BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

dokumen-dokumen yang mirip
Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terlepas dan bersifat sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahap perkembangannya, seperti pada tahap remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Zaman modern yang penuh dengan pengaruh globalisasi ini, kita dituntut

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB IV USAHA GURU DALAM MENCEGAH KENAKALAN SISWA DI SDN 02 KALIJOYO KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Dasar (SD). Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu sarana utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

BAB I PENDAHULUAN. rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi seseorang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah Singkat SMP Negeri 15 Yogyakarta. terletak di jantung kota Yogyakarta yaitu di sebelah Stasiun

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS PSIKOLOGI BANDUNG. Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

KISI KISI ANGKET. : RAHMI YULIA : AID : Dr.Drs. H.Hendra Sofyan, MSi : Dr. K.A. Rahman, M.Pd.I

BAB I PENDAHULUAN. pada siswanya. Kerapkali guru tidak menyadari bahwa jebakan rutinitas seperti duduk, diam,

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR LAMPIRAN... xiii. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Pengertian dan Batasan Usia Remaja...

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Pada era globalisasi ini seiring perkembangan zaman juga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kondisi pembelajaran awal siswa sebelum diterapkan metode pembelajaran

INSTRUMEN PENELITIAN PROFIL PROAKTIVITAS PESERTA DIDIK SMP PETUNJUK PENGISIAN

1. PENDAHULUAN. Bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

Tujuan pendidikan adalah membentuk seorang yang berkualitas dan

I. PENDAHULUAN. dan berpartipasi secara aktif dalam pembangunan. Pendidikan memegang. agar mutu pendidikan dapat terus ditingkatkan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai usaha atau keinginan yang dilakukan dengan sengaja dan teratur

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. penting dan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembelajaran. Prestasi

SKALA I. 3. Sebaiknya jawaban bersifat spontan dan tidak didasarkan atas apa yang dianggap benar.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. bentuk percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun yang baik

BAB I PENDAHULUAN. karena dengan belajar manusia dapat berkembang dan berubah dalam sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut berdampak pada rendahnya angka partisipasi pendidikan (APK)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada kelas X 1

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan keluarga utuh serta mendapatkan kasih sayang serta bimbingan dari orang tua.

BAB III GAMBARAN PERILAKU ANAK YANG MEMILIKI EFIKASI DIRI RENDAH. Setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda, terutama dari segi ekonomi dan

Kuesioner A. PROKRASTINASI AKADEMIK

BAB I PENDAHULUAN. yang positif, baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh mahasiswa. Prestasi adalah hasil dari usaha mengembangkan bakat secara

LEMBAR ANGKET DISIPLIN BELAJAR SISWA

2. Faktor pendidikan dan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Pertengahan September 2013 dunia dihebohkan dengan berita terbunuhnya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan sumber daya yang memiliki potensi untuk dapat

SKALA SIKAP PERILAKU BERMAIN GAME ONLINE DAN DISIPLIN BELAJAR

LAMPIRAN. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut Kunandar (2009) merupakan investasi Sumber Daya

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diajarkan bukan hanya untuk mengetahui dan

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

KATA PENGANTAR. Angket ini berisi daftar pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

I. PENDAHULUAN. upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan elemen yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk mempelajari berbagai macam hal baru. Sekolah sebagai salah satu lembaga formal yang menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan untuk membekali para siswanya dengan pengetahuan dan kemampuan. Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki siswa dapat digunakan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam kehidupan. Upaya yang dilakukan sekolah dalam membekali para siswanya dengan pengetahuan dan kompetensi ialah melalui kegiatan akademik di sekolah. Kegiatan akademik dilaksanakan dengan memberikan materi-materi pokok pada setiap mata pelajaran. Disamping itu kegiatan akademik tidak hanya memberikan materi-materi pokok, tetapi setiap mata pelajaran juga harus memiliki unsur pendidikan keterampilan. Pendidikan keterampilan diberikan kepada siswa dengan maksud agar siswa mampu memotivasi diri untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup yang lebih jelas dan terarah. Secara umum pendidikan keterampilan diberikan pada setiap jenjang pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas. Sekolah Menengah Atas sebagai salah satu jenjang pendidikan lanjutan yang dituntut untuk mampu mempersiapkan para siswanya hidup mandiri ketika berada di lingkungan masyarakat.

