PREDIKSI KESUBURAN SPERMATOZOA DOMBA MELALUI UJI PENEMBUSAN LENDIR ESTRUS (Prediction of Ram Spermatozoa Fertility Using A Mucous Penetration Test) MOHAMAD AGUS SETIADI dan D. JULIZAR Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor ABSTRACT An experiment was carried out to observe the relative predictive abilities of in vitro mucous penetration test and the spermatozoa behavior in the cervical mucous. Cervical mucus was collected from bovine Frisien Holstein in standing heat. The mucous penetration test was performed with ejaculates derived from two proven rams and the result was expressed as the ability ten spermatozoa travelled 2 mm distance. Sperm velocity was faster in physiological saline compared to the mucous. Additionally, Spermatozoa moved undirectionally in physiological saline, while the spermatozoa penetrated in one direction in the mucous. This behavior due to the distance between the molecules of cervical mucous during estrus was composed regularly to form a small canal. The abilities of spermatozoa to penetrate the mucous could be used to predict male fertility. Key words: Ram, sperm fertility, mucus ABSTRAK Penelitian telah dilakukan untuk mengamati kemampuan relatif spermatozoa menembus lendir estrus in vitro dan tingkah laku spermatozoa pada lendir estrus. Lendir estrus berasal dari sapi FH yang dalam keadaan berahi optimum. Test penembusan lendir estrus dilakukan menggunakan ejakulat dari dua ekor domba yang biasa dipakai sebagai pemacek dan hasil penelitian dinyatakan sebagai rata-rata waktu tempuh 10 ekor spermatozoa pada setiap ejakulat dengan jarak tempuh 2 mm. Kecepatan spermatozoa terlihat lebih cepat pada larutan NaCl fisiologis dibandingkan dengan lendir estrus. Tambahan pula, spermatozoa pada larutan NaCl fisiologis cenderung bergerak ke segala arah sedangkan pada lendir estrus bergerak ke satu arah. Hal ini terjadi karena keteraturan susuna molekul lendir estrus membentuk saluran-saluran kecil. Angka relatif kemampuan spermatozoa menembus lendir estrus dapat dipakai untuk melihat perkiraan kasar kesuburan pejantan. Kata kunci: Domba, kesuburan spermatozoa, lendir estrus PENDAHULUAN Kualitas semen yang baik merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum digunakan untuk inseminasi buatan (IB). Motilitas spermatozoa merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai kualitas semen yang akan dipakai sekaligus merupakan parameter untuk memperkirakan kesuburan pejantan. Meskipun demikian, parameter ini masih bersifat subyektif. Oleh karena itu, penilaian kualitas semen yang lebih obyektif sangat diperlukan. Proses pembuahan alami umumnya terjadi pada saat hewan dalam keadaan estrus, yang salah satu tandanya pada hewan betina yaitu adanya pengumpulan sejumlah lendir di bagian vagina. Lendir estrus ini tampaknya, disamping sebagai media bagi spermatozoa untuk mencapai tempat pembuahan, juga sebagai selektor terhadap spermatozoa (COX et al., 1997; HAFEZ dan HAFEZ, 169
2000). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengamati sifat dan tingkah laku spermatozoa pada lendir estrus heterolog sekaligus kemungkinan penerapan metoda uji penembusan spermatozoa terhadap lendir estrus sebagai metoda yang obyektif untuk menilai kualitas spermatozoa. MATERI DAN METODA Pengumpulan dan penyimpanan lendir estrus Lendir serviks dikumpulkan dari sapi Frisien Holstein (FH) betina yang berada dalam keadaan estrus (standing heat). Pengumpulan lendir estrus dilakukan se-aseptis mungkin, yaitu dengan hanya mengumpulkan lendir yang bersih. Teknik pengumpulan dilakukan dengan cara menekan bagian uterus, serviks dan vagina melalui palpasi rektal dan kemudian ditampung dalam botol-botol kecil. Lendir yang terkumpul disimpan dalam lemari pendingin pada temperatur 0 o C sampai akan dipergunakan. Test penembusan spermatozoa pada lendir estrus Penampungan semen Semen ditampung dengan vagina buatan dari 2 ekor domba jantan yang biasa dipakai sebagai pemacek. Penampungan dilakukan