TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis dalam Susanto (2007), adalah sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan data dan manipulasi informasi geografis. SIG atau GIS (Geographic Information System) merupakan suatu bentuk sistem informasi yang menyajikan informasi dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antar muka. Aplikasi SIG saat ini banyak digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang berkaitan dengan wilayah geografis. Dalam pemanfaatannya, SIG banyak diaplikasikan untuk : a) Pengolahan dan penentuan SDA b) Perencanaan umum tata ruang c) Perencanaan dan pengolahan tata guna lahan d) Pengaturan infrastruktur seperti: jaringan listrik, telepon, jalan kereta api, saluran pipa air minum dan sebagainya. Sistem Informasi Geografi membantu mengurangi kesalahan oleh manusia dan menghilangkan tugas-tugas pemetaan dan penggambaran, lebih cepat dan efisien dalam memberikan informasi spasial termasuk beberapa jenis peta. Sistem ini, walaupun dalam pengoperasiannya lebih mudah, tapi memerlukan keperluan yang mendasar yang membuatnya mahal, seperti pembuatan data dasarnya karena biasanya data spasial yang siap dipakai tidak tersedia. Penggunaan setiap Sistem Informasi Geografi akan tergantung terutama pada jenis, ketelitian dan detail masukan data yang dimiliki (Howard, 1996).
Komponen yang membangun GIS menurut Howard (1996) terdiri dari 5 (lima) bagian : a. Perangkat lunak (software) Komponen software ini mencakup didalamnya adalah software GIS, seperti software GIS Arcinfo, dan juga perangkat software pendukung lainnya, yaitu Operating System, dan software database lainnya, seperti Oracle. Komponen - komponen software adalah: Alat untuk memasukkan & memanipulasi informasi geografik, DBMS (sebuah database untuk sistem pengelolaan), dan Alat untuk menyokong pertanyaan-pertanyaan geografik, menganalis dan Memvisualisasikan GUI (Graphical User Interface). b. Perangkat keras Hardware komputer digunakan untuk mendukung bekerjanya GIS dan komponen hardware pendukung lainnya diantaranya adalah plotter, printer, scanner, digitizer. c. Sumber daya manusia Operator komputer GIS diperlukan untuk menjalankan GIS, ahli programmer dibutuhkan untuk pembuatan aplikasi GIS, ahli analisis sistem GIS diperlukan untuk mendesain suatu sistem GIS, dan seterusnya. d. Data Komponen ini sangat menentukan kualitas informasi dari output GIS. Pemahaman sistem data, termasuk didalamnya adalah sistem referensi spasial (sistem koordinat dan datum). Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan dikumpulkan dalam suatu tempat khusus yang dapat dibeli dari penyedia
data komersial. GIS akan menggabungkan ruang data dengan sumber-sumber data lainnya dan menggunakan DBMS untuk mengorganisasikan dan memelihara serta mengatur data. Sistem GIS yang digunakan, hendaknya dapat menangani berbagai format software GIS. e. Metode Metode adalah suatu prosedur atau ketentuan pembangunan suatu GIS. Kesuksesan GIS beroperasi tergantung pada perencanaan desain yang baik dan metoda- metoda bisnis, yang merupakan model dan beroperasi khusus untuk tiaptiap organisasi. Penerapan Sistem Informasi Geografis Subaryono (2005) mengemukakan bahwa SIG sering digunakan untuk pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan. Para pengambil keputusan akan lebih mudah untuk menganalisa data yang ada dengan menggunakan SIG. Kegiatan pembangunan saat ini tidak lepas dari penggunaan Sistem Informasi Geospasial. Aplikasi SIG dalam pembanguna sebagai berikut: 1. SIG berbasis jaringan jalan: pencarian lokasi (alamat), manajemen jalur lalu lintas, analisis lokasi (misal pemilihan lokasi halte bus, terminal, dll), dan evakuasi (bencana). 2. SIG berbasis sumberdaya (zona): pengelolaan sungai, tempat rekreasi, genangan banjir, tanah pertanian, hutan, margasatwa, pencarian lokasi buangan limbah, analisis migrasi satwa, analisis dampak lingkungan. 3. SIG berbasis persil tanah: pembagian wilayah, pendaftaran tanah, pajak (tanah, bangunan), alokasi tanah/pencarian tanah, manajemen kualitas air, analisis dampak lingkungan.
