FUNGSI BUDAYA MEGALITIK DI ORAHILI-GOMO KABUPATEN NIAS SELATAN. ( Supsiloani, S.Sos dan Sulian Ekomila, S.Sos)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB IV MAKNA LIMBE BAGI MASYARAKAT DENGKA MASA KINI. masyarakat Nusak Dengka telah menganut agama Kristen, namun dalam

1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen

MENGENAL NIAS SEBELUM KEKRISTENAN

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

I.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

SIMBOL SIMBOL KEBUDAYAAN SUKU ASMAT

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu

Oleh : Jumbuh Karo K ( ) Tommy Gustiansyah P ( )

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

Bab 1. Pendahuluan. Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB 1 PENDAHULUAN Kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia secara kodrati, dan sekaligus

Matakuliah : Sejarah Seni Rupa 1 Tahun : Era Neolitikum Pertemuan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Letak wilayah yang strategis dari suatu daerah dan relatif mudah

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Kajian Perhiasan Tradisional

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu

ESTETIKA KOMODIFIKASI PADA BUDAYA ADU ZATUA NIAS SELATAN-SUMATERA UTARA

Bab 5. Ringkasan Skripsi. Kebudayaan merupakan bagian dari identitas diri suatu negara. Kata kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari budaya karena

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lampau dimana kawasan Sumatera Utara masuk dalam wilayah Sumatera Timur

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses untuk memperbaiki kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. satunya Indonesia, Indonesia sendiri memiliki berbagai macam suku

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

Peradaban Kuno Amerika By: M. Yusuf A X.3. Page 1

BAB I PENINGGALAN SEJARAH DI LINGKUNGAN SETEMPAT

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

TRANSFORMASI BUDAYA ADU ZATUA DI NIAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau (Kodansha, 1993: ). Barisan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan

INTERAKSI KEBUDAYAAN

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia dengan keanekaragaman adat istiadat yang terdiri dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini

Perkembangan Bentuk Dan Fungsi Arca-Arca Leluhur Pada Tiga Pura Di Desa Keramas Blahbatuh Gianyar Suatu Kajian Etnoarkeologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam sekelompok masyarakat. Masyarakat terbentuk oleh

Ketika Orang Nias Memikul Beban Tradisi

Transkripsi:

FUNGSI BUDAYA MEGALITIK DI ORAHILI-GOMO KABUPATEN NIAS SELATAN ( Supsiloani, S.Sos dan Sulian Ekomila, S.Sos) ikan- ikan hias dan pantai berpasir putih. Adapun peninggalan Budaya zaman Megalitik berupa batu-batu megalit di Kecamatan Lahusa dan Gomo adalah hal yang paling menarik untuk dibahas sekaligus dilestarikan. 1. Latar Belakang Munculnya Budaya Megalitik di Orahili-Gomo, Kabupaten Nias Selatan Sesungguhnya Kebudayaan Megalitik meninggalkan bekas-bekas di seluruh Indonesia. Akan tetapi, sebagai peninggalan prasejarah yang telah diselidiki dan diteliti dengan benar diketahui bahwa peninggalan ini terutama sekali terdapat di daratan Sumatera dan Jawa. Di Sumatera, yang paling terkenal terdapat di Propinsi Sumatera Utara, tepatnya di Kepulauan Nias, pada suatu daerah yang bernama Orahili-Gomo. Orahili adalah nama kampung/desa yang berada di Kecamatan Gomo, Kabupaten Nias Selatan (Teluk Dalam). Posisinya berada di daerah perbukitan atapun pegunungan dekat dengan lembah sungai Gomo yang cukup datar dan lebar. Pada catatan perjalanan sejarah, kondisi geografis seperti inilah yang menjadi alasan daerah ini di pilih oleh nenek moyang suku 1

