADAPTASI DAN PENGELUARAN MASYARAKAT JAVID ATTAURRAHMAN

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

FIsika PEMANASAN GLOBAL. K e l a s. Kurikulum A. Penipisan Lapisan Ozon 1. Lapisan Ozon

PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA LINGKUNGAN DR. SUNARTO, MS FAKULTAS PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

SKRIPSI. Oleh : TITO HIKMAWAN NPM :

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

15B08063_Kelas C SYAMSUL WAHID S. GEJALA PEMANASAN GLOBAL (Kelas XI SMA) PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR STRUKTUR MATERI

2016 PENGARUH MOTIVASI WISATAWAN LOKALTERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG KE TAMAN KOTA DI KOTA TANGERANG SELATAN

SUHU UDARA DAN KEHIDUPAN

Suhu Udara dan Kehidupan. Meteorologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

Kebijakan Ristek Dalam Adaptasi Perubahan Iklim. Gusti Mohammad Hatta Menteri Negara Riset dan Teknologi

I. PENDAHULUAN. Dalam kurun waktu yang sangat panjang perhatian pembangunan pertanian

Transkripsi:

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO TERHADAP PERMINTAAN WISATA DI KAWASAN PUNCAK BOGOR LORISA NDELA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

RINGKASAN LORISA NDELA. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor. Dibimbing Oleh ACENG HIDAYAT dan RIZAL BAHTIAR. Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Adanya perubahan iklim dapat mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir di Puncak, 2) menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di Puncak, 3) mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim, dan 4) mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di Puncak dalam menghadapi perubahan iklim. Karakteristik iklim mikro di Puncak selama sepuluh tahun terakhir telah mengalami perubahan, ditandai dengan adanya peningkatan suhu udara rata-rata, peningkatan jumlah curah hujan, peningkatan jumlah hari hujan, dan penurunan kecepatan angin. Hari hujan yang semakin panjang pada bulan kering (Juni, Juli, Agustus) mengakibatkan menurunnya permintaan wisata kebun teh di Puncak pada bulan tersebut selama empat tahun terakhir. Berdasarkan hasil estimasi pada model regresi linear berganda diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat permintaan wisata di Puncak dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan adalah biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, pendapatan, dan jarak tempuh. Sementara variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kunjungan wisatawan adalah umur dan pendidikan terakhir. Berdasarkan hasil estimasi analisis perubahan pendapatan, diperoleh bahwa wisata paralayang mengalami kerugian ekonomi terbesar yaitu sejumlah Rp 6.600.000 saat kondisi angin tidak mendukung kegiatan wisata. Wisata flying fox TWM mengalami kerugian terbesar saat kondisi angin sedang tidak mendukung yaitu sebesar Rp 3.705.000. Wisata arung jeram SOAR juga mengalami kerugian terbesar yaitu sebesar Rp 32.100.000 saat angin terlalu kencang dan wisata kebun teh Gunung Mas mengalami kerugian terbesar jika turun hujan sebesar Rp 12.078.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp 2.220.000 pada tahun 2009. Kerugian ini akan terus meningkat apabila tidak ada usaha yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dari pemerintah dan adaptasi yang dilakukan pengelola wisata, seperti: 1) sosialisasi dari pemerintah untuk memberikan informasi mengenai fenomena perubahan iklim mikro kepada pihak pengelola wisata di Puncak agar dapat menyiasati fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi, 2) memberikan diskon atau potongan harga tiket obyek wisata, 3) memperbaiki infrastruktur, 4) menciptakan suatu kegiatan wisata yang sesuai dengan kondisi lingkungan atau cuaca di Puncak sekarang, 5) meningkatkan pelayanan, dan 6) meningkatkan promosi wisata Puncak. Kata kunci : perubahan iklim mikro, permintaan wisata, adaptasi pengelola wisata, kerugian ekonomi

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM MIKRO TERHADAP PERMINTAAN WISATA DI KAWASAN PUNCAK BOGOR LORISA NDELA H44070044 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor : Lorisa Ndela : H44070044 Disetujui Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Pembimbing I Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si. Pembimbing II Diketahui Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. Ketua Departemen Tanggal Lulus :

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Lorisa Ndela H44070044

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materil untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada : 1. Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW atas terselesaikannya skripsi ini. 2. Ayahanda (Syafrul SU), Ibunda (Nurlaila), dan ketiga saudaraku (Firstri, Dirga dan Bara) tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa yang tulus serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini. 3. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, saran, dorongan dan pengarahan yang sangat berarti kepada penulis selama penelitian. 4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan semangat, perhatian, bimbingan, motivasi, saran, dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran. 5. Ibu Meti Ekayani S.Hut, M.Sc selaku dosen penguji utama dan Ibu Pini Wijayanti, SP, M.Si. selaku dosen perwakilan departemen. 6. Danang Adi P. dan sahabat-sahabat terbaikku (Dessy Christiarini, Citra Anggun, Ririe Ramdasari, Junita Naditia), teman-teman 1 PS (Moko, Mia, Awi, Erin, Putri), dan seluruh mahasiswa/i ESL 44 yang selalu membantu, mendoakan, dan memberi semangat/dukungan kepada penulis hingga saat ini. 7. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB. 8. Kang Iman, Nursedi, Pak Kus, dan seluruh pihak pengelola wisata Puncak yang telah membantu dalam pengambilan data selama penelitian.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan hidayah-nya. Salawat serta salam penulis kirimkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Kawasan Puncak Bogor disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk memperoleh kesempurnaan dalam penulisan berikutnya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya serta pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Juli 2011 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian... 6 1.4. Manfaat Penelitian... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA... 8 2.1. Cuaca dan Iklim... 8 2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim... 9 2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum... 11 2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia... 13 2.3. Pariwisata... 14 2.4. Permintaan Wisata... 15 2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata... 17 2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim... 18 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 20 IV. METODE PENELITIAN... 23 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 23 4.2. Jenis dan Sumber Data... 23 4.3. Metode Pengambilan Contoh... 24 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 24 4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak Bogor... 25 4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata... 26 4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro... 29 4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim... 30 4.5. Pengujian Parameter... 30 4.5.1. Uji Statistika... 30 4.5.1.1. Koefisien Determinasi... 30 4.5.1.2. Uji Statistik t... 31 vii viii xi xii xiv

4.5.1.3. Uji Statistik F... 31 4.5.2. Uji Ekonometrika... 32 4.5.2.1. Uji Multikolinear... 33 4.5.2.2. Uji Heteroskedastisitas... 33 V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN... 35 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 35 5.1.1. Kondisi Geografis... 35 5.1.2. Kondisis Topografis... 36 5.1.3. Demografi... 37 5.1.4. Kondisi Iklim... 38 5.1.5. Daya Tarik Wisata... 39 5.1.6. Aksesibilitas... 42 5.1.7. Pengelolaan... 43 5.2. Gambaran Umum Responden Penelitian... 44 5.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi... 44 5.2.2. Daerah Asal... 46 5.2.3. Motivasi Kunjungan... 47 5.2.4. Frekuensi Kunjungan... 48 5.2.5. Cara Kedatangan... 48 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 50 6.1. Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Wisata Puncak Bogor... 50 6.1.1. Curah Hujan... 50 6.1.2. Jumlah Hari Hujan... 52 6.1.3. Kecepatan Angin... 54 6.1.4. Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Perubahan Iklim Mikro... 57 6.2. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata. 60 6.2.1. Persepsi Wisatawan terhadap Perubahan Iklim Mikro di Puncak... 61 6.2.2. Model Fungsi Permintaan Wisata Kawasan Puncak dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi... 65 6.2.3. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Permintaan Wisata... 78 6.2.4. Pengaruh Curah Hujan terhadap Permintaan Wisata... 81 6.2.5. Pengaruh Hari Hujan terhadap Permintaan Wisata... 84 6.2.6. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Puncak pada Bulan Kering... 87 6.3. Analisis Kerugian Ekonomi Beberapa Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro... 88 6.4. Implikasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Wisata Puncak terhadap Perubahan Iklim Mikro... 93 VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 95 7.1. Kesimpulan... 95 7.2. Saran... 96 DAFTAR PUSTAKA... 97 ix

LAMPIRAN... 100 RIWAYAT HIDUP... 113 x

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2010... 4 2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data... 25 3. Persentase Pekerja Sektor Informal Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupatan Bogor Tahun 2009... 38 4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010... 42 5. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Wisatawan... 46 6. Perkembangan Curah Hujan di Puncak Tahun 2001-2010... 50 7. Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Tahun 2001-2010... 53 8. Perkembangan Kecepatan Angin di Puncak Tahun 2001-2010... 55 9. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata di kawasan Puncak... 66 10. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Wisata... 70 11. Hasil Estimasi Uji ANOVA Model Permintaan Wisata di Puncak... 71 12. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata... 73 13. Hasil Estimasi Uji Park... 74 14. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas di kawasan Puncak... 75 15. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas... 77 16. Hasil Estimasi Uji Park dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas... 77 17. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata Akibat Dampak Perubahan Iklim... 89 xi

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional... 22 2. Sebaran Daerah Asal Wisatawan Kawasan Puncak... 47 3. Sebaran Motivasi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak... 48 4. Sebaran Frekuensi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak... 48 5. Sebaran Cara Kedatangan Responden... 49 6. Perkembangan Jumlah Curah Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010... 51 7. Volume Curah Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010... 51 8. Perkembangan Jumlah Hari Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010... 54 9. Jumlah Hari Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010... 54 10. Perkembangan Rata-rata Kecepatan Angin Bulanan di Puncak Tahun 2006-2010... 56 11. Kecepatan Angin Rata-rata Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010... 56 12. Data Historis Kenaikan Konsentrasi CO 2 Global... 57 13. Perkembangan Suhu Rata-rata di Bumi Tahun 1950-2007... 58 14. Data Historis Kenaikan Rata-rata Temperatur Tahunan di Indonesia Tahun 1950-2000... 59 15. Suhu Udara Rata-rata di kawasan Puncak Bogor Tahun 2001-2010... 60 16. Persentase Perubahan Suhu Udara yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir... 61 17. Persentase Perubahan Curah Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir... 62 18. Persentase Perubahan Jumlah Hari Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir... 63 19. Persentase Perubahan Kecepatan Angin yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir... 63 20. Persentase Jumlah Responden yang Dipengaruhi dan Tidak Dipengaruhi Kondisi Cuaca dalam Mengambil Keputusan Berwisata... 64 21. Grafik Scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED)... 73 xii

22. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 April 2011... 78 23. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009... 79 24. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008... 79 25. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009... 80 26. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009... 80 27. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 April 2011... 81 28. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009... 82 29. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009... 82 30. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008... 83 31. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009... 83 32. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 - April 2011... 84 33. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009... 85 34. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009... 85 35. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008... 86 36. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009... 86 37. Tren Perkembangan Curah Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010... 87 38. Tren Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010... 87 39. Tren Jumlah Pengunjung Wisata Kebun Teh Gunung Mas Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010... 88 40. Jumlah Pengunjung atau Tamu Menginap di Hotel Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir... 92 xiii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Hotel/ Villa di Kawasan Puncak Bogor... 100 2. Hasil Estimasi Model Regresi Linear Berganda dengan Program SPSS 13.0 for Windows... 101 3. Gambar Sebaran Titik Normal dan Titik Minimum Jumlah Pengunjung Beberapa Obyek Wisata Akibat Perubahan Iklim... 105 4. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata... 110 5. Gambar Obyek Wisata Lokasi Penelitian... 111 6. Peta Wisata Kawasan Puncak... 112 xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim merupakan isu global yang menjadi sorotan dunia saat ini. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata bumi secara global. Peningkatan suhu ini oleh IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) dipastikan dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer yang menimbulkan pemanasan global bumi (KLH, 2009). Salah satu fenomena perubahan iklim adalah meningkatnya curah hujan. Menurut Harmoni (2005), distribusi curah hujan telah membawa dampak yang luas dalam banyak segi kehidupan manusia dan diperkirakan akan terus memburuk jika emisi gas rumah kaca (GRK) tidak dapat dikurangi dan distabilkan. Sepanjang tahun 2007 yang lalu hingga awal tahun 2008, bencana banjir, kekeringan, angin topan, dan tingginya gelombang laut silih berganti menimpa sebagian besar daerah di Indonesia sebagai akibat berubahnya iklim. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Bappenas, selama periode tahun 2003 hingga 2005 telah terjadi 1429 kejadian bencana, dimana banjir adalah bencana yang paling sering terjadi diikuti oleh tanah longsor (KLH, 2007). Beberapa dekade ini, iklim dunia mengalami perubahan yang tidak menentu. Flannery (2005) menyatakan bahwa kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya perubahan iklim global. Perubahan iklim menunjuk pada adanya perubahan pada iklim yang disebabkan secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia yang mengubah komposisi atmosfer global. Kegiatan manusia dari berbagai kegiatan industri, di lapangan (seperti deforestasi)

atau yang berkaitan dengan transportasi atau rumah tangga menghasilkan gas rumah kaca yang jumlahnya terus meningkat, terutama gas karbondioksida, yang diemisikan ke atmosfer. Hal ini menyebabkan bertambah panasnya permukaan bumi dan memicu terjadinya perubahan iklim global. Pesatnya perkembangan industri di dunia mengakibatkan semakin cepatnya perubahan yang terjadi pada iklim. Perubahan iklim yang merupakan isu utama dunia mempunyai keterkaitan terhadap sektor pariwisata. Meunurut Rosyidie (2004), perubahan iklim akan memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia kepariwisataan, baik itu terhadap preferensi wisatawan akan daerah tujuan wisatanya maupun berubahnya daya tarik wisata yang berakibat juga pada perubahan pengelolaan destinasi pariwisata. Dampak perubahan iklim global terjadi juga di Indonesia yang sangat mengandalkan potensi sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan budayanya dalam mengembangkan kepariwisataan. Perubahan iklim di Indonesia diperkirakan mempengaruhi karakteristik dan pola kunjungan wisatawan. Produk pariwisata khususnya daya tarik wisata, baik alam maupun budaya, akan terpengaruh oleh fenomena perubahan iklim tersebut. Oleh karena itu, diperlukan antisipasi dampak perubahan iklim terhadap pariwisata dan berbagai kebijakan terkait sehingga diharapkan dapat memperkecil dampak yang mungkin ditimbulkan. Pariwisata adalah salah satu sektor yang berperan besar dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. Pariwisata perlu diberdayakan karena 2

selain sebagai sumber penerimaan, serta pengembangan dan pelestarian seni budaya, juga membangkitkan sektor perekonomian. Salah satu tujuan wisata di Indonesia yang banyak diminati para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki banyak obyek wisata yang menarik perhatian pengunjung. Pengembangan kepariwisataan Kabupaten Bogor perlu terus dilakukan dengan meningkatkan seluruh potensi pariwisata, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara, peningkatan lama tinggal wisatawan, penyerapan angkatan kerja secara maksimal, peningkatan kontribusi pada PAD dan kesejahteraan masyarakat 1. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata, beberapa obyek wisata yang terdapat di Kabupaten Bogor antara lain Taman Safari Indonesia, Talaga Warna, Wisata Agro Gunung Mas, Curug Cilember, Taman Wisata Matahari, Taman Wisata Mekarsari, Air Panas GSE, Sirkuit Sentul, Wana Wisata Bodogol, Taman Rekreasi Lido, Pemandian Air Panas Tirta Sanita, Wana Wisata Buper Gunung Bunder, Curug Nangka, Warso Farm, Curug Panjang, Taman Merlimba, dan sebagainya. Beberapa obyek wisata tersebut merupakan obyek wisata unggulan di Kabupaten Bogor, hal ini terlihat dari banyaknya wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun nusantara yang berkunjung pada tahun 2010, sebagaimana terlihat pada Tabel 1. 1 http://www.kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3232&item id=694. 2007. Profil Investasi Bidang Pariwisata Kota Bogor. Diakses pada tanggal 9 Juni 2010. 3

