Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Yose Rizal Damuri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB V KESIMPULAN. para pemimpin yang mampu membawa China hingga masa dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Slide untuk eksternal BC

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

BAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan resiprokal antara dua mitra dagang atau lebih. RTA mencakup

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa dan NAFTA di Amerika Utara

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Hefrizal Handra

Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., Ph.D., Konsultan ILO

There are no translations available.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi, motivasi hubungan antar negara

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

Membenahi Subsidi. Raymond Atje 1 *

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

Indonesia dan Belanda Perkuat Kerja Sama di Bidang Perdagangan dan Pembangunan Infrastruktur Rabu, 23 November 2016

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS ASEAN CINA BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Dampak pada Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia (TPT))

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya peran energi dalam kebutuhan sehari-hari mulai dari zaman dahulu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB IV KESIMPULAN. dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tantangan-tantangan yang dapat mengancam

BAB V. Kesimpulan. Seperti negara-negara lain, Republik Turki juga telah menjalin kerja sama

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan Sinyal Positif yang Berlanjut untuk Mencapai Target 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JUNI 2015

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan relatif pesat. Beberapa perubahan tersebut ditandai oleh: (1)

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

CAPAIAN KINERJA 2017 TARGET KINERJA Kementerian Perdagangan, Januari 2018

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

: Institute Of Southeast Asian Studies

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

MEREALISASIKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SECARA EFEKTIF

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PAJAK. Pelaksanaan Perpajakan. Audit Pajak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN

Saudara-saudara sekalian,

Transkripsi:

Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia Meninjau Ulang Pentingnya Perjanjian Perdagangan Bebas Bagi Indonesia Yose Rizal Damuri Publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat ini merupakan hasil dari Aktivitas Kebijakan Ekonomi di Indonesia yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Kegiatan ini merupakan kontribusi pemikiran dari komunitas penelitian/riset, yang diharapkan dapat membantu meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Dalam kegiatan ini, CSIS bersama dengan ERIA mengundang 16 ahli ekonomi dari berbagai institusi penelitian terkemuka yang kompeten pada bidang keahlian yang spesifik, untuk berdiskusi mengenai tujuh permasalahan strategis ekonomi Indonesia (pembangunan infrastruktur, kebijakan daya saing, iklim investasi, kebijakan pangan, kebijakan sektor jasa, kebijakan fiskal, dan kebijakan perlindungan sosial), yang kemudian dikumpulkan dalam rangkaian ikhtisar kebijakan singkat (policy brief) untuk masing-masing topik. Diseminasi hasil temuan dan rekomendasi yang dihasilkan kegiatan ini dilakukan melalui berbagai jalur. Kegiatan ini berusaha untuk melibatkan pejabat pemerintah yang terkait melalui sejumlah Focus Group Discussion (FGD) dan Audiensi dengan pengambil kebijakan strategis, yang terkait dengan masing-masing topik di atas. Sementara itu, diseminasi kepada publik secara luas juga dilakukan melalui sejumlah Seminar Publik mengenai masing-masing topik, serta melalui publikasi Ikhtisar Kebijakan Singkat dan sejumlah multimedia pendukung yang dapat diakses secara online melalui www.paradigmaekonomi.org. 1