4. SIG berbasis manajemen fasilitas: lokasi pipa bawah tanah, keseimbangan beban listrik, perencanaan pemeliharaan fasilitas, deteksi penggunaan energi. Pengertian Penginderaan Jauh Departemen Kehutanan (1997) mendefenisikan penginderaan jauh sebagai teknik mendeteksi dan mempelajari objek tanpa adanya kontak fisik dengan objek sasaran tersebut. Lillesand dan Kiefer (1990) mendefenisiskan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan menganalisis data yang diperoleh menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji. Istilah penginderaan jauh salah satunya adalah citra penginderaan jauh yang selanjutnya disingkat dengan. Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Interpretasi citra merupakan pembuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya obyek yang tergambar pada citra. Dengan kata lain maka penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya (Sutanto, 1999). Lintz dan Simonett (1976) mengemukakan tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan dalam pengenalan obyek yang tergambar pada citra, deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi ialah pengamatan atas adanya suatu obyek, misalnya pada gambaran sungai terdapat obyek yang bukan air. Identifikasi ialah
upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. Pada tahap analisis dikumpulkan keterangan lebih lanjut. Penginderaan jauh saat ini diterima tidak hanya terbatas sebagai alat pengumpul data mentah, tetapi pengolahan data mentah secara manual dan otomatis, dan analisis citra serta penyajian hasil informasi yang diperoleh. Penginderaan jauh tersebut menggunakan energi yang berfungsi sama dengan sifat cahaya, dan tidak hanya meliputi spektrum tampak, tetapi juga meliputi spektrum ultraviolet, inframerah dekat, inframerah tengah, inframerah jauh dan gelombang radio (Howard, 1996). Sistem Penginderaan Jauh Satelit Landsat TM Satelit Landsat TM merupakan perbaikan dari generasi Landsat sebelumnya, yaitu Landsat MSS (Multi Spectral Scanner). Satelit ini sangat baik untuk digunakan dalam studi vegetasi, karena selain memiliki resolusi spasial yang cukup bagus, juga memiliki saluran spektral yang lengkap mulai dari saluran sinar tampak sampai saluran inframerah thermal. Citra Landsat merupakan citra hasil penyiaman permukaan bumi oleh sensor yang dibawa oleh satelit Landsat. Satelit ini menggunakan informasi penyiaman multispectral, yaitu suatu informasi yang menggunakan beberapa panjang gelombang (spektral) untuk merekam bentuk, objek dan fenomena-fenomena yang ada di permukaan bumi. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, citra Landsat TM mempunyai kelebihan baik dari segi resolusi spasial maupun resolusi spektral, resolusi spasial 30x30 meter dan resolusi spektral sebanyak 7 band. Selain itu kepekaan radiometrik citra Landsat TM dengan laju pengiriman data yang lebih cepat dan fokus penginderaan informasi yang berkaitan dengan vegetasi (Lo, 1996).