Tabel 1. Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung ke Obyek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2010 No Kunjungan Wisatawan Nama Obyek Lokasi Wisatawan Wisatawan Jumlah Wisata Nusantara Mancanegara 1 Taman Safari Cisarua 691.948 8.413 700.362 Indonesia 2 Taman Wisata Cileungsi 331.436 4.284 335.720 Mekarsari 3 Wisata Agro Cisarua 325.135 2.351 327.486 Gunung Mas 4 Curug Cilember Cisarua 204.894 4.706 209.600 5 Taman Wisata Cisarua 124.575 0 124.575 Matahari 6 Warso Farm Cijeruk 84.722 0 84.722 7 Wana Wisata Pamijahan 84.585 0 84.585 Buper Gunung Bunder 8 Pemandian Air Ciseeng 77.444 1.205 78.649 Panas Tirta Sanita 9 Sirkuit Sentul Citeureup 73.496 1.605 75.100 10 Curug Nangka Tamansari 70.583 27 70.611 11 Taman Merlimba Cisarua 66.546 11 66.557 12 Curug Panjang Megamendung 18.650 0 18.650 13 Air Panas GSE Pamijahan 18.245 36 18.281 14 Talaga Warna Cisarua 15.882 569 16.451 15 Wana Wisata Cigombong 8.779 105 8.884 Bodogol 16 Taman Rekreasi Lido Cigombong 6.132 0 6.132 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor (2010) Salah satu tempat wisata utama di Kabupaten Bogor adalah kawasan Puncak. Kawasan ini dikenal sebagai tempat yang segar dengan wilayah pegunungan yang alami. Selain suasana yang nyaman, kawasan ini memiliki banyak obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi, seperti Wisata Agro Gunung Mas, Taman Safari Indonesia, Curug Cilember, Talaga Warna, Taman Wisata Matahari, Curug Panjang, Taman Merlimba, dan sebagainya. Tidak hanya obyek wisata yang menarik wisatawan untuk datang ke Puncak, melainkan banyaknya tempat persinggahan seperti hotel dan villa bagi wisatawan yang ingin menginap. Seiring berjalannya waktu dan berubahnya iklim mikro di kawasan 4

Puncak Bogor, jumlah wisatawan yang datang mengalami perubahan tiap tahunnya. Fenomena perubahan iklim berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan iklim yang terjadi di kawasan Puncak Bogor adalah meningkatnya suhu udara. Saat ini, udara di kawasan Puncak Bogor tidak sedingin dulu karena adanya peningkatan gas CO 2 akibat kendaraan bermotor dan banyaknya lahan pertanian di kawasan Puncak yang beralih fungsi menjadi perumahan, hotel, ataupun villa (Wahyuni et al., 2006). Adanya perubahan iklim diduga dapat mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. 1.2. Perumusan Masalah Perubahan iklim global yang terjadi saat ini berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Salah satu fenomena perubahan iklim di kawasan Puncak Bogor adalah berubahnya suhu udara rata-rata sepanjang tahun. Udara di Puncak saat ini tidak sedingin dulu dan kondisi cuaca semakin tidak menentu. Kajian mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat permintaan wisata penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor terhadap jumlah permintaannya. Penelitian ini juga memberikan informasi mengenai rekomendasi kebijakan adaptasi yang dapat dilakukan pihak pengelola wisata dalam menghadapi perubahan iklim. 5

Berdasarkan uraian tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor? 2. Bagaimana dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor? 3. Berapa besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim? 4. Bagaimana strategi adaptasi yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor terhadap perubahan iklim? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama periode sepuluh tahun terakhir di kawasan wisata Puncak Bogor. 2. Menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. 3. Mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata akibat adanya pengaruh perubahan iklim. 4. Mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor dalam menghadapi perubahan iklim. 6

1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sektor pariwisata dalam lingkup yang lebih luas. 3. Bagi pengelola obyek wisata di kawasan Puncak Bogor diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim khususnya dampak terhadap permintaan wisata. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji dampak perubahan iklim terhadap tingkat permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. Analisis karakteristik perubahan iklim diantaranya kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan. Analisis dampak perubahan iklim terhadap permintaan wisata dengan menggunakan model regresi linear berganda dilakukan pada dua cakupan wilayah, yaitu analisis dampak perubahan iklim terhadap permintaan wisata di kebun teh Gunung Mas dan analisis dampak perubahan iklim yang dirasakan pengunjung Puncak terhadap permintaan wisata di Puncak (wisata kebun teh, wisata paralayang, wisata outbound, dan juga di beberapa hotel/villa). Perubahan permintaan wisata akibat adanya pengaruh iklim berdampak pada obyek wisata sehingga strategi adaptasi yang dilakukan pihak pengelola obyek wisata tersebut penting sebagai kebijakan dalam mengurangi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh perubahan iklim. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cuaca dan Iklim Menurut Sarjani (2009), cuaca dan iklim merupakan akibat dari prosesproses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi. Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit pada jangka waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dimana jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja (pagi hari, siang hari atau sore hari), dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 10 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi bumi, sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan. b. Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu: a. Suhu atau temperatur udara Suhu atau temperatur udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. b. Tekanan udara Tekanan udara adalah suatu gaya yang timbul akibat adanya berat dari lapisan udara. Besarnya tekanan udara di setiap tempat pada suatu saat berubah-ubah.

Makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut, makin rendah tekanan udaranya. Hal ini disebabkan karena makin berkurangnya udara yang menekan. c. Angin Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. d. Kelembaban udara Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu. e. Curah hujan Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. 2.2. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Menurut Susanta dan Sutjahjo (2008), pemanasan global merupakan kejadian yang diakibatkan oleh meningkatnya temperatur rata-rata pada lapisan atmosfer, air laut, dan daratan. Gejala terjadinya pemanasan global dapat diamati dan dirasakan oleh siapapun. Hal tersebut ditandai dengan adanya pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, hujan badai disertai angin puting beliung yang sering terjadi dimana-mana, banjir dan kekeringan yang terjadi pada waktu yang bersamaan, penyakit yang mewabah di banyak tempat, serta terumbu karang yang memutih. Pemanasan global disebabkan oleh semakin tingginya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Gas-gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki efek penyelimutan karena gas-gas tersebut menyerap panas yang 9

dilepaskan oleh permukaan bumi. Emisi gas rumah kaca (GRK) yang berlangsung pada atau di atas tingkat kecepatannya saat ini akan menyebabkan pemanasan lebih lanjut dan memicu perubahan-perubahan lain pada sistem iklim global. Salah satu akibat peningkatan atau penurunan suhu global adalah perubahan iklim. Menurut Murdiyarso dalam Subandono et al. (2009), perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50 sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). GRK paling penting yang menangkap panas di dalam atmosfer adalah uap air dan karbondioksida (CO 2 ). Gas lain yang terdapat secara alami adalah metana, nitrat oksida, dan ozon. Selain itu, ada juga gas buatan yang mempunyai efek rumah kaca amat kuat, yakni klorofluorokarbon (CFC). Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal. Kegiatan manusia merupakan kontribusi terbesar terjadinya pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil dan alih guna lahan merupakan kegiatan yang mengemisikan gas rumah kaca terbesar ke atmosfer, diikuti oleh kegiatan-kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan persampahan (KLH, 2009). Pemanasan global menimbulkan perubahan pada iklim bumi yang ditandai dengan meningkatnya jumlah presipitasi (baik berupa hujan maupun salju), perubahan pola angin serta aspek-aspek cuaca ekstrim seperti kemarau, presipitasi 10

berat, gelombang panas dan intensitas topan tropis (KLH, 2009). Menurut Konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Trenberth et al. (1995), perubahan iklim dinyatakan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Subandono et al. (2009), salah satu unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara. Perubahan iklim dicirikan oleh berubahnya nila rata-rata atau median dan keragaman dari unsur iklim. Apabila dalam periode waktu yang panjang ada kecenderungan data suhu naik dari waktu ke waktu dan atau fluktuasinya (naik turunnya) semakin membesar atau kejadian anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan perubahan iklim sudah terjadi. 2.2.1. Dampak Perubahan Iklim Secara Umum Potensi dampak dari perubahan iklim adalah peningkatan permukaan air laut, peningkatan temperatur bumi, perubahan pola hujan, penurunan produktivitas pertanian dan perikanan, perubahan tata guna dan fungsi hutan, pengurangan kuantitas dan kualitas air. Ryutaro (2000) menyatakan dampak perubahan iklim terhadap manusia merupakan konsekuensi dari peristiwa hidrologi. Air merupakan isu paling menonjol terhadap perubahan iklim yaitu dengan adanya kenaikan permukaan air laut yang disebabkan oleh pemanasan global. Penduduk daerah pantai secara langsung terancam oleh naiknya permukaan laut, dan ratusan orang beresiko terkena banjir akibat badai hujan. 11

Berdasarkan laporan IPCC ke-4 tahun 2007, dari dua belas tahun-tahun terpanas sejak 1850, sebelas tahunnya terjadi dalam rentang tahun 1995 hingga 2005. Peningkatan suhu ini juga meningkatkan suhu permukaan laut global hingga kedalaman 3000 m, yang menyebabkan pengembangan air laut yang berkontribusi terhadap naiknya muka air laut rata-rata global. Kenaikan muka air laut ini juga disebabkan karena penurunan tutupan salju dan es di daerah kutub. Laju rata-rata naiknya muka air laut selama rentang waktu 1961 hingga 2003 adalah 1,8 mm per tahun. Laju ini lebih cepat selama rentang waktu 1993 hingga 2003, yaitu sekitar 3,1 mm per tahun (KLH, 2009). Perubahan iklim membawa pengaruh pada intensitas dampak dan sangat tergantung pada tingkat penyimpangannya. Secara umum dampak penyimpangan iklim terhadap aspek-aspek penataan ruang, meliputi pemanfaatan lahan budidaya berupa penurunan atau bahkan kegagalan berproduksi usaha pertanian, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang cukup tinggi sehingga memicu terjadinya gerakan tanah (longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, penyimpangan iklim berupa curah hujan yang sangat rendah dibarengi peningkatan suhu udara menyebabkan terjadinya kekeringan sehingga berdampak pada penurunan ketersediaan air dan juga kebakaran hutan (Ditjen, 2002). Dampak lainnya yaitu kenaikan temperatur yang mempercepat siklus hidrologi. Atmosfer yang lebih hangat akan menyimpan lebih banyak uap air, sehingga menjadi kurang stabil dan menghasilkan lebih banyak presipitasi, terutama dalam bentuk hujan lebat. Panas yang lebih besar juga mempercepat proses evaporasi. Dampak dari perubahan-perubahan tersebut dalam siklus air 12

adalah menurunnya kuantitas dan kualitas air bersih di dunia. Sementara itu, pola angin dan jejak badai juga akan berubah. Intensitas siklon tropis akan semakin meningkat (namun tidak berpengaruh terhadap frekuensi siklon tropis), dengan kecepatan angin maksimum yang bertambah dan hujan yang semakin lebat (Subandono et al., 2009). 2.2.2. Dampak Perubahan Iklim di Indonesia Perubahan-perubahan pada pola iklim di Indonesia terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Bagi Indonesia, pemanasan global merupakan suatu kenyataan. Indonesia sebagai negara kepulauan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Misalnya saja, meningkatnya permukaan air laut bagi Indonesia tentu saja menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pesisir. Daerah-daerah pantai serta pulau-pulau kecil di Nusantara yang jumlahnya mencapai ribuan tentu saja terancam tenggelam dan hilang (KLH, 2009). Perubahan iklim juga memberikan dampak pada sektor kehutanan di Indonesia, dimana meningkatnya suhu dapat memicu terjadi kebakaran hutan secara alami akibat meningkatnya kekeringan. Keanekaragaman hayati Indonesia yang sebagian besar berada di daerah hutan terancam dengan terjadinya kebakaran hutan. Terkait dengan ketersediaan pangan, berdasarkan hasil pemantauan kekeringan pada tanaman padi selama periode tahun 1993-2002 yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, diperoleh angka rata-rata lahan pertanian yang terkena kekeringan mencapai lebih dari 200 ribu ha dengan lahan puso (gagal panen) mencapai sekitar 43 ribu ha atau setara dengan kehilangan 190 ribu ton 13

gabah kering giling (GKG). Sementara itu, areal persawahan yang terlanda banjir mencapai luas 158 ribu ha dengan puso sekitar 39 ribu ha (setara dengan 174 ribu ton GKG). Selain itu, dengan meningkatnya intensitas curah hujan maka banjir lebih sering terjadi dan memicu terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit kulit dan diare serta tercemarnya sumber air (KLH, 2009). 2.3. Pariwisata Pengertian pariwisata menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia (2004) adalah kegiatan perjalanan seseorang atau serombongan orang dari tempat tinggal asalnya menuju tempat lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, keinginan keagamaan, serta silaturahmi. Definisi pariwisata berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan bab I pasal 1 yaitu: 1. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan dengan sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di dalamnya. 2. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. 3. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. 4. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. 14

2.4. Permintaan Wisata Menurut Wahab (1992), permintaan umumnya diartikan sebagai sejumlah barang atau jasa yang ingin dibeli oleh pelanggan dan mampu untuk dibeli dengan harga tertentu pada waktu tertentu. Wahab (1992) juga menyebutkan bahwa dalam pariwisata, hubungan fungsional yang terjadi pada permintaan tidaklah sederhana. Banyak faktor yang turut mempengaruhi wisatawan untuk melakukan perjalanan ke suatu daerah tujuan wisata tertentu atau menunda berwisata. Faktor penentu permintaan wisata menjelaskan mengapa populasi dari beberapa negara-negara mempunyai suatu kecenderungan yang tinggi untuk berwisata sedang negara yang lain rendah. Faktor penentu ini harus dibedakan dari sisi tujuan dan perilaku pembeli. Middleton (1991) dalam Vanhove (2005) menyimpulkan sembilan kategori faktor penentu permintaan wisata, yaitu: 1. Faktor ekonomi: pendapatan, waktu, dan harga 2. Harga komparatif 3. Faktor demografi 4. Faktor geografi 5. Perilaku sosial budaya wisata 6. Mobilitas 7. Peraturan pemerintah 8. Media komunikasi 9. Teknologi informasi dan komunikasi Damanik dan Weber (2006) menguraikan beberapa pertimbangan penting yang dilakukan seseorang sebelum mengambil keputusan untuk berwisata, yaitu : 15

1. Biaya Hal yang paling sentral dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan berwisata adalah biaya. Biaya akan menentukan bentuk, tujuan, bentuk dan waktu berwisata, tipe penginapan, moda angkutan serta jasa lain yang digunakan. 2. Daerah tujuan wisata Pilihan daerah destinasi wisata termasuk unsur sentral dalam keputusan berwisata. Pesatnya pertambahan jumlah daerah tujuan wisata lama maupun baru membuat orang menjadi semakin tidak mudah untuk melakukan pilihan. Ketersediaan informasi yang mutakhir tentang produk wisata di suatu daerah akan memudahkan orang untuk melakukan pilihan. 3. Bentuk perjalanan Terdapat tiga bentuk perjalanan yang dapat dilakukan, yaitu berkelompok dalam jumlah besar dan diorganisasi oleh biro perjalanan, individual atau kelompok kecil yang diatur sendiri oleh wisatawan yang bersangkutan, dan gabungan keduanya. 4. Waktu dan lama berwisata Keputusan berwisata tidak dilakukan secara tiba-tiba. Orang akan mencari informasi yang lebih lengkap tentang kemungkinan berwisata. Jika berhasil atau memuaskan baginya, maka barulah orang itu mengambil keputusan untuk berwisata. Lama berwisata juga menjadi pertimbangan tersendiri. Dalam hal ini faktor ketersediaan waktu luang dan uang kembali memainkan peran penting. 16

5. Penginapan yang digunakan Jenis penginapan sangat tergantung pada perkembangan industri pariwisata. Seleksi fasilitas akomodasi perlu dilakukan secara matang karena selain menyangkut biaya juga terkait dengan kenyamanan dan kepraktisan. 6. Moda transportasi Terkait dengan moda angkutan wisata yang tersedia dan akan digunakan, juga faktor kenyamanan dari daerah asal ke dan selama di daerah tujuan wisata. 7. Jasa-jasa lainnya Termasuk dalam hal ini adalah layanan lain yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan wisata, seperti pemandu, souvenir, fotografi, perawatan kesehatan, hiburan, dan sebagainya. 2.5. Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata Matzarakis (2006) menyatakan bahwa iklim dan cuaca adalah faktor yang mempengaruhi permintaan wisata, seperti dalam hal pilihan tujuan atau jenis kegiatan yang akan dilakukan wisatawan. Wisata di daerah pegunungan sangat tergantung pada alam dan budaya. Kondisis lingkungan, terutama iklim mempengaruhi pariwisata pembangunan di daerah pegunungan karena daerah ini merupakan ekosistem yang paling terancam akibat adanya perubahan iklim. Dampak negatif yang dihasilkan oleh perubahan iklim pada sektor pertanian, kehutanan, perikanan, dan infrastruktur secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sektor pariwisata (Surugiu et al., 2011). Faktor cuaca dan iklim berpengaruh terhadap bidang pariwisata. Cuaca cerah, banyaknya cahaya matahari, kecepatan angin, udara sejuk, kering, panas, dan sebagainya mempengaruhi terhadap pelaksanaan wisata, baik wisata darat 17

maupun laut. Menurut Damanik dan Weber (2006), kebutuhan untuk berwisata sangat terkait dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup di tempat tinggal. Iklim yang khas dapat menjadi daya tarik utama bagi suatu destinasi pariwisata. Iklim merupakan faktor penarik bagi wisatawan yang ingin berelaksasi pada tempat yang memiliki iklim yang lebih nyaman daripada tempat tinggalnya. Biasanya mereka yang tinggal di daerah yang cenderung dingin dimana jarang mendapatkan sinar matahari, kemungkinan besar akan berwisata ke tempat-tempat yang memiliki iklim tropis yang kaya akan sinar matahari. Sebaliknya, mereka yang tinggal di iklim cenderung panas atau di kawasan yang tingkat polusi tanah, air, udara, dan suara sangat tinggi, akan mencari tempat yang beriklim sejuk dan tingkat pencemaran lingkungan yang minimal untuk tujuan berwisatanya. Perubahan iklim juga mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sumber daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik utama kepariwisataan Indonesia. Kenaikan muka air laut dan temperatur akan mengancam keberlanjutan kegiatan wisata dan keanekaragaman hayati laut pada destinasi pariwisata pantai, laut, dan pulau-pulau kecil. World Monuments Fund (WMF) melaporkan pemanasan global sebagai salah satu faktor penyebab rusaknya kelestarian monumen karya budaya umat manusia (Rosyidie, 2004). 2.6. Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim Menurut KLH (2009), adaptasi terhadap perubahan iklim berarti meminimalkan kerusakan-kerusakan yang diproyeksikan dapat terjadi pada aspek sosio-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik pada iklim. Adaptasi terhadap perubahan iklim dapat berupa adaptasi secara otomatis, dan adaptasi terencana. 18

Adaptasi otomatis biasanya dilakukan langsung oleh alam, sedangkan adaptasi terencana contohnya adalah kegiatan adaptasi yang dilakukan melalui perbaikan sistem pada sumber-sumber yang terkena dampak atau melalui penggunaan teknologi yang dapat mencegah atau mengurangi dampak dan/atau resiko yang mungkin terjadi, sehingga akan mengurangi biaya yang diperlukan dibandingkan dengan apabila tidak dilakukan kegiatan adaptasi. Umumnya pilihan-pilihan yang banyak dilakukan adalah adaptasi melalui penggunaan teknologi. Walaupun demikian, usaha adaptasi dapat pula dilakukan secara individu atau masyarakat dengan cara yang mudah, murah dan sederhana. Adaptasi merupakan hal yang penting dalam perubahan iklim. Adaptasi merupakan satu-satunya cara untuk menghadapi perubahan iklim yang tak terelakkan. Adaptasi juga memberikan peluang untuk menyesuaikan kegiatan ekonomi pada sektor-sektor yang rentan sehingga mendukung pembangunan berkelanjutan. Adaptasi yang dilakukan oleh pengelola suatu obyek wisata dengan obyek wisata lainnya akan berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan dampak perubahan iklim yang dirasakan obyek wisata akan berbeda-beda. 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN Bogor merupakan daerah yang memiliki potensi obyek wisata alam yang indah. Topografinya berupa dataran tinggi sehingga memiliki udara yang sejuk dan sangat berpotensi untuk industri wisata alam. Kawasan obyek wisata unggulan yang menarik perhatian di Bogor adalah kawasan Puncak. Daya tarik dari kawasan wisata Puncak Bogor adalah suasananya yang segar, nyaman, indah, banyak terdapat jenis wisata yang menarik seperti wisata kebun teh, paralayang, outbound, dan juga terdapat banyak villa atau hotel sebagai tempat beristirahatnya pengunjung. Industri pariwisata di kawasan Puncak Bogor sangat berpotensi karena lokasinya yang strategis, dekat dengan kota-kota besar, khususnya di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Besarnya tingkat permintaan wisata di Puncak dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Hal ini dikarenakan sebagian besar jenis wisata yang terdapat di Puncak seperti wisata kebun teh, paralayang, outbound, dan jenis wisata lainnya membutuhkan kondisi cuaca yang sesuai dalam pelaksanaan kegiatannya. Perubahan iklim global memberikan pengaruh pada kondisi iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor. Perubahan iklim mikro dilihat dari adanya perubahan pada kecepatan angin, curah hujan, dan jumlah hari hujan. Fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor berpotensi mempengaruhi permintaan wisata sehingga diperlukan upaya untuk mengatasinya. Potensi perubahan iklim mikro akibat adanya perubahan iklim global tersebut menyebabkan perlu adanya suatu penelitian mengenai karakteristik perubahan iklim mikro di kawasan wisata Puncak Bogor dan bagaimana

pengaruhnya terhadap permintaan wisata dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh pihak pengelola obyek wisata akibat adanya perubahan iklim. Dalam penelitian ini, digunakan analisis deskriptif kualitatif untuk mengetahui perubahan iklim mikro yang terjadi di Puncak dan strategi adaptasi yang dapat dilakukan pihak pengelola wisata. Analisis dengan model regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor. Sedangkan analisis perubahan pendapatan digunakan untuk mengestimasi besarnya kerugian yang diterima obyek wisata. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi pihak pengelola wisata kawasan Puncak dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim, khususnya terhadap tingkat permintaan wisata. Secara ringkas kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1. 21

Perubahan Iklim Global Fenomena Perubahan Iklim Mikro Potensi Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pariwisata di Kawasan Puncak Bogor Hotel/ Villa Paralayang Outbound Kebun Teh Parameter Perubahan Iklim Perubahan Curah Hujan Perubahan Jumlah Hari Hujan Perubahan Kecepatan Angin Identifikasi Fenomena Perubahan Iklim Mikro Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata Strategi Adaptasi Pengelola Obyek Wisata Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Permintaan Wisata Kerugian Ekonomi Obyek Wisata Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis dengan Model Regresi Linear Analisis Perubahan Pendapatan Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Obyek Wisata Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 22

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kawasan wisata ini meliputi wisata outbound (yang berada di Lembah Pertiwi, Alfa Resort, Taman Wisata Matahari, Eagle Hill, dan Pasadena Village), hotel/villa (Hotel Permata Alam, Hotel Puri Avia, Hotel Megamendung Permai, Hotel Safari Garden dan Villa Alfa Resort), wisata kebun teh (Agrowisata Gunung Mas), dan wisata paralayang Puncak. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa di kawasan Puncak terdapat banyak obyek wisata dengan tingkat kunjungan yang tinggi dan terjadinya perubahan iklim yang relatif ekstrim. Kegiatan penelitian meliputi perumusan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, intepretasi data, dan penarikan kesimpulan hingga perbaikan. Rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2011. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti, sedangkan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa instansi terkait dengan obyek penelitian seperti Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor, tim pengelola wisata, dan internet.

4.3. Metode Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode nonprobability sampling yaitu teknik purposive sampling. Teknik tersebut merupakan teknik pengambilan contoh dimana peneliti secara sengaja memilih subyeksubyek yang menjadi anggota kelompok tertentu (Wahyuni dan Pudji, 2009). Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata di kawasan Puncak Bogor. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Dalam penelitian sosial, jumlah responden sebanyak 60 orang ini dinilai sudah mewakili keseluruhan populasi wisatawan di Puncak dan hasil estimasi pada model regresi linear berganda juga menunjukkan bahwa data sudah menyebar normal. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excell 2007 dan program SPSS 13.0 for Windows. Tabel 2 menyajikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian. 24

Tabel 2. Keterkaitan Tujuan, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Menganalisis fenomena perubahan iklim mikro selama sepuluh tahun terakhir Data sekunder Analisis Deskriptif Kualitatif 2 Menganalisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata 3 Mengestimasi besarnya kerugian obyek wisata akibat adanya perubahan iklim 4 Mengkaji strategi adaptasi pengelola obyek wisata dalam menghadapi perubahan iklim Data primer (wawancara) dan data sekunder Data sekunder Data primer (wawancara) Analisis dengan Model Regresi Linear Berganda Analisis Perubahan Pendapatan Analisis Deskriptif Kualitatif 4.4.1. Analisis Fenomena Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Puncak Bogor Fenomena perubahan iklim mikro yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir di kawasan Puncak Bogor dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif adalah jenis analisis data yang dimaksudkan untuk mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel untuk masing-masing variabel penelitian secara tunggal (Wahyuni dan Pudji, 2009). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik statistik deskriptif seperti tabel frekuensi, grafik atau tabulasi yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematik sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah dipahami oleh semua pihak. Dalam penelitian ini, data yang akan dianalisis secara deskriptif adalah parameter perubahan iklim mikro, meliputi kecepatan angin, curah hujan, dan jumlah hari hujan. Selanjutnya dianalisis keterkaitan perubahan iklim global dengan fenomena perubahan iklim mikro. 25

4.4.2. Analisis Dampak Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata Dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata dilihat dari tren perkembangan parameter iklim dengan tren perkembangan jumlah pengunjung wisata, selain itu dianalisis juga dengan menggunakan model regresi linear berganda. Model regresi merupakan alat statistika untuk mengevaluasi hubungan antara satu peubah dengan satu peubah lainnya, atau satu peubah dengan beberapa peubah lainnya (Gujarati, 2003). Penelitian ini akan menganalisis pengaruh hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah lainnya, sehingga analisis yang digunakan adalah model regresi linear dengan dua atau lebih peubah penjelas (regresi linear berganda). Model regresi tersebut yaitu: Dimana: Y = Nilai rata-rata dugaan β 0 = Intersep Υ 0 1 1 2 2 = β + β Χ + β Χ + + β n Χ + ε β 1 = Parameter yang mempengaruhi nilai rataan X 1 = Variabel yang mempengaruhi nilai rataan β n = Parameter ke n X n = Variabel ke n ε i = Galat atau error Berdasarkan model regresi di atas, maka hubungan antara tingkat permintaan wisata dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dirumuskan sebagai berikut: Υt = β 0 + β1χ1 + β2χ2 + β3χ3 + β4χ4 + β5χ5 + β6χ6 + β7χ7 + β8χ8 + ε i n i 26

Estimasi parameter dugaan: β 1, β 2, β 3, β 4, β 7 < 0 β 5, β 6, β 8 > 0 Dimana: Y t = Jumlah kunjungan ke kawasan wisata (jumlah kunjungan per tahun) β 0 = Intersep β i = Koefisien regresi untuk faktor X i, dimana i = 1,2,...,8 X 1 = Biaya Perjalanan (Rp) X 2 = Kecepatan angin (bernilai 1 jika menurun, bernilai 2 jika tetap, bernilai 3 jika meningkat ) X 3 = Curah hujan (bernilai 1 jika menurun, bernilai 2 jika tetap, bernilai 3 jika meningkat ) X 4 = Hari hujan (bernilai 1 jika menurun, bernilai 2 jika tetap, bernilai 3 jika meningkat ) X 5 = Pendapatan responden (Rp) X 6 = Tingkat pendidikan responden X 7 = Jarak tempuh (km) X 8 = Umur responden (tahun) ε i = Galat atau error Besarnya jumlah kunjungan ke lokasi wisata akan mencerminkan besarnya permintaan pada wisata tersebut. Jumlah kunjungan dipengaruhi oleh faktorfaktor sebagai berikut: biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, jarak tempuh, dan umur responden. Variabel-variabel tersebut diduga mempengaruhi besarnya jumlah kunjungan wisatawan ke Puncak. 27

Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai positif yaitu pendapatan responden, tingkat pendidikan responden, dan umur responden. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendapatan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pendidikan akhir yang ditempuh responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi umur responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam meningkatkan jumlah kunjungannya ke Puncak. Variabel yang diduga akan memiliki koefisien bernilai negatif yaitu biaya perjalanan, kecepatan angin, curah hujan, hari hujan, dan jarak yang dibutuhkan untuk mengunjungi obyek wisata. Dihipotesiskan bahwa semakin tinggi biaya perjalanan maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar kecepatan angin yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar curah hujan yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin besar jumlah hari hujan yang dirasakan responden maka diduga akan mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. Dihipotesiskan bahwa semakin jauh jarak responden untuk mengunjungi lokasi wisata Puncak maka diduga mempengaruhi responden dalam mengurangi jumlah kunjungannya ke Puncak. 28

4.4.3. Estimasi Kerugian Ekonomi Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro Nilai kerugian ekonomi akibat adanya pengaruh iklim dianalisis dengan mengestimasi perubahan pendapatan obyek wisata, dimana pendapatan minimum saat dipengaruhi oleh iklim dikurangi dengan pendapatan pada keadaan normal. Pendapatan minimum diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung minimum saat dipengaruhi iklim dengan harga tiket, sedangkan pendapatan normal diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung pada keadaan normal dengan harga tiket. Berdasarkan penghitungan tersebut, diperoleh rumus sebagai berikut: Dimana: I = I 2 - I 1 I = Perubahan pendapatan obyek wisata akibat pengaruh iklim (Rp) I 1 = Pendapatan pada keadaan normal (Rp) I 2 = Pendapatan minimum akibat pengaruh iklim (Rp) Sementara itu, untuk memperoleh hasil pendapatan suatu obyek wisata dilakukan dengan cara mengalikan jumlah pengunjung dengan hargat tiket. Rumus yang digunakan untuk memperoleh pendapatan adalah sebagai berikut: I = n x P Dimana: I n = Pendapatan obyek wisata (Rp) = Jumlah pengunjung (orang) P = Harga tiket obyek wisata (Rp) 29