Rekomendasi dan Pesan Utama 1. Diperlukan satu pandangan yang lebih menyeluruh dalam melihat perjanjian perdagangan, bukan hanya terbatas pada akses pasar. Dampak dari suatu perjanjian akan jauh melampaui sekedar neraca perdagangan bilateral, termasuk pula pembangunan industri dan peningkatan daya saing. 2. Tidak tergabung dalam suatu perjanjian perdagangan bukan berarti Indonesia tidak mengalami kerugian. Ada kerugian akibat tergerusnya daya saing produk Indonesia ketika negara pesaing beramai-ramai membentuk perjanjian perdagangan, termasuk juga dalam hal investasi. 3. Diperlukan suatu strategi nasional mengenai tujuan dan arah perjanjian perdagangan. Strategi tersebut perlu memasukan berbagai aspek yang terkait dan tidak hanya terpaku pada tujuan untuk meningkatkan ekspor belaka, tetapi juga pendalaman industri dan peningkatan daya saing. Strategi tersebut juga harus memandang bahwa berbagai area baru dalam FTA merupakan sarana penunjang bagi tercapainya reformasi ekonomi yang mendukung tujuan dari pembangunan ekonomi. Perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Area, FTA) masih merupakan hal yang cukup kontroversial di dalam pembahasan kebijakan ekonomi Indonesia. Perjanjian perdagangan masih dianggap sebagai salah satu faktor yang merugikan perekonomian. Ketika pemerintah mengumumkan bahwa Indonesia akan mengikuti atau melakukan suatu perjanjian perdagangan, ada banyak reaksi penolakan terhadap proses tersebut. Dalam sebuah survey mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), hanya 45% perusahaan Indonesia yang melihat bahwa MEA akan menjadi kesempatan bagi mereka, jauh dibawah negara ASEAN lainnya yang lebih dari 70% pelaku usahanya melihat itu sebagai kesempatan.sumber dari persepsi negatif tersebut adalah pandangan bahwa perjanjian perdagangan, serta proses keterbukaan ekonomi yang menyertainya, hanya mengancam sektor produksi domestik, baik pertanian maupun perindustrian. Produk domestik dipercaya tidak akan mampu bersaing dengan produk impor dari negara mitra dagang, yang menyebabkan banjirnya barang impor di pasar dalam negeri. Sementara itu penurunan bea masuk dan hambatan perdagangan di negara mitra tidak akan memberikan manfaat yang cukup, karena produk ekspor Indonesia dianggap tidak mempunyai daya saing dan kualitas yang cukup baik untuk memanfaatkan peluang yang ada. Dampak FTA Pandangan negatif ini juga didasari oleh pengalaman Indonesia atas beberapa perjanjian perdagangan yang telah dijalankan, seperti Indonesia- 2

Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Keduanya, dan beberapa perjanjian lainnya, dianggap telah memberikan beban kepada neraca perdagangan Indonesia. Perdagangan antara Indonesia dan Jepang terus mengalami peningkatan setelah IJEPA diselesaikan pada tahun 2007 dan dilaksanakan secara penuh pada tahun 2012. Tetapi memang terlihat bahwa peningkatan impor Indonesia yang berasal dari Jepang terlihat lebih tinggi dibandingkan ekspor Indonesia ke negara tersebut. Ini menyebabkan surplus neraca perdagangan Indonesia dan Jepang menjadi lebih kecil. Jika pada tahun 2007, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan sebesar US$16 miliar, pada tahun 2014, hanya sekitar US$8 miliar. Tetapi jika dilihat lebih jauh, peningkatan impor dari Jepang lebih banyak didominasi oleh bahan antara untuk keperluan industri yang meningkat 18% pertahunnya, dan suku cadang kendaraan bermotor yang naik sekitar 13% pertahunnya. Kedua produk tersebut menjadi bahan baku penting yang menunjang produksi domestik, termasuk untuk ekspor, serta memberikan kontribusi atas pembangunan industri di Indonesia. Gambar 1 di bawah ini memperlihatkan bagaimana peningkatan impor suku cadang dan komponen kendaraan bermotor terjadi bersamaan dengan ekspor kendaraan bermotor Indonesia. Sayangnya ekspor tersebut memang tidak tercemin dalam neraca perdagangan antara Indonesia dan Jepang, karena ekspor tersebut lebih ditujukan ke negara-negara lain, seperti negara ASEAN dan juga Timur Tengah. Gambar 1. Impor dan Ekspor Kendaraan Bermotor 3 3 US$ Billions 2 2 1 1 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Imports of Parts and components from Japan Exports of Motor Vehicle to the World Sumber: COMTRADE Database, diolah oleh penulis Dari sini ada dua hal yang patut diingat ketika melihat hasil dari sebuah FTA. Pertama adalah adanya jaringan produksi internasional. Melihat neraca perdagangan hanya terbatas pada suatu negara adalah suatu kesalahan. Impor yang berasal dari suatu negara dapat menjadi bahan antara bagi produksi yang akan diekspor ke negara-negara lainnya. Oleh karena itu hasil dari suatu FTA juga tidak dapat hanya dilihat berdasarkan neraca perdagangan bilateral. Yang kedua adalah penurunan hambatan perdagangan juga akan memberikan kontribusi positif kepada pembangunan industri, terutama jika bahan antara menjadi lebih murah dan juga akan mendukung ekspor. Ini juga akan menarik investasi karena pihak penanam modal melihat bahwa mereka tidak akan mendapat kesulitan dalam mendapatkan bahan baku dan antara dalam produksi. Investasi dari Jepang selama tahun 2008-2013 dalam sektor pengolahan 3

seperti kendaraan bermotor dan elektronik tercatat sebanyak hampir US$32 miliar, jauh lebih tinggi dari periode sebelumnya. Peningkatan investasi tersebut tentunya mendorong impor barang-barang modal dari Jepang yang akan menurunkan neraca perdagangan bilateral dalam jangka pendek, meskipun akan memberikan manfaat dalam jangka waktu yang lebih panjang. Selain itu perlu diperhatikan juga apakah kenaikan impor memang merupakan dampak dari FTA atau faktor lainnya. Dalam kasus ACFTA, hanya 65% dari keseluruhan impor Indonesia dari Cina pada tahun 2014 yang berhak mendapatkan bea masuk preferensial. Perlu diperhatikan pula bahwa tidak semua produk yang berhak akan mendapatkan bea masuk preferensial karena adanya ketentuan aturan asal barang (rules of origin, ROO), disamping banyak produk yang perbedaan antara bea masuk MFN dan preferensialnya (margin of preferences, MoP) terlalu rendah 1. Perlukah Perjanjian Perdagangan? Ketika Indonesia memutuskan untuk tidak tergabung dalam perjanjian perdagangan, bukan berarti Indonesia tidak mengalami kerugian. Meskipun keberhasilan WTO telah mampu menurunkan bea masuk secara signifikan, tingkatan bea masuk yang ada saat ini masih berpengaruh pada daya saing ekspor. Apalagi dengan persaingan global yang begitu ketat, perbedaan bea masuk sebesar 1% saja dapat mempengaruhi keputusan untuk melakukan impor. Disamping itu perjanjian perdagangan juga menjadi daya tarik untuk investasi. Sebagai contoh adalah struktur bea masuk negara-negara Uni Eropa yang bea masuk MFN-nya masih terlihat cukup tinggi. Untuk produk-produk pertanian, rata-rata bea masuk pada tahun 2012 mencapai lebih dari 10%. Untuk beberapa produk manufaktur seperti produk tekstil dan sepatu, rata-rata bea masuk mencapai 8%. Selain itu negara-negara Uni Eropa juga banyak memperlakukan bea masuk spesifik yang dihitung tidak berdasarkan harga dari produk, tetapi berdasarkan satuan unit dan berat. Ini mempunyai dampak yang lebih besar untuk produk-produk dengan harga murah seperti yang berasal dari Indonesia. Untungnya, Uni Eropa juga memberlakukan bea masuk preferential yang jauh lebih rendah dari bea masuk MFN, yang dikenal dengan nama GSP. Pada tahun 2012, hampir setengah dari ekspor Indonesia ke Uni Eropa memperoleh fasilitas GSP. Penggunaan GSP ini telah membantu terbentuknya akses pasar yang lebih luas ke negara-negara tersebut. Tetapi seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang menuju perekonomian menengah atas (upper-middle income), beberapa tahun lagi produk Indonesia mungkin tidak lagi bisa menggunakan fasilitas ini. Dapat dipastikan daya saing produk Indonesia di Uni Eropa akan menjadi lemah dibandingkan dengan negara pesaing yang masih mendapatkan fasilitas tersebut. Studi dari CSIS menyebutkan bahwa dampak dari pencabutan fasilitas GSP pada produk Indonesia dapat menyebabkan penurunan hingga lebih dari 12% terhadap total ekspor Indonesia ke Uni Eropa (Damuri et. al 2014). Untuk mengantisipasi persoalan tersebut, pemerintah Indonesia harus lebih giat memperbaiki akses pasar ke negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia. 1 Ada 19% item tariff yang mendapatkan MoP sebesar 0-5%, sementara 57% lainnya hanya memperoleh keringanan sebesar 5-10%. Rendahnya perbedaan MFN dan preferensial menyebabkan kurangnya insentif bagi exporter dari Cina, ataupun importir Indonesia untuk menggunakan fasilitas dari FTA. 4