bangsa Nias sebagai lokasi yang cocok untuk mendirikan suatu perkampungan. Wilayah yang berada di dataran yang tinggi serta dikelilingi oleh jajaran bukit-bukit yang tinggi sehingga tersembunyi dari dunia luar, sesuai dengan makna nama Orahili yang berarti tempat yang dikelilingi oleh pegunungan. Membahas tentang Megalitik, Haryono dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990:219) menyatakan bahwa : Megalitik adalah suatu istilah yang menunjuk pada peninggalan-peninggalan Budaya Prasejarah yang menggunakan batu-batu besar; (bahasa Yunani; Mega artinya besar dan Lithos artinya batu). Ada suatu periode dalam sejarah peradaban manusia di Bumi saat tradisi batu-batu besar (megalit) begitu mewarnai kehidupan mereka. Ini gejala di seluruh permukaan Bumi. Sebagai contoh, sebut saja Piramid di Mesir, Piramid di Babilonia dan Asiria (zigurat), Piramid di Pulau Bimini dekat Azores di tengah Atlantik, Piramid di Maya-Aztec-Inca Purba di Meksiko dan Peru, Stonehenge di Inggris, Megalit di Eropa Baratlaut dari Norwegia sampai Spanyol, Megalit di Pulau Paska di ujung timur gugusan kepulauan Polinesia (seperti yang pernah diulas Ariadi), Megalit di tengah-tengah Cina, atau Megalit yang banyak ditemukan di negeri kita sendiri seperti di Banten, Pasemah, Nias dan Sumba. 2

Peninggalan Kebudayaan Megalitik di Kabupaten Nias Selatan berdasarkan perjalanan sejarah, di prediksi berasal dari Zaman Batu Muda (Neolithicum) sekitar 1000 1500 M. Hal tersebut diyakini demikian karena sejalan dengan terjadinya perpindahan penduduk dari daratan Asia menuju keberbagai pelosok melalui Semenanjung Malaka, maupun melalui Asia Kecil ke jazirah Arab kemudian menuju India bagian Selatan dan seterusnya di Pulau Nias. Selain itu, sampai pada saat ini di Indonesia tidak atau belum ditemukan persamaan jenis peninggalan setua itu. Kebudayaan Megalitik pada awalnya disebarkan oleh masyarakat pendukungnya ke daerah Timur, sehubungan dengan kegiatan mereka mengadakan perjalanan mencari kerang, mutiara dan emas. Kebudayaan Megalitik sangat erat kaitannya dengan kebudayaan masyarakat di Indonesia. Pada daerah yang memiliki peninggalan Kebudayaan Megalitik, kegiatan religi masyarakatnya selalu berkaitan dengan aset budaya peninggalan tersebut. Letak peninggalan di lokasi perbukitan ataupun pegunungan juga diyakini sebagai alasan logis bagi masyarakatnya dalam hal mengupayakan sisi praktis dalam menjaga keamanan dari serangan musuh. Nenek moyang suku bangsa Nias mendirikan tempat pemukiman di gunung karena adanya anggapan bahwa gunung merupakan tempat yang suci dan keramat. 3

Masyarakat Nias pada umumnya dan khususnya masyarakat di Kabupaten Nias Selatan, sangat mengagungkan peninggalan kebudayaan Megalitik di Orahili-Gomo. Peninggalan di Kabupaten Nias Selatan memiliki nilai dan fungsi yang sangat besar bagi masyarakat setempat sampai pada masa sekarang. Peninggalan Megalitik di daerah ini terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain : Batu Tegak, Batu Datar, Meja Batu, Batu Tegak Segi Empat Pipih, Batu Tegak Segi Empat Balok, Batu Bulat Berlumpang Dua dan Patung Manusia. Salah satu bentuk peninggalan yang terpenting adalah sekumpulan besar Menhir, Dolmen, Sakrofagus dan hasil-hasil kebudayaan Megalitik lainnya. Benda-benda Megalitik dalam upacara religi bertujuan menghormati arwah nenek moyang yang dipercaya dapat melindungi masyrakat dari berbagai macam bahaya dan malapetaka. Variasi bentuk Peninggalan Kebudayaan Megalitik di Orahili Gomo memiliki ciri khas tersendiri yang tidak atau belum ditemukan persamaannya di daerah atau tempat lain di Indonesia. Bentuknya ada yang menyerupai manusia dan juga binatang. Keunikan bentuk peninggalan tersebut memiliki fungsi yang mengandung makna simbol, seperti : Batu Tegak dipergunakan sebagai simbol dari laki-laki, sedangkan Batu Datar merupakan simbol perempuan. Selain itu peninggalan ini juga berfungsi sebagai tempat 4

