LIONTIN DARI SHANIA 7
Udara pagi ini terasa sejuk, sangat disayangkan jika aku lewat menikmatinya. Namun, aku sudah harus memberesi seluruh barangbarangku ke dalam mobil Badak Kapsul yang baru saja dibeli oleh Ayah minggu kemarin. Yap! Hari ini aku akan pindah ke Jakarta bersama seluruh keluarga untuk menemani Ayah memulai bisnis barunya. Sebelum rencana pindah ke Jakarta ini, aku adalah orang Solo asli. Ayah Ibuku lahir dan besar di Solo, begitu pun aku yang sudah 17 tahun berada disini. "Saaal. Bagaimana barangmu? Sudah diberesi semua belum?" Teriak Ibuku dari bawah rumah. "Belum Bu, aku masih kehilangan beberapa barang yang lupa aku simpan dimana." Sahut aku kencang dari dalam kamar. "Cepaaaat yaa. Jam 10 nanti kita harus sudah mulai pergi, biar tidak terlalu larut nanti disananya." "Okeee Bu. Siaaaap." Entah kenapa sampai saat ini aku belum bisa menemukan potongan kalung liontin yang dulu diberikan oleh teman perempuan masa kecilku, Shania namanya. Kalung tersebut sangat berharga bagiku. Dialah satu-satunya perempuan yang sejak 8
dulu mau bermain denganku, entah sampai sekarang aku belum tahu Shania pergi kemana. Dia tiba-tiba pergi dari kota ini ketika matahari masih malu-mau menampakkan sinarnya, ketika aku berumur 10 tahun. Dia memberikan potongan kalung itu sebagai kenang-kenangan, agar aku bisa selalu ingat dengannya sampai kapanpun. "Kaaaak. Lihat kalung liontinku yang kemarin ada di meja gak?" Tanyaku kepada kakak yang sedang ribet juga dengan barang-barangnya. "Ooohh kalung yang bentuknya hati tapi cuma setengah ya? Yang ada inisial "S" nya? Kemarin kakak taruh di tas kamu yang hitam tuh, abisnya kamu teledor banget sih naruh kalung sebagus itu di atas meja kosong." "Waaah! Iya betul Kak, makasih yaa udah disimpanin. Daaaaah, makasih Kak Ve!" "Eh eh bentar deh, Dek. Itu kok kalungnya cuma sebelah, ya? Sebelahnya lagi ada dimana?" "Haha iya kak cuma sebelah aja yang sama aku, sebelahnya lagi kan dipegang sama Shania." "Cielah. So sweet betul kamu Dek, pasti yang 9
dipegang Shania itu yang inisialnya "F" ya?" "Haha.. itu tau Kak." Balasku sumringah. Oh, iya. Kakakku namanya Veranda. Dia sangat baik kepadaku walau aku sering berbuat salah dengannya. Kak Ve selalu bisa diandalkan apabila aku mempunyai masalah. Like a superhero deh, pokoknya. Akhirnya, setelah barang-barang kami semua siap, kami pun segera berangkat ke Jakarta dengan mobil Badak Kapsul yang besar ini. Aku pun memutuskan untuk tidur saja selama perjalanan sembari melamuni teman masa kecilku yang entah kapan bisa aku temui lagi. "Hoaaaamm. Kita udah sampai yah?" Tanyaku ke Kak Ve. "Iyaaa, kemana aja kamu dari tadi gak ada suaranya? Abis mimpiin si Shania ya?" Ejek kakakku iseng. "Apaan siih Kak, orang capek dari kemarin beresberes terus kaan. Wleee " "Haha. Iya iya gak usah sewot gitu dong Dek, kan kakak cuma bercanda." 10