Salah satu Sekolah Menengah Atas yang memberikan pendidikan keterampilan kepada para siswanya ialah SMA Mutiara 2 Bandung. SMA Mutiara 2 Bandung merupakan salah satu SMA Swasta berstatus terakreditasi A yang terletak di Jalan Raya Cibeureum No. 10 Bandung. Adapun visi yang dimiliki oleh SMA Mutiara 2 Bandung ialah mewujudkan insan yang beriman, terampil, dan berakhlakul karimah. Untuk Mencapai visinya pihak sekolah SMA Mutiara 2 Bandung melaksanakan kegiatan akademik dan nonakademik secara efektif agar siswa memperoleh, memahami, menguasai ilmu dan teknologi sesuai dengan potensi, bakat dan keterampilannya serta mengamalkan ilmunya berdasarkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang diridhoi Allah Swt. Para siswa yang mendaftar ke sekolah ini merupakan siswa yang tidak diterima di sekolah negeri karena NEM yang didapat oleh siswa rata-rata hanya 25,00. Hasil data pra-survey berupa angket yang dibagikan kepada 84 siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS terdapat 47 siswa memilih sekolah ini karena orangtua mereka yang menyuruh dan memaksa mereka bersekolah di SMA Mutiara 2 Bandung. Sedangkan 37 siswa alasannya karena keinginan sendiri. Di SMA Mutiara 2 Bandung terdapat 2 jurusaan yaitu jurusan IPA dan IPS. SMA Mutiara 2 Bandung mengadakan seleksi bagi siswa yang memilih jurusan IPA yaitu tahap pertama, tes TPA (Tes Potensi Akademik). Lalu tahap kedua, wawancara terhadap siswa dan orangtua. SMA Mutiara 2 Bandung memiliki 147 siswa yang terdiri 54 siswa IPA dan 93 siswa IPS. Kelas X IPA 17 siswa, kelas XI IPA 17 siswa dan kelas XII IPA 20 siswa, sedangkan kelas X IPS 27 siswa, kelas IPS 27 siswa, dan kelas IPS 39 siswa.

Berdasarkan hasil wawancara kepada guru-guru, siswa kelas X, XI dan XII IPA tidak banyak dikeluhakan oleh guru-guru. Hal ini dikarenakan dari data kehadiran mereka selalu hadir dalam proses pembelajaran, tidak melanggar aturan sekolah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, dan prestasi belajar mereka pun di atas KKM walaupun ada siswa yang di bawah KKM dapat dihitung sedikit. Sedangkan siswa kelas X, XI dan XII IPS banyak dikeluhkan oleh guruguru dikarenakan siswa kurang memiliki keterlibatan pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik di sekolah, sehingga siswa kelas X IPS, XI dan XII IPS memiliki prestasi belajar dibawah KKM. Nilai KKM di SMA Mutiara 2 Bandung adalah 75. Tabel 1.1 Hasil Persentase Siswa Kelas X IPS, XI IPS DAN XII IPS Di SMA Mutiara 2 Bandung Yang Memiliki Prestasi Belajar Dibawah KKM Prestasi Belajar Dibawah Prestasi Belajar Dibawah Prestasi Belajar Dibawah KKM KELAS X IPS 29,62% (8 Siswa) KKM KELAS XI IPS 29,62% (8 Siswa) KKM KELAS XII IPS 25,64% (10 Siswa) Siswa yang memiliki prestasi belajar dibawah KKM harus mengikuti remedial berupa ulangan dan pemberian tugas agar siswa dapat lulus mencapai nilai KKM yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Hasil wawancara guru BK, siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi belajar dibawah KKM menunjukkan kurangnya keterlibatan perilaku di sekolah seperti membolos. Tabel 1.2 Hasil Persentase Membolos Yang Dilakukan Siswa Kelas X IPS, XI IPS Dan XII IPS Di SMA Mutiara 2 Bandung Pada Bulan Agustus Hingga Bulan November Presentase Membolos Kelas Agustus September Oktober November X IPS 75 % 25 % 100% 100 % Presentase Membolos Kelas XI IPS Presentase Membolos Kelas XII IPS (6 Siswa) (2 Siswa) (8 Siswa) (8 Siswa) Agustus September Oktober November 100% 100 % 100 % 75 % (8 Siswa) (8 Siswa) (8 Siswa) (6 Siswa) Agustus September Oktober November 31,03 % 34,48 % 34,48 % 24,13 % (9 Siswa) (10 Siswa) (10 Siswa) (7 Siswa)