Tabel 1. Saluran citra Landsat TM dan kegunaan utamanya Band Panjang Gelombang (μm) IFOV (m) Kegunaan Umum 1 0,45 0,52 (blue) 30 x 30 Penetrasi tubuh air Analisis penggunaan lahan, tanah dan vegetasi Pembedaan vegetasi dan lahan 2 0,52 0,60 (green) 30 x 30 Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada saluran hijau yang terletak diantara dua saluran penyerapan, yang dimaksudkan untuk membedakan jenis vegetasi dan tingkat kesehatan masingmasing vegetasi 3 0,63 0,69 (red) 30 x 30 Saluran yang terpenting untuk membedakan jenis vegetasi Terletak pada salah satu daerah penyerapan klorofil dan memudahkan pembedaan antara lahan terbuka dan lahan bervegetasi 4 0,76 0,90 (near IR) 30 x 30 Saluran yang peka terhadap biomassa vegetasi Identifikasi jenis tanaman Memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta lahan dan air 5 1,55 1,75 (mid IR) 30 x 30 Saluran terpenting untuk pembedaan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah 6 10,4 12,5 (thermal) 120 x 120 Pembedaan formasi batuan Pemetaan hidrothermal 7 2,08 2,35 (mid IR) 30 x 30 Analisis pemetaan vegetasi Pembedaan kelembaban tanah Pemetaan thermal Sumber: Lillesand dan Kiefer (1990)
Landsat TM mempunyai 7 saluran spektral (band), yaitu saluran 1 dengan gelombang biru (0,45-0,52µm), saluran 2 dengan gelombang hijau (0,52-0,60µm), saluran 3 dengan gelombang merah (0,63-0,69µm), saluran 4 dengan gelombang inframerah dekat (0,76-0,90µm), saluran 5 dengan gelombang inframerah tengah (1,55-1,75µm), saluran 6 dengan gelombang thermal (10,40-12,50µm), saluran 7 dengan gelombang inframerah tengah (2,08-2,35 µm). Setiap benda memiliki ciri khas tertentu dalam memancarkan gelombang elektromagnetik sesuai dengan nilai reflektansinya (Lillesand dan Kiefer, 1987). Sistem Pengelolaan Data Spasial Pengelolaan data spasial menurut Budiyanto (2005), merupakan hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Bencana dalam skala besar dan kecil merupakan contoh dari sistem pengelolaan data spasial yang tidak terencana dan terorganisir dengan baik. Banyak pihak yang terkait dengan masalah ini. Pengelolaan lahan selalu memanfaatkan berbagai data, baik data spasial terestris maupun data penginderaan jauh. Pengelolaan data banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Beberapa lembaga secara khusus mengelola data-data spasial untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)yang mengelola berbagai data spasial untuk tujuan evaluasi, survey dan pemetaan. Sumber data untuk penyusunan basis data spasial GIS terdiri dari banyak jenis sumber data peta dari berbagai instansi departemen, dan biasanya menggunakan sistem koordinat yang berbeda pula. Sistem koordinat digunakan
untuk meregistrasikan basis data spasial, artinya semua basis data spasial harus diregistrasikan dalam sistem koordinat yang sama. Bagi software yang tidak bisa melakukan on the fly projection untuk menangani berbagai macam sistem koordinat proyeksi atau datum, maka registrasi setiap layer informasi harus diregistrasi dalam sistem datum dan sistem koordinat proyeksi yang sama. Software ArcGIS mempunyai kemampuan untuk menangani persoalan perbedaan sistem proyeksi peta yang digunakan, akan tetapi untuk perbedaan datum dalam sumber data tetap harus dilakukan transformasi datum (Budiyanto, 2005). Terapan Penginderaan Jauh Untuk Kehutanan Pertambahan penduduk dunia yang cepat, perubahan penggunaan lahan dan penurunan tutupan hutan, pengindraan jauh telah berperan sebagai suatu disiplin yang sedang tumbuh, dan memberikan alat yang bermanfaat dalam pengelolaan dalam bidang kehutanan. Penginderaan jauh dapat dipandang sebagai cabang geografi yang menekankan pada pengamatan tentang bentuk lahan dan vegetasi dari jarak jauh; tetapi arti pentingnya di dalam pandangan-pandangan baru atas hokum biofisika dan bidang baru studi yang mendasar, tidak boleh dipandang secara berlebihan (Howard, 1996). Ahli Kehutanan seperti banyak pengelola hutan yang lain, dapat mengelola kawasan-kawasan lahan dengan cara yang lebih efisien jika ia memiliki fotografi udara berkualitas tinggi dan mempunyai pemahaman yang cukup tentang bagaimana cara menggunakan alat yang berharga ini secara maksimum. Ahli kehutanan harus juga mempelajari teknik-teknik cuplikan dasar, pengukuran foto udara, dan inventarisasi kayu dengan foto yang menekankan pengukuranpengukuran volume kayu dari fotografi udara (Paine, 1992).
Saat ini hampir tidak mungkin inventarisasi hutan dilakukan tanpa menggunakan data penginderaan jauh. Pengumpulan data lapangan biasanya lebih akurat dan cermat, tetapi pengumpulan data dengan cara ini membutuhkan waktu yang lama. Untuk tujuan praktis dalam bidang kehutanan, dapat dilakukan dengan cara mengawinkan data pengideraan jauh, data lapangan, dan uji silang hasil analisis citra dengan sample lapangan (Howard, 1996). Penginderaan Dengan Tenaga Thermal Aplikasi penginderaan jauh untuk lingkungan hidup menggunakan citra Landsat, Reflected infrared pada band 4 (near infrared), band 5,7 (middle infrared) dan thermal infrared pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra. Jumlah panas yang dipancarkan oleh setiap benda dipengaruhi oleh panjang gelombang yang digunakan. Perubahan suhu benda dipengaruhi oleh sifat thermal bendanya, yaitu: konduktivitas thermal (tingkat penerusan panas melalui suatu benda), kapasitas thermal (kemampuan benda untuk menyimpan panas), kebauran thermal (kemampuan benda untuk memindahkan panas matahari dari permukaan benda ke bagian dalamnya), dan ketahanan thermal (ukuran tanggapan suatu benda terhadap perubahan suhu). Sistem thermal dalam penginderaan jauh, suhu pancaran yang berasal dari objek di permukaan bumi dan mencapai sensor thermal direkam oleh sensor tersebut. Hasil rekaman dapat berupa citra dan non-citra. Yang dimaksud dengan citra adalah citra inframerah thermal yang berupa gambaran dua dimensional atau gambaran piktorial. Hasil non citra berupa garis atau kurva spektral, satu angka, atau serangkaian angka yang mencerminkan suhu pancaran objek yang terekam oleh sensor thermal (Sutanto, 1999).
Aplikasi Menggunakan Citra Inframerah Thermal Pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat diperoleh dengan sejumlah kecil aplikasi citra inframerah thermal karena resolusi spasial sistem penyiaman garis thermal agak kasar dan bahwa penekannya untuk merekam emisi thermal dari penutupan lahan. Variasi rona citra inframerah thermal sangat berhubungan dengan emisivitas material yang membentuk penutupan lahan. Aplikasi citra inframerah thermal yang lebih umum adalah untuk memetakan atau mendeteksi hilangnya panas dari tipe penggunaan lahan tertentu, seperti hunian (perumahan), komersial atau industri. Permukaan seperti atap, intensitas energi radiasi dari atap tergantung pada temperatur permukaan, panjang gelombang radiasi dan sifat fisik material. Sifat-sifat fisik yang menentukan efisiensi permukaan pada energi emisi yaitu emisivitasnya (Lo, 1996). Suhu Udara Permukaan Suhu udara permukaan merupakan suhu udara pada ketinggian 1,25-2,0 meter di atas permukaan bumi. Selama sehari semalam (12 jam) maupun 1 tahun (12 bulan) suhu udara permukaan selalu mengalami variasi suhu udara atau mengalami perubahan atau perbedaan selama periode waktu tertentu. Fluktuasi suhu udara harian disebut dengan variasi suhu harian, demikian pula dengan variasi suhu mingguan, bulanan, atau tahunan. Suhu udara pada periode waktu harian yang tertinggi atau maksimum biasa terjadi setelah beberapa saat setelah matahari melewati titik kulminasinya sedangkan suhu udara terendah atau minimum biasa terjadi setelah beberapa saat setelah matahari terbit. Nilai perbedaan antara suhu udara maksimum dan suhu udara minimum selama satu