4.4.4. Rekomendasi Kebijakan Adaptasi Pengelola Obyek Wisata dalam Menghadapi Perubahan Iklim Rekomendasi kebijakan adaptasi pihak pengelola obyek wisata dalam menghadapi perubahan iklim dijabarkan secara deskriptif kualitatif. Rekomendasi kebijakan ini untuk melihat apa saja yang dapat dilakukan pengelola obyek wisata dalam beradaptasi menyikapi perubahan iklim yang terjadi di kawasan Puncak Bogor agar tingkat kunjungan wisatawan ke Puncak tetap tinggi. 4.5. Pengujian Parameter Dalam melakukan analisis menggunakan model regresi linier berganda, asumsi-asumsi dasar harus terpenuhi. Jika hal ini tidak terpenuhi akan berakibat pengujian yang dilakukan menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang didapat menjadi bias, sehingga perlu dilakukan pengujian parameter agar sesuai dengan kriteria statistika dan kriteria ekonometrika. 4.5.1. Uji statistika Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi kriteria statistika. Kesesuaian model dengan kriteria statistik dilihat dari koefisien determinasi (R 2 ), uji t, dan uji F. 4.5.1.1 Koefisien Determinasi Koefisien determinasi merupakan besaran yang paling lazim digunakan untuk mengukur kebaikan-suai (goodness offit) garis regresi. Secara verbal, R 2 mengukur proporsi (bagian) atau persentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi. Menurut Firdaus (2004), koefisisen determinasi merupakan suatu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengukur ketepatan atau kecocokan suatu garis regresi dan dapat pula digunakan untuk mengetahui 30

besarnya kontribusi variabel bebas (X) terhadap variasi variabel (Y) dari suatu persamaan regresi. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Jika nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu, berarti semakin besar keragaman hasil permintaan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. 4.5.1.2 Uji Statistik t Uji statistik t dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing variabel bebas (X i ) berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ). Prosedur pengujian yang dikemukakan Ramanathan (1997) adalah sebagai berikut: H 0 : β i = 0 atau variabel bebas (X i ) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ) H 0 : β i 0 atau variabel bebas (X i ) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ) t hit( n k ) βi 0 = sβ i t hit ( n k ) tα 2 0 Jika >, maka H diterima, artinya variabel (X i ) tidak berpengaruh t hit ( n k ) tα 2 H0 nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ). Namun, jika <, maka ditolak, artinya variabel (X i ) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ). 4.5.1.3 Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X i ) secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ). Menurut Ramanathan (1997), prosedur pengujiannya antara lain : 31

H 0 = β 1 = β 2 = β 3 =... = β = 0 Variabel bebas (X i ) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ) H 1 = β 1 = β 2 = β 3 =... = β 0 Variabel bebas (X i ) secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y i ) F hit = JKK /( k 1) JKG/ k( n 1) Dimana: JKK JKG n k = Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom = Jumlah kuadrat galat = Jumlah sampel = Jumlah peubah Jika F <, maka H diterima yang berarti variabel (X i ) secara serentak hit Ftabel 0 tidak berpengaruh nyata terhadap (Y i ). Tetapi, jika F >, maka H ditolak yang berarti variabel (X i ) secara serentak berpengaruh nyata terhadap (Y i ). hit Ftabel 0 4.5.2. Uji Ekonometrika Menurut Gujarati (2003), model ekonometrika yang baik harus memenuhi pula kriteria ekonometrika. Berdasarkan kriteria ekonometrika, model harus sesuai dengan asumsi klasik, yaitu terbebas dari gejala multikolinearitas dan heteroskedastisitas. 32

4.5.2.1 Uji Multikolinear Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi multicollinearity, yaitu terjadinya kolerasi yang kuat antar variabel-variabel bebasnya. Multicollinearity dalam sebuah model dapat dideteksi dengan membandingkan besarnya koefisien determinasi (R 2 ) dengan koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas (r 2 ). Hal ini dapat dibuat suatu matriks koefisien determinasi parsial antar variabel bebasnya (Ramanathan, 1997). Multicollinearity dapat dianggap bukan suatu masalah apabila koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan. Namun, multicollinearity dianggap sebagai masalah apabila koefisien determinasi parsial antar dua variabel bebas melebihi atau sama dengan nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua variabel secara simultan. Secara matematis dapat dituliskan dalam pertidaksamaan berikut : r 2 xj, xj > R 2, x,..., x1 2 Masalah multicollinearity dapat dilihat langsung melalui output regresi berganda, dengan melihat nilai VIF, dimana jika nilai VIF > 10 maka terdapat masalah multicollinearity. xk 4.5.2.2 Uji Heteroskedastisistas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah timbulnya masalah heteroskedastisitas. Gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat plot grafik hubungan 33

antar residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Menurut Gujarati (2003), gejala heteroskedastisitas dapat dideteksi menggunakan uji Park dengan ketentuan sebagai berikut: Regresi Ln(Residual 2 ) = f(x i ), Ln U 2i = b 0 + b 1 X 1 + + b 8 X 8 Apabila hasil output memberikan koefisien parameter untuk variabel bebas (X) tidak ada yang berpengaruh nyata, maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. 34

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambaran umum terdiri dari beberapa hal penting terkait lokasi penelitian. Adapun gambaran umum yang dibahas antara lain kondisi geografis, kondisi topografis, demografi, kondisi iklim, daya tarik wisata, aksesibilitas, dan pengelolaan. 5.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor secara geografis terletak antara 6 0 19-6 0 47 Lintang Selatan dan 106 0 1-107 0 103 Bujur Timur. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah administratif terluas (ke-6) di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor memiliki luas wilayah sebesar 2.237,09 km 2 yang terbagi menjadi 40 kecamatan dan 428 desa atau kelurahan. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki batas administrasi sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang. 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak (Banten), dan 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi. Puncak adalah kawasan wisata yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kawasan ini merupakan bagian sebelah Selatan dari Kabupaten Bogor. Kawasan Puncak bermula dari pertigaan Ciawi di Kabupaten Bogor hingga

Cimacan di Kabupaten Cianjur. Secara administrasi kawasan Puncak terdiri dari tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Cisarua. Kecamatan Ciawi memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 13 desa, sedangkan Kecamatan Megamendung terdiri dari 11 desa dan Kecamatan Cisarua sebanyak 10 desa. 5.1.2. Kondisi Topografis Ketinggian tempat di Kabupaten Bogor berkisar dari 15 meter di atas permukaan laut (dpl) pada dataran di bagian utara hingga 2.500 meter dpl pada puncak-puncak gunung di bagian selatan. Kawasan Puncak merupakan daerah dataran tinggi dengan kelerengan yang tergolong cukup terjal. Wilayah Kabupaten Bogor merupakan wilayah hulu bagi wilayah-wilayah di sebelah Utara (Tangerang, Depok, Jakarta, dan Bekasi) dimana sungai-sungai mengalir dari bagian selatan ke arah utara yang meliputi enam Daerah Aliran Sungai yaitu: DAS Cidurian, Cimanceuri, Cisadane, Ciliwung, Bekasi dan Citarum (khususnya DAS Cipamingkis dan Cibeet). Sungai-sungai pada masing-masing DAS tersebut mempunyai fungsi yang sangat strategis yaitu sebagai sumber air irigasi pertanian, perikanan, rumah tangga dan industri serta drainase utama wilayah. Selain itu, terdapat situ-situ yang berfungsi dalam peresapan air dan dapat juga dimanfaatkan dalam usaha perikanan, penampungan air dan rekreasi. Hutan yang tersisa di Puncak semakin berkurang akibat pembangunan villa dan perluasan pemukiman warga tanpa izin. Menurut data Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor (2010), dari 59.486 bangunan di Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, baru 12.844 bangunan yang 36

memiliki izin mendirikan bangunan atau sekitar seperlimanya. Pengerasan tanah akibat pendirian gedung-gedung perkantoran, kompeks perumahan, lapangan parkir, dan sebagainya di bekas daerah hutan pegunungan tersebut memberikan andil besar atas terjadinya banjir di kawasan Jabotabek. Berdasarkan data P4W IPB pada tahun 2008, ada 216,85 hektar hutan konservasi yang dimanfaatkan sebagai perkebunan, permukiman, villa, dan semak terbuka. Inkonsistensi tata ruang terburuk terjadi di Kecamatan Cisarua. Dari 7.406,3 hektar luas kawasannya, sebanyak 1.742,58 hektar lahan melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2005-2025. 5.1.3. Demografi Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 Provinsi Jawa Barat, jumlah penduduk Kabupaten Bogor tercatat sebanyak 4.771.932 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.452.562 jiwa atau 51% dan perempuan sebanyak 2.319.370 jiwa atau 49% (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010). Pekerja sektor informal di Kabupaten Bogor berdasarkan survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2009 sebanyak 884.112 penduduk. Tabel 3 menggambarkan pekerja sektor informal menurut lapangan usaha pada pekerjaan utama. Terlihat bahwa pekerja sektor informal terserap paling banyak di dua lapangan usaha utama, yaitu: perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi sebesar 35,99%, pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan sebesar 30,09%, sedangkan lapangan usaha yang sama sekali tidak menyerap sektor informal adalah sektor listrik, gas dan air minum. Lapangan usaha yang sedikit menyerap pekerja sektor informal adalah sektor pertambangan 37

dan penggalian (0,25%) dan lembaga keuangan, usaha persewaan dan jasa perusahaan (0,41%). Tabel 3. Persentase Pekerja Sektor Informal menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Bogor Tahun 2009 Lapangan Usaha Persentase (%) Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 30,09 Pertambangan dan Penggalian 0,25 Industri 8,44 Listrik, Gas dan Air Minum 0,00 Konstruksi 4,48 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 35,99 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 13,04 Lembaga Keuangan, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan 00,41 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 7,30 Persentase Total 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (2009) 5.1.4. Kondisi Iklim Iklim di Kabupaten Bogor termasuk Iklim Tropis tipe A (Sangat Basah) di bagian selatan dan tipe B (Basah) di bagian utara. Suhu berkisar rata-rata antara 20 C sampai 30 C. Curah hujan tahunan antara 2.500 mm sampai lebih dari 5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara yang berbatasan dengan DKI Jakarta, Tangerang dan Bekasi yang curah hujannya kurang dari 2.500 mm/tahun. Kawasan Puncak yang merupakan bagian Kabupaten Bogor sebelah selatan memiliki jumlah curah hujan yang sangat tinggi mencapai 2.500 mm atau lebih per tahunnya. Biasanya hujan turun pada waktu siang hari sampai sore hari, mulai dari pukul 11.00 sampai 16.00. Selama 10 tahun terakhir ini, terjadi perubahan iklim di kawasan Puncak Bogor. Perubahan iklim ditandai dengan meningkatnya suhu udara rata-rata, curah hujan, dan jumlah hari hujan tiap tahunnya. Selain itu, terjadi perubahan kecepatan angin yang semakin menurun di Puncak. 38

5.1.5. Daya Tarik Wisata Puncak merupakan kawasan wisata yang memiliki banyak daya tarik serta didukung dengan fasilitas-fasilitas yang memadai. Selain suasana yang nyaman, kawasan Puncak juga memiliki obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi. Banyak para wisatawan yang rela menunggu arus lalu lintas lancar demi bisa menikmati suasana di kawasan Puncak. Beberapa aktifitas wisata yang sudah sangat populer dan banyak diminati oleh wisatawan di kawasan Puncak antara lain: 1. Wisata Kebun Teh Wisata ini merupakan salah satu wisata utama yang berada di kawasan Puncak, Bogor dan sudah terkenal sejak lama. Wisata ini ramai dikunjungi oleh pengunjung yang ingin melihat dan menikmati keindahan panorama alam Puncak. Aktivitas berjalan kaki mengelilingi kebun teh ini merupakan pengalaman yang menyenangkan dan dapat merelaksasi suasana hati yang tegang dengan kesibukan sehari-hari. Kita juga dapat melihat proses produksi teh dari pemetikan teh hingga menjadi daun teh kering siap konsumsi. Salah satu tempat wisata kebun teh di kawasan Puncak adalah wisata kebun teh Gunung Mas. 2. Wisata Paralayang Paralayang adalah jenis wisata olahraga yang menggunakan parasut dan biasanya dilakukan di bukit gunung sebagai landasan pacu. Wisata ini adalah jenis wisata yang agak menantang dimana pengunjung dapat bertualang dengan ikut serta terbang layang, sejenak bebas lepas melayang di langit gunung yang indah. Kegiatan wisata ini sangat tergantung pada faktor alam seperti cuaca, kecepatan angin, dan sebagainya. Faktor pendukung alam seperti angin dan cuaca ini sangat 39

menentukan bagi pilot tandem untuk memutuskan kita bisa terjun atau tidak. Biasanya kisaran waktu jam 11 siang hingga jam 3 sore adalah saat yang tepat untuk mencobanya. 3. Wisata Outbound Jenis wisata outbound sangat popular di kawasan Puncak saat ini. Wisata ini bisa dinikmati oleh semua kalangan dari anak-anak hingga orang tua sehingga banyak wisatawan yang tertarik pada jenis wisata ini. Beberapa kegiatan wisata ini seperti games, flying fox, kid station, rapelling, rescue, paint ball, arung jeram dan masih banyak kegiatan lainnya. Terdapat banyak tempat wisata outbound yang populer di Puncak antara lain: Eagle Hill Camp Outbound, Passadena Village, dan beragam outbound lainnya yang terdapat di Taman Wisata Matahari (seperti flying fox Children Adventure Park, flying fox Extreme Adventure, dan arung jeram SOAR). 4. Wisata Satwa Kawasan Puncak Bogor juga terkenal dengan wisata satwanya. Wisata satwa adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan satwa sebagai obyek kegiatannya. Salah satu wisata satwa yang berada di kawasan Puncak adalah Taman Safari Indonesia. Wisata ini mengkoleksi beragam jenis binatang dan banyak obyek menarik yang disediakan seperti: safari park, taman burung, animal education show, elephant trail, safari sky lift, dan sebagainya. Selain itu wisata lainnya adalah taman kupu-kupu dan pertunjukkan satwa di Taman Wisata Matahari, Wisata berkuda di Gunung Mas, dan Talaga Warna yang didalamnya terdapat berbagai jenis hewan seperti: Elang Jawa, Elang Brontok, Kera, Owa Jawa, dan sebagainya. 40

5. Wisata Air Terjun Daerahnya yang berupa pegunungan, menyebabkan kawasan Puncak ini memiliki banyak curug atau air terjun alami yang dijadikan sebagai tempat wisata. Wisata ini sangat menarik dan ramai dikunjungi wisatawan karena menyuguhkan pemandangan yang indah dan alami ditambah dengan suara gemericik air menambah sejuknya suasana. Beberapa obyek wisata curug andalan yang ada di kawasan Puncak adalah Curug Cilember, Curug Panjang, Curug Tujuh, dan Curug Kembar. Tidak hanya tempat wisatanya yang menarik untuk dikunjungi, di kawasan wisata Puncak ini juga terdapat sebuah masjid yang indah dengan arsitektur yang khas yaitu Masjid Atta'awun yang berada di kawasan Puncak Pass, Kecamatan Cisarua. Masjid ini ramai disinggahi oleh wisatawan yang ingin melaksanakan ibadah ataupun untuk beristirahat sejenak, dari mesjid ini kita bisa menyaksikan pemandangan kawasan Puncak yang indah, karena dindingnya terbuat dari kaca dan letaknya berada di ketinggian. Selain itu, di sekitar area parkir mesjid ini terdapat banyak pedagang makanan dan souvenir khas Puncak. Kabupaten Bogor memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang tinggi untuk obyek-obyek wisatanya terutama di kawasan wisata Puncak. Banyaknya jenis wisata yang menarik di Puncak menjadikan kawasan ini ramai dikunjungi oleh wisatawan. Selain itu, wisatawan bisa dengan mudah menemukan hotel/villa di sepanjang jalan mulai dari bumi perkemahan sampai hotel berbintang sebagai tempat penginapan atau beristirahat. Tabel 4 menunjukkan banyaknya jumlah wisatawan yang mengunjungi obyek wisata dan penginapan di Kabupaten Bogor tahun 2010. 41