Hasil wawancara terhadap 18 siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM, mereka membolos dengan alasan karena mandi dan berdandan yang terlalu lama (bagi siswa perempuan), sehingga apabila mereka tetap berangkat dalam keadaan terlambat maka mereka akan langsung mendapatkan hukuman baik itu push up ataupun scot jump, untuk menghindari hukuman tersebut mereka lebih memilih untuk membolos. Ada juga siswa yang beralasan ketika di jalan mereka bertemu dengan teman, lalu diajak bermain game di warnet atau dirumah temannya tersebut. Selain itu karena mereka memang malas berangkat ke sekolah dan merasa jenuh dengan rutinitas mereka di sekolah, sehingga siswa pura-pura sakit atau mengatakan sekolahnya sedang libur ke orangtua mereka agar tidak berangkat ke sekolah. Adapula karena pada hari tersebut terdapat mata pelajaran atau guru yang tidak disukainya. Pihak sekolah telah menerapkan sanksi bagi siswa yang melanggar. Sanksi tersebut berupa peringatan berupa teguran, pemberian sanksi seperti push up atau scotjump sebanyak 30x, peringatan tercatat, dan pemanggilan orang tua. Sebagai contoh siswa yang datang terlambat selalu dikenai peringatan tercatat dan pemberian sanksi, atau bagi yang membolos hingga 3 hari berturut siswa akan dipanggil ke ruang BK untuk dinasehati dan diberi peringatan tercatat, dan apabila hal tersebut masih berlanjut maka siswa memperoleh surat peringatan berupa pemanggilan orang tuanya ke sekolah, namun rupanya hal tersebut tidak membuat para siswa jera untuk mengulang perbuatan tersebut. Siswa laki-laki ketika diberikan sanksi oleh guru beberapa hari kemudian mereka mengulanginya, sedangkan siswa perempuan ketika diberikan sanksi oleh guru ada siswi yang jera tetapi ada pula siswi yang beberapa hari kemudian mengulanginya kembali.

Wawancara terhadap 18 siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM alasan mereka mengulangi perilaku tersebut, karena sanksi yang diterapkan oleh pihak sekolah terkadang tidak dilakukan secara tegas. Alasan lain karena orangtua mereka tidak memarahi dan tidak memberikan hukuman kepada mereka, kalaupun mereka di marahi hanya sebentar. Menurut guru BK, hasil laporan orang tua siswa kepada sekolah, ternyata diketahui bahwa alasan yang paling sering diungkapkan siswa kepada orang tuanya adalah purapura sakit atau sekolahnya sedang libur. Selain itu mereka juga berpura-pura berangkat ke sekolah padahal mereka membolos. Siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM sering juga menunjukkan kurangnya keterlibatan perilaku di sekolah seperti siswa sering melanggar peraturan sekolah. Hasil presentasi yang diperoleh dari guru bagian kesiswaan pada bulan Agustus hingga bulan November adalah Tabel 1.3 Hasil Presentase Peraturan Sekolah Yang Dilanggar Siswa Kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung Kelas X IPS XI IPS XII IPS No Peraturan Sekolah Yang Dilanggar 1. Terlambat datang ke sekolah 59,25% 40,74% 61,53% 2. Kelengkapan atribut seragam 62,96% 55,55% 56,41% 3. Memakai seragam sekolah tidak sesuai hari 44,44% 77,77% 43,58% 4. Merokok - - 15,38% Hasil wawancara terhadap 18 siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM, mereka sering melarang peraturan sekolah dengan alasan karena sanksi yang diberikan oleh guru tidak tegas. Selain itu karena pengaruh dari teman sekelas dan melihat juga teman yang lain melanggar peraturan sekolah sehingga mereka mengikutinya. Hasil observasi pada saat proses pembelajaran dimana siswa menunjukkan kurangnya keterlibatan perilaku di sekolah seperti, siswa tidak menghormati guru