pemujaan pada dewa, penghormatan pada nenek moyang, orangtua dan kepala adat, juga sebagai tempat penguburan. 2. Fungsi Kebudayan Megalitik Bagi Masyarakat Orahili-Gomo. a. Fungsi Nilai Religi Peninggalan Kebudayaan Megalitik di Nias Selatan memiliki peranan yang sangat besar dalam setiap segi kehidupan masyarakatnya. Peranan tersebut tidak hanya dalam kaitannya dengan kegiatan religi masyarakatnya, akan tetapi juga berperan dalam aspek hukum dan seni. Peninggalan Kebudayaan Megalitik ini tidak hanya mempengaruhi masyarakat pada kegiatan-kegiatan yang bersifat sakral seperti upacara-upacara keagamaan, namun juga mempengaruhi dasardasar nilai dalam kegiatan hidup masyarakat sehari-hari. Penyelidikan dan penelitian tentang kebudayaan Megalitik di Kabupaten Nias Selatan dilakukan oleh M. G. Thomsen dan Von Heine Gildern. Berdasarkan sejarah, nenek moyang yang pertama tiba di Kepulauan Nias adalah Hia Walangi Adu yang kemudian mendirikan perkampungan Orahili-Gomo. Hia Walangi diberi gelar Hia Walangi Adu, karena telah berhasil menyelesaikan ukiran patung Adu Zatua. Patung atau berhala inilah yang kemudian disembah oleh Hia Walangi berikut 5

kaum dan pengikutnya. Inilah yang menjadi awal agama nenek moyang suku bangsa Nias yang disebut dengan Agama Folohe Adu. Tidak gampang bagi masyarakat Nias, khususnya di Orahili-Gomo, Kabupaten Nias Selatan dewasa ini untuk memahami agama kuno asli nenek moyang mereka. Hal ini disebabkan oleh perubahan dan pergeseran yang menyentuh kehidupan sosial-budaya mereka telah lama mewarnai nilai-nilai dan unsur-unsur kehidupan. Meskipun sangat dimaklumi bahwa perubahan dan pergeseran tersebut tidak hanya akan menimbulkan perkembangan yang saling menguntungkan bahkan memperkaya, tetapi sebaliknya juga memungkinkan terjadinya suatu pemusnahan. Menurut cerita para sesepuh masyarakat Nias, pada dasarnya dahulu keaslian agama kuno asli nenek moyang di bahagian Selatan berbeda dengan di bahagian Utara. Pergeseran mulai terjadi setelah pada tahap perkembangannya masyarakat Nias banyak melakukan kontak dengan bangsa-bangsa lain. Para pedagang dari Tionghoa, Inggris, Belanda dan Jerman, bahkan juga dari daerah lain di Indonesia tidak hanya menyebabkan pergeseran budaya tetapi juga pergeseran kepercayaan/keyakinan atau agama. Keaslian agama kuno asli nenek moyang masyarakat Nias Selatan kemudian bercampur baur bahkan bertentangan/berbeda dengan masyarakat di bahagian Utara. 6