Tabel 4. Data Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Bogor Tahun 2010 No Jenis Data Wisman Wisnus Total 1 ODTW 24.207 2.573.178 2.597.385 2 Hotel Bintang 12.061 345.006 357.067 3 Hotel Melati 7.114 551.175 629.461 4 Penginapan Remaja 515 535 1.050 5 Pondok Wisata 1.946 44.536 66.188 6 Bumi Perkemahan 0 1.584 1.584 Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bogor Tahun 2010 5.1.6. Aksesibilitas Kabupaten Bogor dapat ditempuh dari Jakarta melalui jalan bebas hambatan Jagorawi dalam waktu 30 menit. Sedangkan dari Bandung, Kabupaten Bogor dapat ditempuh dengan kendaraan beroda empat dalam waktu kurang dari tiga jam. Kawasan wisata Puncak memiliki akses yang dekat dan mudah untuk ditempuh khususnya bagi daerah yang berada di wilayah Jabodetabek. Kawasan wisata Puncak Bogor dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum maupun kendaran pribadi yaitu kendaraan roda dua, roda empat, ataupun bus. Akses menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalur Ciawi dan Cisarua. Setiap akhir pekan, kawasan Puncak selalu ramai dikunjungi wisatawan. Kawasan Puncak terletak sekitar 25 kilometer dari Kota Bogor. Kawasan Puncak dapat dicapai dalam waktu 45 menit dari Kota Bogor pada hari biasa. Namun, kondisi itu berubah pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional yang dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencapai kawasan Puncak karena padatnya lalu lintas yang mengakibatkan kemacetan. Kepadatan lalu lintas biasanya terjadi di titik-titik lokasi obyek wisata. Kepadatan lalu lintas terjadi karena wisatawan banyak yang menggunakan kendaraan pribadi. Mobil yang melintas di jalur Puncak sejak 29 Desember 2010 sampai 2 Januari 2011 lebih dari 50.000 unit per hari. Puncaknya terjadi pada 30 42

Desember 2010 yaitu mencapai 64.000 unit ditambah jumlah sepeda motor yang melintas per hari diperkirakan dua sampai tiga kali lipat jumlah mobil 2. Sementara itu, lebar badan jalan rata-rata 8 meter dengan kiri-kanannya merupakan lokasi wisata dan kuliner. Padahal, kapasitas jalan itu idealnya untuk sekitar 10.000 kendaraan. Lalu lintas di kawasan Puncak Bogor pada hari-hari libur akan sangat padat. Namun, kondisi ini tidak mengurangi minat para wisatawan untuk mengunjungi kawasan Puncak Bogor. 5.1.7. Pengelolaan Pengelolaan wisata di kawasan Puncak Bogor ada yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta. Wisata-wisata yang dikelola oleh pemerintah yaitu wisata kebun teh dan wisata air terjun. Wisata kebun teh yang berada di Puncak dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero). PTPN VIII ini merupakan Badan Usaha Milik Negara Indonesia yang bergerak di bidang perkebunan teh, karet, kina, kakao, kelapa sawit, dan getah perca. Begitu juga dengan wisata air terjun yang dikelola oleh Perum Perhutani yang merupakan Badan Usaha Milik Negara. Wisata-wisata yang berada di Puncak Bogor sebagian besar dikelola oleh swasta, misalnya wisata paralayang yang dikelola oleh Persatuan Layang Gantung Indonesia (PLGI) Kabupaten Bogor dan Taman Safari Indonesia yang dikelola oleh Yayasan Taman Safari Indonesia. Jenis wisata lainnya seperti wisata outbound juga dikelola oleh swasta. 2 http://megapolitan.kompas.com. Diakses pada tanggal 11 Juni 2011. 43

Secara umum kawasan wisata Puncak belum terkelola secara maksimal. Hal ini dilihat dari masih banyaknya sarana dan prasarana wisata yang rusak, terdapat beberapa potensi pariwisata yang belum terkelola secara maksimal, padatnya arus lalu lintas khususnya pada saat weekend, pembangunan pemukiman yang semakin pesat, dan sebagainya. Pengelolaan yang belum maksimal ini juga disebabkan karena kurangnya sumber daya manusia pengelola, biaya pengelolaan, dan minimnya infrastruktur. 5.2. Gambaran Umum Responden Penelitian Penelitian mengenai analisis dampak perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak Bogor menggunakan responden pengunjung wisata. Responden ini terdiri dari empat jenis, yaitu pengunjung wisata outbound, pengunjung wisata paralayang, pengunjung wisata kebun teh, dan pengunjung penginapan hotel/villa. 5.2.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Wisatawan yang menjadi responden pada penelitian ini berjumlah 60 orang. Responden terdiri dari 63% laki-laki dan 37% perempuan. Umur responden pengunjung dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu kelompok responden dengan kategori umur 17-23 tahun yang berjumlah sebanyak 34% dari total responden. Kategori kedua berumur 24-50 tahun sebanyak 63%, dan responden dengan umur lebih dari 50 tahun sebanyak 3%. Pengunjung wisata di kawasan Puncak sebagian besar berada pada kategori 24-50 tahun, hal ini menunjukkan bahwa Puncak sebagai kawasan wisata yang amat diminati oleh semua golongan usia. 44

Tingkat pendidikan responden sebagian besar adalah lulusan SMA yaitu sebanyak 50%, responden berpendidikan terakhir Perguruan Tinggi sebanyak 39%, sementara itu responden lulusan SMP sebanyak 8% dan sisanya 3% adalah responden lulusan SD. Berdasarkan kategori pekerjaan, sebagian besar responden bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 38%, pegawai swasta sebanyak 30%, pelajar dan mahasiswa sebanyak 22%, Pegawai Negeri Sipil sebanyak 7%, dan sebanyak 3% responden adalah TNI. Sebagian besar responden pengunjung kawasan wisata Puncak sebanyak 32% memiliki tingkat pendapatan pada kisaran Rp 1.000.000 Rp 2.000.000 per bulan. Sebanyak 23% responden memilki pendapatan pada kisaran Rp 2.000.000 Rp 3.000.000 per bulan, sebanyak 22% responden wisatawan memiliki tingkat pendapatan kurang dari Rp 1.000.000 per bulan, sebanyak 10% responden memiliki pendapatan pada kisaran Rp 3.000.000 Rp 4.000.000 per bulan. Sebanyak 5% responden memiliki tingkat pendapatan lebih dari Rp 6.000.000 per bulan dan 5% responden lainnya memiliki kisaran pendapatan Rp 4.000.000 Rp 5.000.000 per bulan, sisanya sebanyak 3% responden memiliki pendapatan pada kisaran Rp 5.000.000 Rp 6.000.000 per bulan. Karakteristik sosial ekonomi responden pengunjung wisata kawasan Puncak tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. 45

Tabel 5. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Wisatawan Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Wanita 21 37 Laki-laki 39 63 Total 60 100 Usia Frekuensi Persentase (%) 17-23 20 34 24-50 38 63 >50 2 3 Total 60 100 Pendidikan Frekuensi Persentase (%) SD 2 3 SMP 5 8 SMA 30 50 Perguruan Tinggi 23 39 Total 60 100 Jenis Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) Pelajar/Mahasiswa 13 22 Pegawai Negeri Sipil 4 7 Pegawai Swasta 18 30 Wiraswasta 23 38 TNI 2 3 Total 60 100 Pendapatan Frekuensi Persentase (%) < Rp 1.000.000 13 22 Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000 19 32 Rp 2.000.000 - Rp 3.000.000 14 23 Rp 3.000.000 - Rp 4.000.000 6 10 Rp 4.000.000 - Rp 5.000.000 3 5 Rp 5.000.000 - Rp 6.000.000 2 3 > Rp 6.000.000 3 5 Total 60 100 Sumber : Data primer diolah (2011) 5.2.2. Daerah Asal Sebagian besar pengunjung wisata kawasan Puncak berasal dari wilayah Jabodetabek. Proporsi wisatawan dari wilayah Jabodetabek sebanyak 93% dengan komposisi responden yang berasal dari Bogor sebanyak 40%, Jakarta sebanyak 25%, Bekasi sebanyak 18%, Depok dan Tangerang masing-masing sebanyak 5%. 46

Kemudian sebesar 3% berasal dari luar Jawa Barat, dan sisanya masing-masing 2% berasal dari Sukabumi dan Sumedang. Sebaran daerah asal wisatawan dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 2. Sebaran Daerah Asal Wisatawan Kawasan Puncak 5.2.3. Motivasi Kunjungan Sebagian besar responden pengunjung wisata kawasan Puncak memiliki motivasi kunjungan untuk refreshing yaitu sebanyak 75% dari total responden. Responden beralasan selain untuk menikmati panorama alam dan suasana yang nyaman, juga karena banyaknya pilihan wisata menarik di kawasan Puncak. Kemudian sebanyak 23% responden memiliki motivasi kunjungan untuk piknik dan kumpul keluarga, dan sisanya sebanyak 2% memiliki motivasi kunjungan untuk pendidikan dan penelitian. Sebaran motivasi kunjungan wisatawan dapat dilihat pada Gambar 3. 47

Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 3. Sebaran Motivasi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak 5.2.4. Frekuensi Kunjungan Sebanyak 73% responden melakukan kunjungan wisata ke kawasan Puncak sebanyak 1-15 kali dalam satu tahun terakhir. Wisatawan yang berkunjung 16-30 kali sebanyak 18% dan sebanyak 9% responden melakukan kunjungan sebanyak lebih dari 30 kali dalam satu tahun terakhir. Banyaknya frekuensi kunjungan wisatawan dalam satu tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 4. Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 4. Sebaran Frekuensi Kunjungan Wisatawan ke Kawasan Puncak 5.2.5. Cara Kedatangan Kedatangan responden ke kawasan wisata Puncak sebagian besar dilakukan bersama teman sebanyak 55% menunjukkan bahwa kawasan wisata Puncak sebagai lokasi wisata yang lebih baik dinikmati dalam rombongan besar. Sebanyak 42% responden pengunjung datang bersama keluarga, dan sisanya 48

sebanyak 3% datang sendiri. Sebaran cara kedatangan responden wisatawan dapat dilihat pada Gambar 5. Sumber : Data primer diolah (2011) Gambar 5. Sebaran Cara Kedatangan Responden 49

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perubahan Iklim Mikro di Kawasan Wisata Puncak Bogor Perubahan iklim mikro yang terjadi di kawasan wisata Puncak Bogor selama periode sepuluh tahun terakhir dilihat dari tiga parameter iklim. Parameter iklim yang dievaluasi adalah curah hujan, jumlah hari hujan dan kecepatan angin. 6.1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan jumlah air yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Jumlah curah hujan di kawasan Puncak cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada tahun 2001, jumlah curah hujan di Puncak sebanyak 603 mm. Meskipun perkembangan curah hujan di Puncak mengalami frekuensi naik turun, namun pada tahun 2010, curah hujan mengalami peningkatan yang drastis menjadi sebanyak 3.731 mm. Perkembangan curah hujan di Puncak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perkembangan Curah Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 Bulan Curah Hujan (mm) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 174 44 42 210 403 300 272 209 423 383 Februari 37 26 272 178 260 247 562 235 418 543 Maret 52 105 108 124 142 101 193 367 308 473 April 110 47 111 66 54 143 380 267 237 71 Mei 20 4 49 107 90 115 69 132 309 242 Juni 24 2 7 2 129 26 88 28 119 245 Juli 17 28 0 20 50 19 1 3 88 154 Agustus 11 54 133 2 153 6 48 60 16 334 September 46 0 128 96 176 17 18 94 61 348 Oktober 33 21 138 41 114 81 133 66 323 376 November 74 96 132 142 44 97 106 295 213 287 Desember 5 108 214 197 211 377 317 163 192 276 Jumlah 603 536 1335 1183 1826 1530 2185 1919 2706 3731 Sumber: http://www.tutiempo.com 2011

Gambar 6 menunjukkan perkembangan jumlah curah hujan bulanan di Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Gambar 7 menunjukkan jumlah curah hujan tahunan selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada kedua gambar dapat dilihat bahwa pada tahun 2001 hingga tahun 2010 jumlah curah hujan di kawasan Puncak cenderung fluktuatif. Walaupun jumlah curah hujan mengalami penurunan di tahun 2002, namun mengalami peningkatan sekitar dua kali lipat pada tahun 2003 dan begitu seterusnya hingga tahun 2010 yang merupakan tahun dengan jumlah curah hujan tertinggi. Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 6. Perkembangan Jumlah Curah Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 7. Volume Curah Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 51

Selisih jumlah penurunan curah hujan yang terjadi di Puncak tidak sebanding dengan selisih jumlah peningkatan curah hujannya. Selisih jumlah peningkatan curah hujan jauh lebih besar dibandingkan dengan selisih jumlah penurunnya. Curah hujan yang terus meningkat ini merupakan indikasi dari adanya perubahan iklim global yang mempengaruhi iklim mikro di kawasan Puncak Bogor. 6.1.2. Jumlah Hari Hujan Jumlah hari hujan setiap bulan adalah jumlah hari turunnya hujan dalam satu bulan pada daerah tertentu. Jumlah hari hujan di kawasan Puncak Bogor cenderung mengalami peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2010. Pada tahun 2001, jumlah hari hujan di Puncak sebanyak 89 hari dan pada tahun 2002 mengalami penurunan 10 hari menjadi sebanyak 79 hari. Pada tahun 2002 inilah merupakan tahun dengan jumlah hari hujan terendah di Puncak selama sepuluh tahun terakhir. Sama halnya dengan curah hujan, jumlah hari hujan juga mengalami penurunan di tahun 2006 dari tahun sebelumnya menjadi 144 hari dan terus meningkat hingga tahun 2010. Perkembangan hari hujan di Puncak selama sepuluh tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7. Peningkatan jumlah hari hujan ini mengakibatkan tidak jelasnya perbedaan antara waktu musim kemarau dengan musim hujan di kawasan Puncak Bogor. Pada Tabel 7 dapat dilihat untuk bulan kering (Juni, Juli, Agustus) terjadi peningkatan jumlah hari hujan yang cukup drastis dari tahun 2001 sampai tahun 2010. Pada tahun 2010 hampir setiap hari turun hujan di bulan Juni, Juli, dan Agustus, sehingga hari hujan menjadi semakin panjang di bulan kering tersebut. 52

Tabel 7. Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Tahun 2001-2010 Bulan Jumlah Hari Hujan (Hari) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 11 10 7 18 18 17 16 13 22 28 Februari 11 5 18 18 20 17 17 23 24 23 Maret 7 11 11 14 17 18 17 18 23 26 April 6 8 11 11 10 15 22 15 15 16 Mei 8 4 3 13 8 14 12 10 20 19 Juni 3 3 2 1 13 5 10 7 11 15 Juli 11 7 0 7 8 5 1 3 4 19 Agustus 4 4 5 1 9 2 3 7 5 19 September 9 0 8 8 12 3 5 9 6 25 Oktober 8 2 10 8 13 11 10 10 17 23 November 8 11 11 14 5 13 16 17 22 25 Desember 3 14 19 17 16 24 22 21 20 27 Jumlah 89 79 105 130 149 144 151 153 189 265 Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 Gambar 8 menunjukkan perkembangan jumlah hari hujan bulanan di Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Gambar 9 menunjukkan jumlah hari hujan tahunan di Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Jumlah hari hujan di kawasan Puncak dari tahun 2001 hingga tahun 2010 cenderung fluktuatif. Hal ini ditunjukkan pada kedua gambar dimana meskipun terjadi penurunan jumlah hari hujan pada tahun 2006, namun jumlah hari hujan di tahun 2007 hingga tahun 2010 terus mengalami peningkatan drastis. Pada tahun 2010, jumlah hari hujan di kawasan Puncak sebanyak 265 hari dengan jumlah hari hujan tertinggi terdapat pada bulan Januari. Jumlah hari hujan yang terus meningkat ini juga merupakan indikasi dari adanya perubahan iklim global yang mempengaruhi iklim mikro di kawasan Puncak Bogor. 53

Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 8. Perkembangan Jumlah Hari Hujan Bulanan di Puncak Tahun 2001-2010 Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 9. Jumlah Hari Hujan Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 6.1.3. Kecepatan Angin Perubahan musim menyebabkan perubahan arah dan kecepatan angin. Berbeda halnya dengan curah hujan maupun jumlah hari hujan yang terus mengalami kenaikan, rata-rata kecepatan angin di kawasan Puncak Bogor mengalami penurunan dari tahun 2001 sampai tahun 2010. 54

Pada tahun 2001 merupakan tahun dengan rata-rata kecepatan angin tertinggi, yaitu sebesar 5,73 km/jam. Sedangkan tahun 2010 adalah tahun dengan rata-rata kecepatan angin terendah, yaitu sebesar 2,93 km/jam. Pada tahun 2002, rata-rata kecepatan angin mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 3,96 km/jam, kemudian meningkat kembali di tahun 2003 menjadi 4,23 km/jam lalu mengalami penurunan kembali di tahun 2004 dan 2005, begitu seterusnya hingga tahun 2010. Perkembangan kecepatan angin di Puncak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Kecepatan Angin di Puncak Tahun 2001-2010 Bulan Kecepatan Angin (Km/ Jam) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 7 3,3 4,5 4,3 4,4 5,3 6,4 6,1 4 2,7 Februari 10 5,4 3,7 3,1 4,3 3,9 3,1 6,3 4,7 2,6 Maret 6,7 4,4 4,2 5,3 4 5,5 5,6 4,3 3,4 2,6 April 4,8 4 4 4,4 4 5,9 3,6 3,7 3,2 3,3 Mei 5 3,4 3,9 4,1 4,3 5,2 4,1 4,2 2,7 3,2 Juni 4,8 3,8 5,2 4,3 3,7 4,5 3,4,4 2,8 3 Juli 5,8 3,3 4,8 4 3,5 3,8 4 4,7 3,3 3,6 Agustus 5,3 4,6 4,2 4,6 4 4,6 3,6 3,6 3,6 2,6 September 5,2 4,3 3,7 4,5 4 4,7 4,5 4,2 3,3 2,7 Oktober 3,6 4,5 4,6 4,3 3,8 4,8 4,1 4,2 3,5 2,9 November 3,8 3 3,6 4,1 5,4 3,8 3,9 4 2,6 2,4 Desember 6,8 3,5 4,4 3,5 4,4 3,3 4,5 3,3 2,3 3,5 Rata-rata 5,73 3,96 4,23 4,21 4,15 4,61 4,23 4,38 3,28 2,93 Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 Gambar 10 menunjukkan perkembangan rata-rata kecepatan angin bulanan selama lima tahun terakhir di kawasan Puncak Bogor. Gambar 11 menunjukkan perkembangan rata-rata kecepatan angin tahunan di Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada kedua gambar dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan angin di Puncak cenderung mengalami penurunan dari tahun 2001 hingga tahun 2010. 55

Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 10. Perkembangan Rata-rata Kecepatan Angin Bulanan di Puncak Tahun 2006-2010 Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 11. Kecepatan Angin Rata-rata Tahunan di Puncak Tahun 2001-2010 Meskipun pada tahun 2008 terjadi peningkatan rata-rata kecepatan angin di Puncak, namun pada tahun 2009 hingga tahun 2010 rata-rata kecepatan angin terus mengalami penurunan. Kecepatan angin yang cenderung menurun sepanjang tahun ini merupakan indikasi dari adanya perubahan iklim global yang mempengaruhi iklim mikro di kawasan Puncak Bogor. 56

6.1.4. Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Perubahan Iklim Mikro Pengaruh perubahan iklim global terhadap perubahan iklim mikro dilihat dari tren suhu global dan suhu mikro. Kecenderungan atau perkembangan yang sama menunjukkan perilaku suhu yang sama pula, sehingga dapat disimpulkan adanya keterkaitan antara perubahan iklim global dengan perubahan iklim mikro (Firman, 2009). Peningkatan konsentrasi CO 2 di atmosfer merupakan penyebab terbesar naiknya temperatur suhu rata-rata bumi. Menurut data historis, konsentrasi CO 2 meningkat dari tahun ke tahun dan peningkatan secara drastis terjadi sejak dimulainya revolusi industri pada sekitar tahun 1900 (Susandi, 2008). Gambar 12 menunjukkan peningkatan konsentrasi CO 2 di dunia. Sumber: Environmental Modeling and Assessment 4 (1999) Gambar 12. Data Historis Kenaikan Konsentrasi CO 2 Global Meningkatnya konsentrasi CO 2 global menyebabkan terjadinya peningkatan suhu rata-rata bumi. Gambar 13 menunjukkan kenaikan suhu ratarata bumi dan terlihat bahwa pada tahun 1998 tercatat sebagai tahun dengan suhu tertinggi. Bahkan tahun 1998 merupakan tahun dengan suhu tertinggi sejak tahun 1950 sampai tahun 2007. 57

Sumber: Climate Observations (2008) Gambar 13. Perkembangan Suhu Rata-rata di Bumi Tahun 1950-2007 Hal ini menunjukkan bahwa perubahan iklim terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan Gambar 14 dapat dilihat perubahan rata-rata suhu udara yang terjadi di Indonesia, dimana rata-rata temperatur tahunan Indonesia meningkat secara perlahan. Kenaikan suhu rata-rata tahunan di Indonesia berkisar antara 0,2 0 C sampai 1 0 C (Susandi, 2008). Antara perkembangan suhu rata-rata bumi dengan suhu ratarata di Indonesia terdapat kesamaan yang dapat dilihat pada Gambar 14, yaitu pada tahun 1998 merupakan tahun dengan suhu tertinggi di bumi dan juga di Indonesia sejak tahun 1950 hingga tahun 2000. Perkembangan rata-rata temperatur tahunan di Indonesia tahun 1950 hingga tahun 2000 dapat dilihat pada Gambar 14. 58

Sumber: NOAA-CIRES (2005) Gambar 14. Data Historis Kenaikan Rata-rata Temperatur Tahunan di Indonesia Tahun 1950-2000 Terjadinya perubahan suhu rata-rata global yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya mempengaruhi suhu rata-rata di Indonesia. Suhu rata-rata di Indonesia semakin lama semakin meningkat pula. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan iklim di Indonesia. Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia tidak lain karena mendapat pengaruh dari perubahan iklim global. Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia tentunya juga mempengaruhi iklim mikro di kawasan Puncak Bogor. Gambar 15 menunjukkan kenaikan suhu rata-rata yang terjadi di kawasan Puncak Bogor. Meskipun pada tahun 2004 dan tahun 2007 sempat terjadi penurunan suhu rata-rata, namun suhu rata-rata di kawasan Puncak pada tahun 2009 dan tahun 2010 terus mengalami peningkatan hingga mencapai suhu 21,9 0 C. Perkembangan suhu udara rata-rata di kawasan Puncak selama tahun 2001 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 15. Pada gambar terlihat bahwa tren perkembangan suhu udara rata-rata di Puncak selama sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan. 59

Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 15. Suhu Udara Rata-rata di kawasan Puncak Bogor Tahun 2001-2010 Kecenderungan perilaku suhu yang sama antara suhu di dunia dengan suhu di Indonesia termasuk suhu di kawasan Puncak Bogor, dimana suhu rataratanya cenderung mengalami peningkatan menunjukkan adanya keterkaitan antara perubahan iklim global dengan perubahan iklim mikro. Perubahan iklim mikro di kawasan Puncak Bogor terjadi karena adanya pengaruh dari perubahan iklim global. 6.2. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata Analisis pengaruh perubahan iklim mikro terhadap permintaan wisata dilihat dari hubungan antara tren perkembangan jumlah pengunjung beberapa obyek wisata di Puncak dengan tren perkembangan iklim yang mempengaruhinya (kecepatan angin, curah hujan, hari hujan). Selain itu, pengaruh persepsi perubahan iklim mikro yang dirasakan responden di Puncak terhadap permintaan wisata Puncak dilakukan dengan model regresi linear berganda. 60

6.2.1. Persepsi Wisatawan terhadap Perubahan Iklim Mikro di Puncak Persepsi wisatawan terhadap perubahan iklim mikro di kawasan Puncak Bogor terdiri dari persepsi terhadap kondisi perubahan suhu udara, kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan. Persepsi responden terhadap perubahan iklim mikro di Puncak dilihat untuk mengetahui sejauh mana perubahan iklim yang dirasakan oleh responden wisatawan selama sepuluh tahun terakhir. 1. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Suhu Udara di Puncak Kondisi suhu udara yang semakin meningkat dirasakan oleh sebagian besar responden, yaitu sebanyak 87% dari total responden. Responden merasa telah terjadi peningkatan suhu udara di kawasan Puncak Bogor selama sepuluh tahun terakhir. Responden lain yang merasa bahwa suhu di Puncak tetap sama yaitu sebesar 8%, dan sisanya sebanyak 5% responden merasa terjadi penurunan suhu udara. Persentase persepsi responden terhadap kondisi suhu udara di Puncak dapat dilihat pada Gambar 16. Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 16. Persentase Perubahan Suhu Udara yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir 61

2. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Curah Hujan di Puncak Berdasarkan hasil wawancara responden kepada wisatawan yang berkunjung ke kawasan wisata Puncak, sebagian besar responden sebanyak 62% merasakan terjadinya peningkatan curah hujan di Puncak selama sepuluh tahun terakhir. Sedangkan sisanya yaitu 28% responden merasa curah hujan tetap dan 10% responden merasakan penurunan curah hujan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 17. Dapat disimpulkan bahwa apa yang dirasakan sebagian besar responden terhadap perubahan curah hujan sesuai dengan kondisi curah hujan yang sebenarnya terjadi di Puncak. Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 17. Persentase Perubahan Curah Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir 3. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Hari Hujan di Puncak Sama halnya dengan curah hujan, sebagian besar responden sebanyak 53% juga merasakan terjadinya peningkatan jumlah hari hujan di Puncak selama sepuluh tahun terakhir. Sebanyak 30% responden lainnya merasakan jumlah hari hujan yang tetap, dan sisanya 17% responden merasakan penurunan jumlah hari hujan. Dapat disimpulkan bahwa apa yang dirasakan sebagian besar responden terhadap perubahan jumlah hari hujan sesuai dengan kondisi hari hujan yang sebenarnya terjadi di Puncak selama sepuluh tahun terakhir. Persentase perubahan 62

jumlah hari hujan yang dirasakan responden di Puncak selama sepuluh tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 18. Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 18. Persentase Perubahan Jumlah Hari Hujan yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir 4. Persepsi Wisatawan terhadap Kondisi Kecepatan Angin di Puncak Perubahan kecepatan angin yang dirasakan sebagian besar responden juga sesuai dengan kondisi rata-rata kecepatan angin sebenarnya yang semakin menurun di Puncak. Sebagian besar responden sebanyak 49% merasakan terjadinya penurunan kecepatan angin di Puncak selama sepuluh tahun terakhir. Sedangkan sisanya yaitu 38% responden merasa kecepatan angin di Puncak tetap dan 13% responden merasakan peningkatan kecepatan angin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 19. Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 19. Persentase Perubahan Kecepatan Angin yang dirasakan Responden di Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir 63

5. Keputusan Berwisata Responden Berdasarkan hasil wawancara, sebanyak 93% responden dalam mengambil keputusan untuk berwisata ke Puncak dipengaruhi oleh kondisi cuaca di Puncak. Responden lebih memilih untuk tidak berwisata ke Puncak jika mengetahui bahwa cuaca di kawasan tersebut sedang tidak mendukung (misalnya turun hujan). Sedangkan hanya 7% responden yang tidak dipengaruhi oleh kondisi cuaca dalam mengambil keputusan untuk berwisata ke Puncak. Persentase jumlah responden yang dipengaruhi dan responden yang tidak dipengaruhi kondisi cuaca dalam mengambil keputusan berwisata ke Puncak dapat dilihat pada Gambar 20. Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 20. Persentase Jumlah Responden yang Dipengaruhi dan Tidak Dipengaruhi Kondisi Cuaca dalam Mengambil Keputusan Berwisata Sebagian besar responden wisatawan yang berkunjung ke Puncak menyatakan bahwa keputusan mereka untuk berwisata ke tempat tersebut dipengaruhi oleh kondisi cuacanya. Jika cuaca tidak mendukung, maka tentunya akan mempengaruhi keputusan wisatawan untuk berkunjung ke kawasan wisata Puncak yang akhirnya mempengaruhi tingkat permintaan wisata di Puncak. 64

6.2.2. Model Fungsi Permintaan Wisata Kawasan Puncak dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi Dampak perubahan iklim mikro yang dirasakan responden di Puncak terhadap permintaan wisata dilakukan dengan model regresi linear berganda dimana ketiga parameter perubahan iklim, yaitu curah hujan, hari hujan, dan kecepatan angin merupakan variabel bebas (independent) dalam model fungsi permintaan wisata di kawasan Puncak. Sedangkan variabel tak bebasnya (dependent) adalah tingkat permintaan yang dilihat dari besarnya jumlah kunjungan responden ke Puncak dalam satu tahun terakhir. Selain parameter iklim, terdapat variabel bebas lainnya yang diduga mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke Puncak selama satu tahun terakhir. Variabel-variabel tersebut adalah biaya perjalanan, pendapatan responden, pendidikan terakhir, jarak tempuh, dan umur responden. Sehingga diperoleh delapan variabel bebas yang diduga akan mempengaruhi jumlah kunjungan responden sebagai variabel tak bebasnya. Delapan variabel tersebut adalah biaya perjalanan (X 1 ), kecepatan angin (X 2 ), curah hujan (X 3 ), hari hujan (X 4 ), pendapatan responden (X 5 ), pendidikan terakhir responden (X 6 ), jarak tempuh (X 7 ), dan umur responden (X 8 ). Regresi linear berganda meliputi pengujian hipotesis untuk mengetahui berapa besar dan nyata pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah kunjungan wisatawan. Diperoleh hasil estimasi regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows seperti pada Tabel 9. 65