yang sedang mengajar sehingga di dalam kelas banyak siswa yang mengobrol dengan temannya atau bermain handphone. Ketika guru menegur siswa yang tidak memperhatikan, siswa akan memperhatikan guru tersebut namun beberapa saat kemudian siswa memperhatikan kembali. Hal tersebut diakui oleh guru wali kelas XI IPS apabila mereka berhadapan dengan guru yang tidak disukai atau guru yang tidak tegas maka mereka tidak akan memperhatikan dan siswa akan merasa bosan dikelas. Oleh karena itu, siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM tidak terlihat aktif berpartisipasi dalam diskusi kelas dan juga siswa tidak mengajukan pertanyaan ketika mereka tidak mengerti materi pelajaran yang disampaikan oleh guru, sehingga guru sering memberikan pertanyaan kepada siswa, namun siswa tidak ada yang menjawab. Menurut wali kelas, siswa yang memiliki prestasi dibawah KKM sering juga menunjukkan kurangnya keterlibatan perilaku di sekolah seperti tidak mengerjakan tugas individual ataupun tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Siswa mengatakan terkadang mereka tidak mengerjakan tugas dengan alasan tugas yang diberikan sulit untuk dikerjakan atau siswa lupa karena tidak mencatat tugasnya di buku. Kalaupun mereka mengerjakan tugasnya, mereka suka melebihi batas waktu pengumpulan yang telah ditentukan oleh guru, atau mereka mencontek tugas memilik temannya. Siswa yang mencontek tugas biasanya mereka sengaja berangkat pagi untuk menyalin pekerjaan milik temannya. Siswa mengetahui bahwa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru adalah kewajiban seorang pelajar, namun ketika guru memberikan tugas yang banyak dan sulit, siswa menjadi malas, kesal dan mengeluh dalam mengerjakan tugas tersebut sehingga siswa memilih untuk menyontek tugas teman.

Pihak sekolah pun mengadakan perlombaan kegiatan ekstrakurikuler seminggu sekali yang bertujuan agar siswa memiliki keterlibatan perilaku di sekolah. Kegiatan ektrakulikuler yang ada di sekolah seperti OSIS, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Penyiaran Radio, Merakit Komputer, Pramuka, PMR, Paskibra, Futsal, Silat, Marawis, Band Religi, Angklung dan HIKARI (Himpunan Kajian Islam). Hasil wawancara 18 siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM, hanya 7 siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan sekolah seperti OSIS, Pramuka, Paskibra dan futsal. Lalu sisanya, 11 siswa tidak berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler. Hasil data pra-survey berupa angket yang dibagikan kepada 84 siswa kelas X, XI dan XII IPS menggambarkan bahwa siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS memiliki keterlibatan emosi yang negatif seperti kesedihan, kebosanan, kesal, dan kecemasan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah. Terdapat 36 siswa yang merasa senang bersekolah dengan alasan sekolah mereka dekat dengan rumah, dan ada juga yang beralasan bahwa fasilitas dan sarana sekolah sangat lengkap seperti siswa yang memerlukan komputer dan internet maka pihak sekolah memfasilitasinya, siswa yang memerlukan bahan buku pelajaran pihak sekolah menyediakan buku pelajaran di perpustakan sekolah, dan jika ada siswa yang tidak mampu membayar iuran sekolah pihak sekolah akan membantunya. Namun ada juga 48 siswa yang memiliki perasaan tidak senang bersekolah dengan alasan adanya paksaan dari orang tua. Lalu kakak kelas yang suka menyindir adik kelas, banyaknya peraturan sekolah yang harus dipatuhi, guru yang suka memberikan tugas yang sulit dan guru yang killer ketika mengajar. 36 siswa SMA Mutiara 2 Bandung memiliki perasaan tidak senang