Pada kegiatan pemujaan mereka mempersembahkan berbagai be elo (persembahan) kepada Dewa Lowalangi yang direfleksikan melalui sebuah patung dengan harapan agar mereka hidup dengan tentram dan sejahtera serta mendapat perlindungan dari malapetaka dan bencana. Kegiatan pemujaan pada arwah nenek moyang merupakan suatu kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh masyarakat Nias Selatan. Ke giatan tersebut dilaksanakan sebagai tanda pengejawantahan sekaligus penghormatan terhadap orangtua mereka yang telah meninggal dunia, serta juga kegiatan pemujaan kepada dewa agar mereka mendapat perlindungan serta terhindar dari segala malapetaka, bencana, wabah penyakit, kutukan bahkan kematian. Kegiatan pemujaan dapat juga mengandung makna sebagai alat kontrol sosial bagi masyarakat Nias, khususnya Nias Selatan. Pada masa penyebaran agama Kristen, para missionaris memilih istilah Lowalangi sebagai cara memperkenalkan Tuhan yang tertinggi pada masyarakat Nias Selatan. Konsep tersebut disamakan dengan Allah dalam agama Kristen. Pembauran istilah seperti ini mempengaruhi pandangan masyarakat Nias Selatan tentang konsep Tuhan sebagai Pencipta dunia. Dewasa ini Lowalangi tetap menjadi istilah bagi Tuhan sang pencipta bagi masyarakat Nias Selatan, meskipun mereka menganut agama Kristen dan meskipun pada agama kuno asli mereka 7

Lowalangi hanyalah sebagai dewa yang berkuasa yang dikaitakan dengan seorang pemimpin bagi pengikut atau masyarakatnya. 2. Fungsi Nilai Kontrol Sosial Peninggalan yang menyerupai bangunan monumental hasil kebudayaan Megalitik tersebut memiliki arti simbol tersendiri yang erat kaitannya dengan usaha para pemimpin dan ketua adat setempat dalam menjada harkat dan martabat kaumnnya. Menurut kepercayaan mereka, bahwa arwah nenek moyang mereka yang telah meninggal dunia masih tetap hidup meskipun di dunia yang berbeda yakni di dunia arwah. Arwah nenek moyang dipercaya masih mengawasi bahkan memberi petunjuk ataupun teguran pada keturunannya. Oleh karena itu pula mereka juga meyakini bahwa unsur-unsur kehidupan mereka sehari-hari masih tetap dipengaruhi oleh arwah nenek moyang mereka tersebut. Mereka juga bahkan menganggap bahwa kesehatan, keamananan, kesejahteraan, kesuburan dan lain-lain sangat ditentukan oleh bagaimana mereka memperlakukan ataupun menghormati arwah nenek moyang mereka. Apabila mereka memperlakukan arwah nenek moyang dengan baik, seperti dengan mengadakan rutinitas pemujaan, maka mereka akan memperoleh perlindungan seperti yang mereka harapkan. Perlakuan baik terhadap arwah nenek moyang tidak semata-mata 8

melalui kegiatan pemujaan ataupun persembahan. Menjalankan unsurunsur kehidupan dalam garis nilai-nilai yang telah dilaksanakan sejak masa arwah nenek moyang tersebut hidup, juga merupakan wujud penghormatan. Masyarakat Orahili-Gomo, memahami sifat-sifat dewa dan roh nenek moyang mereka melalui kuasa-kuasa para dewa ataupun roh itu sendiri. Kekuasaan dengan kata lain ke-supranatural-an merupakan kekuasaan yang berlimpah-limpah. Mereka mempercayai bahwa kekuasaan ini ditunjukkan pada mereka melalui cara-cara khusus seperti melalui krisis-krisis yang muncul dan terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Adanya kelahiran dan kematian, kesejahteraan dan kesengsaraan, bencana dan anugrah, malapetaka, wabah dan lain sebagainya yang terjadi di dunia merupakan wujud adanya upaya menjalin komunikasi antara dewa ataupun roh nenek moyang pada para pengikutnya atau masyarakatnya. Oleh karena itu, kegiatan pemujaan dan persembahan dianggap merupakan salah satu cara menjalin komunikasi yang baik. Komunikasi tersebut membutuhkan suatu sarana sebagai perantara dan batu-batuan Megalit menjadi pilihan bagi tersedianya sarana tersebut. 9