dua kali per minggu. Pengolahan semen sebelum perlakuan Semen yang ditampung dianalisa secara makroskopis dan mikroskopis. Hanya semen yang mempunyai motilitas 70% dipakai dalam penelitian. Semen yang perlu disimpan diencerkan dengan pengencer tris kuning telur dan disimpan dalam lemari pendingin. Pengukuran kecepatan spermatozoa Pengukuran kecepatan gerak spermatozoa dilakukan baik pada semen sebelum maupun sesudah pengenceran. Satu tetes semen ditempatkan pada gelas obyek yang telah dibagi dalam jalurjalur membentuk saluran kecil. Sebelum semen diteteskan, saluran-saluran kecil pada gelas obyek diisi dengan media penguji yaitu lendir estrus ataupun larutan NaCl fisiologis. Waktu tempuh spermatozoa dihitung dengan mengukur kecepatan gerak spermatozoa dari satu titik ke titik lainnya (2 mm) di bawah mikroskop. Pengukuran dilakukan pada 10 spermatozoa untuk setiap kali analisa. Pengamatan dilakukan sampai hari ke-2 setelah pengenceran. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA. Data yang dibandingkan meliputi waktu tempuh spermatozoa sebelum dan sesudah pengenceran pada kedua media penguji, serta perbandingan data selama proses penyimpanan pada media penguji yang sama. 170
HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum kecepatan gerak spermatozoa, baik sebelum maupun sesudah pengenceran, lebih cepat pada larutan NaCl fisiologis daripada lendir estrus (Tabel 1). Faktor viskositas kedua larutan tampaknya berperanan sesuai dengan pernyataan SALISBURY et al. (1978) bahwa viskositas media mempengaruhi kecepatan gerak spermatozoa. Karena viskositas NaCl lebih rendah dibandingkan dengan viskositas lendir estrus, maka spermatozoa mampu menembus larutan NaCl lebih mudah. Namun demikian, pergerakan spermatozoa pada lendir larutan NaCl cenderung bergerak ke segala arah, sedangkan pada lendir estrus spermatozoa bergerak ke satu arah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian MURASE et al. (1990) bahwa spermatozoa bergerak secara linier dengan arah goresan lendir estrus. Tambahan pula, pergerakan spermatozoa tampaknya dipermudah dengan adanya saluran-saluran dalam lendir yang mudah ditembus dan menuntun spermatozoa untuk bergerak maju. Keadaan ini terjadi atas pengaruh hormon estrogen pada saat estrus yang berperanan mengatur makromolekul glikoprotein sehingga jarak antar molekul lendir estrus menjadi 2-5 µm dan membentuk saluran yang bisa dilalui oleh Spermatozoa (HAFEZ dan HAFEZ, 2000). Dalam pengamatan kadang-kadang spermatozoa kelihatan seperti menghilang. Kejadian ini mungkin karena spermatozoa mengikuti jalur-jalur yang paling kecil hambatannya sepanjang jalur lendir estrus, karena saat spermatozoa terhalang pergerakannya, sepermatozoa akan segera beralih ke jalur yang berdekatan (HAFEZ dan HAFEZ, 2000) Tabel 1. Waktu tempuh rata-rata gerak spermatozoa (detik/2 mm) Domba Segar Diencerkan Hari ke-0 (D0) Diencerkan Hari ke-1 (D1) Diencerkan Hari ke-2 (D2) Lendir NaCl Lendir NaCl Lendir NaCl Lendir NaCl Domba 1 33.58 21.32 33.47 24.13 48.88 27.93 41.07 29.35 Domba 2 34.36 17.29 37.69 24.29 43.95 30.23 50.01 31.28 Keterangan: Tanda bintang () yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan dari kelompok yang dibandingkan Motilitas spermatozoa pada hari ke-0 (D0) sebelum dan sesudah pengenceran secara umum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kedua media penguji. Namun demikian, indikasi penurunan motilitas terlihat sejalan dengan lama penyimpanan (D0-D2). Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa pengenceran tidak menghambat motilitas spermatozoa. Hasil ini didukung oleh SALISBURY et al. (1978) bahwa penurunan motilitas akibat pengenceran dapat dicegah dengan penambahan kuning telur, susu atau lendir estrus karena penelitian ini juga menggunakan pengencer yang salah satu komponennya adalah kuning telur. HIRAI et al. (1997) menyatakan bahwa konsentrasi yang berbeda dari kuning telur dalam pengencer dapat mempengaruhi viskositas semen dan motilitas spermatozoa. Akibat penambahan kuning telur akan meningkatkan motilitas spermatozoa karena turunnya jumlah hyaluronidase yang hilang dari sperma dan kemampuan kuning telur menurunkan perubahan degeneratif struktur akrosom (TOMES dan ROBERTSON, 1979). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa fenomena penurunan motilitas setelah penyimpanan yang lama lebih diakibatkan oleh menurunnya zat makanan dari spermatozoa dan pengaruh zat toksik dari hasil metabolisme sperma. Jika diasumsikan jarak antara serviks sampai ampula pada domba kira-kira 35 cm (MCLAREN, 1980) maka waktu tempuh rata-rata 33,58 detik untuk jarak tempuh 2 mm, maka spermatozoa dari 171
Domba-1 dapat mencapai tempat fertilisasi dalam waktu 1 jam 37 menit 56 detik, sedangkan spermatozoa dari Domba-2 dengan waktu tempuh rata-rata 34,36 detik, maka spermatozoa dari domba ini dapat mencapai tempat fertilisasi dalam waktu 1 jam 40 menit 13 detik. Waktu tempuh terlama dari domba-1 dan domba-2 masing-masing 48,88 dan 50,1 detik untuk jarak tempuh 2 mm, maka dapat diprediksikan sepermatozoa dari kedua domba tersebut dapat mencapai tempat fertilisasi dalam waktu masing-masing 2 jam 22 menit 34 detik dan 2 jam 26 menit 7 detik. Menurut MCLAREN (1980) beberapa spermatozoa dapat mencapai tempat fertilisasi 15-30 menit setelah kopulasi, sedangkan menurut KNOBIL dan NEILL (1988) spermatozoa domba tiba di ampulla berkisar antara 6 menit sampai 5 jam setelah kopulasi atau IB. Dari data tersebut dapat diprediksikan bahwa semen yang diamati dalam penelitian ini masih dalam katagori normal. Hal ini tentu saja masih perkiraan kasar, karena gerakan spermatozoa dalam traktus reproduksi betina tidak hanya tergantung pada motilitas spermatozoa, tetapi juga kontraksi vagina, serviks, dan uterus, struktur dari lendir serviks dan kripta servikal (HAFEZ dan HAFEZ, 2000). Dengan demikian spermatozoa yang digunakan kemungkinan dapat mencapai tempat fertilisasi lebih cepat dari perhitungan di atas dengan bantuan faktor-faktor tersebut di atas. Disamping itu, untuk prediksi yang lebih akurat, maka analisa korelasi antara motilitas spermatozoa, test penembusan lendir estrus serta tingkat kebuntingan seperti yang ditemukan MURASE et al. (1990) dan OKUDA et al. (1988) perlu dilakukan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulakan bahwa uji penembusan lendir estrus dapat dipakai sebagai alat bantu untuk memprediksi kesuburan semen pejantan. DAFTAR PUSTAKA COX, J.F, C. MARTINEZ, S. LAGOS, F. SARAVIA and R. SASMAY. 1997. Sperm migration in cervical mucus in goats. II Realtionship with colonization of the oviduct and fertilization efficiency. Theriogenology 47(1): 254. HAFEZ, B. and E.S.E. HAFEZ. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lippincott William and Wilkins. Philadelphia. HIRAI, M., W.A. CERBITO, M.P.B. WIJAYAGUNADARME, J. BRAUN, W. LEIDI, K. OHOSAKI, T. MATSUZAWA, K. MIYAZAWA and K. SATO. 1997. The effect of viscosity of semen diluents on motility of bull spermatozoa. Theriogenology 47(7): 1463-1478. KNOBIL, E. and J.D. NEIL. 1988. The physiology of Reproduction. Raven Press, New York. pp. 104-110. MCLAREN, A. 1980. Fertilization, Cleavage and Implantation. In. E.S.E. Hafez. Reproduction in Farm Animal. 4th ed. Lea and Febiger, Philadelphia pp 226-231. MURASE, T., K. OKUDA and K. SATO. 1990. Assessment of bull fertility using mucus penetration test and a human chorionic gonadotrophin stimulation test. Theriogenology 34 (5): 801-812. OKUDA, K., T. MURASE, K. SATO, S. MATSUZAKI, S. IWANO and N. IWAMA. 1988. Penetration ability of bull spermatozoa into bovine cervical mucus.proc. 11 th Int. Congr. Anim. Reprod. A.I (3): 279-281. SALISBURY, G.W., N.L. VAN DEMARK and J.R. LODGE. 1978. Physiology of Reproduction and Artificial Insemination in Cattle. 2nd Ed. University of Illinois. W.H. Freeman and C.o. San Fransisco. pp. 400-479 TOMES, G.L. and D.E. ROBERTSON. 1979. Sheep Breeding. 2 nd Ed. Butterworth and Co. London pp. 495-521. 172
173