ketika sedang bersama-sama dengan guru dengan alasan guru mereka selalu memberikan tugas, guru mereka yang killer yaitu ketika mengajar sering marah apabila siswa salah menjawab sehingga siswa menjadi tidak nyaman di kelas, guru mereka yang selalu memberikan hukuman dan cara mengajar guru yang membosankan. Kemudian sebanyak 17 siswa memiliki perasaan tidak senang ketika bersama teman-temannya disekolah dengan alasan kakak kelas yang suka menyindir, dan teman sekelas yang suka memilih-milih teman dalam pertemanan sehingga banyak siswa yang berkelompok di kelas. Guru BK dan guru wali kelas mengatakan kebanyakan siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM tidak memiliki keterlibatan kognitif di sekolah seperti siswa tidak mau sulit dalam hal dan bahan materi harus diajarkan secara detail oleh guru dan bahan materi harus selalu disediakan oleh guru karena siswa tidak mau membaca, tidak mau memahami materi pelajaran sendiri, dan tidak mau mencari sumber-sumber materi lain dari internet dan perpustakan sekolah yang sekiranya dapat membantu mereka dalam memahami pelajaran. Dalam hal tugas pun siswa hanya ingin diberikan tugas dari LKS saja. Siswa tidak mau diberikan tugas yang banyak dan sulit seperti tugas yang melakukan penelitian langsung ke lapangan atau tugas yang mengharuskan mereka mencari di internet atau mencari di perpustakan sekolah. Ketika mereka dihadapakan dengan tugas yang banyak dan sulit mereka langsung merasa malas dan mengeluh karena mereka tidak mengetahui startegi apa yang harus dilakukan untuk dirinya dalam menghadapi tugas tersebut. Menurut siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM, belajar yang mereka lakukan baru niat di dalam diri belum dilakukan

secara tekun. Siswa juga mengatakan bahwa mereka tidak memiliki strategi dalam pembelajaran karena mereka merasa malas untuk belajar sehingga mereka tidak memiliki jadwal belajar setiap hari, dan mereka juga tidak memiliki buku catatan yang rapih dan lengkap karena terkadang siswa malas untuk mencatat materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Berdasarkan fenomena di atas dimana siswa yang sering membolos, melanggar peraturan sekolah, tidak mengerjakan tugas-tugas sekolah, tidak berpartisipasi dalam proses pembelajaran, tidak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, siswa merasa tidak senang terhadap guru, teman sekelas, sekolah, dan proses pembelajaran di kelas dan tidaknya adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Dalam kajian psikologi, fenomena ini dapat dibahas pada teori school engagement. Menurut Fredricks et al (2004) school engagement adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik yang terlihat melalui tingkah laku, emosi, dan kognitif yang ditampilkan siswa di lingkungan sekolah dan kelas. School engagement siswa yang bermasalah berada di kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung. Fredricks et al (2004) menjelaskan bahwa school engagement yang buruk pada siswa terkait oleh banyak faktor. Fredricks et al (2004) membagi faktor yang terkait school engagement menjadi tiga kategori besar, yaitu faktor pada tingkat sekolah, faktor pada kontek kelas dan faktor kebutuhan individual. Fredricks et al (2004) mengatakan faktor orangtua juga dapat terkait pada school engagement mereka. Hasil wawancara 18 siswa kelas X, XIdan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan bahwa mereka bertingkah laku disengagement karena