Kebudayaan Megalitik ini dapat dikatakan juga sebagai hasil dari suatu pesta jasa yang dilakukan oleh nenek moyang suku bangsa Nias yang disebut dengan Owasa. Owasa adalah suatu kegiatan upacara khusus yang pada awalnya yang dilaksanakan nenek moyang suku bangsa Nias yang meliputi kegiatan penguburan tulang belulang para leluhur, persembahan karena perbaikan derajat kehidupan ataupun penobatan, juga kegiatan distribusi ekonomi seperti panen dan sebagainya. Berdasarkan fungsi dan bentuk, peninggalan Kebudayaan Megalitik di Orahili Gomo, menandakan bahwa masyarakat Nias, khususnya Nias Selatan sangat menjunjung tinggi serta menghormati nilai-nilai luhur yang diturunkan oleh nenek moyang suku bangsa Nias. Dahulu pada saat masyarakat mengadakan pemilihan pemimpin adat, maka sebagai tanda akan baktinya, maka setiap kepala suku beserta pengikutnya berhak mendirikan sebuah Menhir. Pada masa hidupnya, bagi seorang kepala suku, Menhir ini berfungsi sebagai lambang akan jasa-jasanya dan pada saat dia telah meninggal dunia, maka Menhir ini akan menjadi lambang dirinya. Kenangan dan penghargaan terhadap diri dan jasanya semasa hidup beralih menjadi suatu kegiatan pemujaan terhadap dirinya oleh kaum dan pengikutnya yang dianggap dapat memberikan perlindungan. Pelaksanaan kegiatan upacara-upacara 1

tertentu, mengandung makna bahwa roh dari kepela suku tersebut akan menyatu dengan Menhir sehingga dapat berhubungan langsung dengan para pemujanya. Kegiatan-kegiatan ini juga mengandung makna, bahwa pada prinsipnya para dewa dan arwah nenek moyang menginginkan masyarakat Nias Selatan selalu hidup dalam keselamatan dan kesejahteraan dengan selalu mengingat dan menghormati dewa dan arwah nenek moyang. Pelaksanaan kegiatan pemujaan dan persembahan ini juga memupuk rasa persaudaraan yang kuat dalam masyarakat karena mereka akan bergotongroyong mengadakannya, dengan demikian akan tercipta kerukunan. 3. Fungsi Nilai Hukum Seperti yang dilantunkan dalam syair orang Nias, manusia pertama yang turunkan di Gomo dan sekitarnya di Nalawö sia a Mbanua yang merupakan suatu pemukiman dan kemudian berkembang ke Sifalagö Gomo. Mulai dari sinilah disekitar Turumbaho yang kemudian dengan nama Börönadu / Orahili-Gomo, penyelenggaraan Hukum yang pertama. Situs pemukiman ini masih dapat dilihat sampai saat ini dan pernah ditinjau langsung oleh Bapak H. Adam Malik, pada masa beliau menjabat sebagai wakil presiden RI, pada tanggal 2 Juni 1980. 1

Kunjungan tersebut juga disertai oleh beberapa pejabat tinggi negara termasuk Dirjen Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pada masa tersebut, dan para Antropolog baik dalam maupun luar negeri. Pada lokasi inilah ditemukan bukti berupa batu-batuan yang telah dipahat dan dibentuk sedemikian rupa (Megalit) yang berasal dari zaman 1000-1500 M. Batuan Megalit tersebut ditemukan dalam berbagai bentuk dan rupa yang diyakini sesuai dengan kepentingan manusia pada masa tersebut. Untuk kepentingan hukum, ditemukan budaya Megalitik Fondrakö Mazingö Raya di Lawindra. Adapun yang menjadi dasar-dasar hukum (Fondrakö) menurut masyarakat Orahili-Gomo, Kabupaten Nias Selatan, yang berlaku pada masa lampau adalah sebagai beriku : a. Fo adu Menurut bahasa, Fo adu berarti membuat, menghargai, ataupun menyembah patung dan berhala sesuai dengan kebiasaan pada kepercayaan agama kuno masyarakat Nias Selatan. Patung mengandung nilai sakral sehingga layak menduduki posisi untuk dihormati, dipuja dan disembah dalam kehidupan religi masyarakat. Fo adu juga berarti berbuat dengan baik, sempurna dan tanpa tercela. Mo adu berarti pantas sehingga dapat dipedomani oleh orang 1