Setelah sampai dirumah baru, aku pun cukup kaget, maklum tadinya cuma orang kampung yang rumahnya satu petak. Disini rumahku cukup besar setidaknya kalau dibandingkan sama petakan yang ada dikampungku dulu. Aku pun langsung tidur lagi sembari memikirkan akan sekolah dimana nantinya. Berharap orang tuaku memilihkan sekolah yang berisi guru dan teman yang asik. Setidaknya temantemanku nanti mau membantu untuk mengerjakan tugas-tugas yang tidak bisa aku kerjakan sendiri. "Saaal. Bangun, dong! Jangan tidur terus. Siapin barang-barangmu, besok pagi kamu sudah harus sekolah yaa!" Teriak Ibuku dari depan kamar, membuatku langsung bangun dari tidur yang lelap ini. "Waduhh, mendadak banget sih Bu ngasih taunya, emang aku mau disekolahin dimana?" Tanyaku bingung. "Kamu besok sekolah di SMA Tunas Indonesia Merdeka, ya. Maaf, Ibu cuma bisa masukin kamu ke sekolah swasta. Soalnya, kamu kan udah cukup ketinggalan kalau Ibu masukin ke sekolah negeri." "Ohh SMA TIM ya, Bu? Haha, itu nama sekolah apa nama bubur ya? Hahaha." 11
"Halaah malah ngeguyon kamu nak, besok jangan telat ya nanti kamu dianterin Ayah dulu di hari pertama. Okay?" "Haha siap Bu!" Pagi ini terasa perasaanku cukup deg-degan, entah karena kekurangan ion atau grogi karena ini merupakan hari pertama aku sekolah lagi. Terlebih berada di daerah dan suasana yang baru juga. Sesampainya di sekolah aku melihat sebuah plang cukup besar, bertuliskan Tunas Indonesia Merdeka. Ayah bilang, SMA tersebut merupakan SMA terbagus di daerah Bekasi. "Maklum, stok SMA bagus di Jakarta sudah diambil orang elite, Nak". Ujar Ayah dengan nada guyon. Sesuai pesan Ayah di mobil tadi, aku disuruh menemui Ibu Melody untuk menanyakan aku akan dimasukkan di kelas mana. Aku pun segera menemui Ibu Melody di ruang guru. Ternyata aku di dimasukkan dikelas 11 IPS A yang kebetulan Ibu Melody juga wali kelasnya. "Pagi nak, kamu Faisal yang dari Solo itu, ya?" Tanya Ibu Melody lembut. "Iyaa Ibu. Saya Faisal, mohon bimbingannya ya, Bu." 12
"Ooh iya, Nak. Kamu belajar yang tekun ya. Soalnya, kamu udah ketinggalan cukup banyak pelajaran disini. Siap?" "Siaap Bu, saya gak akan ngecewain Ibu kok." * Di lorong saat perjalanan menuju kelas aku sempat terdiam sebentar, aku melihat seorang perempuan yang berwajah manis, sepertinya kenal tapi entah pernah kenal dimana. Aku sempat melamuninya beberapa detik sembari melihat dia bermain dengan teman-temannya. Sepertinya dia bukan sepantaranku, walau ketika kulihat badannya tidak seperti ukuran tubuh anak-anak seusianya. Aku melanjutkan jalanku ke kelas. Namun, tiba-tiba ada yang menepuk pundak ku dari belakang dengan cukup lembut. "Kaak.. Kaak.." Sahut seseorang di belakang yang ternyata adalah perempuan yang sudah aku perhatikan dari tadi. "Ooh iya, ada apa?" Balasku sambil mengharap dia mau mengajakku berkenalan. "Enggak Kak, itu tadi uangnya jatuh tuh, nih Kak!" 13