hari (24 jam) disebut dengan amplitudo suhu harian. Suhu udara permukaan terjadi sebagai akibat adanya radiasi panas matahari yang sampai ke permukaan bumi, yang sebagian besar nilainya tergantung dari bentuk dan jenis permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut. Radiasi matahari yang dipancarkan, sebagian diterima oleh permukaan bumi juga sebagian diserap oleh atmosfer dan dipancarkan kembali ke angkasa (Sonjaya, 2007). Pengaruh Radiasi Matahari Terhadap Permukaan Bumi Sonjaya (2007) mengemukakan bahwa panjang gelombang semakin pendek bila suhu permukaan benda yang memancarkan radiasi semakin tinggi. Matahari dengan suhu permukaannya sebesar 6.000 K, radiasinya mempunyai kisaran panjang gelombang antara 0.3-0.4 m. Sebagai perbandingan, permukaan bumi yang bersuhu 300 K (atau 27 0 C) memancarkan radiasi dengan kisaran panjang gelombang 4.0-80.0 m dengan pancaran energi terkuat pada panjang gelombang 10 m. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi, sebagian besar tergantung dari bentuk dan macam permukaan bumi yang menerima radiasi tersebut, tentu saja selain itu juga tinggi rendahnya suhu suatu tempat di permukaan bumi dalam posisinya terhadap matahari tergantung kepada : 1. Intensitas penyinaran radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi, yang dipengaruhi oleh besar-kecilnya sudut datang sinar matahari terhadap permukaan bumi tersebut, dan 2. Lamanya penyinaran matahari berlangsung, yaitu dipengaruhi oleh panjang siang dan malam yang ditentukan oleh garis lintang tempat tersebut di permukaan bumi
Radiasi matahari tidak seluruhnya dapat sampai dan diserap oleh permukaan bumi, kurang lebih hanya 43% karena pada waktu memasuki atmosfer bumi radiasi matahari tersebut terhalang dengan adanya proses penyerapan (absorption), pemantulan (reflection), dan pemancaran (scattering). Radiasi ultra violet hampir seluruhnya diserap oleh lapisan ozon pada bagian atas stratosfer dan hanya satu-satunya gas yang dapat menyerap radiasi terlihat atau cahaya tampak adalah uap air. Radiasi matahari pada saat kondisi cuaca berawan, sebagian besar dipantulkan kembali oleh puncak-puncak awan dan partikel-partikel lainnya yang terdapat di dalam atmosfer, dan hanya sebagian yang berhasil mencapai permukaan bumi, baik secara langsung (direct radiation) maupun tidak langsung (sky radiation). Jumlah kedua radiasi matahari tersebut (direct radiotian + sky radiation) disebut radiasi global (global radiation). Radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi mengakibatkan sebagian dari radiasi tersebut akan dipantulkan kembali ke angkasa dan sebagian lainnya akan diserap karena hal tersebut tergantung pada bentuk dan macam permukaan bumi yang menerima radiasi matahari (Sonjaya, 2007). Pulau Panas Perkotaan (Urban Heat Island) Pulau panas adalah suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu udara terbuka di sekitarnya atau di desa (pinggir kota), dan karena adanya perbedaan dalam penggunaan energi, penyerapan panas, pertukaran panas laten (putaran, tekanan, atau aliran angin)., Pulau panas, menurut para ahli lainnya disebabkan oleh perbedaan faktor yang tidak terikat satu sama lain, misalnya karena terjadinya perbedaan suhu antara kota dan pedesaan. Perbedaan suhu yang terjadi anatara daerah kota dan desa akan
berkembang dengan cepat setelah matahari terbenam. Kesan pulau panas terhadap wilayah di tepi kota bergantung kepada besar dan luasnya kota. Fenomena suhu udara kota yang lebih panas di pusatnya menjadi masalah yang sangat penting (Irwan, 1997). Pulau panas terjadi di daerah yang berpenduduk padat, daerah perkantoran, pusat-pusat pertokoan, daerah industri, dan bandara udara. Menurut Irwan (1997), hal ini terjadi karena adanya penambangan panas yang berasal dari aktivitas manusia maupun polusi yang dihasilkan oleh pabrik dan dari kendaraan bermotor. Selain itu juga disebabkan karena