faktor orangtua dan faktor teman sekelas. Berdasarkan wawancara dari guru BK bahwa siswa pada umumnya memang termasuk dalam kelas sosial ekonomi ke bawah, hal ini dapat disimpulkan dari latar belakang pendidikan orangtua, ibu mereka lulusan SD dan ayah mereka lulusan SMA. Pekerjaan ayah mereka yang bekerja sebagai sopir taksi, penjual sayur, buruh pabrik, satpam, bahkan ada yang menganggur karena mengalami PHK dari tempatnya bekerja. Selain itu ibu mereka juga berstatus sebagai ibu rumah tangga meskipun terdapat beberapa orang yang berdagang makanan kecil-kecilan dan menjadi buruh cuci. Hasil wawancara 18 siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mengenai kondisi di rumah, mereka mengatakan bahwa mereka sangat jarang berkomunikasi dan berkumpul bersama-sama dengan keluarga, mereka lebih sering berkumpul dengan teman-temannya di luar rumah. Ketika berada dirumah mereka menonton TV atau di dalam kamar tidur atau bermain HP. Orangtua mereka pun tidak mengemukakan kejelasan mengenai harapan akan prestasi anaknya di sekolah. Menurut mereka, orang tua mereka tidak menuntut mereka untuk berprestasi secara akademik disekolah. Ketika mereka mendapatkan nilai yang tinggi pun orangtua mereka biasa saja. Kemudian orangtua mereka pun tidak pernah mendiskusikan terlebih dahulu kepada mereka mengenai hal yang penting. Orangtua mereka lebih banyak membiarkan mereka mengambil keputusan sendiri tanpa diarahkan oleh orangtua mereka, namun terkadang orangtua mereka mengambil keputusan sepihak tanpa mendengarkan mereka terlebih dahulu sehingga ketika memilih sekolah pun orangtua mereka memutuskan sendirinya.

Siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM memiliki orangtua yang tidak tahu banyak tentang apa yang terjadi pada mereka disekolah. Orangtua mereka tidak pernah menanyakan tentang nilai, tugas, ulangan maupun kegiatan mereka di sekolah. Ketika mereka mengalami masalah atau kesulitan dalam mengerjakan tugas maupun belajar di sekolah, orangtua mereka jarang meluangkan waktunya untuk membantu mereka dalam menghadapi masalah atau kesulitan dalam mengerjakan tugas maupun belajar agar mereka menjadi lebih baik di sekolah. Hasil sawancara terhadap 18 siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung, diketahui bahwa alasan orang tua mereka seperti itu yaitu orang tua yang sudah bercerai, orangtua yang memang tidak peduli terhadap pendidikan mereka dan kedua orang tua yang sibuk bekerja sehingga orangtua mereka tidak banyak menghabiskan waktunya untuk membantu anaknya menjadi lebih baik di sekolah. Hasil wawancara siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM, siswa sering tidak mengerjakan tugas karena ada pengaruh negatif dari teman sekelasnya. Ketika teman sekelas mereka tidak mengerjakan tugas, teman sekelas tersebut mencari teman yang lain untuk ia pengaruhi agar teman yang lain sama seperti mereka yang tidak mengerjakan tugas. Ketika adanya pengaruh negatif dari teman sekelas, siswa yang rajin pun terbawa menjadi malas dalam mengerjakan tugas dan belajar. Namun ada juga siswa yang memberikan pengaruh postif kepada teman sekelasnya seperti siswa mengajakan teman sekelas mengerjakan tugas dan membahas materi pelajaran bersama-sama. Dari hasil wawancara guru BK, diketahui bahwa sebagian besar siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM sering melanggar

peraturan sekolah karena adanya pengaruh negatif dari teman sekelas dan melihat banyak teman sekelasnya yang melanggar peraturan sekolah yang kemudian mereka tiru. Seringnya siswa melanggar peraturan sekolah membuat mereka beranggapan bahwa melanggar peraturan sekolah bukan merupakan sesuatu hal yang salah sehingga sesekali tingkah laku tersebut sah-sah saja untuk dilakukan, karena mereka pun dipengaruhi dan melihat bahwa teman-teman yang lain juga melakukan hal tersebut. Siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM juga seringkali membolos tidak hanya sendiri tapi bersama dengan dua atau tiga orang temannya. Alasannya karena rnereka ingin tetap dianggap "teman" oleh kelornpok temannya. Mereka rnerasa dihargai dan dianggap berani dan keren oleh temantemannya jika rnereka ikut berpartisipasi dalarn tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh kelornpoknya. Terkadang rnereka takut dikucilkan jika tidak ikut rnelakukan pelanggaran. Ketika salah satu anggota kelornpok mereka rnenolak untuk berpartisipasi dalarn tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh kelornpoknya, maka anggota kelornpok yang lain akan mempengaruhi dengan membujuk rnereka sehingga akhirnya rnereka mau rnelakukan pelanggaran bersama kelornpoknya. Siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan di dalam kelas banyak teman-temannya yang memilih-milih teman sehingga di dalam kelas banyak yang membuat kelompok. Siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM biasanya di dalam kelas mereka dijauhi oleh teman sekelasnya sehingga siswa merasa tidak nyaman berada di dalam kelas.