Tabel 9. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata di kawasan Puncak Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 40,770 4,496 8,845 0,000 X 1-0,019 0,007-0,214-2,628 0,011 X 2-1,288 0,733-0,138-1,757 0,085 X 3-2,213 0,780-0,227-2,838 0,006 X 4-3,840 0,968-0,333-3,969 0,000 X 5 1,548 0,456 0,284 3,392 0,001 X 6-0,751 0,717-0,064-1,047 0,300 X 7-39,770 0,663-0,233-3,457 0,001 X 8-0,019 0,061-0,044-0,766 0,447 Dependent Variable: jumlah kunjungan Sumber: Data primer diolah (2011) Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa hampir semua variabel bebas (X) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (Y), karena memiliki nilai Sig. lebih kecil dari alpha (α) 5% dan 10%. Terdapat dua variabel bebas yang tidak berpengaruh nyata, yaitu pendidikan terakhir (X 6 ) dan umur responden (X 8 ) karena memiliki nilai Sig. lebih besar dari alpha (α) 5% dan 10%. Sehingga didapat model fungsi permintaan wisata di kawasan Puncak dengan hanya memasukkan variabel bebas yang berpengaruh nyata, yaitu: Y t = 40,770 0,019X 1 1,288X 2 2,213X 3 3,840X 4 + 1,548X 5 39,770X 7 Berdasarkan model tersebut diketahui bahwa variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan wisatawan adalah sebagai berikut: 1. Biaya Perjalanan (X 1 ) Biaya perjalanan merupakan penjumlahan seluruh biaya yang dikeluarkan wisatawan selama melakukan kegiatan wisata. Variabel biaya perjalan memiliki Sig. sebesar 0,011 menunjukkan bahwa variabel biaya perjalanan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 0,019. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan 66

biaya perjalanan sebesar Rp 1.000 akan menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 0,019 kali per tahun, cateris paribus. 2. Kecepatan Angin (X 2 ) Variabel kecepatan angin memiliki Sig. sebesar 0,085 menunjukkan bahwa variabel kecepatan angin berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 10%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 1,288. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan kecepatan angin sebesar satu satuan akan menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 1,288 kali per tahun, cateris paribus. Hal ini karena kecepatan angin yang besar membuat wisatawan tidak dapat melakukan kegiatan wisatanya karena beberapa wisata tertentu di Puncak tidak dapat berjalan bila kecepatan angin terlalu tinggi. Selain itu juga karena wisatawan merasa khawatir terjadinya resiko kecelakaan bila angin terlalu kencang. 3. Curah Hujan (X 3 ) Variabel curah hujan memiliki Sig. sebesar 0,006 menunjukkan bahwa variabel curah hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 2,213. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan curah hujan sebesar satu satuan akan menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 2,213 kali per tahun, cateris paribus. Hal ini dapat disebabkan karena curah hujan yang besar dapat mengganggu kondisi di tempat wisata seperti jalanan menjadi licin dan juga timbul resiko terjadinya longsor, sehingga mempengaruhi wisatawan dalam mengambil keputusan untuk berwisata. 67

4. Hari Hujan (X 4 ) Variabel hari hujan memiliki Sig. sebesar 0,000 menunjukkan bahwa variabel curah hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 3,840. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan jumlah hari hujan sebesar satu satuan akan menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 3,840 kali per tahun, cateris paribus. Hal ini dapat disebabkan karena kegiatan wisata khususnya wisata outdoor tidak dapat berjalan dengan baik bila terjadi hujan sehingga kegiatan wisata pengunjung menjadi terganggu. Selain itu juga biasanya wisatawan menjadi tidak tertarik dan merasa malas untuk berwisata bila terjadi hujan. Berdasarkan hasil estimasi model permintaan wisata di kawasan Puncak, ketiga parameter iklim yang dievaluasi, yakni kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan memiliki pengaruh signifikan terhadap permintaan wisata di kawasan Puncak. 5. Pendapatan Responden (X 5 ) Variabel pendapatan memiliki Sig. sebesar 0,001 menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda positif yaitu sebesar 1,548. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan pendapatan sebesar satu rupiah akan meningkatkan jumlah kunjungan sebanyak 1,548 per tahun, cateris paribus. Hal ini dapat disebabkan karena wisatawan yang memiliki pendapatan relatif tinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan berbagai jenis kegiatan wisata di Puncak karena dapat mengalokasikan dana lebih besar dibandingkan dengan wisatawan yang pendapatannya rendah. 68

6. Jarak Tempuh (X 7 ) Variabel jarak tempuh memiliki Sig. sebesar 0,001 menunjukkan bahwa variabel jarak tempuh berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 5%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 39,770. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan jarak tempuh sebesar satu km akan menurunkan jumlah kunjungan sebanyak 39,770 kali per tahun, cateris paribus. Hal ini karena wisatawan yang berdekatan dengan lokasi wisata akan melakukan kunjungan lebih banyak dibandingkan dengan wisatawan yang berasal dari lokasi yang jauh. Sementara itu, terdapat dua variabel dalam model fungsi permintaan wisata yang tidak berpengaruh nyata secara parsial terhadap model. Variabelvariabel tersebut adalah tingkat pendidikan (X 6 ) dan umur responden (X 8 ). 1. Lamanya Tingkat Pendidikan (X 6 ) Lamanya tingkat pendidikan pada umumnya dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan responden yang akhirnya dapat mempengaruhi jenis aktifitas wisata yang disukai. Namun dalam model fungsi permintaan wisata kawasan Puncak yang diperoleh, variabel tersebut tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapat disebabkan karena semua orang dengan jenjang pendidikan yang berbeda dapat berwisata ke Puncak tanpa dipengaruhi oleh tinggi rendahnya jenjang pendidikan yang ditempuh. 2. Umur Responden (X 8 ) Umur atau tingkat usia seseorang berpengaruh pada aktifitas wisata yang mereka lakukan. Anak-anak, remaja, dan usia dewasa memiliki kecenderungan aktifitas wisata yang berbeda. Namun, estimasi fungsi model permintaan wisata 69

kawasan Puncak menunjukkan bahwa umur responden tidak berpengaruh nyata pada model. Hal ini dapat disebabkan karena dalam penelitian ini anak-anak tidak dijadikan responden, padahal kawasan Puncak merupakan kawasan wisata yang dapat dinikmati oleh semua kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Pengujian parameter dalam model regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari variabel bebas (independent) terhadap variabel tak bebasnya (dependent). Selain itu juga untuk mengetahui ada atau tidak adanya suatu kesalahan dalam model. Beberapa pengujian parameter tersebut antara lain: 1. Koefisien Determinasi (R 2 ) Berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.0 for Windows, diperoleh R 2 sebesar 0,879 seperti pada Tabel 10 berikut ini: Tabel 10. Hasil Estimasi Koefisien Determinasi Model Permintaan Wisata Model Summary b Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 0,933 a 0,870 0,850 3,38530 2,004 a. Predictors: (Constant), X 1, X 2, X 3,X 4, X 5, X 6, X 7, X 8 b. Dependent Variable: jumlah kunjungan Sumber: Data primer diolah (2011) Koefisien determinasi yang diperoleh yaitu sebesar 87%. Artinya, keragaman jumlah kunjungan responden mampu dijelaskan oleh variabel bebas X 1, X 2, X 3,X 4, X 5, X 6, X 7, dan X 8 dalam model sebesar 87% sedangkan sisanya sebesar 13% dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model tersebut memiliki daya ramal yang sangat baik. 2. Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk menguji model regresi secara keseluruhan, dimana semua koefisien yang terlibat secara simultan memberikan pengaruh 70

nyata terhadap variabel dependen. Tabel 11 menunjukkan Sig. dari uji-f berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda sebagai berikut: Tabel 11. Hasil Estimasi Uji ANOVA Model Permintaan Wisata di Puncak ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3916,86 8 489,607 42,722 0,000 a Residual 584,474 51 11,460 Total 4501,333 59 Sumber: Data primer diolah (2011) Hipotesis untuk uji-f yaitu: H 0 : model tidak berpengaruh nyata H 1 : model berpengaruh nyata Berdasarkan Tabel 11 diperoleh nilai Sig. lebih kecil dari α 5%, yang berarti tolak H 0. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa model berpengaruh nyata atau variabel bebas secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya (jumlah kunjugan). 3. Uji Statistik t Uji Satistik t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tak bebas atau uji masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Hipotesis untuk uji-t yaitu: H 0 : β=0 (X tidak berpengaruh nyata terhadap Y) H 1 : β 0 (X berpengaruh nyata terhadap Y) Berdasarkan hasil estimasi regresi linear berganda pada Tabel 9 diperoleh hasil sebagai berikut: a) Sig.(0,011) < α 5% artinya tolak H 0 sehingga disimpulkan bahwa biaya perjalanan (X 1 ) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%. 71

b) Sig.(0,085) < α 10% artinya tolak H 0 sehingga disimpulkan bahwa kecepatan angin (X 2 ) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 10%. c) Sig.(0,006) < α 5% artinya tolak H 0 sehingga disimpulkan bahwa curah hujan (X 3 ) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%. d) Sig.(0,000) < α 5% artinya tolak H 0 sehingga disimpulkan bahwa hari hujan (X 4 ) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%. e) Sig.(0,001) < α 5% artinya tolak H 0 sehingga disimpulkan bahwa pendapatan (X 5 ) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%. f) Sig.(0,300) > α 10% artinya terima H 0 sehingga disimpulkan bahwa pendidikan (X 6 ) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5% dan 10%. g) Sig.(0,001) < α 5% artinya tolak H 0 sehingga disimpulkan bahwa jarak tempuh (X 7 ) berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5%. h) Sig.(0,447) > α 10% artinya terima H 0 sehingga disimpulkan bahwa umur (X 8 ) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah kunjungan pada taraf 5% dan 10%. 4. Uji Multikolinear Uji multikolinear dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar peubah penjelas (X). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, semua variabel X memiliki korelasi di bawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas dalam model. Pada Tabel 12, hasil perhitungan nilai tolerance juga menunjukkan tidak ada peubah X (independent) yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95%. Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) juga 72

menunjukkan tidak ada satu variabel bebas pun yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi. Tabel 12. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Collinearity Statistics Model Tolerance VIF 1 (Constant) X1 0,382 2,615 X2 0,415 2,410 X3 0,398 2,512 X4 0,361 2,772 X5 0,364 2,749 X6 0,681 1,469 X7 0,558 1,791 X8 0,781 1,280 Sumber: Data primer diolah (2011) 5. Uji Heteroskedastisitas Gambar 21 merupakan grafik scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED) yang diperoleh dari hasil estimasi regresi linear berganda dengan program SPSS 13.0 for Windows menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Sumber: Data primer diolah (2011) Gambar 21. Grafik Scatterplots (Y=SRESID dan X=ZPRED) 73

Hanya saja grafik scatterplots memiliki kelemahan karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Oleh karena itu dilakukan pengujian untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Pada Tabel 13 menunjukkan hasil uji yang digunakan, yaitu Uji Park, dimana: Regresi Ln(Residual 2 ) = f(x i ), Ln U 2i = b 0 + b 1 X 1 + + b 8 X 8 Tabel 13. Hasil Estimasi Uji Park Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) -2,49 3,472-0,717 0,476 X 1 0,01 0,006 0,369 1,826 0,174 X 2 0,725 0,566 0,248 1,281 0,206 X 3 0,102 0,602 0,033 0,169 0,866 X 4-1,132 0,747-0,315-1,515 0,136 X 5 0,391 0,352 0,23 1,11 0,272 X 6 0,051 0,554 0,014 0,093 0,926 X 7 0,111 0,512 0,036 0,216 0,830 X 8 0,005 0,047 0,015 0,108 0,914 a. Dependent Variable: Ln(Resid 2 ) Sumber: Data primer diolah (2011) Hasil output di atas memberikan koefisien parameter untuk variabel independen (X) tidak ada yang berpengaruh nyata karena memiliki nilai Sig. lebih besar dari α 5% dan 10%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini konsisten dengan hasil uji scatterplots. Pengaruh atau keterkaitan antara perubahan iklim mikro terhadap permintaan salah satu tempat wisata di Puncak, yaitu kebun teh Gunung Mas juga dianalisis dengan menggunakan model regresi linear berganda dimana data yang digunakan adalah data sekunder (Januari 2007-Desember 2010). Estimasi dengan model regresi linear berganda ini digunakan untuk menentukan fungsi permintaan wisata sebagai variabel tidak bebas (dependent) dan unsur iklim sebagai variabel t Sig. 74

bebasnya (independent). Diperoleh hasil estimasi regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows seperti pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Estimasi Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas di kawasan Puncak Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 36.335,38 1.377,76 26,37 0,000 X 1-11,194 6,000-0,267-1,866 0,069 X 2-287,299 168,938-0,328-1,701 0,096 X 3-1.058,66 570,579-0,301-1,855 0,070 R 2 70,1% F-Statistik 34,402 0,000 a Dependent Variable: jumlah kunjungan Sumber: Data primer diolah (2011) Berikut ini adalah model fungsi permintaan wisata kebun teh Gunung Mas yang diperoleh seperti pada Tabel 14, yaitu: Dimana: Y= 36.335,38-11,194X 1-287,299X 2-1.058,66X 3 Y X 1 X 2 X 3 = Jumlah pengunjung wisata kebun teh Gunung Mas (orang) = Hari hujan (hari) = Kecepatan angin (km/jam) = Curah hujan (mm) Model fungsi permintaan di atas memiliki R 2 sebesar 0,701 yang artinya keragaman jumlah pengunjung mampu dijelaskan oleh variabel X 1, X 2, dan X 3 dalam model sebesar 70,1% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Berdasarkan hasil estimasi model regresi linear berganda yang tertera pada Tabel 14, diketahui bahwa ketiga parameter iklim berpengaruh nyata terhadap jumlah pengunjung wisata di Gunung Mas dimana nilai Sig. lebih kecil dari alpha (α) 10%. 75

1. Hari Hujan (X 1 ) Variabel hari hujan memiliki Sig. sebesar 0,069 menunjukkan bahwa variabel hari hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 10%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 11,194. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan jumlah hari hujan sebanyak satu hari akan menurunkan jumlah pengunjung sebanyak 11,194 orang, cateris paribus. 2. Kecepatan Angin (X 2 ) Variabel kecepatan angin memiliki Sig. sebesar 0,096 menunjukkan bahwa variabel kecepatan angin berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 10%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 287,299. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan kecepatan angin sebesar satu km/jam akan menurunkan jumlah pengunjung sebanyak 287,299 orang, cateris paribus. 3. Curah Hujan (X 3 ) Variabel curah hujan memiliki Sig. sebesar 0,070 menunjukkan bahwa variabel curah hujan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan (α) 10%. Nilai koefisien pada variabel ini bertanda negatif yaitu sebesar 1.058,655. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan curah hujan sebanyak satu mm akan menurunkan jumlah pengunjung sebanyak 1.058,655 orang, cateris paribus. Pengujian parameter dalam model regresi linear berganda ini juga penting dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya suatu kesalahan dalam model. Beberapa pengujian parameter tersebut antara lain: 76