Negara-negara pesaing, seperti tetangga di Asia Tenggara saat ini aktif melakukan perjanjian perdagangan dengan negara tujuan untuk memperoleh akses pasar yang lebih luas. Jika Indonesia tidak melakukan pembukaan akses pasar melalui perjanjian perdagangan maka daya saing produk Indonesia juga akan menjadi semakin terpuruk. Hasil studi CSIS mengenai Indonesia-EU CEPA juga menunjukkan bahwa ekspor Indonesia terancam untuk tergerus hingga sebesar 8% jika EU berhasil menjalankan perjanjian dengan mitra dagangnya di ASEAN, sementara Indonesia tidak melakukan perjanjian yang sama. Harus pula diingat bahwa perjanjian perdagangan tidak hanya memberikan dampak terhadap perdagangan, tetapi juga berpengaruh atas daya tarik investasi. Perjanjian perdagangan mempengaruhi daya tarik investasi melalui dua mekanisme. Yang pertama adalah pembahasan mengenai keterbukaan dan perlindungan investasi yang biasanya dituangkan dalam bab mengenai komitmen terkait investasi. Ini akan mendorong perbaikan dalam iklim dan fasilitasi bagi investasi asing, yang pada akhirnya akan mendorong masuknya investasi tersebut. Mekanisme kedua berasal dari perdagangan yang lebih terbuka. Model usaha yang berkembang saat ini mengharuskan proses produksi suatu barang dilakukan di berbagai lokasi di negara yang berbeda. Produksi suatu barang elektronik seperti smartphone, misalnya, memerlukan komponen yang diproduksi di berbagai negara, begitu pula produksi barang lain seperti pakaian dan juga produk makanan. Perjanjian perdagangan akan memfasilitasi perdagangan lintas batas dapat dijalankan dengan mudah. Hal ini akan menjadi pertimbangan bagi investasi asing. Negara yang mempunyai perjanjian perdagangan dan dapat menjamin perdagangan lintas batas secara mudah, akan menjadi lebih menarik bagi investasi asing. Strategi Indonesia dalam FTA Tabel 1 memberikan daftar perjanjian perdagangan antara Indonesia dengan negara mitra dagang. Seperti terlihat, kebanyakan FTA Indonesia dijalankan dalam kerangka ASEAN bersama sembilan negara anggota lainnya, ditambah enam negara mitra ASEAN. Indonesia hanya mempunyai dua perjanjian perdagangan, dengan Jepang yang berbentuk perjanjian kemitraan komprehensif dan dengan Pakistan yang merupakan perjanjian terbatas. Tetapi ada 12 FTA bilateral yang saat ini dalam proses perundingan maupun persiapan. 5

Tabel 1. Daftar Perjanjian Perdagangan Indonesia Sedang Berjalan Perundingan Sedang Berjalan Persiapan Perundingan Proses Joint Study Group ASEAN ASEAN, ASEAN+1 FTAs (Korea, Cina, India, Jepang (Belum diratifikasi) Australia, Selandia Baru) Regional Comprehensive Economic Cooperation (RCEP) Bilateral Japan, Pakistan (PTA) Korea, EFTA, Iran, Chile, Australia Uni Eropa, India, Turki Mesir, Peru, Tunisia, Nigeria Regional TPP (?) Non-binding Cooperation APEC Sumber: Kompilasi dari berbagai sumber Hal ini menunjukkan bahwa di satu sisi Indonesia cenderung tidak mampu mencapai konsensus untuk menyelesaikan perundingan perdagangan yang telah dimulai. FTA dengan EFTA, misalnya, telah dimulai sejak tahun 2010 dan saat ini baru dimulai kembali. Perundingan dengan Korea Selatan masih terus ditunda, meskipun negosiasi hanya tersangkut pada beberapa permasalahan yang bisa dianggap tidak terlalu signifikan. Begitu pula dengan beberapa perundingan lainnya yang tidak menunjukkan kemajuan berarti. Kesulitan sering timbul karena tidak adanya kesamaan persepsi antara berbagai pengambil kebijakan mengenai arah dan tujuan dari suatu perundingan yang dimulai. Tetapi di sisi lain, Indonesia terlihat sangat antusias untuk memulai perundingan bahkan dengan negara-negara yang bukan merupakan mitra dagang utama. Disini mengindikasikan bahwa tidak ada strategi FTA yang jelas mengenai pemilihan mitra dagang potensial sebagai mitra FTA. Keputusan perundingan sering dimulai sebagai langkah politis dan diplomasi internasional yang bukan didasari pertimbangan ekonomi yang kuat 2. Jika dilihat lebih jauh lagi, isi dari satu perjanjian perdagangan sangat berbeda dengan perjanjian lainnya (CSIS 2013). Tidak terlihat adanya suatu strategi yang jelas mengenai apa yang ditawarkan di dalam suatu perundingan, dan apa yang akan diminta. Indonesia perlu mempunyai suatu strategi dasar mengenai arah dan tujuan dari perundingan perdagangan yang memberikan batasan lebih jelas dalam pemilihan negara mitra serta tujuan utama dari FTA yang dilakukan. Tetapi tujuan dari strategi tersebut sebaiknya tidak hanya dibatasi pada persoalan perdagangan barang dan akses pasar saja seperti kenaikan ekspor semata. Tujuan dari FTA harus dikaitkan dengan strategi pembangunan yang lebih mendasar. Salah satu target yang dapat dituju melalui perjanjian perdagangan adalah peningkatan partisipasi dalam jaring produksi internasional dan rantai nilai global. Partisipasi yang lebih baik akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan industri nasional dan meningkatkan daya saing perekonomian. 2 Beberapa persiapan perundingan dimulai untuk menandai kunjungan dari kepala negara mitra dagang, atau sebaliknya kunjungan kepala negara RI ke negara mitra. Ini sering menyebabkan joint-study yang dilakukan sulit untuk ditingkatkan menjadi suatu perundingan yang substantif. 6

MEREALISASIKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SECARA EFEKTIF Strategi ini mungkin akan tidak akan memberikan dampak pertumbuhan ekspor yang langsung dirasakan, dan bahkan dapat menyebabkan memburuknya neraca perdagangan dalam jangka waktu pendek tetapi akan memberikan manfaat yang lebih baik di masa mendatang. Area Pembahasan Dalam Perjanjian Perdagangan Jika strategi FTA didasarkan pada tujuan yang lebih besar dari sekedar peningkatan ekspor, maka pembahasan dalam FTA juga harus mencakup berbagai aspek yang berada di luar lingkup pembahasan FTA tradisional. Hal ini mencakup berbagai hal yang sering disebut dengan behind-the-borderissues atau WTO-plus seperti permasalahan liberalisasi dan perlindungan terhadap investasi, hak kekayaan intelektual, kebijakan persaingan usaha dan standar ketenagakerjaan. Isu-isu tersebut sering mengundang kontroversi karena kesepakatannya sering dianggap mengurangi kewenangan pemerintah dalam merumuskan kebijakan perekonomian karena harus memperhatikan berbagai aturan yang disepakati. Ambil contoh adalah area perjanjian perlindungan investasi yang memasukan penyelesaian sengketa antara investor dan pemerintah (investorstate dispute settlement, ISDS) yang dianggap menempatkan pemerintah pada posisi yang dirugikan. Tetapi perlindungan terhadap investasi akan meningkatkan kepercayaan atas iklim investasi yang menjamin aset dari berbagai tindakan yang dapat diambil pemerintah seperti pemaksaan divestasi, ataupun ekspropriasi dan nasionalisasi. Ini juga akan membuat pemerintah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan yang dapat menyebabkan kerugian kepada para investor. Secara historis, dapat dilihat bahwa kasus ISDS sendiri relatif kecil dibandingkan dengan investasi internasional. Antara tahun 2003-2013 terdapat 461 kasus yang dimasukkan ke arbitrase internasional, dengan 2013 mencatatkan 57 kasus. Kebanyakan kasus tersebut melibatkan negara-negara yang memang memiliki kerangka peraturan yang beresiko tinggi (Abbott, et. al 2014). Sebanyak 17% dari kasus tersebut melibatkan Venezuela dan Argentina yang berada di ranking bawah indeks kerangka peraturan dalam Global Competitiveness Report dari World Economic Forum. Kebanyakan dari kasus-kasus tersebut (sekitar 40%) merupakan kasus dalam sektor pertambangan dan ekstraktif, serta kelistrikan, yang memang lebih rentan terhadap tindakan dari pemerintah. Tetapi dari berbagai kasus tersebut hanya sebagian kecil, sekitar 18%, yang dimenangkan oleh investor. Sebanyak 37% dari kasus pada periode 2003-2013 dimenangkan oleh pemerintah, sementara sisanya diselesaikan diluar arbitrase. Berbagai fakta ini memberikan perspektif yang lebih jelas mengenai posisi dari ISDS dan perlindungan terhadap investasi. Berbagai isu WTO-plus tersebut harus dipandang sebagai upaya untuk mendisiplinkan kebijakan ekonomi serta meningkatkan kepastian dalam dunia usaha dan perekonomian. Kesepakatan dalam FTA akan menjadi pendorong bagi perbaikan kebijakan ekonomi nasional yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing dan kinerja perekonomian. 7

Referensi Damuri, Yose R., Raymond Atje, Audrey Soedjito (2014). Study on the Impact of an Indonesia-EU CEPA. CSIS Publication, tersedia online https://www.csis.or.id/research/page/study_on_the_impact_of_an_euindonesia_cepa.html CSIS (2013). An Assessment of Economic Impacts of FTAs in Indonesia. CSIS Publication, tersedia online https://www.csis.or.id/research/page/ an_assessment_of_economic_impacts_of_ftas_in_indonesia.html 8