permukaan jalan dan dinding bangunanan yang menyimpan panas yang diterimanya mulai dari pagi hari hingga siang hari dan akan melepaskan panas tersebut kembali ke udara setelah matahari terbenam. Oleh sebab itu, untuk mengurangi efek pulau panas perkotaan perlu dilakukan penghijauan kota. Penghijauan Kota Penghijauan perkotaan menurut Dahlan (1992), yaitu menanam tumbuhtumbuhan sebanyak-banyaknya di halaman rumah atau dilingkungan sekitar rumah maupun dipinggir jalan, apakah itu berbentuk pohon, semak, perdu, rumput atau penutup tanah lainnya, di setiap jengkal tanah yang kosong yang ada dalam kota dan sekitarnya, sering disebut sebagai ruang terbuka hijau (RTH). RTH sangat penting, mengingat tumbuh-tumbuhan mempunyai peranan sangat penting dalam alam, yaitu dapat dikategorikan menjadi fungsi lansekap (sosial dan fisik), fungsi lingkungan (ekologi) dan fungsi estetika (keindahan). Berdasarkan kepada Fungsi utama RTH dapat dibagi menjadi:
1. Pertanian perkotaan, fungsi utamanya adalah untuk mendapatkan hasilnya untuk konsumsi yang disebut dengan hasil pertanian kota seperti hasil hortikultur. 2. Taman kota, mempunyai fungsi utama untuk keindahan dan interaksi sosial 3. Hutan kota, mempunyai fungsi utama untuk peningkatan kualitas lingkungan. Manfaat Penghijauan Kota Penghijauan menurut Nazaruddin (1996) merupakan usaha penataan lingkungan dengan mengguanakan tanaman sebagai materi pokoknya. Beberapa manfaat penghijauan kota adalah: 1. Manfaat estetis Pohon memiliki berbagai macam bentuk tajuk yang khas, sehingga menciptakan keindahan tersendiri. Manfaat estetis atau keindahan dapat diperoleh dari tanaman yang sengaja ditata sehingga tampak menonjol keindahannya. 2. Manfaat orologis Akar pohon dengan tanah merupakan satu kesatuan yang kuat sehingga mampu mencegah erosi atau pengikisan tanah. Pepohonan yang tumbuh di atas tanah akan mengurangi erosi. Manfaat orologis ini penting untuk mengurangi tingkat kerusakan tanah, terutama longsor, dan penyangga kestabilan tanah. 3. Manfaat hidrologis Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan sehingga tidak mengalir dengan sia-sia melainkan dapat diserap oleh tanah. Hal ini sangat mendukung daur alami tanah sehingga dapat menguntungkan kehidupan manusia.
4. Manfaat klimatologis Iklim yang sehat dan normal yang penting untuk keselarasan hidup mausia. Faktor-faktor iklim dan kelembaban, curah hujan, ketinggian tempat, dan sinar matahari akan membentuk suhu harian maupun bulanan yang sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia. 5. Manfaat edaphis Manfaat edaphis berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa di perkotaan yang semakin terdesak lingkungannya dan tempat huniannya. 6. Manfaat ekologis Keserasian lingkungan bukan hanya baik untuk satwa, tanaman, atau manusia saja. Kehidupan makhluk hidup di alam saling ketergantungan. Apabila salah satunya musnah maka makhluk hidup lainnya akan terganggu hidupnya. 7. Manfaat protektif Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya matahari di siang hari sehingga manusia memperoleh keteduhan. Pohon juga dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam suara kebisingan. 8. Manfaat hygienis Dengan adanya tanaman, bahaya polusi mampu dikurangi karena kemampuan tanaman menyaring debu dan menghisap kotoran di udara. Bahkan tanaman mampu menghasilkan oksigen yang dibutuhkan manusia. 9. Manfaat edukatif Semakin langkanya pepohonan yang hidup di perkotaan membuat sebagian warganya tidak mengenalnya lagi. Sehingga penanaman kembali pepohonan di perkotaan dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam.