BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar, 2000). Masalah gizi balita sangat banyak. Namun yang paling rawan adalah masalah kekurangan gizi, termasuk KEP, yang disebabkan konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu atau gangguan pencernaan (Supariasa, 2002). Sebagian besar kejadian gizi buruk pada balita disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang pola dan cara pemeliharaan gizi termasuk pengaturan makan untuk anaknya. B. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan seseorang yang dapat memberikan petunjuk apakah seseorang itu menderita gizi kurang atau lebih (Soekirman, 2000). 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua, yaitu: faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi adalah asupan makan dan penyakit infeksi. Sedangkan faktor yang tidak langsung yaitu : pendidikan, pengetahuan ibu, ketersediaan pangan, pola asuh, sanitasi lingkungan dan sarana kesehatan serta pendapatan keluarga (Soekirman, 2000). 3. Penilaian Status Gizi Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung yang meliputi antropometri, klinis, biokimia, dan biofisis. Sedangkan pengukuran dengan cara tidak langsung yaitu dengan cara survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, 2002). a. Pengukuran secara langsung 4
1. Klinis : metode yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan ketidakcukupan zat gizi (Supariasa, 2002). 2. Biokimia : pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh (Supariasa, 2002). 3. Biofisik : metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, 2002). 4. Antropometri : merupakan pengukuran status gizi yang mudah dan murah, tetapi dengan syarat tersedianya alat ukur yang baik serta ketrampilan dalam pengukuran (Supariasa, 2002). - Indeks BB/U (Berat Badan Menurut Umur) Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kriteria status gizi menurut BB/U yaitu: Gizi lebih > 2,0 SD baku WHO-NCHS Gizi baik -2,0 SD s/d +2SD baku WHO-NCHS Gizi kurang < 2,0 SD baku WHO-NCHS Gizi buruk <-3,0 SD baku WHO-NCHS (LIPI) - Indeks TB/U (Tinggi Badan Menurut Umur) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal (Reksodikusumo, 1989). Di samping memberikan gambaran masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi (Supariasa, 2002). Kriteria status gizi menurut BB/U yaitu: Normal -2SD baku WHO-NCHS Stunted < -2SD baku WHO-NCHS b. Pengukuran secara tidak langsung
1. Survei konsumsi makanan Metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah zat gizi yang dikonsumsi, melalui metode recall 24 jam yang lalu (Supariasa, 2002). 2. Statistik vital Pengukuran status gizi dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, 2002). 3. Faktor ekologi Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya (Supariasa, 2002). C. Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan dasar atau landasan bagi segala ilmu pengetahuan, serta merupakan dasar yang penting untuk dimiliki semua orang. Karena pendidikan pada hakekatnya adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup (Suhardjo, 1989). Proses pendidikan seseorang mampu mempelajari sesuatu kalau mempunyai perhatian terhadap materi pendidikan tersebut ada kaitannya dengan kebutuhan. Dalam proses pelaksanaannya, pendidikan dapat dibedakan menjadi pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan formal adalah yang dikenal dengan pendidikan sekolah yang teratur, bertingkat mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan yang dengan sadar dilakukan, tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat dan tetap. Pendidikan formal dapat digolongkan menurut jenjangnya, yaitu: - Pendidikan dasar atau SD dan sekolah lanjutan tingkat pertama - Pendidikan menengah atau sekolah lanjutan atas. - Pendidikan tinggi atau akademi atau universitas. (Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1989).
Tingkat pendidikan formal membentuk nilai-nilai progresif bagi seseorang terutama dalam menilai hal-hal baru. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang diperoleh (Sarif T, 1985). Tingkat pendidikan ibu banyak menentukan sikap tindak tanduknya dalam menghadapi berbagai masalah. Seorang ibu mempunyai peran cukup penting dalam kesehatan dan pertumbuhan anak. Hal ini dapat ditunjukkan oleh kenyataan antara lain anak-anak dari ibu yang memiliki latar belakang pendidikan lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik, dan mudah menerima wawasan lebih luas mengenai gizi (Sri Kardjati, dkk., 1985). D. Pengetahuan Gizi Ibu Tingkat pengetahuan menentukan perilaku konsumsi pangan. Salah satunya melalui pendidikan gizi (Suhardjo, 1996). Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber. Misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, dan kerabat dekat. Pengetahuan ini membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai kenyataan tersebut. Pengetahuan gizi sangat penting dengan didasari pada tiga kenyataan,yaitu: 1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan. 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi. 3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu. Sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi (Suhardjo, 1989). Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang, akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang pengetahuan gizinya rendah akan berperilaku memilih makanan yang menarik panca indra dan tidak mengadakan pemilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin tinggi pengetahuan gizinya, lebih banyak menggunakan pertimbangn rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut. Sehingga seorang ibu
dapat menyusun dan mengolah makanan yang bergizi bagi keluarga (Sediaoetama, 1989). E. Ketersediaan Pangan Bila persediaan pangan jauh lebih rendah dari perkiraan kebutuhan, dapat menyebabkan masalah gizi kurang yang berat (Suhardjo, 1989). Ketersediaan pangan dalam keluarga penting diperhatikan karena konsumsi makanan sehari-hari harus selalu ada untuk kelangsungan hidup dan ketahanan tubuh seluruh anggota keluarga terutama balita dan anak-anak (Soekirman, 2000). F. Pola Asuh Pola asuh adalah praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan pangan, pertumbuhan, dan perkembangan anak. Pola asuh yang baik akan mempengaruhi keadaan kesehatan dan keadaan gizi pada anak (Soekirman, 2000). G. Sanitasi Lingkungan dan Sarana Kesehatan. Sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan adalah tersedianya air bersih dan saran kesehatan yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, maka makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat tentang pentingnya sanitasi lingkungan, akan meningkatkan usaha masyarakat untuk menjaga kesehatan individu, keluarga dan lingkungan. Apabila sanitasi lingkungan terjaga dengan baik, maka kemungkinan timbulnya penyakit infeksi dapat dikurangi (Soekirman, 2000). Pelayanan kesehatan adalah akses atau jangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasai, penimbangan anak balita, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti : Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit dan tersedianya air bersih. Ketidakjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh atau tidak mampu membayar),
kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi. H. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah semua pemasukan, baik uang maupun barang, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Makanan kita sehari-hari harus mencukupi kebutuhan zat gizi salah satunya adalah sumber tenaga (energi) yang seimbang untuk dapat mempertahankan kesehatan. Tubuh menggunakan kesehatan sebagian besar energinya untuk aktivitas dan bentuk kegiatan fisik lainnya. Selain itu tingkat pendaptan juga mempengaruhi karena dengan tingginya tingkat pendapatan maka tingkat konsumsi energi dan proteinnya terjamin sehingga apabila pendapatan rendah maka tingkat konsumsinya juga rendah (Suhardjo, 1989). I. Kerangka Teori Kekurangan Gizi Anak Makan Tidak Seimbang Penyakit Infeksi
Ketersediaan Pangan Keluarga Pola Asuh Anak Tidak Memadai Sanitasi dan Air Bersih/ Pelayanan Kesehatan Dasar tidak memadai Kurang Pendidikan, Pengetahuan, dan Ketrampilan masyarakat Kurang Pemberdayaan Wanita & Keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat Pengangguran, inflasi, kurang pangan, dan kemiskinan Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial Sumber: Soekirman, 2000. J. Kerangka Konsep Tingkat Pendidikan Ibu Status Gizi Balita Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu K. Hipotesa 1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi balita. 2. Ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita.