J E M B A T A N Exclusive: Ini Dia Sang Juara Tahun 2013 Hal 4-9 R E F O R M A S I P E N G A D I L A N P A J A K Artikel Pilihan Redaksi: Pengadilan Pajak Butuh Unit Front Office Reportase Sosialisasi Pengadilan Pajak di Jakarta Hal 26 Hal 22-23 TC Media Edisi 64 Tahun VII
Lokus SOSIALISASI PENGADILAN PAJAK Memberikan Keadilan dan Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak Bertempat di Bhirawa Assembly Hall Lantai 1 Hotel Bidakara Jalan Jenderal Gatot Subroto, Pancoran Jakarta Selatan telah berlangsung Sosialisasi mengenai Pengadilan Pajak dengan tema Peran Pengadilan Pajak Untuk Memberikan Keadilan dan Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Rabu tanggal 12 Maret 2014. Acara ini diawali terlebih dahulu dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Haryono. Dilanjutkan dengan menyanyikan Hymne dan Mars Pengadilan Pajak yang dipersembahkan oleh paduan suara Pengadilan Pajak yang dipimpin konduktor Djunita Manalu. Pada saat paduan suara benyanyi, seluruh hadirin dipersilakan untuk berdiri. Sebagaimana ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Selanjutnya di dalam UU tersebut juga telah digariskan bahwa pembinaan teknis peradilan di Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung sedangkan pembinaan organisasi, 22 TC Media Edisi 64 Tahun VII administrasi dan keuangan dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak yaitu sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan yang dapat diajukan banding atau Gugatan kepada Pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. UU Pengadilan Pajak menegaskan bahwa Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap namun para pihak yang tidak puas terhadap Putusan pengadilan pajak masih dapat melakukan upaya hukum luar biasa yaitu mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Hal-hal tersebut di atas merupakan sebagian dari materi Sosialisasi ini yang tujuan utamanya dimaksudkan untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat mengenai tugas pokok dan fungsi Pengadilan Pajak, termasuk didalamnya penyampaian informasi mengenai persyaratan dan prosedur Rekrutmen Hakim Pengadilan Pajak, guna menarik minat anggota masyarakat yang memenuhi persyaratan mengikuti seleksi hakim Pengadilan Pajak. Pada acara tersebut berkenan menjadi Keynote Speaker adalah Kiagus Ahmad Badaruddin (Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan) dan Yang Mulia Dr. Achmad Soebechi, SH (Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI). Sedangkan materi sosialisasi disampaikan oleh I Gusti Ngurah Mayun Winangun, SH.,L.LM., (Ketua Pengadilan Pajak), Entis Sutisna, S.H.,M.Hum (Hakim Pengadilan pajak) dan Karlan Sjaibun Lubis, S.Sos (Hakim Pengadilan Pajak) dengan moderator Tri Hidayat Wahyudi, AK., M.B.A, (Wakil Ketua III Pengadilan Pajak). Dalam paparan awal, moderator menjelaskan sejarah Pengadilan Pajak di Indonesia dimulai dari berdirinya Institusi Pertimbangan Pajak (IPP) pada tahun 1915 s.d. 1959, Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) tahun 1959 s.d. 1997, Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
Lokus tahun 1998 s.d. 2002 dan Pengadilan Pajak (PP) tahun 2002 s.d. saat ini yangdibentuk dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak tanggal 12 April 2002. Acara dilanjutkan Penyampaian materi sosialisasi oleh Ketua Pengadilan Pajak IGN Mayun Winangun, S.H., L.L.M. Ketua Pengadilan Pajak menjelaskan bahwa Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan. Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No.16 Tahun 2009 dan peraturan perundangundangan perpajakan yang berlaku. Dalam perkembangannya terdapat sidang di Luar Tempat Kedudukan (SDTK) yang dilakukan dengan pertimbangan untuk mendukung kelancaran/percepatan penanganan sengketa pajak dan mendekatkan pada para pihak yang bersengketa, sesuai dengan asas peradilan yang berbiaya ringan, cepat dan sederhana. SDTK telah dibuka tanggal 7 Juni 2012 di Yogyakarta dan di Surabaya pada tanggal 14 Maret 2013. Ketua juga menyebutkan saat ini sangat dibutuhkan jumlah hakim Pengadilan Pajak yang memadai, untuk mengimbangi kecenderungan meningkatnya jumlah sengketa pajak yang diajukan ke Pengadilan Pajak dari tahun ke tahun. Sengketa Bea Cukai/Pajak Pusat dan Pajak Daerah Mengenai sengketa Kepabeanan dan Cukai, Proses Pengajuan Banding Kepabeanan dan Cukai disampaikan oleh Karlan Sjaibun Lubis, S.Sos. Cukai sebagaimana tercantum dalam UndangUndang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006. Menurut Lubis bahwa sengketa Bea Cukai adalah dalam bidang Kepabeanan dan antara Importir, PPJK, Pelayaran, Pengusaha TPB, Eksportir, Pengusaha BKC, Pengusaha TPS dan Dirjen Bea Cukai. Akibat dikeluarkannya Keputusan Dirjen Bea Cukai mereka akan mengajukan banding misalnya tentang: Penetapan tarif dan nilai Pabean (Pasal. 16, Pasal. 93, dan Pasal. 95) Penetapan kembali tarif dan nilai Pabean (Pasal. 17-Pasal. 95) Penetapan selain tarif dan nilai Pabean (Pasal. 93A-Pasal. 95) Penetapan denda (Pasal. 94-Pasal 95) Tentang Pajak Pusat dengan Pajak daerah dijelaskan oleh Entis Sutisna, S.H., M.Hum. Dalam paparannya menyebutkan bahwa latar belakang terjadinya sengketa atas pelaksanaan pajak daerah karena : Perbedaan penafsiran atas ketentuan mengenai pajak daerah. Perbedaan kepentingan antara wajib pajak dengan fiskus. Terbatasnya kemampuan tenaga fiskus. Kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Lebih lanjut Entis Sutisna memaparkan tentang Keterkaitan Pajak Daerah dan Pajak Pusat. Pajak Daerah dan Pajak Pusat merupakan suatu sistem perpajakan nasional yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat. Pembinaan Pajak Daerah harus sejalan dan terpadu dengan pajak pusat sehingga masyarakat dapat melaksanakan dengan baik dan merasakan keadilan, terutama mengenai obyek dan tarif harus saling melengkapi. Walaupun hujan mengguyur ibukota Jakarta sejak subuh, namun tidak menghalangi undangan untuk tetap hadir. Para peserta yang hadir dalam acara sosialisasi,, berasal dari kalangan Lembaga Negara (Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial) dan Birokrasi yaitu Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Pemerintahan Daerah, kalangan Akademisi, Profesi dan perwakilan Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta, serta dari kalangan media massa. Para peserta sosialisasi yang berjumlah sekitar 220 orang tersebut diberi sertifikat. Hotma Lumban Tobing M 16 a TC Media Edisi 64 Tahun VII 23