banyak, yang secara keseluruhan mengandung arti / makna yakni berbuat hal-hal yang baik, suci yang datangnya haruslah dari keikhlasan hati yang paling dalam. b. Fangaso Fangaso mengandung arti pengadaan. Pengadaan dalam hal ini merujuk pada upaya peningkatan kesejahteraan, yang pada zaman dahulu diwujudkan dalam kegiatan masyarakat dalam mengelola bidang mata pencaharian. Pada zaman dahulu kegiatan ini meliputi bidang pertanian, peternakan yang kemudian pada masa perkembangannya masyarakat akhirnya mengenal bidang perkonomian yakni perdagangan bahkan sistem perbankan, berupa kegiatan membungakan uang. c. Fa ehao-hao Fa ehao-hao mengandung arti budi daya. Budi daya dalam hal ini mengandung nilai moral. Artinya manusia selalu dituntut untuk bermoral, berbudi luhur, tangkas, trengginas dan trampil. Kesemuanya ini dituntut untuk selalu tercermin dalam tata karma hidup sehari-hari. 1

d. Fobarahao Fobarahao berarti unsur kelembagaan. Kelembagaan dalam perwujudan pembentukan kampong / pemukiman mengandung makna persatuan dan kesatuan. Masyarakat dalam perkampungan terkenal dengan adanya unsure musyawarah dan mufakat dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan hidup bersama. Musayawarah mufakat (Aro Gosali) dilaksanakan pada tempat persidangan yang disebut dengan Ni okölimanu. e. Fa oböwö / Foböwö Fa oböwö / Foböwö mengandung arti keadilan. Böwö juga dapat diartikan sebagai sikap saling pengertian, saling Bantu membantu dalam azas gotongroyong. Böwö juga mengadung makna jujuran dalam pelaksanaa perkawinan yang berarti kasih sayang yang tidak berkesudahan atau kasih sayang abadi. 4. Fungsi Nilai Seni Peninggalan Budaya Megalitik di Orahili-Gomo, kabupaten Nias Selatan, juga merupakan wujud peninggalan kebudayaan seni rupa nenek moyang bangsa Indonesia pada zaman dahulu. Patung-patung banyak diciptakan dengan menggunakan berbagai media, antara lain : 1

kayu, logam maupun batu-batuan. Batuan yang dipahat dan diukir sedemikian rupa (batu Megalit) merupakan hasil karya seni yang unik yang dapat dinikmati sampai pada masa sekarang. Media batu-batuan merupakan bahan yang tahan menghadapi tantangan waktu. Patung di Orahili-Gomo selain unik memiliki karakteristik tersendiri. Perwujudan patung nenek moyang banyak ditampilkan apa adanya dengan memperlihatkan alat kelamin dan atribut di kepala yang sangat tinggi. Bentuk hidung yang mancung, lurus dan besar hamper menyatu dengan dahi menjadi ciri khas bentuk yang menggambarkan postur dan bentuk wajah khas suku bangsa nias. Demikianlah fungsi budaya Megalitik yang sangat mempengaruhi hampir disetiap segi kehidupan masyarakat di Kabupaten Nias Selatan. Meskipun pada masa sekarang masih dapat kita nikmati keberadaannya, namun dapat saja tanpa kita sengaja akan termusnahkan karena tidak dikelola dengan baik. 1