1. Uji Multikolinear Pada Tabel 15, hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan tidak ada peubah X (independent) yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar peubah yang melebihi 95%. Hasil perhitungan Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan tidak ada satu variabel bebas pun yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi. Tabel 15. Hasil Estimasi Tolerance dan VIF dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas Collinearity Statistics Model Tolerance VIF 1 (Constant) X1 0,331 3,024 X2 0,182 5,491 X3 0,258 3,881 Sumber: Data primer diolah (2011) 2. Uji Heteroskedastisitas Uji Park dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas. Pada Tabel 16 menunjukkan hasil uji yang digunakan, yaitu Uji Park, dimana: Regresi Ln(Residual 2 ) = f(x i ), Ln U 2i = b 0 + b 1 X 1 + + b 3 X 3 Tabel 16. Hasil Estimasi Uji Park dari Model Permintaan Wisata Kebun Teh Gunung Mas Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) 15,602 0,629 24,807 X 1-0,004 0,003-0,402-1,616 0,113 X 2-0,025 0,077-0,11-0,328 0,745 X 3 0,319 0,26 0,345 1,224 0,228 a. Dependent Variable: Ln(Resid 2 ) Sumber: Data primer diolah (2011) Hasil output di atas memberikan koefisien parameter untuk variabel independen (X) tidak ada yang berpengaruh nyata karena memiliki nilai Sig. lebih t Sig. 77

besar dari α 5% dan 10%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. 6.2.3. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Permintaan Wisata Kegiatan sebagian besar jenis wisata outdoor di Puncak dipengaruhi oleh kecepatan angin. Gambar 22 menunjukkan hubungan negatif antara tren jumlah pengunjung wisata paralayang dengan tren kecepatan angin di Puncak pada bulan Desember 2010 sampai bulan Januari 2011. Pada gambar terlihat saat kecepatan angin semakin menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. Hal ini terjadi karena wisata paralayang adalah wisata yang sangat tergantung pada kecepatan angin. Faktor pendukung alam seperti angin sangat menentukan bagi pilot tandem untuk memutuskan pengunjung dapat terjun atau tidak. Selain itu, kecepatan angin yang terlalu besar akan menimbulkan kekhawatiran terjadinya resiko kecelakaan bagi pengunjung wisata paralayang. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 22. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 April 2011 Kecepatan angin juga mempengaruhi tingkat kunjungan wisata flying fox di Puncak, dimana pada Gambar 23 dapat kita lihat hubungan yang negatif antara tren kecepatan angin dengan tren jumlah wisatawan. Apabila kecepatan angin semakin menurun, jumlah pengunjung flying fox semakin meningkat. Hal ini 78

terjadi karena akan sangat berbahaya bila melakukan wisata flying fox saat kecepatan angin terlalu tinggi. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 23. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 Wisata lainnya di Puncak yang juga dipengaruhi oleh kecepatan angin adalah wisata kebun teh. Pada umumnya kegiatan wisata ini adalah aktifitas berjalan kaki mengelilingi kebun teh sehingga sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Gambar 24 dan Gambar 25 menunjukkan hubungan negatif antara tren kecepatan angin di Puncak dengan tren jumlah pengunjung Agrowisata Gunung Mas pada tahun 2008 dan tahun 2009. Pada kedua gambar dapat dilihat saat kecepatan angin semakin menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 24. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008 79

Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 25. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009 Wisata arung jeram yang berada di Puncak juga dipengaruhi oleh kecepatan angin. Gambar 26 menunjukkan hubungan negatif antara tren kecepatan angin di Puncak dengan tren jumlah pengunjung wisata arung jeram. Saat kecepatan angin menurun, jumlah pengunjung arung jeram semakin meningkat seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 26. Tren Kecepatan Angin di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 80

6.2.4. Pengaruh Curah Hujan terhadap Permintaan Wisata Sebagian besar jenis wisata yang berada di Puncak seperti wisata kebun teh, wisata paralayang, wisata outbound, dan jenis wisata lainnya tidak dapat berjalan dengan baik apabila volume air hujan yang turun terlalu besar. Gambar 27 menunjukkan hubungan negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung wisata paralayang pada bulan Desember 2010 sampai bulan Januari 2011. Pada gambar dapat kita lihat saat curah hujan semakin menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 27. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 April 2011 Wisata yang juga dipengaruhi oleh curah hujan adalah wisata flying fox. Wisata ini tidak dapat dilakukan apabila curah hujan tinggi karena bisa membahayakan keselamatan pengunjung. Gambar 28 menunjukkan hubungan negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung flying fox di Taman Wisata Matahari. Artinya saat curah hujan menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. 81

Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 28. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 Permintaan wisata arung jeram di Puncak juga dipengaruhi oleh curah hujan. Apabila curah hujan tinggi, kegiatan wisata ini tidak bisa dilaksanakan karena dapat menimbulkan bahaya seperti banjir sehingga meresahkan pengunjung. Oleh karena itu, saat curah hujan semakin menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 29 yang menunjukkan hubungan negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung arung jeram selama tahun 2009. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 29. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 82

Wisata lainnya yang juga sangat dipengaruhi oleh curah hujan adalah wisata kebun teh. Saat curah hujan tinggi, tentu saja kegiatan wisata ini tidak dapat dilaksanakan karena akan mengganggu kenyamanan pengunjung saat berjalan kaki mengelilingi kebun teh. Gambar 30 dan Gambar 31 menunjukkan hubungan negatif antara tren curah hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung Agrowisata Gunung Mas pada tahun 2008 dan tahun 2009 dimana saat curah hujan menurun, jumlah pengunjung meningkat. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 30. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008 Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 31. Tren Curah Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009 83

6.2.5. Pengaruh Hari Hujan terhadap Permintaan Wisata Sebagian besar jenis wisata di Puncak tidak dapat berjalan dengan lancar apabila turun hujan. Selain mengganggu aktifitas wisatanya, juga dapat menyebabkan wisatawan membatalkan niatnya untuk berwisata ke Puncak sehingga mempengaruhi jumlah kunjungan wisata tersebut. Gambar 32 menunjukkan hubungan negatif antara tren jumlah hari hujan dengan tren jumlah pengunjung wisata paralayang. Artinya, saat jumlah hari hujan semakin menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. Hal ini terjadi karena wisata paralayang tidak dapat dilakukan bila turun hujan. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 32. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Wisata Paralayang Bulan Desember 2010 - April 2011 Begitu juga dengan wisata flying fox yang tidak dapat berjalan lancar bila turun hujan. Sehingga saat jumlah hari hujan menurun, jumlah pengunjung semakin meningkat. Gambar 33 menunjukkan hubungan negatif antara tren jumlah hari hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung flying fox Taman Wisata Matahari selama tahun 2009. 84

Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 33. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Flying Fox Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 Wisata arung jeram adalah wisata yang kegiatannya dipengaruhi oleh hari hujan. Apabila turun hujan, kegiatan arung jeram ini akan dihentikan karena dapat membahayakan pengunjung bila air di sungai menjadi lebih tinggi atau bahkan terjadi banjir. Saat jumlah hari hujan menurun, pengunjung akan meningkat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34. Pada gambar terlihat hubungan negatif antara tren jumlah hari hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung arung jeram selama tahun 2009. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 34. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Arung Jeram SOAR Taman Wisata Matahari Selama Tahun 2009 85

Tingkat kunjungan wisata kebun teh sangat dipengaruhi oleh hari hujan, dimana pengunjung tidak dapat melakukan aktifitas berjalan kaki mengelilingi kebun teh bila turun hujan. Gambar 35 dan Gambar 36 menunjukkan hubungan negatif antara tren jumlah hari hujan di Puncak dengan tren jumlah pengunjung Agrowisata Gunung Mas pada tahun 2008 dan tahun 2009. Artinya, saat jumlah hari hujan menurun maka jumlah pengunjung semakin meningkat. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 35. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2008 Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 36. Tren Jumlah Hari Hujan di Puncak dan Jumlah Pengunjung Agrowisata Gunung Mas Selama Tahun 2009 86

6.2.6. Pengaruh Perubahan Iklim Mikro terhadap Permintaan Wisata di Puncak pada Bulan Kering Perubahan iklim yang terjadi di Puncak mengakibatkan perbedaan antara waktu musim kemarau dengan musim hujan menjadi tidak jelas. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 37 dan Gambar 38 dimana kondisi curah hujan di bulan kering (Juni, Juli, dan Agustus) mengalami peningkatan cukup drastis selama empat tahun terakhir. Begitu juga dengan jumlah hari hujan yang terus meningkat selama empat tahun terakhir. Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 37. Tren Perkembangan Curah Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 Sumber: http://www.tutiempo.com 2011 (diolah) Gambar 38. Tren Perkembangan Jumlah Hari Hujan di Puncak Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 87

Salah satu wisata di Puncak yang sangat dipengaruhi oleh hari hujan dan curah hujan adalah wisata kebun teh Gunung Mas. Peningkatan curah hujan dan jumlah hari hujan khususnya pada bulan kering (Juni, Juli, dan Agustus) mengakibatkan jumlah pengunjung wisata kebun teh Gunung Mas pada bulan Juni, Juli, dan Agustus mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga tahun 2010. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 39 dimana jumlah pengunjung semakin berkurang selama empat tahun terakhir pada bulan kering. Kegiatan wisata kebun teh Gunung Mas sangat dipengaruhi oleh kondisi hari hujan maupun curah hujan. Perubahan iklim yang terjadi di Puncak mengakibatkan hari hujan yang semakin panjang di bulan kering sehingga tingkat permintaan wisata kebun teh Gunung Mas pada saat itu mengalami penurunan. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 39. Tren Jumlah Pengunjung Wisata Kebun Teh Gunung Mas Pada Bulan Kering (Juni, Juli, dan Agustus) Tahun 2007-2010 6.3. Analisis Kerugian Ekonomi Beberapa Obyek Wisata di Puncak Akibat Adanya Perubahan Iklim Mikro Kerugian ekonomi yang ditanggung oleh beberapa obyek wisata akibat adanya perubahan iklim mikro di Puncak tidaklah sama antara obyek wisata satu dengan obyek wisata lainnya. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh cuaca 88

terhadap masing-masing obyek wisata tersebut berbeda-beda pula. Kerugian yang diterima suatu obyek wisata akan berbeda nilainya untuk masing-masing parameter iklim (kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan) yang mempengaruhinya. Nilai kerugian ekonomi suatu obyek wisata diestimasi dengan cara mengurangi pendapatan minimum saat dipengaruhi oleh iklim dengan pendapatan pada keadaan normal. Pendapatan minimum diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung minimum saat dipengaruhi iklim dengan harga tiket. Pendapatan normal diestimasi dengan mengalikan jumlah pengunjung pada keadaan normal dengan harga tiket. Diperoleh hasil estimasi kerugian ekonomi seperti pada Tabel 17 untuk beberapa obyek wisata, yaitu wisata paralayang, wisata flying fox Taman Wisata Matahari (TWM), wisata arung jeram SOAR, dan wisata kebun teh Gunung Mas. Tabel 17. Hasil Estimasi Kerugian Obyek Wisata Akibat Dampak Perubahan Iklim No Obyek Wisata Waktu Dampak Iklim Kerugian (Rp) 1 Wisata paralayang Desember 2010-Januari 2011 2 Wisata outbound flying fox TWM 3 Wisata outbound arung jeram SOAR 4 Wisata kebun teh Gunung Mas 5 Wisata kebun teh Gunung Mas Sumber: Data sekunder diolah (2011) Selama tahun 2009 Selama tahun 2009 Selama tahun 2008 Selama tahun 2009 Kecepatan Angin -6.600.000 Curah Hujan -4.800.000 Hari Hujan -4.500.000 Kecepatan Angin -3.705.000 Curah Hujan -2.475.000 Hari Hujan -2.595.000 Kecepatan Angin -32.100.000 Curah Hujan -24.275.000 Hari Hujan -27.725.000 Kecepatan Angin -10.170.000 Curah Hujan -8.580.000 Hari Hujan -12.078.000 Kecepatan Angin -1.962.000 Curah Hujan -1.452.000 Hari Hujan -2.220.000 Tabel 17 menunjukkan besarnya nilai kerugian yang diterima masingmasing obyek wisata berbeda satu sama lainnya. Besarnya pengaruh cuaca seperti 89

kecepatan angin, curah hujan, dan hari hujan masing-masing tidaklah sama pada tiap obyek wisata sehingga menghasilkan nilai kerugian yang berbeda pula. Tanda negatif pada tabel di atas menunjukkan penurunan pendapatan atau nilai kerugian yang diterima obyek wisata. Pada tabel dapat dilihat bahwa wisata paralayang mengalami kerugian terbesar yaitu sebesar Rp 6.600.000 jika kondisi angin tidak mendukung kegiatan wisata tersebut. Sementara itu, kerugian yang diterima jika curah hujan besar adalah Rp 4.800.000 dan jika turun hujan di tempat wisata paralayang, maka menimbulkan kerugian sebesar Rp 4.500.000. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pelaksanaan kegiatan wisata paralayang dibandingkan dengan curah hujan dan hari hujan. Menurut pihak pengelola wisata paralayang, angin merupakan faktor penting dalam terlaksananya kegiatan wisata paralayang. Jika angin terlalu besar, maka wisata paralayang tidak dapat dilakukan karena membahayakan keselamatan pengunjung dimana parasut yang digunakan menjadi sulit untuk dikendalikan. Begitu juga dengan wisata outbound flying fox Taman Wisata Matahari (TWM) dan wisata outbound arung jeram SOAR yang mengalami kerugian terbesar saat kondisi angin sedang buruk yaitu sebesar Rp 3.705.000 untuk wisata flying fox TWM dan sebesar Rp 32.100.000 kerugian yang diterima wisata arung jeram SOAR. Selain pengaruh angin, wisata flying fox dan wisata arung jeram juga mengalami kerugian yang cukup besar saat turun hujan di tempat wisata tersebut. Kerugian yang diterima wisata flying fox sebesar Rp 2.595.000 bila turun hujan dan sebesar Rp 27.725.000 kerugian yang diterima wisata arung jeram. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan akibat curah hujan yang terlalu 90

besar adalah Rp 2.475.000 untuk wisata flying fox dan Rp 24.275.000 untuk wisata arung jeram. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan hari hujan dan curah hujan dalam kegiatan wisata outbound flying fox dan wisata outbound arung jeram. Berdasarkan hasil observasi lapang, pengunjung wisata flying fox menjadi sepi saat angin terlalu kencang dimana faktor kecelakaan akan lebih besar karena dikhawatirkan saat meluncur kecepatannya menjadi lebih tinggi. Sementara itu, pengunjung wisata outbound arung jeram pun akan menjadi sepi bila keadaan angin tidak mendukung kegiatan arung jeram. Hal ini dikarenakan bila angin berhembus kencang dapat membahayakan keselamatan pengunjung saat mengarungi sungai. Kecepatan angin yang besar menyebabkan air sungai menjadi terombang-ambing dan arusnya pun menjadi lebih kencang sehingga membahayakan keselamatan pengunjung karena perahu yang digunakan dapat terguncang dan khawatir terseret arus deras. Lain halnya dengan obyek wisata kebun teh Gunung Mas, dimana parameter cuaca yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kerugian yang diterima wisata tersebut adalah hari hujan. Wisata kebun teh Gunung Mas mengalami kerugian terbesar jika di tempat wisata tersebut turun hujan. Pada tahun 2008 besarnya kerugian yang diterima wisata kebun teh Gunung Mas saat turun hujan adalah Rp 12.078.000 dan sebesar Rp 2.220.000 pada tahun 2009. Berdasarkan hasil observasi lapang, pengunjung wisata kebun teh Gunung Mas menjadi sepi bila turun hujan. Sedangkan saat kondisi angin tidak mendukung, kerugian yang diterima sebesar Rp 10.170.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp 1.962.000 pada tahun 2009. Curah hujan yang terlalu besar juga mengakibatkan 91

kerugian bagi Agrowisata Gunung Mas sebesar Rp 8.580.000 pada tahun 2008 dan sebesar Rp 1.452.000 pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hari hujan lebih berpengaruh dalam kegiatan wisata kebun teh dibandingkan curah hujan dan kecepatan angin. Apabila hujan, aktifitas pengunjung akan terganggu dimana pengunjung tidak dapat melakukan kegiatan berjalan kaki mengelilingi kebun teh dan jarak pandang untuk melihat pemandangan menjadi terbatas. Selain itu juga menyebabkan jalanan menjadi licin. Sementara itu, tingkat kunjungan wisatawan untuk penginapan seperti hotel dan villa-villa di kawasan Puncak Bogor lebih dipengaruhi oleh faktor non iklim. Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan beberapa pihak pengelola hotel di Puncak dapat disimpulkan bahwa meskipun terjadi penurunan tingkat hunian hotel selama beberapa akhir tahun ini seperti yang terlihat pada Gambar 40, namun hal itu lebih disebabkan oleh adanya persaingan hotel-hotel maupun villa di Puncak yang semakin bertambah jumlahnya. Sumber: Data sekunder diolah (2011) Gambar 40. Jumlah Pengunjung atau Tamu Menginap di Hotel Puncak Selama Sepuluh Tahun Terakhir 92