"Ooh, iya iya. Makasih ya Dek udah diambilin, hampir aja." Berharap bisa kenalan, ternyata dia cuma memberi tau kalau duitku jatuh barusan, sungguh sial. Entah mengapa aku sangat ingin bisa berkenalan dengan perempuan tersebut. Entah seperti ada kontak batin jarak jauh yang kurasakan disini. Dia seperti sesosok perempuan yang pernah aku kenal dulu, dulu sekali. Sesampainya dikelas aku bertemu dengan Angga, teman sebangku baruku di sekolah ini. Dia menceritakan berbagai hal tentang sekolah ini yang membuat aku menjadi sedikit tau tentang keadaan di sekolah. Angga sangat tau seluk beluknya, hingga apa saja hal yang ingin aku tanya, dia bisa saja menjawabnya. Suatu kali, aku iseng menanyakan tentang perempuan yang tadi kutemui di lorong menuju kelas. "Ngga. Oy, diem bentar deh. Gue mau nanya sedikit nih!" "Nanya apaan sih, bro? Nafsu banget kayaknya." Balas Angga sambil merapihkan rambut klimisnya. "Gini bro, tadi pas di lorong mau masuk ke kelas ini, gue ngelihat cewek manis banget, matanya agak segaris, dan dia tinggi juga. Kira-kira, hampir sama kayak gue lah. Lu tau gak siapa dia?" 14
"BUAHAHAHAHAHA!! Angga tertawa setelah mendengar pertanyaanku. Woy, serius. Lu tau gak siapa cewek itu?" "Haha tau dong, apa sih yang gak gue tau. Kayaknya yang lu maksud itu adik kelas kita deh, dia namanya Junia. Dia anak 10 C yang kelasnya di ujung sana bro." "Terus-terus?!" Tanyaku makin penasaran. "Terus, lu gak usah terlalu ngimpi bisa deket deh. Kayaknya, dia udah punya cowo, bro. Eh, tau cowonya atau siapanya deh, yang pasti tiap pulang sekolah dia selalu ada yang jemput. Entar lu lihat aja!" "Ah elu, Ngga. Katanya tau apa aja. Pfft dasar." Gara-gara omongan Angga tadi, aku jadi penasaran siapa yang menjemput Junia setiap pulang sekolah itu. Aku pun sedikit memendam rasa penasaran itu. Aku ingin tetap fokus belajar selama ada dikelas. Aku tidak ingin mengecewakan Ibu Melody, apalagi orang tuaku yang sudah susah payah mencarikanku sekolah disini. Setelah bel jam pelajaran selesai berbunyi, rasa penasaran yang tadi kupendam akhirnya muncul lagi. Aku pun langsung bergegas keluar gerbang sembari menunggu Junia 15
keluar dari kelasnya. Ternyata benar, seperti yang dikatakan Angga tadi. Junia dijemput oleh seorang laki-laki, tampangnya mirip Andy Lau kalau dilihat dari jauh, entah siapakah laki-laki tersebut. Si 'Andy Lau' itu sempat membukakan pintu mobil terlebih dahulu untuk Junia. Makin penasaran saja diriku dibuat olehnya. Setelah pertemuan pertama tadi, aku jadi sering terbayang Junia. Kadang, aku suka berpikir kenapa selalu dia yang lagi-lagi muncul dipikiranku. Ketika aku sedang mengerjakan tugas Ekonomi dari Ibu Melody, tiba-tiba aku teringat Junia, ketika aku sedang makan Bakso pun tiba-tiba Junia muncul lagi dipikiranku. Aku pun memutuskan untuk tidur, tetapi lagi-lagi Junia muncul didalam mimpiku. Besok harinya, ketika sekolah aku sengaja membawa liontin Shania sembari berusaha untuk mengalihkan perhatianku dari Junia. Tetapi, ada keanehan saat aku berpapasan dengan Junia disekolah. Aku melihat Junia memakai sebuah kalung, kalung yang tidak asing lagi dimataku. Aku melihat Junia memakai kalung liontin yang berbentuk setengah hati dengan inisial "F" didepannya. Aku tiba-tiba menjadi bingung seraya berkata dalam hati "Jadi, jangan-jangan Junia itu..." 16