PARADIGMA SASTRA, SEMAKIN MEMUDARKAH...? tentang tanggapannya mengenai dunia sastra. Sastra dianggapnya suatu pekerjaan yang

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh: Yosi Wulandari, M.Pd. PBSI FKIP Universitas Ahmad Dahlan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. mengetahui bagaimana persoalan-persoalan kebudayaan yang ada. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai karya seni bersifat kreatif, artinya sebagai hasil ciptaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

I. PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

PEMBELAJARAN SASTRA YANG KONTEKSTUAL DENGAN MENGADOPSI CERITA RAKYAT AIR TERJUN SEDUDO DI KABUPATEN NGANJUK

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Warren,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. sisi-sisi kehidupan manusia dan memuat kebenaran-kebenaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROGRAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS I SEMESTER 2

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi atau berinteraksi.

BAB I PENDAHULUAN. sastra tadi harus dapat dikomunikasikan kepada orang lain, karena dapat saja

BAB I PENDAHULUAN. Menulis cerpen merupakan salah satu kompetensi yang diajarkan di SMA.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR KURIKULUM 2009 JURUSAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PRODI S3 PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu pengetahuan dari guru dalam proses belajar-mengajar. membimbing dan memfasilitasi siswa dalam kegiatan belajar.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, Jabrohim, dkk. (2003:4) menjelaskan yaitu, Bahasa memang media

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dan ketertarikan terhadap masalah manusia serta kehidupan sosialnya atau keinginannya

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1977:109) dalam bukunya Teori Kesusastraan berpendapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. imajinasi, kemudian tercipta suatu pemikiran imajinatif yang akan tercermin lewat

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebuah imitasi. Karya sastra merupakan bentuk dari hasil sebuah kreativitas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra mempunyai dua manfaat atau fungsi sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. Berbahasa merupakan aktivitas sosial bagi manusia. Seperti aktivitas

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, bahwa sastra merupakan cerminan. nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Guru Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan yang menjawab tantangan masa depan menurut Semi (2008:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran, perasaan, ide dalam bentuk gambaran kongkrit yang menggunakan alat

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Apriani Yulianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012

BAB I PENDAHULIAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran tersebut. Berbagai mata pelajaran diajarkan

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. imajiner menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan,

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

Transkripsi:

PARADIGMA SASTRA, SEMAKIN MEMUDARKAH...? Jika sastra ini dinilai privasi (hanya untuk kalangan orang-orang sastra) dan Aku tidak boleh memilikinya, mengapa mereka yang bergelar Dokter dan Insinyur leluasa memilikinya...? Sebaliknya, jika sastra ini terbuka untuk semua orang, mengapa Aku tidak diperkenankan bersastra...? Kalimat diatas merupakan salah satu bentuk ekspresi dari sekian banyaknya generasi muda tentang tanggapannya mengenai dunia sastra. Sastra dianggapnya suatu pekerjaan yang membutuhkan spesifikasi tertentu. Memilah-milah orang dalam bersastra. Ketika ada orang yang bukan orang sastra tidak diperkenankan bersastra. Itu salah. Itu namanya pembunuhan karakter. Kita beranjak kedalam pengertian sastra itu sendiri. Sastra dalam pelajaran kesusastraan didefiniskan lewat padanan katanya (etimologi). Karena sastra berarti tulisan, maka kesusatraan adalah segala tulisan yang indah. Yang kemudian langsung menjadi khazanah sastra adalah bukubuku karya fiksi dan puisi. Tetapi sampai kepada istilah sastra lisan, pengertian tersebut menjadi sedikit bingung. Secara harfiah, sastra lisan berarti tulisan yang diucapkan. Mesti ada wujud tulisannya dulu, agar bisa diucapkan. Namun pada prakteknya sastra lisan sejak lahir sudah merupakan tutur yang bukan perpanjangan dari tulisan. Kemudian memang tutur itu ditranskripsikan ketika mulai diposisikan sebagai kekayaan budaya. Namun ketika ekspresi lisan itu dibekukan dalam bentuk tulisan, kenikmatannya berbeda. Ia tak menjangkau seluruh eksistensinya ketika masih lisan. Saya memandang sastra itu sebagai pengertian bukan sebagai tulisan, sehingga ia bisa disampaikan dengan tulisan maupun lisan. Tetapi juga bukan pengertian saja. Ia memiliki satu kelayakan yang membedakannya dengan pengertian yang bukan sastra. Sastra mengandung pemikiran dan perasaan kemanusiaan yang erat kaitannya dengan bahasa. Semua ekspresi yang memakai bahasa sebagai basis kekuatannya bagi saya adalah sastra. Karena itulah dalam ranah pikiran saya, sastra tak mengenal kontrak mati dengan satu idiologi, apalagi sikap politik. Kalau pun ada aliran dan idiologi sastra, itu adalah kebimbangan dan pengkhianatan kepada kesimpulan

yang salah. Akibatnya sastra pun menjadi bukan saja mandul tetapi terutama sekali berbalik sesat. Sastra yang indah itu berubah menjadi binatang buas yang mengunyah-ngunyah kemanusiaan itu sendiri. Akhirnya terbentuklah gap-gap pengkotak-kotakkan aliran sastra. Menurut pendapat saya sastra adalah segala bentuk ekspresi dengan memakai bahasa sebagai basisnya. Dengan membuat wilayah yang begitu lebar dan umum, maka kita seperti menjaring ikan dengan pukat harimau. Bukan hanya apa yang tertulis, apa yang tidak tertulis pun bisa masuk dalam sastra. Tidak hanya yang indah saja, catatan-catatan, surat-surat, renungan, berita-berita, apalagi cerita dan puisi, anekdot, graffiti, bahkan pidato, doa dan pernyataan-pernyataan, apabila semuanya mengandung ekspresi, itu adalah sastra. Dengan memandang sastra dengan kaca mata lebar seperti itu, lingkup sastra mendadak membludak menyentuh segala sektor kehidupan. Tidak ada satu sudut kehidupan pun yang tidak mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasinya. Potret sastra Indonesia kini sudah sedemikian terpuruk menjadi barang yang tidak relevan dalam konteks pendidikan. Anak-anak sekolah Indonesia hampir tak mendapat pelajaran sastra lagi. Dan malangnya keadaan seperti itu masih dianggap sudah lumayan, karena sastra pada kenyataannya masih ditempelkan pada pelajaran bahasa sebagai aksesoris. Seakan dengan mempelajari bahasa Indonesia, sudah dengan sendirinya menguasai sastra Indonesia. Walhasil pelajaran sastra Indonesia adalah embel-embel dari pelajaran bahasa dan memang tidak perlu diberikan otonomi daerah. Juga tak heran kalau banyak mahasiswa sebagai perpanjangan dari pelajar Indonesia, tak mampu mempergunakan bahasa (sastra). Sebagai akibatnya, skripsi sebagai karya akhir di perguruan tinggi juga tidak ada gunanya, karena memang tidak bisa ditulis oleh mereka yang tidak punya pengalaman mengolah bahasa. Karena kalau dipaksakan pun akan menjadi dagelan, sudah banyak kasus terungkap skripsi ditulis oleh para penyedia jasa skripsi. Sebenarnya sudah terjadi kesalahan besar. Sastra memang harus dibelajarkan kepada semua jurusan, karena tanpa menguasai sastra, tata bahasa hanya akan menjadi alat menyambung

pikiran/logika dan bukan menyambung rasa. Dan tanpa kehidupan rasa, semua cabang ilmu pengetahuan bukan hanya kering, membosankan, tidak manusiawi, tetapi juga tidak beradab. Dengan rasa hormat dan penghargaan yang tinggi, harus dipujikan bahwa pelajaran bahasa Indonesia, membuat orang belajar tentang ilmu tata-bahasa. Mengerti tentang bahasa Indonesia sebagai ilmu. Dan mau tak mau juga akan mengerti logika dasar manusia Indonesia dalam merekam dan menyimpulkan berbagai satuan kehidupan ke dalam bahasa. Pelajaran bahasa adalah pelajaran menghapal pengertian kata, menyusun kalimat yang membentuk pengertian untuk dilepaskan dalam lalu-lintas percakapan. Pelajaran bahasa mengantar bagaimana mempergunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi yang memiliki tatanan. Pengetahuan bahasa, belum tentu menjamin yang bersangkutan fasih apalagi lihai mempergunakan bahasa Indonesia untuk mengembangkan renungan-renungannya tentang makna-makna dalam kehidupan. Ilmu tata bahasa hanya sampai sebagai sebuah pengetahuan untuk dapat menganalisa bahasa, bukan sebagai alat untuk mentransver apalagi mengconvert pengertian personal. Segala hal tak mampu bebas dari sastra. Dengan kata lain, tak ada bidang yang tak terkait dengan sastra. Karenanya, bila sastra tiba-tiba menjadi sesuatu yang terisolir dalam kehidupan, pasti ada sesuatu yang telah sesat. Termasuk kesesatan dalam mengajarkan sastra itu sendiri. Sastra adalah sebuah dialog, pencarian spiritual terhadap berbagai makna-makan dengan bahasa sebagai alatnya. Jadi sastra bukan bahasa itu sendiri. Sastra juga bukan sekedar alat dari bahasa. Sastra adalah ilmu bagaimana memanfaatkan bahasa menjadi kosakata untuk menerjemahkan berbagai makna kepada orang lain dengan akurat. Bahasa bagaikan sungai tempat sastra mengalir menuju ke makna yang hendak disergapnya. Bahasa dan sastra adalah dua sekawan yang saling bahu-membahu untuk mengembangkan daya jangkau pikir-rasa dan karsa manusia yang mencari jati dirinya. Sastra tidak bisa lagi dipelajari hanya sebagai teknik penulisan. Sastra bukan hanya penggolongan jenis-jenis tulisan dengan bentuk-bentuk yang dipakainya. Sastra adalah perkembangan pemikiran dalam memahami kehidupan dan seluruh fenomenanya. Sastra juga bukan

hanya cerita, simbol-simbol, ungkapan-ungkapan dan permainan bahasa. Sastra adalah cara mengidentifikasi, sikap, pilihan sudut padang dalam membelah kenyataan-kenyataan sosial dan spiritual, dengan bahasa sebagai mediumnya. Pelajaran sastra yang selama ini diwarnai dengan kegiatan penghapalan nama serta tahuntahun, merupakan kesalahan besar. Pelajaran sastra seyogyanya adalah pelajaran tentang proses pemikiran. Ia bersangkutan bukan hanya dengan masalah-masalah estetika, kendati estetika merupakan bagian yang sangat penting di dalam sastra. Ia memerlukan berbagai ilmu bantu seperti filsafat, sosiologi, psikologi, sejarah, politik, bahasa itu sendiri dan bahkan juga ekonomi dan teologi. Mempelajari sastra tidak lagi hanya merupakan upaya untuk menangkap gambar-gambar pengembaraan imajinasi, tetapi struktur pemikiran. Sastra merupakan tesis, telaah, skripsi bahkan disertasi dari pengarangnya terhadap tema yang ia tekuni. Wilayahnya berserak di seluruh wilayah pengetahuan. Sastra tidak mungkin kurang dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Dan sastrawan adalah ilmuwan dan teknokrat yang berbicara tidak dengan angka-angka dan rumus-rumus mati, tetapi dengan makna-makna yang bergerak terus. Dengan memposisikkan sastra semacam itu, sastra menjadi memiliki berbagai kekuatan konkrit. Pertama, sastra adalah dokumen perkembangan daya pikir dengan imajinasi sebagai wilayahnya dan yang senantiasa terus bergerak. Ia tidak semata-mata fiksi tetapi juga bukan fakta yang kering. Ia merangkul keduanya, sehingga memiliki wilayah jelajah yang tak terbatas. Kedua, sastra adalah seminar terbuka yang terus-menerus berproses mengikuti pasang-surut kehidupan. Kesimpulankesimpulannnya bertumbuh. Ia mengembangkan budaya interpretasi, melihat segala sesuatu dari segala sudut berbeda dengan hasil yang berbeda, dengan kebenaran yang berbeda namun saling menunjang sebagai sebuah keutuhan. Sastra adalah pendidikan jiwa, yang mengembangkan citra manusia dan kualitas kehidupan dari dalam batin manusia. Sastra mengajak manusia untuk terus menelusuri perkembangan dan kemungkinan-kemungkinan. Ketiga, sastra adalah senjata yang efektif dan kekuasaan raksasa yang lunak. Dengan sastra dapat dicapai berbagai hal yang tak tergapai oleh kekerasan senjata. Dan pada gilirannnya sastra yang berpotensi, memiliki kekuasaan

untuk mengarahkan manusia ke tujuan yang hendak digiringnya dengan dengan pesona bahasa dan makna-maknanya tanpa keterpaksaan dari yang bersangkutan. (Ditulis Oleh Andri Putra Kesmawan, Mahasiswa FISIP UMB)