Berdasarkan fenomena di atas, siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung memiliki school engagement yang buruk diduga karena faktor orangtua dan faktor teman sekelas. Dengan begitu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Studi Deskriptif Mengenai School Engagement Dan Faktor-Faktor Yang Terkait Pada Siswa Kelas X, XI dan XII IPS Di SMA Mutiara 2 Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka dalam penelitian ini yang akan diteliti yaitu School Engagement Dan Faktor-Faktor Yang Terkait Pada Siswa Kelas X, XI dan XII IPS Di SMA Mutiara 2 Bandung. Menurut Fredricks et al (2004) school engagement adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik yang terlihat melalui tingkah laku, emosi, dan kognitif yang ditampilkan siswa di lingkungan sekolah dan kelas. School engagement terdiri atas tiga dimensi yaitu Behavioral engagement adalah tindakan partisipasi yang meliputi keterlibatan siswa dalam aktivitas akademik dan sosial atau ekstrakurikuler. Emotional engagement adalah reaksi positif atau negatif siswa terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah. Cognitive engagement adalah investasi yang menggabungkan perhatian dan kemauan siswa untuk mengerahkan upaya yang diperlukan guna memahami suatu materi yang kompleks dan penguasaan terhadap suatu keterampilan yang sulit. Fenomena yang terjadi pada siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM berdasarakan data yang diperoleh dari pihak sekolah banyak siswa yang sering melanggar peraturan sekolah, tidak

mengerjakan tugas-tugas sekolah, tidak berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dan tidak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah (ekstrakurikuler), siswa merasa tidak senang terhadap guru, teman sekelas, sekolah, dan proses pembelajaran di kelas serta tidaknya adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Fredricks et al (2004) menjelaskan bahwa school engagement yang buruk pada siswa terkait oleh banyak faktor. Fredricks et al (2004) membagi faktor yang terkait school engagement menjadi tiga kategori besar, yaitu faktor pada tingkat sekolah, faktor pada kontek kelas dan faktor kebutuhan individual. Fredricks mengatakan faktor orangtua juga dapat terkait pada school engagement mereka. Hasil wawancara siswa yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan bahwa orangtua mereka tidak pernah memberikan kejelasan informasi mengenai harapannya terhadap prestasi anak dan tidak adanya konsekuensi, orangtua yang membiarkan anaknya untuk memilih pilihannya sendiri tanpa diarahkan oleh orangtua tentang kegiatan sekolahnya dan orangtua yang tidak memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anak. Siswa yang memiliki prestasi dibawah KKM banyak siswa yang ditolak dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan adanya pengaruh negatif dari teman sekelasnya seperti teman sekelas membujuk kepada teman yang lain agar tidak mengerjakan tugas dan melanggar peraturan sekolah. Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah, bagaimana gambaran mengenai School Engagement Dan Faktor- Faktor Yang Terkait Pada Siswa Kelas X, XI dan XII IPS Di SMA Mutiara 2 Bandung?.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai school engagement dan faktor-faktor yang terkait pada siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris mengenai school engagement dan faktor-faktor yang terkait pada siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1.4.1 Kegunaan Teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi disiplin ilmu psikologi khususnya bidang Psikologi pendidikan mengenai school engagement dan faktor-faktor yang terkait pada siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung. 2. Memberikan masukan yang bermanfaat sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian. 1.4.2 Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua dan pihak sekolah mengenai gambaran school engagement dan faktor-faktor yang terkait pada siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung yang nantinya dapat dijadikan masukan bagi pihak sekolah dan orang tua dalam membina siswanya untuk mengurai perilaku disengagement di sekolah.